Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis KPD pada pasien ini ditegakkan dari hasil anamnesis yang

menyebutkan bahwa pasien merasakan adanya cairan jernih dan encer yang

merembes sedikit-sedikit dan tidak berbau dari jalan lahir sejak pukul 19.00 WIB

tanggal 22 November 2016, atau sekitar 14,5 jam sebelum pasien datang ke RS.

Pasien masih jarang merasakan kenceng-kenceng. Kenceng-kenceng mulai

dirasakan sejak pk. 10.00. Keesokan harinya, tanggal 23 November 2016 pagi,

pasien pergi ke bidan karena pada pk. 05.00 WIB, pada jalan lahir mengeluarkan

lendir dan darah segar. Hasil pemeriksaan bidan menyebutkan bahwa masih

terjadi pembukaan 1 cm. Dari pemeriksaan VT yang dilakukan di RS pada

pk.9.20 WIB didapatkan: v/v blood slym, eff 25%, pembukaan 1 cm dengan

ketuban (-), dan kepala di Hodge I. Uji lakmus cairan (+) yang menandakan

bahwa yang keluar adalah cairan ketuban. Uji valsava manuver juga positif.

Selain itu, adanya tanda lainnya adalah keluhan cairan jernih encer yang

merembes dan tidak diikuti oleh tanda-tanda inpartu, yaitu bila pembukaan

kurang kurang dari 5 cm (pada multipara) dan setelah ditunggu 1 jam belum

terjadi inpartu merupakan dasar diagnosis KPD. Karena usia kehamilan pasien

36-37 minggu, maka dapat disebut PPROM (Preterm Premature Rupture of

Msembrane).

Pada pemeriksaan obstetri ditemukan TFU 30 cm, letak punggung janin

di kiri, dengan presentasi kepala, letak kepala sudah masuk ke PAP, DJJ janin

sebesar 156x/menit, namun his masih jarang terasa. Berdasarkan hasil

pemeriksaan fisik ditemukan adanya anemia, namun tidak ditemukan tanda-


tanda infeksi seperti demam (suhu axillar: 36,4C). Pada pemeriksaan

laboratorium darah lengkap, ditemukan penurunan kadar Hb (10,9 g/dL) dan

peningkatan kadar leukosit (13.700 cmm).

Terjadinya KPD pada kasus ini kemungkinan akibat infeksi yang sedang

dialami oleh ibu, terlihat dari hasil anamnesa, bahwa pada kehamilan 8 bulan, ibu

pernah mengalami keputihan erwarna kuning kehijauan, disertai bau amis, dan

rasa gatal vagina. Beberapa organisme yang umum merupakan flora normal

yang dapat meningkat karena keadaan-keadaan tertentu termasuk Streptokokus

grup B, Staphylokokus aureus, Trichomonas vaginalis mensekresikan protease

yang akan mendegradasikan kolagen dan merusak membran. Pada proses

infeksi yang terjadi dapat terbentuk sitokin, matriks metalloproteinase dan

prostaglandin.

Infeksi bakterial dan respon infeksi itu sendiri juga merangsang produksi

prostaglandin yang menyebabkan degradasi kolagen. Strain tertentu dari bakteri

vaginal memproduksi fosfolipase A2 yang melepaskan prostaglandin prekursor

asam arakibonat dari membran fosfolipase ke dalam amnion. Respon imun

terhadap infeksi bakteri termasuk produksi sitokin dari monosit yang teraktivasi

akan meningkatkan prostaglandin E2 yang diproduksi oleh sel-sel korionik.

Rangsang sitokin dari prostaglandin E2 oleh amnion dan korion menyebabkan

induksi dari siklooksigenasi II, enzim yang merubah asam arakidonat menjadi

prostaglandin. Bagaimanapun juga, prostaglandin (terutama PGE2 dan PGF2)

dapat merupakan mediator dari persalinan. Kolagenase dan protease lain yang

terdapat pada cairan amnion normal, sekret servik atau yang merupakan produk

metabolisme bakteri dapat melemahkan membran amnion, sehingga amnion

menjadi rentan untuk pecah.


Karena dalam waktu lebih dari 24 jam pasien belum juga terdapat

kemajuan persalinan, maka dilakukan terminasi kandungan dengan jalan operasi

SC. Pada pasien tidak dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin disebabkan

pada 10 tahun yang lalu pernah melakukan persalinan dengan operasi SC.

Pemberian injeksi ampisilin 1 gr dilakukan sebagai profilaksis terhadap terjadinya

infeksi.

Anda mungkin juga menyukai