Anda di halaman 1dari 17

MEMAHAMI KONSEP INFLASI DALAM PEREKONOMIAN

(JANGAN MEMUSUHI INFLASI DAN SUKU BUNGA, DAN BIJAKSANALAH)

OLEH: ANTON BUDHI NUGROHO, SE, MM, MES, CSA, CEA, CCAE, CEMB

(0822 849 42665)

Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam literatur

ekonomi. Keanekaragaman definisi ( pengertian ) tersebut terjadi karena luasnya pengaruh

inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang erat, dan luas antara inflasi,

dan berbagai sektor perekonomian tersebut melahirkan berbagai perbedaan pengertian,

dan persepsi tentang inflasi. Demikian pula dalam memfomulasikan kebijakan-kebijakan

untuk solusinya. Namun pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan pandangan

bahwa inflasi merupakan suatu fenomena, dan dilema ekonomi. Inflasi adalah suatu

keadaaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan

semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara ( Khalwaty, 2000 : 5 ).

Laju pertumbuhan inflasi harus selalu diwaspadai, dan dikendalikan karena :

1. Inflasi berdampak luas terhadap berbagai sector kehidupan, sehingga perlu

dicermati terutama oleh para praktisi ekonomi, dan bisnis.

2. Inflasi yang tinggi mempunyai pengaruh agregatif terhadap perekonomian makro

sebagai faktor eksternal dunia industri serta berdampak luas pula terhadap

sektor perekonomian mikro yang merupakan faktor internal dunia bisnis.

3. Industri yang berorientasi ekspor akan semakin kurang kompetitif di pasaran

global, dan bahkan di pasaran nasional jika terjadi inflasi yang tinggi. Biaya

faktor-faktor produksi semakin mahal hingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Hal ini semakin memberatkan negara-negara yang menganut system ekonomi

terbuka.
4. Kemerosotan produksi baik yang berorientasi pada ekspor maupun untuk

pasaran domestik akan meningkatkan laju pertumbuhan angka pengangguran

yang sangat berbahaya bagi stabilitas perekonomian negara.

5. Inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat terutama terhadap

produksi dalam negeri yang selanjutnya dapat mengurangi kepercayaan

masyarakat terhadap nilai mata uang nasional.

6. Inflasi yang tinggi akan semakin menumbuhsuburkan korupsi, manipulasi dan

kolusi dikalangan elit pemerintahan dengan kalangan konglomerat yang

membuat kepercayaan dunia terhadap kewibawaan pemerintah semakin

merosot.

7. Inflasi yang tinggi akan mendorong para pemodal nasional untuk menanamkan

modalnya ke luar negeri, dan bahkan para pengusaha akan merelokasikan

industrinya ke luar negeri yang perekonomiannya lebih stabil. Jika hal ini terjadi,

perekonomian nasional akan terus memanas, dan hancur. Industri semakin tidak

kompetitif, dan tidak mampu menarik investor asing untuk menanamkan

modalnya.

Inflasi yang terus berlanjut apalagi sampai melampaui angka 2 digit dapat

berpengaruh pada distribusi pendapatan, dan alokasi faktor produksi nasional. Dampak

terhadap distribusi pendapatan disebut Equity Effect, sedangkan dampak terhadap alokasi

faktor produksi, dan produksi nasional disebut Efficiency Effect.

Equity Effect adalah dampak inflasi terhadap pendapatan. Dampak inflasi terhadap

pendapatan bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama mereka yang

berpenghasilan tetap, dan ada pula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya

inflasi. Mereka yang berpenghasilan tetap akan mengalami penurunan nilai riil dari
penghasilannya, sehingga daya belinya menjadi lemah. Demikian juga terhadap orang-orang

yang gemar menumpuk kekayaan dalam bentuk uang tunai akan sangat menderita, dan

mengalami kerugian besar dengan adanya inflasi. Pemilik modal yang meminjamkan

modalnya dengan bunga lebih rendah daripada tingkat inflasi juga akan mengalami

kerugian. Sebaliknya, dengan terjadinya inflasi, kelompok-kelompok yang mendapatkan

keuntungan adalah mereka yang memperoleh kenaikan atau peningkatan pendapatan

dengan tingkat persentase yang lebih besar dari pada tingkat inflasi, atau mereka yang

mempunyai kekayaan tidak dalam bentuk uang tunai. Nilai kekayaan tersebut akan naik,

karena harganya semakin mahal dengan persentase lebih besar dari tingkat inflasi. Selain itu

inflasi juga akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada distribusi pendapatan, dan atau

kekayaan masyarakat.

Efficiency Effect. Inflasi selain berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, dan

rumah tangga perusahaan karena lemahnya daya beli masyarakat, juga berpengaruh

terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga dapat

mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Inflasi yang tinggi jika tidak diikuti dengan

peningkatan efisiensi terhadap biaya produksi akan meningkatkan harga-harga produk.

Sedangkan disisi lain daya beli masyarakat melemah yang akan menyebabkan harga produk

semakin tidak kompetitif. Keadaan demikian sudah merupakan awal dari kebangkrutan.

Output Effect. Analisis terhadap equity effect, dan efficiency effect berdasarkan pada

asumsi bahwa output dalam keadaan tetap ( cateris paribus ). Berbeda halnya dengan

analisis output effect. Analisis output effect adalah analisis tentang inflasi terhadap keluaran

( output ), dimana output diasumsikan sebagai variabel terikat ( dependen ).

Inflasi dinilai dapat meningkatkan produksi dengan asumsi bahwa produksi akan

mengalami kenaikan mendahului kenaikan upah atau gaji para pekerja. Kenaikan harga
produksi mengakibatkan terjadinya keuntungan ( laba ) yang diterima produsen. Jadi

syaratnya adalah kenaikan harga produksi atau kenaikan harga-harga faktor produksi.

Keuntungan yang telah dinikmati produsen tersebut akan mendorong produsen untuk terus

meningkatkan produksinya. Jika tingkat inflasi tinggi melebihi dua digit dan berlangsung

dalam waktu lama ( jangka panjang ), maka biaya produksi akan naik pula, dan akibatnya

keuntungan yang telah dinikmati produsen menjadi berkurang. Karena keuntungan terus

berkurang sementara biaya produksi terus bertambah, akhirnya produsen akan mengurangi

produksinya sampai batas tertentu yang dianggap aman atau masih dinilai memungkinkan

untuk terus melanjutkan usahanya. Jika dinilai sudah tidak menguntungkan lagi, keputusan

yang terbaik adalah menghentikan produksi. Jika penghentian produksi terpaksa dilakukan,

para pekerja terpaksa pula berhenti bekerja. Dan akhirnya berdampak pada pengangguran.

Di dalam teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah

karena adanya kelebihan permintaan ( demand ) sehingga uang yang beredar di masyarakat

bertambah banyak ( Khalwaty, 2000 : 15 ). Teori kuantitas membedakan sumber inflasi

menjadi dua, yakni Demand Pull Inflation , dan Cost Push Inflation .

Demand Pull Inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan agregatif

( bersifat aggregate ) dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh

( full employment ). Kenaikan kesempatan agregatif selain dapat menaikan harga-harga juga

dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja

penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output, tetapi hanya

mendorong kenaikan harga-harga yang biasa juga disebut sebagai inflasi murni

( Pure Inflation ).

Pada kondisi Cost Push Inflation, tingkat penawaran lebih rendah dibandingkan

tingkat permintaan. Ini dikarenakan adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga
produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total

( aggregate supply ) terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila

keadaan tersebut berlangsung cukup lama, maka terjadilah inflasi yang disertai dengan

resesi.

Tingkat laju inflasi sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian, khususnya

kegiatan perbankan. Kondisi laju inflasi yang tinggi menyebabkan pemerintah ( Bank

Indonesia ) mengeluarkan regulasi untuk menaikan suku bunga simpanan bank-bank di

Indonesia. Ini dalam rangka agar inflasi dapat terkendali. Namun akibat lainnya adalah bank-

bank terpaksa menaikan suku bunga pinjamannya ( kredit ). Ini dilakukan bank agar bank

tidak mengalami negative spread. Negative spread adalah suatu kondisi dimana suku bunga

simpanan lebih tinggi, dari suku bunga kredit ( seperti yang dialami Indonesia disaat krisis ).

Apabila ini terjadi maka bank-bank akan kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya. Disatu

sisi bank wajib membayar bunga simpanan pada masyarakat yang tinggi, namun disisi lain

penerimaan ( margin keuntungan ) bank dari kredit juga menurun. Sebab pada saat itu suku

bunga kredit sudah dinaikan sedemikian tingginya, dan sangat memberatkan, dan

merugikan masyarakat, khususnya perekonomian Indonesia. Beranjak dari pengalaman

tersebut, maka bank-bank tidak mau mengalami negative spread, sehingga pada saat suku

bunga simpanan dinaikan oleh pemerintah ( BI ) sebagai pengendali inflasi, maka bank-bank

akan dengan sendirinya menaikan suku bunga kreditnya ( pinjaman ). Apabila suku bunga

kredit naik maka sudah otomatis minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin

menurun, berarti jumlah alokasi kreditpun menurun.

Dalam praktek sehari-hari terkadang ada juga bank-bank yang tidak menaikan suku

bunga kreditnya. Mereka beranggapan jika menaikan suku bunga kredit pada saat inflasi

tinggi maka bank akan kesulitan dalam menyalurkan kredit pada masyarakat, dan banyak
masyarakat yang tidak akan meminjam kredit. Dengan demikian tingkat keuntungan bank

juga akan menurun. Jika tingkat keuntungan bank menurun, berarti bank juga akan

mengalami kendala dalam membayar bunga simpanan pada masyarakat. Bank-bank yang

bersikap seperti ini biasanya tidak banyak, dan tetap mempertahankan suku bunga

kreditnya sampai menunggu inflasi kembali stabil.

Kondisi inflasi memang sangat dilematis dalam mempengaruhi kegiatan

perekonomian, khususnya praktek perbankan. Kondisi ini mensyaratkan adanya campur

tangan dari pemerintah ( khususnya BI ) sebagai regulator perbankan agar inflasi tidak

berlarut-larut. Seandainya semua bank-bank menaikan suku bunga kreditnya ( tidak

terkecuali ) dikarenakan pengaruh inflasi tadi, sudah tentu ini sangat membahayakan

perekonomian, banyak masyarakat pengusaha ( baik kecil, dan besar ) yang akan

berguguran, yang pada akhirnya jumlah pengangguran juga meningkat. Untuk itu

pemerintah ( BI ) perlu menjaga agar kondisi inflasi tetap stabil.

Bagaimana seharusnya pandangan kita dalam mensikapi inflasi?? Bagi penulis,

inflasi tetap harus ada dan harus ada untuk selama-lamanya dalam kegiatan

perekonomian. Namun inflasi yang penulis maksudkan adalah inflasi yang wajar, masih

terkendali dan masih di bawah 2 digit, secara riil misalnya di bawah 10%. Mengapa penulis

mengatakan demikian?? Coba lihat contoh-contoh kasus ini:

1. Para petani yang memproduksi beras melalui gabah yang dihasilkan dari kegiatan

pertanian dan menjualnya langsung atau tidak langsunga kepada konsumen,

dengan adanya kenaikan harga tentunya akan meningkatkan kesejahteraan

petani. Apakah petani layak untuk mengalami peningkatan kesejahteraan?? Bagi

penulis petani memang sangat layak untuk mengalami peningkatan

kesejahteraan. Dengan banyaknya gabah kering yang sudah digiling menjadi


beras, dan kemudian dijual dengan berat yang melimpah, misalnya 5 kuintal

tentunya petani akan memperoleh pendapatan. Pendapatan ini tentunya

merupakan berkah tersendiri bagi petani, dan sudah dipastikan petani akan

mengalami kenaikan keuntungan. Apakah ini wajar?? Bagi penulis ya jelas wajar.

Petani memang sudah saatnya bangkit dalam memperoleh keuntungan dari

hasil produksinya, dan jangan hanya bisa menjual tanah untuk para

konglomerat yang bisanya hanya membangun property dan property dan

kemudian merayu konsumen dengan segala cara agar membeli property

tersebut. Apakah ada contohnya petani itu sejahtera?? Jelas ada contohnya,

coba lihatlah dinegara-negara maju seperti di United States Of America alias

Amerika dimana para petaninya sangat sejahtera, memiliki penguasaan teknologi

pertanian yang baik, kualitas produksinya juga terjaga, dan bahkan sudah

diekspor keberbagai negara, misalnya kedelai.

2. Pedagang pasar. Pedagang pasar sudah tentu kegiatan jualannya menjual

sembako dan sayur-sayuran serta daging untuk keperluan masyarakat sehari-

hari. Dengan adanya kenaikan harga, sudah tentu akan berdampak pada

kenaikan harga jual barang-barang mereka. Apakah hal ini juga wajar?? Bagi

penulis ya jelas wajar. Sebab harga jual mereka dipengaruhi oleh iklim, biaya

transportasi yang juga dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM. Pedagang pasar

juga berhak untuk mengalami keuntungan, dan jangan kemudian dianak tirikan

supaya tidak boleh sejahtera, tidak adil namanya. Siapapun berhak untuk

memperoleh keuntungan dari bisnis yang dijalankan meskipun hal tersebut

dikarenakan inflasi. Janganlah kita egois hanya memikirkan diri kita sendiri dan

kesejahteraan diri kita sendiri. Betapa banyak masyarakat mengeluh ketika harga
telur dan beras naik, padahal kenaikannya secara total hanya sekitar Rp. 2000-

Rp.3000, tapi kemudian masyarakat tersebut teriak-teriak dan mengeluh harga

mahal, mbok jangan naik dan sebagainya. Padahal dari pengamatan dan

survey penulis di 10 pasar tradisional di Yogyakarta dan Sleman, mayoritas

pembeli adalah golongan yang bermobil, memiliki HP yang harganya jutaan dan

mobil tersebut pun mewah. Orang-orang seperti ini sudah bisa dipastikan

memiliki Kantong Saku yang tebal alias Berduit. Namun yang jadi pertanyaan

kenapa mereka mengeluh karena kenaikan harga yang sebesar Rp. 3000 secara

total. Bagi penulis pribadi ini Kebangetan namanya. Lebih jauh lagi mereka bagi

penulis sudah KUFUR NIKMAT dan hanya bisa mementingkan diri sendiri.

Pedagang juga berhak untung dong.....

3. Bagaimana dengan masyarakat umum yang pendapatannya (gaji) tidak

mengalami kenaikan padahal terjadi inflasi. Bagi penulis, ini juga pelajaran bagi

mereka agar cerdas dalam mengelola keuangan. Bukankah penulis pernah

menjelaskannya pada tulisan sebelumnya tentang kecerdasan pengelolaan

keuangan?? Hal-hal dan barang-barang yang tidak penting hendaknya tidak usah

dibeli, belajar untuk berhemat, belajar untuk menggunakan uang secara efektif

dan efisien. Bukankah ini lebih baik dari pada mengeluh dan menyalahkan

pemerintah, menyalahkan pedagang dan lain-lain. Inflasi juga merupakan

SUNATULLAH, apakah kita berani menyalahkan TUHAN??

4. Inflasi yang tinggi memang akan berdampak pada kenaikan suku bunga deposito.

Apakah ini juga berkah?? Ya jelas berkah. Setiap orang yang memiliki simpanan

di bank tentunya akan mengalami keuntungan dari bunga yang diperoleh.

Bayangkan jika ada seorang muslim yang memiliki kekayaan sebesar Rp. 20
milyar dalam bentuk CASH, dan disimpan dalam bentuk deposito berjangka,

berapa banyak keuntungan setiap bulan yang diperoleh?? Yang pasti besar

jumlahnya. Umat muslim yang memiliki kekayaan sebesar itu tentunya juga

dapat digunakan untuk BERAMAL SHOLEH, membantu anak yatim, kaum

dhuafa, fakir miskin, dan sebagainya. Bagaimana dengan FATWA MUI bahwa

Bunga adalah haram dan riba?? Penulis pribadi masih dalam kategori toleransi

jika dalam konteks perekonomian nasional, kesejahteraan nasional, dan

hubungannya dengan perdagangan dan pinjam meminjam dengan negara lain,

meskipun penulis pribadi 90% lebih condong pada keuangan yang berbasis

syariah. Ingat negara kita adalah negara hukum, dan bukan negara Islam.

Mungkin yang dimaksudkan dalam fatwa MUI tersebut adalah bunga yang

memberatkan, dan dapat merugikan orang lain. Bagaimana jika bunga itu sangat

kecil, seperti bunga dalam praktek kredit KUR (Kredit Usaha Rakyat) bank-bank

besar?? Apakah ini memberatkan?? Rasanya tidak bagi penulis. Dalam konteks

pergaulan internasional dan pinjaman dengan negara lain juga tidak bisa terlepas

dari bunga, dalam konteks pembiayaan negara untuk pembangunan seperti

rumah sakit, jalan tol, pelabuhan, Stasiun kereta api, pasar, dan perhotelan dan

bandara udara juga tidak bisa terlepas dari bunga. Bukankah OBLIGASI FAVORIT

Konsumen adalah Obligasi milik pemerintah?? Yaitu ORI. Mendapat keuntungan

setiap bulan untuk jangka panjang lagi?? Bukankah keuntungannya juga dengan

menggunakan bunga?? Bukankah para pembeli ORI juga banyak sekali kaum

muslim-nya?? Penulis juga ingin menyatakan dalam tulisan ini bahwa memang

kita masih belum bisa terlepas dari bunga. Dari diskusi yang penulis pernah

lakukan sama seorang DOKTOR ILMU EKONOMI, yang juga seorang muslim, jujur,
adil, tegas, ibadahnya tidak pernah dilupakan, dan pantang maksiat, dia jelas-

jelas mengatakan bahwa Sulit Untuk Menemukan Instrumen Keuangan Global

Yang Dapat Diterima Semua Negara Selain Bunga. Bagaimana dengan

pembaca?? Silahkan menjawab sendiri....Namun penulis berharap agar kita

semua memiliki Ilmu Pengetahuan Yang Mendalam Terlebih dahulu dalam

menganalisanya, dan jangan hanya unsur emosional. Penulis juga ingin

mengatakan disini bahwa banyak lembaga keuangan syariah, seperti BPR-BPR

Syariah, dan BMT-BMT Ternama Nasional menyimpan kelebihan likuiditasnya di

Bank-Bank Pelat Merah, salah satu alasannya adalah dipastikan aman dan juga

dapat keuntungan berupa bunga yang bisa digunakan untuk operasional sehari-

hari. Bagaimana menurut pembaca?? Penulis pun juga mengetahui bahwa

Masyarakat Muhamadiyah dan Masyarakat NU juga banyak sekali yang

menyimpan uangnya di Bank Pelat Merah. Bagaimana dengan fenomena ini?? Ini

juga sebuah kenyataan kan??

5. Fonomena inflasi juga bermanfaat bagi para pemikir nasional alias para dosen

untuk selalu mengkaji dan mengkaji penyelesaian persoalan ekonomi Indonesia

yang terkait dengan bunga sebagai pengendali inflasi. Bukankah instrumen

pengendalian inflasi yang dilakukan otoritas moneter Indonesia ( Bank

Indonesia ) adalah bunga?? Penulis juga ingin mengajak para pembaca yang

mungkin lebih mengedepankan unsur emosional secara berlebihan tentang

haramnya bunga agar lebih bijaksana. Perekonomian Indonesia dan kaitannya

dengan hubungan internasional negara-negara di dunia sudah sangat kompleks.

Oleh karena itu penyelesaiannya pun harus cerdas dan bijak. Para pemikir juga

hendaknya dapat meramu solusi-solusi alternatif dalam kegiatan perekonomian


Indonesia dan dapat diaplikasikan dengan baik tanpa harus memaksakan

kehendak. Bukankah hal-hal yang bersifat pemaksaan pasti tidak baik dalam

proses berjalannya?? Alias dapat menimbulkan banyak persoalan baru.

6. Bagaimana apabila kondisi inflasi menyebabkan perusahaan sulit beroperasi dan

menimbulkan PHK?? Bagi pihak-pihak yang di PHK sudah tentu mendapat

pesangon. Pihak-pihak yang di PHK tentunya jangan putus asa dan hanya bisa

menyalahkan perusahaan. Mengelola perusahaan besar itu sangat sulit, apalagi

kalau sudah berskala korporasi dunia. Pernahkah pembaca mengelola

perusahaan berskala dunia?? Pasti hampir semuanya menjawab belum pernah,

ya karena memang sangat kompleks dan membutuhkan banyak sekali bidang

keahlian yang belum tentu kita miliki. Kembali pada orang yang di PHK tadi

misalnya, hendaknya ia dapat menjalankan bisnis atau dagang dari sebagian uang

pesangon yang diberikan perusahaan agar tidak menganggur. Penulis ingin

berbagi wawasan melalui tulisan ini bahwa banyak sekali PINTU REJEKI TUHAN

(ALLAH) yang dapat diperoleh melalui kegiatan bisnis atau dagang. Tetangga

penulis yang merupakan orang madura bisa sukses dan membeli rumah dan

membeli 4 motor besar hanya dengan berjualan sate. Memang 4 orang anggota

keluarganya fokus untuk berjualan sate baik pagi maupun sore. Coba lihat,

mereka bisa sukses kan?? Penulis pikir kita juga bisa sukses semenjak kita gigih

berusaha dan pantang menyerah. Jangan takut di PHK hanya gara-gara inflasi.

7. Dalam konteks perekonomian makro dan global, inflasi dan suku bunga

memang merupakan 2 hal yang tidak bisa dipisahkan. Sampai kapanpun tidak

bisa dipisahkan. Penulis pernah mendengar gagasan dari para pihak yang

mengklaim pakar ekonomi Yang Mengatasnamakan Islam bahwa praktek


keuangan yang dapat memberikan kemaslahatan besar bagi bangsa Indonesia

adalah dengan menggunakan DINAR. Apa ini benar?? Bagaimana

merumuskannya?? Apakah dengan menabrak konstitusi negara kita?? Apakah

kita tidak mencintai mata uang negara kita yaitu rupiah?? Bagaimana

mengaplikasikan Dinar dalam praktek jual beli keseharian?? Bagaimana proses

tukar menukar dengan mata uang asing apabila kita ingin berbisnis ke luar

negeri?? Bagaimana dengan system dan regulasinya?? Apakah dengan

melanggar undang-undang?? Bagaimana dengan proses cetak mencetak atau

memproduksi uang dinarnya?? Berapa besaran nilai tukar untuk tiap dinar

tersebut?? Apakah bisa ditabung?? Apakah memiliki standar secara global

seperti emas?? Apakah Dinar bisa menyelesaikan masalah inflasi?? Apakah Dinar

sudah jelas dipastikan mutlak dalam menyelesaikan masalah ekonomi dan

keuangan Indonesia?? Banyak sekali pertanyaan dan persoalan yang

menghadang dan tidak jelas solusi dan penyelesaiannya. Penulis sekali lagi

mengajak para pembaca untuk bijaksana dan arif serta tidak hanya asal

berbicara tanpa ada implementasi yang maksimal. Janganlah kita memusuhi

bunga dan inflasi, dua hal ini hanyalah instrumen perekonomian yang penulis

pikir memang berperan besar dalam perhitungan keuangan perekonomian

nasional dan global. Bukankah perhitungan APBN kita juga sangat terkait

dengan besaran inflasi dan target % pertumbuhan ekonomi?? Dari perhitungan

secara nasional inilah akan terlihat berapa besar porsi biaya untuk belanja

pembangunan, untuk belanja barang, untuk biaya jaring pengaman masyarakat

seperti subsidi BBM, subsidi pupuk, subsidi listrik, subsidi kesehatan, subsidi

nelayan, subsisdi pendidikan, bantuan langsung untuk masyarakat miskin, biaya


gaji pegawai dan pemerintahan dan lain-lain. Penulis juga seorang muslim, dan

sangat setuju bahwa infaq, sedekah dan juga zakat sebagai produk dalam

pengentasan kemiskinan. Penulis juga setuju akan adanya regulasi zakat dan

khususnya zakat pendapatan bagi masyarakat muslim yang kaya. Penulis juga

sangat mendukung keberadaan lembaga keuangan mikro syariah (BMT) dalam

memperdayakan sektor usaha mikro dan kecil. Penulis juga mendukung bahwa

badan hukum LKMS adalah koperasi dan tetap berada di bawah UU Koperasi.

Penulis juga sependapat agar nilai-nilai kejujuran dan keadilan ditanamkan

dalam segala aktivitas bisnis dan perekonomian. Namun bukan berarti

merombak total sistem keuangan, mikro ekonomi, makro ekonomi, dan

merombak total regulasi dan konstitusi Indonesia yang sudah ada hanya dengan

dalih menegakkan penggunaan Dinar sebagai satu-satunya instrumen keuangan

yang pasti benar. Tidak ada buktinya bahwa penggunaan Dinar memberikan

kepastian kesejahteraan, apalagi dijaman sekarang ini. Penulis ingin

mengingatkan pada kita semua, bahwa kita adalah Bangsa Indonesia. Dan Bangsa

Kita Punya Nilai-Nilai dan Karakteristik Sendiri yang tidak sama dengan negara

lain. Bagaimana dengan contoh negara-negara jazirah arab akan penggunaan

Dinar?? Penulis tidak bisa menjelaskan lebih jauh, namun kita semua sudah

melihat bahwa negara-negara jazirah arab sampai sekarang dan detik ini

Berantem Terus dan Perang Saudara Terus. Lantas apa yang harus

dicontoh?? Bukankah sesama muslim adalah Bersaudara??

8. Bagi para pemimpin perusahaan. Bagi para pemimpin perusahaan hendaknya

apabila menghadapi kondisi inflasi tinggi harus cermat dan lebih ketat lagi dalam
pengelolaan keuangannya, jangan kemudian dengan mudahnya mengorbankan

karyawan untuk di PHK.

9. Bagi para mahasiswa khususnya jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

hendaknya dapat mempelajari konsep inflasi dengan baik dan dapat membagi

wawasan ekonominya pada masyarakat yang tidak memiliki pemahaman sama

sekali terkait inflasi.

10. Bagi para pelaku bisnis. Kegairahan produksi barang dan jasa tentunya akan

sangat ditunjang oleh adanya inflasi. Pebisnis mau memproduksi barang dan

menjual barang tentunya dikarenakan harganya memang tinggi dan sepadan

dengan kebutuhan konsumen. Artinya berapapun harga barang tersebut, dan

berapapun kenaikan harganya pasti tetap dibeli oleh konsumen. Misalnya beras

dan telur, berapapun harganya pasti tetap dibeli konsumen karena merupakan

kebutuhan pokok sehari-hari. Mau contoh lain?? Coba lihat produk HP yang

memiliki fasilitas Facebook, Twitter, Instagram, Line, BBM dan sejenisnya dan

berapapun harganya pasti dibeli oleh konsumen, apapun merek HP tersebut, dan

bekas sekalipun.

11. Belajar dari pengalaman masa lalu, khususnya Indonesia pada tahun 1997-1999

dimana terjadi krisis ekonomi yang disebabkan kejatuhan mata uang asing yang

berimbas pada kenaikan inflasi, jatuhnya nilai rupiah, dan ujung-ujungnya suku

bunga deposito naik drastis, banyak pihak yang memang dirugikan, tidak

terkecuali perekonomian Indonesia sendiri. Namun demikian penulis meyakini

bahwa peristiwa tersebut tidak akan terulang lagi. Pemerintahan Era Jokowi saat

ini dan jajaran kabinet pembantunya pasti sudah menyiapkan banyak strategi

ekonomi dan keuangan agar tidak kembali seperti masa lalu tersebut. Pernahkah
pembaca melihat indikator ekonomi keuangan Indonesia secara makro hingga

tahun 2015 bulan Maret?? Penulis pernah melihat langsung dan membacanya.

Apa kesimpulannya?? Bagi penulis, Insya Alloh perekonomian kita masih dalam

kondisi aman. Bagaimana dengan gejolak kenaikan harga kebutuhan di

lapangan?? Bagi penulis itu hal biasa dalam konteks ekonomi. Bukankah yang

namanya siklus ekonomi pasti akan mengalami kenaikan dan penurunan??

Masyarakat hendaknya juga dapat memahami secara bijak dan tidak asal dalam

memvonis semua kebijakan pemerintah berdampak negatif. Jika mau jujur-

jujuran, sebenarnya bagi penulis pondasi ekonomi kita jauh lebih kokoh

dibandingkan gambaran indikator secara makro. Coba dilihat, apakah para

tukang bakso, bakul sate, bakul Mie Ayam, warung Burjo, tukang sayur keliling,

warung Warteg, warung Lotek dan warung tenda pecel lele, apakah mereka

terkena imbas dari keuangan global?? Sama Sekali Tidak. Mereka tetap kokoh

berdiri sebagai bumper perekonomian Indonesia secara RIIL. Jadi apa yang harus

dikhawatirkan jika inflasi tinggi?? Masyarakat pun sudah sangat banyak yang

memahami pentingnya Saving alias menabung, masyarakat pun juga sudah

banyak untuk berhemat dan membeli kebutuhan yang seperlunya. Sekali lagi apa

yang harus dikhawatirkan jika terjadi inflasi??

12. Bagaimana dengan masyarakat pedesaan yang bisanya bercocok tanam. Apakah

akan mengalami dampak dari Inflasi?? Ya jelas pasti akan ikut terkena dampak

dari inflasi. Namun Dampaknya sudah pasti positif. Misalnya kenaikan harga

beras, sebagaimana penjelasan penulis pada point 1 sebelumnya, petani justru

akan mengalami keuntungan karena harga berasnya mengalami kenaikan. Dan

petani bisa mengalami peningkatan kesejahteraan. Sekali lagi penulis


mengatakan disini bahwa Petani Kita Layak Untuk Makmur dan Sejahtera. Kita

harus adil dalam mensikapinya.

13. Bagaimana dengan kondisi keuangan Indonesia yang menggunakan Dual

Monetary Systems (Dua Sistem Keuangan), yaitu praktek pada bank

konvensional yang berbasis bunga, dan praktek pada perbankan syariah (Bank

Umum Syariah dan BPR Syariah) dan lembaga keuangan mikro syariah (BMT)

yang berbasis bagi hasil?? Bagi penulis ya sah-sah saja karena sudah jelas

terdapat Undang-Undang yang mengatur. Bagi kaum muslim dan non muslim

yang mau menggunakan bank konvensional ya silahkan, tidak apa-apa. Namun

apabila terdapat kaum muslim dan non muslim yang mau menggunakan bank

syariah dan lembaga keuangan mikro syariah ya juga silahkan, juga tidak apa-apa.

Bagi penulis biarkanlah dua sistem keuangan ini berjalan secara berdampingan

dan tidak menghancurkan satu sama lain. Bukankah yang namanya hidup

berdampingan disertai kedamaian adalah menyenangkan?? Bagi penulis

memang menyenangkan. Tidak hanya berhenti sampai disitu, biarlah seleksi

alam yang akan memutuskan, apakah praktek perbankan konvensional yang

lebih baik atau praktek perbankan dan lembaga keuangan mikro syariah yang

lebih baik. Pembaca dan masyarakat intelektual Indonesia silahkan menilai

sendiri... Namun kemudian, sekali lagi penulis ingin mengatakan bahwa sistem

bunga yang terkait dengan inflasi janganlah dimusuhi, pahami, amati, pelajari

dan diresapi akan hakekat dan maknanya dalam perekonomian nasional dan

global.
Sebagai penutup, penulis mengajak para pembaca semua untuk bersikap bijak dan arif

dalam mensikapi inflasi dan suku bunga. Janganlah memusuhinya, jangan hanya bisa

menyalahkan tanpa bisa memberi solusi, jangan hanya berkeluh kesah atas inflasi, jangan

hanya bisa menyalahkan pemerintah, dan juga jangan menyalahkan Tuhan mengapa inflasi

dan suku bunga bisa ada. Cobalah pahami akan makna dan hakekat dari inflasi. Dibalik

segala sesuatu peristiwa pasti terkandung banyak hikmah dan manfaat besar di

belakangnya. Dan ambil dan petiklah hikmah tersebut untuk kebaikan kita bersama.....

Referensi:

Khalwaty, Tajul, 2000, Inflasi dan Solusinya, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai