Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN PH

Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan mengenai aktivitas dari enzim
amilase. Percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
amilase. Perlakuan yang digunakan adalah menggunakan pH asam dengan menambah HCL, pH
basa dengan menambah NaOH 1 % dan pH netral. Ekstrak enzim amilase diperoleh dari
kecambah kacang hijau umur 2 hari. Pembuatan ekstrak enzim amilase menggunakan kecambah
kacang hijau yang sudah ditumbuk dan disaring. Kecambah kacang hijau harus disentrifuge agar
nantinya diperoleh supernatan yang merupakan ekstrak enzim amilase 100 % dan amilum
sebagai pellet. Kecambah kacang hijau lebih banyak mengandung enzim amilase daripada
kacang hijau utuh atau tumbuhan kacang hijau dewasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa
kecambah kacang-kacangan mengandung enzim amilase yang tinggi dibanding kondisi biji utuh
ataupun tumbuhan dewasa. Pada proses perkecambahan cadangan makanan dalam biji-bijian
diubah untuk membentuk struktur akar, batang dan daun (tunas). Salah satu komponen cadangan
makanan adalah amilum yang harus mengalami proses hidrolisis terlebih dahulu menjadi glukosa
atau dekstrin sebelum diubah menjadi karbohidrat struktural (selulosa) atau menjadi energi bagi
metabolisme itu sendiri. Untuk menghidrolisis amilum dibutuhkan enzim amilase dalam jumlah
relatif banyak. Kecambah mempunyai kandungan enzim amilase yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kacang hijau kondisi utuh atau tumbuhan dewasa ( Rohman, 2007 ).

Enzim amilase merupakan enzim yang dapat memecah amilum menjadi gula yang lebih
sederhana ( glukosa ). Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa Enzim amilase merupakan salah
satu jenis enzim yang mampu memutuskan ikatan glikosida yang terdapat pada senyawa polimer
karbohidrat. Hasil molekul amilum ini akan menjadi monomer-monomer yang lebih sederhana,
seperti maltosa, dekstrin dan terutama molekul glukosa sebagai unit terkecil. Amilase dihasilkan
oleh berbagai jenis organisme hidup, mulai dari tumbuhan, hewan, manusia bahkan pada
mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Kelompok enzim ini memiliki banyak variasi dalam
aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada sumber organismenya dan tempatnya bekerja.
Enzim adalah katalisator sejati. Molekul ini meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik, yang
tanpa enzim akan berlangsung amat lambat. Enzim tidak dapat mengubah titik kesetimbangan
reaksi yang dikatalisisnya dan enzim juga tidak akan habis dipakai atau diubah secara permanen
(Lehninger, 1982). Reaksi hidrolisis amilum menjadi glukosa dengan katalis enzim amilase
adalah sebagai berikut.

Gambar. Degradasi amilum membutuhkan enzim amilase yang akan memecah/menghidrolisis


menjadi gula yang sederhana yaitu glukosa ( Fesseden, 1992 ).

Kecepatan enzim amilase dipegaruhi oleh pH. Aktivitas enzim amilase akan optimum
pada rentang pH 5 8 sesuai dengan pernyataan bahwa enzim amilase bekerja optimum rentang
pH 5 8 ( Anna, 1994 ). Grafik pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase sebagai berikut.

Gambar. Grafik Pengaruh Ph terhadap Kerja Enzim Amilase ( Anna, 1994 ).


Amilum merupakan karbohidat kompleks termasuk dalam polisakarida sesuai dengan
pernyataan bahwa polisakarida pada umumnya mempunyai molekul besar dan lebih kompleks
daripada mono dan oligosakarida. Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul
monosakarida. Berat molekul polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu
juta. Contoh polisakarida adalah amilum, glikogen, dekstrin, selulosa dan mukopolisakarida.
Polisakarida dibedakan menjadi dua yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida.
Monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis sehingga disebut dengan gula. Rasa manis
ini disebabkan karena gugus hidroksilnya. Sedangkan Polisakarida tidak terasa manis karena
molekulnya yang terlalu besar tidak dapat dirasa oleh indera pengecap dalam lidah ( Sudarmadji,
1996 ).

Pada praktikum ini uji amilum dilakukan dengan menggunakan uji iodin dan uji benedict.
Uji iod dilakukan untuk mengetahui kandungan amilum dalam suatu bahah uji. Apabila bahan uji
mengandung amilum maka uji iodin akan memberikan warna biru kehitaman. Amilum dapat
membentuk kompleks dengan molekul iodin yang menghasilkan warna biru kehitaman. Hal ini
sesuai dengan pernyataan bahwa kondensasi iodin dengan karbohidrat pada uji iodin,
monosakarida dapat menghasilkan warna yang khas. Hal ini disebabkan karena dalam
larutan pati, terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatan
dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk
kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan
warna biru tua pada kompleks tersebut (Fessenden, 1992). Reaksi uji positif Iodin terhadap
amilum adalah sebagai berikut.

Gambar. Reaksi Uji Iodin terhadap Amilum ( Murdijati, 1992 ).

Uji Benedict dilakukan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu bahan uji.
Uji positif benedict akan menghasilkan endapan berwarna merah bata. Hal ini sesuai dengan
pernyataan bahwa pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium
karbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+
yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat
pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning
atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Tes
Benedict, yang biasa digunakan sebagai uji aldehid. Tes ini dapat juga digunakan untuk
membedakan karbohidrat yang mengandung gugus reduksi dari yang tidak mengandung gugus
reduksi. Reagen ini mengandung CuSO4, Natrium sitrat dan natrium karbonat dan didalam
alkalin, larutan tersebut tidak mengkatalisis reagen benedict menunjukkan tes positif ( Poedjiadi,
2006 ). Reaksi uji positif benedict terhadap glukosa adalah sebagai berikut.

Gambar. Reaksi Uji Positif Benedict terhadap Glukosa ( Poedjiadi. 2006 ).

Waktu interval yang dipakai pada perlakuan ini yaitu 10 menit, 20 menit, dann 30 menit.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kerja dari enzim amilase pada waktu yang berbeda. Pada
praktikum digunakan 5 tabung reaksi dengan tabung semua tabung diberi larutan amilum 1 %
0,5 ml. Tabung IV ditambahkan 10 tetes IKI dan tabung V diberi 5 tetes Fehling A dan 5 tetes
Fehling B kemudian dipanaskan diatas spiritus. Hasil yang diperoleh yaitu tabung IV berwarna
biru kehitaman sedangkan tabung V berwarna biru. Larutan dalam kedua tabung ini digunakan
sebagai control dalam praktikum kali ini.

Tabung I - III ditambahkan 1 ml ekstrak enzim amilase sebanyak 1 ml. Tabung I


ditambahkan 2 tetes HCL ( pH 1 ) dan dibagi dalam 3 tabung yaitu tabung a, b, dan c. Tabung a,
b, dan c berwarna biru setelah penambahan benedict. Larutan dalam tabung a setelah 10 menit
kemudian dibakar terlihat bahwa terdapat endapan kuning dan larutan berwarna merah jernih.
Larutan dalam tabung b setelah 20 menit kemudian dibakar terlihat bahwa terdapat endapan
kuning dan larutan berwarna merah pekat. Larutan dalam tabung c setelah 30 menit kemudian
dibakar terlihat bahwa terdapat endapan kuning dan larutan berwarna merah lebih pekat. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam tabung a, b, dan c amilum telah terhidrolisis menjadi glukosa. Hal ini
tidak sesuai dengan teori karena enzim amilase bekerja optimum pada pH 5 8 sedangkan pada
pH dibawah 3 enzim amilase sudah tidak bereaksi sesuai dengan pernyataan enzim amilase
bekerja optimum rentang pH 5 8 ( Anna, 1994 ). Pada praktikum ini terjadi kesalahan yaitu
kurangnya ketelitian praktikan dan pipet yang digunakan untuk larutan penguji tidak diberi label
sehingga dimungkinkan terjadi kontaminasi larutan.

Tabung II larutan ditambahkan dengan 2 tetes NaOH 1 % ( pH 12 ) dan dibagi dalam 3


tabung yaitu tabung a, b, dan c. Tabung a, b, dan c berwarna biru setelah penambahan benedict.
Larutan dalam tabung a setelah 10 menit kemudian dibakar terlihat bahwa larutan berwarna
merah. Larutan dalam tabung b setelah 20 menit kemudian dibakar terlihat bahwa larutan
berwarna merah pekat. Larutan dalam tabung c setelah 30 menit kemudian dibakar terlihat
bahwa larutan berwarna merah lebih pekat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam tabung a, b, dan
c amilum telah terhidrolisis menjadi glukosa. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena enzim
amilase bekerja optimum pada pH 5 8 sedangkan apabila dalam pH yang terlalu basa enzim
tidak akan berekasi sesuai dengan pernyataan enzim amilase bekerja optimum rentang pH 5 8
( Anna, 1994 ). Pada praktikum ini terjadi kesalahan yaitu kurangnya ketelitian praktikan dan
pipet yang digunakan untuk larutan penguji tidak diberi label sehingga dimungkinkan terjadi
kontaminasi larutan.

Tabung III larutan tidak diberi tambahan asam maupun basa sehingga pH netral dan
dibagi dalam 3 tabung yaitu tabung a, b, dan c. Tabung a, b, dan c berwarna biru setelah
penambahan benedict. Larutan dalam tabung a setelah 10 menit kemudian dibakar terlihat bahwa
larutan berwarna hijau. Hal ini menunjukkan bahwa amilum belum dipecah menjadi glukosa.
Larutan dalam tabung b setelah 20 menit kemudian dibakar terlihat bahwa larutan berwarna
merah kehijauan. Larutan dalam tabung c setelah 30 menit kemudian dibakar terlihat bahwa
larutan berwarna merah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam tabung b dan c amilum telah
terhidrolisis menjadi glukosa. Enzim amilase bekerja optimum pada pH netral dengan
menghidrolisis amilum menjadi glukosa sesuai dengan teori bahwa enzim amilase bekerja
optimum rentang pH 5 8 ( Anna, 1994 ). Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai
sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan
untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini
disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini
tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang terdapat pada
pereaksi-pereaksi tertentu (Poedjadi, 2006). Bilamana monosakarida seperti glukosa dan fruktosa
ditambahkan ke dalam larutan luff maupun benedict maka akan timbul endapan warna merah
bata. Sedangkan sakarosa tidak dapat menyebabkan perubahan warna. Perbedaan ini disebabkan
pada monosakarida terdapat gugus karbonil yang reduktif, sedangkan pada sakarosa tidak. Gugus
reduktif pada sakarosa terdapat pada atom C nomor 1 pada glukosa sedangkan pada fruktosa
pada atom C nomor 2. Jika atom-atom tersebut saling mengikat maka daya reduksinya akan
hilang, seperti apa yang terjadi pada sakarosa. Larutan yang dipergunakan untuk menguji daya
mereduksi suatu disakarida adalah larutan benedict. Unsur atau ion yang penting yang terdapat
pada larutan tersebut adalah Cu2+ yang berwarna biru. Gula reduksi akan mengubah atau
mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ (Cu2O) yang mengendap dan berwarna merah bata. Zat
pereduksi itu sendiri akan berubah menjadi asam ( Hart, 1997 ). Reaksi uji positif benedict
adalah sebagai berikut.

Gambar. Reaksi Kimia Uji Benedict terhadap Molekul Glukosa ( Dachriyanus, 2004 )
Anna, P. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang:Andalas


University Press.

Fesseden, 1992. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina Rupa.

Hart, H. 1987. Kimia Organik. Jakarta : Penerbit Erlangga

Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia . Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga

Murdijati, G. 1992. Ilmu pangan Pengantar ilmu pangan, nutrisi dan mikrobiologi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Poedjiadi, A. 2006. Dasar Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI Press

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.

Sudarmadji, S. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty
bekerjasama dengan pusat antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.

Anda mungkin juga menyukai