Anda di halaman 1dari 4

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN TELINGA

1. Pemeriksaan fisik
Alat yang diperlukan: otoskop
Cara:
1) Inspeksi telinga luar,perhatikan adanya kelainan bentuk telinga, tanda-tanda
peradangan, tumor, secret yang keluar dari liang telinga
2) Palpasi telinga, evaluasi adanya nyeri tekan, nyeri tarik, atau tanda-tanda pembesaran
kelenjar pre dan post aurikuler
3) Pemeriksaan liang telinga dan membrane timpani dengan otoskop. Caranya dengan
menarik aurikel ke bawah dan belakang pada anak usmur < 2 tahun dan menarik aurikel
ke atas dan ke belakang pada orang dewasa
4) Amati liang telinga dengan seksama apakah ada stenosis, obstruksi oleh secret, jaringat
ikat, benda asing, serumen, polip, edema atau furunkel.
5) Perhatikan warna dan kilauan membrane timpani, normalnya berwarna abu-abu
keperakan semi transparan.

2. Pemeriksaan tajam pendengaran


1) Tes Bisik
- Dilakukan di ruangan yang mempunyai sudut berjarak minimal 6 meter dan bebas
kebisingan.
- Pemeriksa sebagai sumber bunyi harus mengucapkan kata-kata sesudah ekspirasi
normal.
- Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 2 suku kata (bisyllabic) yag terdiri dari kata-kata
sehari-hari.
- Kata-kata yang digunakan adalah kata bisyllabic Gajah Mada P.B List karena telah
ditera keseimbangan phonemnya untuk bahasa Indonesia
- Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang sama
- Telinga penderita yang akan ditest dihadapkan pada pemeriksa dan telinga yang
tidak di tes harus ditutup dengan kapas atau oleh tangan penderita sendiri
- Penderita tidak boleh melihat gerakan mulut pemeriksa.
- Sebelum melakukan pemeriksaan penderita diberi instruksi dan penjelasan yang
jelas tentang prosedur pemeriksaan
- Pada saat diperiksa, penderita duduk atau berdiri pada jarak 6 meter dari pemeriksa,
dibisiki beberapa kata bisyllabic.
- Penderita diminta untuk menyebtkan kata tersebut dan bila tidak menyahut,
pemeriksa maju 1 meter dan tes dimulai lagi. Demikian seterusnya sampai penderita
dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana
penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan pada sisi telinga yang lain samapi diperoleh
satu jarak pendengaran.
- Evaluasi tes:
6 meter : normal
5 meter : dalam batas normal
4 meter : tuli ringan
3-2 meter : tuli sedang
1 meter : tuli berat
- Bila sudah berpengalaman, tes bisik ini dapat secara kasar menentukan type
ketulian, misalnya tuli konduktif jika sukar mendengar huruf lunak seperti n,m,w
(meja dikatakan becak, hajah dikatakan kaca, dll). Tuli sensori neural jika sukar
mendengar huruf tajam yang umumnya berfrekwensi tinggi seperti s,sy,c, dll (cicak
dikatakan tidak, kaca dikatkan gajah, dll).

2) Tes Garpu Tala


Test ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dari nada c
dengan frekwensi 2048 Hz, 1024 Hz, 512Hz, 256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan test garpu
tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambaran keadaan pendengaran penderita.
Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena
tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu makin keras sentuhan garpu tala makin
keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat
didengar oleh telinga normal.
Di poliklinik dapat dilakukan empat macam test garpu tala yaitu:

a. Test garis pendengaran


Tujuan test ini adalah untuk mengetahui batas bawah dan batas atas ambang
pendengaran. Telinga kanan dan kiri diperiksa secara terpisah.
Cara:
- Semua garpu tala disentuh secara lunak dan didekatkan kira-kira 2,5 cm di depan
telinga penderita
- Penderita diminta untuk mengangkat tangan bila mendengarkan bunyi dan beri
tanda (+) pada frekwensi yang bersangkutan dan sebaliknya tanda (-) pada frekwensi
yang bersangkutan.
- Contoh hasil pemeriksaan:
Kanan Frekwensi Kiri Interpretasi
- 2048 Hz + Telinga kanan hanya dapat mendengar frekwensi 256
- 1024 Hz + Hz &128 Hz (batas atas menurun) tuli
- 512 Hz + sensorineural
+ 256 Hz - Telinga kiri bisa mendengar frekwensi 2048 Hz, 1024
+ 128 Hz - Hz, 512 Hz (batas bawah meningkat) tuli konduktif

b. Tets Weber
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga
normal, hantaran telinga kanan dan kiri sama.
Cara:
- Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh diletakkan pangkalnya pada dahi
atau vertex
- Tanyakan pada penderita mendengar bunyi atau tidak
- Jika mendengr,segera tanyakan mana yang terdengar lebih keras
- Bila terdengar lebih keras pada telinga kanan penderita lateralisasi ke kanan,
begitu juga sebaliknya.
- Evaluasi Tes Weber:
Bila terjadi lateralisasi ke kanan, maka kemungkinan:
1. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal
2. Telinga kanan tuli konduktif, kiri sensorineural
3. Telinga kanan normal, kiri sensorineural
4. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat
5. Kedua telinga tuli sensorineural, kiri lebih berat
Dengan kata lain tes weber tidak dapat menegakkan diagnose secara pasti, perlu
diulangi dengan tes yang lain.

c. Tets Rinne
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada
satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang.
Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang.
Dilain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara.
Cara:
- Sentuh garpu tala 256 Hz atau 512 Hz secara lunak dengan pangkal tangan dan
letakkan pangkalnya pda planum mastoideum telinga penderita yang akan diperiksa
- Tanyakan pada penderita apakah mendengar dan minta penderita untuk
mengangkat tangannya jika sudah tidak mendengar
- Bila sudah tidak mendengar pindahkan garpu tala ke depan telinga penderita dengan
jarak kira-kira 3 cm.
- Bila penderita kembali mendengar rinne (+), sebaliknya rinne (-)
- Evaluasi tes Rinne:
1. Rinne (+) normal atau tuli sensorineural
2. Rinne (-) tuli konduktif
3. Rinne (-) palsu Pada waktu meletakkan garpu tala di Planum mastoideum
getarannya di tangkap oleh telinga yang baik dan tidak di test (cross hearing).
Kemudian setelah garpu tala diletakkan di depan meatus acusticus externus
getaran tidak terdengar lagi sehingga dikatakan Rinne negative. Hal ini terjadi
pada tuli sensorineural unilateral dan berat

d. Test Schwabach
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan hantaran
tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal.
Cara:
- Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secara lunak diletakkan di planum
mastoideum penderita.
- Tanyakan pada penderita apakah mendengar, sekaligus instruksikan agar
mengangkat tangan jika sudah tidak mendengar bunyi dengungan
- Segera pindahkan garpu tala ke planum mastoideum pemeriksa, jika penderita sudah
tidak mendengar
- Ada 2 kemungkinan, pemeriksa masih mendengar (schwabach memendek) atau
sudah tidak mendengar.
- Bila pemeriksa sudah tidak mendengar, perlu dilakukan cross check dengan cara
telinga pemeriksa dulu yang diperiksa
- Bila hasil cross check didapatkan bahwa penderita sudah tidak mendengar
(schwabach normal), namun bila penderita masih mendengar dikatakan schwabach
memanjang.
- Evaluasi tes schwabach:
1. Schwabach memendek pemeriksa masih mendengar dengungan, berarti
penderita tuli sensorineural
2. Schwabach memanjang penderita masih mendengar dengungan saat
dilakukan crosscheck, berarti penderita tuli konduktif
3. Schwabach normal pemeriksa dan penderita sama-sama sudah tidak
mendengar dengungan.

Anda mungkin juga menyukai