C
acat gen tunggal sangat jarang dan sehingga tidak terlalu penting
untuk diperhatikan. Akan tetapi, kadang-kadang cacat karena gen
tunggal mencapai frekuensi tinggi di antara ternak milik satu atau
beberapa pemulia, atau kadang-kadang dalam suatu bangsa secara
keseluruhan. Konsekuensi ekonomis dari peningkatan frekuensi tersebut
kadang-kadang sangat parah, dan pemulia sering bertanya bagaimana cacat
tersebut dapat diturunkan frekuensinya, jika tidak dapat dihilangkan. Untuk
dapat memberikan saran yang bermanfaat, kita perlu tahu lebih dari sekedar
genetika Mendel saja, kita juga harus mengerti cara gen beraksi di dalam
perusahaan-perusahaan ternak (herd), atau kelompok ternak domba (flock),
kelompok-kelompok anjing (kennel) atau kandang-kandang penitipan kucing
(cattery) atau di dalam bangsa secara keseluruhan. Dengan kata lain, kita
perlu mengerti prinsip dasar tentang genetika populasi. Tujuan dari bab ini
adalah menerangkan prinsip-prinsip dasar itu.
Gambar 5.1. Pola elektroforesis, atau fenotipe, yang menggambarkan tiga genotipe
hemoglobin yang berbeda di dalam domba Merino.
Kawin Acak
Kawin acak untuk sifat atau lokus tertentu terjadi jika pemilihan
pasangan kawin bersifat independen terhadap genotipe atau fenotipe untuk
sifat atau lokus itu. Karena sistem perkawinan ternak domestik pada
umumnya di bawah kontrol manusia, yang sering memutuskan, misalnya,
untuk menyeleksi hanya sedikit individu untuk dijadikan sebagai tetua bagi
generasi berikutnya, mungkin saja konsep kawin acak banyak yang kurang
relevan diterapkan pada ternak domestik. Akan tetapi, walaupun seleksi
dilakukan sangat intensif, perkawinan di antara ternak-ternak yang telah
diseleksi biasanya secara acak untuk semua sifat dan lokus. Padahal, dalam
hal produksi, spesies seperti sapi, domba, dan babi, biasanya kurang praktis
Hukum Hardy-Weinberg
Dalam suatu populasi kawin acak di mana tidak ada seleksi, mutasi, migrasi,
atau genetic drift,
(1) frekuensi genotipe pada keturunan hanya ditentukan sepenuhnya oleh frekuensi
gen pada tetuanya, sehingga
(a) frekuensi homozigot sama dengan kuadrat dari frekuensi gennya;
(b) frekuensi heterozigot sama dengan dua kali hasil perkalian frekuensi
gennya;
(2) frekuensi gen dan frekuensi genotipe tetap konstan dari satu generasi ke
generasi beikutnya.
Genotipe BB Bb bb
Fenotipe Hitam Hitam Merah
Frekuensi p2 2pq q2
Alel ganda
Gen terpaut-X
Tabel 5.1. Hasil gabungan dari dua survei yang diambil di Iceland mengenai
warna bulu terpaut-X, bersama dengan perhitungan frekuensi gen
pada jantan dan betina.
Genotipe
EE Ee ee Total
Frekuensi sebelum seleksi p2 2pq q2 1
Fitness relatif 1-s 1-s 1
Proporsi setelah seleksi p2(1 - s) 2pq(1 - s) q2 1 - sp(2 - p)
Ada alasan lain mengapa kondisi bahaya dan bahkan letal dapat
mencapai frekuensi cukup tinggi dalam suatu populasi tertentu. Itu
dinamakan genetic drift, yang, seperti kita lihat pada bab ini, berarti
perubahan frekuensi gen yang seluruhnya diakibatkan karena peluang.
Perubahan ini akibat dari randomisasi gen yang suda tentu dalam semua
populasi yang dapat dihitung. Karena perubahan frekuensi gen ini
seluruhnya akibat peluang, arahnya bersifat random dan seluruhnya di luar
kontrol manusia. Karena semua populasi dapat dihitung, itu berarti bahwa
ada kejadian genetic drift di semua populasi. Tetapi, semakin besar ukuran
populasi, semakin kecil perbesaran genetic drift.
Kasus genetic drift terekstrim pada ternak domestik dapat
diilustrasikan dengan membayangkan bahwa hanya satu jantan dan satu
betina dipilih sebagai tetua pada generasi berikutnya. Anggap satu lokus
tunggal dengan dua alel A dan B. Tanpa memperhatikan berapa frekuensi A
pada generasi tetua yang dipilih tersebut, frekuensinya pada tetua tersebut
seharusnya 0,00 (jika kedua tetua tersebut bersifat homozigot untuk B), 0,25
(jika satu tetua adalah AB dan tetua lainnya adalah BB), 0,50 (jika tetua
tersebut adalah AB dan AB, atau AA dan BB), 0,75 (AA dan AB), atau 1,00
(kedua tetua homozigot untuk A). Anggap bahwa frekuensi A adalah,
katakan, 0,1 pada populasi tetua yang dipilih tersebut, dan anggap bahwa
tetua tersebut dipilih secara acak, dan memiliki genotipe AA dan AB. Pada
kasus ini, frekuensi gen telah berubah dari 0,1 ke 0,75, suatu perubahan
sebesar 0,65, yang adalah sangat besar dan itu seluruhnya karena peluang
atau sampling. Karena frekuensi gen pada tetua tersebut sekarang adalah
0,75, itu berarti bahwa frekuensi gen pada keturunan tetuanya juga akan
menjadi 0,75, kecuali jika seleksi, mutasi, atau migrasi menyebabkan
perubahan lebih jauh lagi. Jika hanya satu jantan dan satu betina dipilih
secara acak dari generasi keturunannya, untuk dijadikan tetua pada generasi
berikutnya, situasi yang persis sama akan terjadi: frekuensi gen pada
generasi berikutnya akan menjadi nol, 0,25, 0,50, 0,75, atau satu. Jika itu
mencapai nol, gen tersebut berarti hilang selamanya, atau sampai mutasi
muncul lagi. Jika frekuensi tersebut mencapai satu, gen tersebut dikatakan
telah fixed pada populasi itu, dan semua gen lain pada lokus itu telah hilang.
Founder effect merupakan kasus spesial dari genetic drift, yang artinya
adalah situasi di mana sejumlah kecil individu pindah ke tempat baru, dan
Jarak Genetika
Tanpa memperhatikan berapa banyak ternak digunakan untuk
membentuk populasi baru, populasi lama dan baru tersebut menjadi
semakin berbeda antara satu dan lainnya dalam perjalanan waktu: mutasi
memasukkan alel unik ke dalam tiap populasi, dan frekuensi semua alel
pada semua lokus berubah secara acak (yaitu bahwa ada kejadian genetic
drift) dalam tiap populasi. Semakin lama waktu sejak dua populasi mulai
berbeda, semakin besar perbedaan dalam frekuensi gennya. Seberapa besar
dua populasi berbeda dalam frekuensi gennya disebut jarak genetika di
antara keduanya. Jika kita perkirakan frekuensi alel pada sejumlah lokus
dalam suatu set populasi (misalnya bangsa sapi dari berbagai belahan
dunia), jarak genetika di antara semua pasangan populasi dapat
diperkirakan dari data frekuensi gen. Suatu pohon evolusi (phylogenetic
tree) kemudian dapat digambar, dimana panjang tiap cabang yang
memisahkan dua populasi proporsional terhadap jarak genetika di antara
keduanya.
Mikrosatelit merupakan sumber data yang ideal untuk menghitung
jarak genetika, karena mikrosatelit bersifat polimorfik dan terdapat di dalam
genom. Selain itu, juga mungkin untuk menghasilkan filogeni dari
perbedaan sekuen asam amino dalam protein atau basa dalam gen, antara
bangsa dan/atau spesies.
Gambaran menarik tentang evolusi bangsa dan spesies sedang
muncul. Terpisah dari kelebihannya, studi ini memberikan arah ke
keragaman genetika dalam dan antar spesies, yang kemudian memberikan
Jarak genetika/filogeni
Lake, J. A. (1994). Reconstructing evolutionary trees from DNA and protein
sequences--paralinear distances. Proceedings of the National Academy of
Sciences, 91, 1455--9.
Loftus, R. T., MacHugh, D. E., Bradley, D. G., Sharp, P. M., and Cunningham, E.
P. (1994). Evidence for two independent domestications of cattle.
Proceedings of the National Academy of Sciences, 91, 2757--61.
Stanley, H. F., Kadwell, M., and Wheeler, J. C. (1994). Molecular evolution of the
family camelidae--a mitochondrial DNA study. Proceedings of the Royal
Society of London Series B, 256, 1--6.
Taberlet, P. and Bouvet, J. (1994). Mitochondrial DNA polymorphism,
phylogeography, and conservation genetics of the brown bear Ursus arctos
in Europe. Proceedings of the Royal Society of London Series B, 255, 195--200.