Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR SINISTER

Disusun oleh :

RESTI NUR LELA

PI337420215092

TINGKAT II C

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2017
BAB I

KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan
korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Bilamana
tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup
(atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang
yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur terbuka.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan kapsula.
a. Melalui kepala femur (capital fraktur)
b. Hanya di bawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokhanter kecil.

B. EPIDEMIOLOGI
Fraktur subtrochanter femur banyak terjadi pada wanita tua dengan usia
lebih dari 60 tahun dimna tulang sudah mengalami osteoporosis, trauma yang
dialami oleh lansia biasanya ringan (karena terpeleset di kamar mandi)
sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan.
Sedangkan fraktur batang femur, femur supracondyler, fraktur intercondyler ,
fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki-laki dewasa karena
kecelakaan ataupun jatuh dri ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur
pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain.

C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur femur antara lain:
a. Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pad paha
b. Fraktur femur tertutup
Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi
tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis.
(Arif Muttaqin, 2011)

D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang.
Pathway

Ansietas

Defisit
Perawatan diri

E. KLASIFIKASI
a. Fraktur leher femur
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama
wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur
leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
b. Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma yang hebat.
Pemeriksaan dpat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter
minor.
c. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur.
Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter
mayor dan minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi
pada klien yang jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir.
Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat
fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat
bersifat kominutif terutama pada korteks bagian posteomedial.
d. Fraktur diafisis femur
Dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya karena
trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
e. Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus
femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai
femur terjadi karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai
kekatan aksial dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada
daerah ini. Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
(Arif Muttaqin, 2008)

F. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Gerakan luar biasa
Bagian bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak secara
tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya.
c. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan dibawah tempat fraktur.
d. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi
setelah beberapa jam atau hari.
(Brunner Suddarth, 2001)
G. KOMPLIKASI
1. Early :
a. Lokal :
1) Vaskuler : compartement syndrome, trauma vaskuler
2) Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer
b. sistemik : emboli lemak
1) Crush syndrome
2) Emboli paru dan emboli lemak
2. Late :
a. Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal
(angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal
b. Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari
normal
c. Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu
d. Kekakuan sendi/kontraktur

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen ( Sinar X ). Untuk mendapatkan gambaran
3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan Sinar - X harus atas dasar indikasi kegunaan.
Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada Sinar X mungkin dapat di perlukan teknik
khusus, seperti hal hal sebagai berikut. ( Arif Muttaqin, 2008 )
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti
Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c. Hematokrit dan leukosit akan meningkat
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Arif Muttaqin, 2008)
I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif :
a. Proteksi
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
d. Traksi
2. Terapi operatif
a. ORIF
Indikasi ORIF :
1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis
tinggi
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
3) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
4) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih
baik dengan operasi
b. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
c. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis
Moore
3. Tindakan debridement dan posisi terbuka
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung
jawab, status perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab
terjadinya
c. Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
Takikardia (respon stres, hipovolemia).
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan
(parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma
lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada
imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur
femur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk
klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multipel, atau cedera hati.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,
kerusakan integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot.
3. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
6. Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.

C. INTERVENSI
1. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : nyeri hilang/ berkurang
NIC :

a. Kaji karakteristik, kwalitas nyeri, sifat dan pengalaman nyeri


b. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (misal suhu ruangan, pencahayaan,
dan kegaduhan)
c. Berikan teknik relaksasi
d. Ajarkan manajemen nyeri (misal nafas dalam)
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.

2. Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan


muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang,
penurunan kekuatan otot
Tujuan : dapat melakukan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
NIC :
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan
b. Pantau kulit bagian distal setiap hari terhadap adanya iritasi,
kemerahan.
c. Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam.
d. Ajarkan klien untuk melakukan gerak aktif pada ekstremitas yang
tidak sakit.
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.

3. Diagnosa : Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan


dengan gangguan muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
Tujuan : peningkatan perilaku dalam merawat diri

NIC :

a. Kaji kemampuan penggunaa alat bantu


b. Kaji kondisi kulit saat mandi
c. Berikan bantuan sampai pasien mampu secara mandiri untuk
melakuakn perawatan diri
d. Letakkan sabun, handuk, peralatan mandi, peralata BAB/BAK,
didekat klien.
e. Ajarkan pasien atau keluarga untuk menggunakan metode alternaltif
dalam mandi, hygiene mulut, BAB/BAK.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian supositoria kalau terjadi
konstipasi
4. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan
tulang.
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit secara luas
NIC :
a. Kaji adanya faktor resiko yang menyebabkan kerusakan integritas
kulit
b. Observasi kulit setiap hari dan catat sirkulasi dan sensori serta
perubahan yang terjadi
c. Berikan bantalan pada ujung dan sambungan traksi
d. Jika memungkinkan ubah posisi 1-2 jam secara rutin
e. Konsultasikan ka ahli gizi untuk maknan tinggi protein untuk
membantu penmyembuhan luka

5. Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Tujuan : Pengetahuan klien tentang penyakit baik
NIC :
a. Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi seperti

kemerahan,nyeri, panas, bengkak, adanya fungsiolesa.

b. Monitor Tanda Tanda Vital


c. Gunakan tehnik steril saat perawatan luka

d. Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi dan


perawatan luka

6. Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.


Tujuan : tingkat kecemasan berkurang
NIC :
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien
b. Kaji cara pasien untuk mengatasi kecemasan
c. Sediakan informasi yang aktual tentang diagnosa medis dan prognsis
d. Ajarkan ke pasien tentang peggunaan teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8


Vol 3. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta:EGC.

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:EGC

Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi


pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai