Anda di halaman 1dari 74

CONTOH MAKALAH MANAJEMEN RESIKO

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Risiko Merupakan Bagian dari Kehidupan Manusia Maupun Perusahaan


Sepanjang manusia hidup, manusia akan selalu menghadapi risiko. Dalam kehidupan ini kita akan selalu
menghadapi ketidakpastian, kita tidak tahu secara pasti apa yang akan terjadi pada 1 tahun yang akan
datang, beberapa bulan atau minggu yang akan datang, bahkan beberapa menit atau detik yang akan
datang. Dunia ini penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian, itupun tetap mengandung
ketidakpastian, karena kita tidak tahu kapan akan mati, dimana kematian atau disebabkan oleh apa
kematian itu terjadi. Karena kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang,
bisa jadi apa yang kita rencanakan pada saat pelaksanaannya gagal, tidak sesuai dengan harapan kita
oleh karena kondisinya ternyata tidak sama dengan apa yang kita prediksikan sebelumnya. Ketika
kegagalan itu terjadi oleh karena berbagai faktor yang menyebabkannya, bisa jadi kita akan
mendapatkan risiko kerugian baik materi maupun non materi dalam berbagai bentuknya.
Perusahaan sebagai lembaga bisnis, sama halnya juga dengan manusia, berada dalam suatu lingkungan
yang penuh dengan ketidak pastian. Berbagai faktor dari lingkungan, baik itu konsumen, perantara,
pesaing, pemerintah dan faktor lingkungan lainnya akan memberikan pengaruh kepada perusahaan baik
pengaruh yang positip berarti memberikan peluang atau dorongan, atau pengaruh yang negatif, berarti
memberikan hambatan atau ancaman kepada perusahaan. Selanjutnya ketika pengaruhnya positip atau
negatif, sejauhmana pengaruh positip atau negatif tersebut kepada perusahaan. Semua itu tentu harus
diperhatikan, dianalisis dan didiagnosis, namun tetap saja ketidak pastian itu tidak bisa kita rubah 100%
menjadi sesuatu yang pasti. Hanya dengan perhatian yang memadai, melalui analisis dan diagnosis
yang tepat diharapkan manajemen perusahaan akan bisa memprediksi lebih tepat kemungkinan risiko
yang terjadi, sehingga akan dapat meminimalkan kerugian dari resiko tersebut bila hal-hal yang tidak
diharapkan terjadi, karena sudah diprediksi sebelumnya dan disiapkan antisipasinya.

1.2. Kontribusi Manajemen Risiko Terhadap Perusahaan Keluarga dan Masyarakat.


Sehubungan dengan kenyataan, bahwa ketidakpastian itu selalu ada, semua orang termasuk juga
manajemen perusahaan harus selalu berusaha menanggulangi risiko-risiko yang terjadi atau yang
mungkin terjadi, artinya berupaya untuk menghilangkan kerugian, atau paling tidak meminimalkan
kerugian bila risiko dari ketidakpastian itu terjadi.
Manajemen Risiko yang baik akan dapat meminimalkan kerugian-kerugian yang dihadapi
perusahaan. Sehingga perusahaan bisa tetap menjaga kelangsungan hidupnya bahkan bisa
berkembang menjadi perusahaan yang lebih besar dan sukses dalam bisnisnya. Sebaliknya perusahaan
yang tidak memiliki Manajemen Risiko yang baik, sama saja perusahaan tersebut membiarkan dari
segala kemungkinan yang bisa menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Tentu saja kalau kerugian yang
terjadi sangat besar bisa membuat perusahaan tersebut bangkrut. Kemungkinan ini sangat besar, oleh
karena risiko itu bisa datang dari mana saja, sumber-sumber ataupun sebab-sebab yang bisa
menimbulkan risiko tersebut sangat banyak.
Selanjutnya bila perusahaan terhindar dari risiko-risiko yang sangat merugikan maka perusahaan
tersebut akan terjaga kelangsungan hidupnya bahkan bisa berkembang lebih besar, perusahaan pun
dapat meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Karyawan yang bekerja di perusahaan tentunya akan
lebih tenang dalam bekerja. Karyawan yang lebih tenang, sehat dan aman dalam bekerja karena antara
lain adanya Manajemen Risiko yang baik dari perusahaan yang menjamin keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan karyawan, maka selanjutnya para karyawan dari perusahaan ini akan lebih mampu
memberikan kesejahteraan kepada keluarganya.
Pada gilirannya ketika semua perusahaan telah menerapkan Manajemen Risiko yang baik, setiap
individu juga menerapkan Manajemen Risiko yang baik maka pada gilirannya masyarakat secara
keseluruhan terhindar atau dapat meminimalkan kerugian dari risiko-risiko yang merugikan, pada
akhirnya masayarakat pun akan meningkat kesejahteraannya,

1.3. Latihan & Diskusi


1. Jelaskan hubungan antara ketidakpastian dengan risiko
2. Jelaskan mengapa individu dan perusahaan harus menerapkan Manajemen Risiko yang baik.
3. Jelaskan saling hubungan antara risiko perusahaan, individu dan masyarakat

BAB II
KONSEP RISIKO

2.1. Pengertian Risiko


Istilah risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, umumnya secara intuitip kita sudah
memahami apa yang dimaksudkan. Secara ilmiah pengertian risiko masih tetap beragam . Berikut
beberapa pengertian risiko yang disampaikan oleh beberapa ahli:
1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur
Williams dan Richard, MH.).
2. Risiko adalah ketidaktentuan/uncertainty yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian/loss (A. Abas
Salim).
3. Risiko adalah ketidak pastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarta)
4. Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan (Herman
Darmawi)
5. Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman
Darmawi).

2.2. Karakteristik Risiko


Dari pengertian-pengertian risiko di atas dapat kita simpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan
kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/tidak diharapkan. Dengan demikian
risiko ini mempunyai karakteristik :
a. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa
b. Bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Jadi ketidakpastian merupakan kondisi yang menyebabkan timbulnya risiko. Kondisi ketidakpastian
sendiri timbul karena berbagai sebab, antara lain :
a. Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan itu berakhir, dimana makin
panjang tenggang waktunya akan makin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan informasi yang tersedia yang diperlukan untuk penyusunan rencana.
c. Keterbatasan pengetahuan/kemampuan pengambilan keputusan dari perencana.

2.3. Wujud Risiko


Risiko dapat berwujud dalam berbagai bentuk, antara lain :
1. Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, misalnya yang diakibatkan oleh
kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya.
2. Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit/cacat karena kecelakaan.
3. Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau peristiwa yang merugikan orang
lain.
4. Berupa kerugian karena perubahan pasar, misalnya karena terjadinya perubahan harga, perubahan
selera konsumen, dan sebagainya.

2.4. Macam-macam Risiko


Risiko dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Berdasarkan sifatnya :
a. Risiko Spekulatif/Speculatif risk, yaitu risiko yang timbul dari suatu aktivitas/keputusan yang sengaja
dilakukan, namun hasilnya menyimpang dari harapan sehingga merugikan. Artinya dalam suatu
keputusan/kegiatan yang dilakukan ada kemungkinan mendapat keuntungan dan ada kemungkinan
mendapat kerugian. Contoh : risiko hutang-piutang, judi, perdagangan berjangka, dan sebagainya.
b. Risiko murni/pure risk, yaitu risiko yang timbul dari suatu kejadian yang betul-betul tidak
disengaja. Jadi hanya ada kemungkinan kerugian. Contoh : risiko terjadinya kebakaran, bencana alam,
pencurian, dan sebagainya.
c. Selain risiko spekulatif dan risiko murni, berdasarkan sifatnya juga terdapat 1) risiko fundamental,
yaitu risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak
hanya satu orang/beberapa orang, tetapi banyak orang, contoh banjir, angin topan dan bencana lainnya,
2) risiko dinamis, yaitu risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat di
bidang ekonomi, ilmu dan teknologi. Contoh : risiko keuangan.
2. Dapat tidaknya risiko tersebut dialihkan kepada pihak lain;
a. Risiko yang dapat dialihkan kepada pihak lain
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain
3. Berdasarkan sumber risiko :
a. Risiko sosial, yaitu risiko yang disebabkan oleh perilaku manusia. Contoh: peperangan, pencurian,
penggelapan, pembunuhan, kerusuhan, dan sebagainya.
b. Risiko ekonomi, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat dari perilaku dan kondisi ekonomi. Contoh :
inflasi, resesi, perubahan selera konsumen, persaingan, dan sebagainya.
c. Risiko fisik, yaitu risiko yang timbul disebabkan oleh kondisi alam. Contoh : badai, banjir, gempa
bumi, dan sebagainya.
d. Berdasarkan sumbernya risiko juga dapat dibagi menjadi risiko internal, yaitu 1) risiko yang
bersumber dari dalam perusahaan, contoh : kecelakaan kerja dan mismanajemen 2) risiko eksternal,
yaitu risiko yang bersumber dari luar perusahaan, contoh : persaingan, fluktuasi harga dan kebijakan
pemerintah.
2.5. Latihan & Diskusi
1. Jelaskan pengertian dari risiko
2. Jelaskan karakteristik risiko
3. Jelaskan wujud dari risiko
4. Sebutkan macam-macam risiko dan masing-masing berikan contohnya.

BAB III
MANAJEMEN RISIKO SEBAGAI FUNGSI PERUSAHAAN

3.1. Pendahuluan
Bagaimana peranan Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan dapat kita telusuri dari
pendapat Henri Fayol, yang menyatakan bahwa ada enam fungsi dasar kegiatan pengelolaan suatu
perusahaan industri, yaitu : kegiatan teknis, komersial, keuangan, keamanan, akuntansi dan manajerial.
Dari ke enam fungsi dasar tersebut, maka Manajemen Risiko berkaitan dengan kegiatan keamanan,
yang bertujuan menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap kerugian yang disebabkan oleh
berbagai gangguan. Dengan demikian kegiatan Manajemen Risiko mencakup semua tindakan untuk
memberikan keamanan terhadap operasi perusahaan dan memberikan ketenangan jiwa yang dibutuhkan
oleh seluruh personil perusahaan (mencakup pemilik, pimpinan dan karyawan perusahaan).

3.2. Pengertian Manajemen Risiko


Pada dasarnya Manajemen Risiko adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan
risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi
Manajemen Risiko mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinir
dan mengawasi program penanggulangan risiko.

3.3. Tujuan Manajemen Risiko


Tujuan Manajemen Risiko di perusahaan pada dasarnya untuk mengamankan perusahaan dari
kemungkinan perusahaan terkena kerugian dan meminimalkan kerugian bila peril sudah terjadi. Dengan
demikian tujuan yang ingin dicapai oleh Manajemen Risiko dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Tujuan sebelum terjadinya peril.
2. Tujuan sesudah terjadinya peril.

3.3.1. Tujuan sebelum terjadinya peril


Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada beberapa macam,
antara lain :
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya : upaya untuk menanggulangi kemungkinan kerugian
dengan cara yang paling ekonomis, yang dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya program
keselamatan, besarnya premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik penanggulangan risiko.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk mengurangi kecemasan, sebab adanya
kemungkinan terjadinya peril tertentu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan
adanya upaya penanggulangan maka kondisi itu dapat diatasi.
3. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi kewajiban yang berasal dari pihak
ketiga/pihak luar perusahaan, seperti :
a. Memasang/memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di tempat kerja/pada waktu bekerja untuk
menghindari kecelakaan kerja, misalnya : pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat pengaman (misal :
gas masker) untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Keselamatan Kerja.
b. Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang dilakukan oleh debitur untuk
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kreditur.

3.2.2. Tujuan setelah terjadinya peril


Pada pokoknya mencakup upaya untuk penyelamatan operasi perusahaan setelah terkena peril, yang
dapat berupa :
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko harus mengupayakan pencarian strategi
bagaimana agar kegiatan tetap berjalan sehabis perusahaan terkena peril, meskipun untuk sementara
waktu yang beroperasi hanya sebagian saja.
2. Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut sesudah perusahaan terkena
peril. Hal ini sangat penting terutama untuk perusahaan yang melakukan pelayanan terhadap
masyarakat secara langsung, misalnya: bank, sebab bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan
nasabahnya bisa lari ke perusahaan pesaing.
3. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling
tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya. Untuk mencapai tujuan ini bilamana perlu perusahaan
untuk sementara melakukan kegiatan usaha di tempat lain.
4. Mengusahakan tetap berlanjutnya pengembangan usaha bagi perusahaan yang sedang melakukan
pengembangan usaha, misalnya : yang sedang memproduksi barang baru atau memasuki pasar
baru. Jadi harus berupaya untuk mengatur strategi agar pengembangan yang sedang dirintis tetap bisa
berlangsung. Sebab untuk melakukan perintisan tersebut sudah dikeluarkan biaya yang tidak kecil.
5. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial dari perusahaan. Artinya harus dapat
menyusun kebijaksanaan untuk meminimumkan pengaruh buruk dari suatu peril yang diderita
perusahaan terhadap karyawannya, para pelanggan/penyalur, para pemasok dan sebagainya. Artinya
akibat dari peril jangan sampai menimbulkan masalah sosial, misalnya jangan sampai mengakibatkan
terjadinya pengangguran.

3.4. Fungsi Pokok Manajemen Risiko


Fungsi Manajemen Risiko pada pokoknya mencakup :
a. Menemukan kerugian potensial
Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko yang dihadapi oleh perusahaan, yang
meliputi :
1. Kerusakan phisik dari harta kekayaan perusahaan
2. Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akibat terganggunya operasi perusahaan.
3. Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain
4. Kerugian-kerugian yang timbul karena : penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya
karyawan dan sebagainya.
5. Kerugian-kerugian yang timbul akibat keyman meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat.

Untuk itu cara-cara yang dapat ditempuh oleh Manajer Risiko antara lain dengan : melakukan inspeksi
fisik di tempat kerja, mengadakan angket kepada semua pihak di perusahaan, menganalisa semua
variabel yang tercakup dalam peta aliran proses produksi dan sebagainya. Misalnya : dengan
menganalisa bahan baku dan pembantu dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena jumlah
pasokan yang tidak memadai, penyerahan yang tidak tepat waktu, kerusakan dan kehilangan pada saat
penyimpanan; pada proses produksi dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena salah proses,
kerusakan alat produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk akhir : kemungkinan kerugian
karena barang rusak/hilang dalam penyimpanan, penipuan/kecurangan dari penyalur dan sebagainya.
b. Mengevaluasi Kerugian Potensial
Artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensial yang dihadapi oleh
perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan mengenai :
1. Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian, artinya memperkirakan jumlah kemungkinan
terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian tersebut selama
suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun).
2. Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita, yang
biasanya dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi finansial
perusahaan.

c. Memilih teknik/cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang tepat guna
menanggulangi kerugian.

Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko, yaitu : mengurangi
kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari. Dimana tugas dari
Manajer Risiko adalah memilih salah satu cara yang paling tepat untuk menanggulangi suatu risiko atau
memilih suatu kombinasi dari cara-cara yang paling tepat untuk menanggulangi risiko.

3.5. Proses Pengelolaan Risiko


Dalam proses pengelolaan risiko langkah-langkah yang harus dilalui pada pokoknya adalah :
1. Mengidentifikasi/menentukan terlebih dahulu obyektif (tujuan) yang ingin dicapai dari pengelolaan
risiko. Misalnya, pelayanan terhadap pelanggan tetap bisa dilakukan, perusahaan tetap beroperasi,
karyawan dapat bekerja dengan tenang, dan seterusnya.
2. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian/peril atau mengidentifikasi risiko-
risiko yang dihadapi. Langkah ini adalah yang paling sulit, tetapi juga paling penting, sebab keberhasilan
pengelolaan risiko sangat tergantung pada hasil identifikasi ini.
3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, dimana yang dievaluasi dan diukur
adalah :
a. Besarnya kemungkinan peril yang akan terjadi selama suatu periode tertentu (frekuensinya).
b. Besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan/keluarga
(kegawatannya),
4. Mencari cara atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling tepat dan paling ekonomis untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya suatu peril. Upaya-upaya tersebut antara
lain meliputi :
a. Menghindari kemungkinan terjadinya peril
b. Mengurangi kesempatan terjadinya peril
c. Memindahkan kerugian potensial kepada pihak lain (mengasuransikan),
d. Menerima dan memikul kerugian yang timbul (meretensi).
5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan keputusan-keputusan yang telah diambil untuk
menanggulangi risiko. Misalnya membuat perlindungan yang layak terhadap kecelakaan kerja,
menghubungi, memilih dan menyelesaikan pengalihan risiko kepada perusahaan asuransi.
6. Mengadministrasikan, memantau dan mengevaluasi semua langkah-langkah atau strategi yang telah
diambil dalam menanggulangi risiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar kebijaksanaan
pengelolaan risiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya kenyataan bahwa apabila kondisi
suatu proyek berubah penanggulangannya juga berubah.

3.6. Kedudukan Manajer Risiko


Di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan masih sangat jarang perusahaan yang mempunyai manajer
atau bagian yang khusus menangani pengelolaan risiko secara keseluruhan yang dihadapi oleh
perusahaan. Yang sudah ada umumnya baru seorang Manajer Asuransi, yang fungsinya hanya
mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan perusahaan asuransi, dimana perusahaan
menjalin hubungan pertanggungan, yang meliputi antara lain : mengurusi penutupan kontrak-kontrak
asuransi, mengurusi ganti rugi bila terjadi peril dan sebagainya. Kedudukan dari manajer ini umumnya
hanya setingkat Kepala Seksi (Manajer tingkah bawah).
Di negara-negara yang telah maju, terutama di Amerika Serikat perusahaan-perusahaan besar,
umumnya telah memiliki Manajer Risiko, dengan berbagai nama jabatan seperti : Manajer Risiko,
Manajer Asuransi, Direktur Risiko dan sebagainya, yang kedudukannya umumnya setingkat dengan
Manajer tingkat menengah.
Tugas mereka umumnya mencakup : mengidentifikasi dan mengukur kerugian dari exposures,
menyelesaikan klaim-klaim asuransi, merencanakan dan mengelola jaminan tenaga kerja, ikut serta
mengontrol kerugian dan keselamatan kerja. Dengan demikian mereka merupakan bagian penting
dalam tim manajemen perusahaan.

3.7. Kerjasama dengan Departemen Lain


Seorang Manajer Risiko tidak bekerja dalam isolasi, artinya dalam melaksanakan kegiatan yang
berkaitan dengan penanggulangan risiko ia tidak bekerja sendiri. Tugas utama Manajer Risiko adalah
mengidentifikasi dan merumuskan kebijaksanaan dalam penanggulangan risiko. Sedang
implementasi/pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut sebagian besar diserahkan kepada
departemen/bagian masing-masing yang bersangkutan. Misalnya : implementasi penanggulangan risiko
di bidang produksi diserahkan kepada Manajer Produksi, di bidang keuangan pada Manajer Keuangan, di
bidang personalia pada Manajer Personalia dan seterusnya.
Jadi dalam pelaksanaan penanggulangan risiko Manajer Risiko perlu bekerjasama secara harmonis
dengan departemen/bagian lain yang bersangkutan. Perlunya kerjasama tersebut dapat dianalisis
melalui kegiatan-kegiatan dari departemen/bagian yang berkaitan dengan penanggulangan risiko, yaitu :
a. Bagian Akunting :
Yaitu kegiatan-kegiatan terutama yang berkaitan dengan upaya mengurangi penggelapan dan pencurian
oleh karyawan sendiri ataupun pihak lain. Misalnya :
1. Mengurangi kesempatan karyawan untuk melakukan penggelapan, melalui internal control dan
internal audit.
2. Melalui rekening asset untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian karena exposures terhadap
harta.
3. Melakukan penilaian terhadap rekening piutang mengukur risiko terhadap piutang dan
mengalokasikan cadangan bagi kerugian exposures piutang.

b. Bagian Keuangan :
Terutama berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan informasi tentang : kerugian, gangguan terhadap
cash-flow dan sebagainya. Misalnya :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh turunnya keuntungan dan cash-
flow.
2. Menganalisis risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang mahal) atau
investasi baru.
3. Menganalisis risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta milik perusahaan
sebagai jaminan.

c. Bagian Marketing :
Terutama yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan dari pihak
luar/pelanggan, karena perusahaan melakukan sesuatu yang tidak memuaskan mereka. Misalnya :
1. Kerusakan barang akibat pembungkusan yang kurang baik
2. Penyerahan barang yang tidak tepat waktu
Juga upaya-upaya melakukan distribusi barang-barang dengan memperhatikan keselamatan, dalam
rangka mengurangi kecelakaan.
Contoh : Adanya peringatan/slogan pada mobil pengangkut rokok dari PT. Gudang Garam yang
berbunyi Utamakan Selamat.

d. Bagian Produksi :
Mencakup upaya-upaya yang berkaitan dengan :
1. Pencegahan terhadap adanya produk-produk yang cacat, yang tidak memenuhi syarat kualitas.
2. Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian bahan baku, bahan pembantu maupun peralatan.
3. Pencegahan terhadap kecelakaan kerja, dengan penerapan aturan-aturan dari Undang-undang
Kecelakaan Kerja dan sebagainya.

e. Bagian Maintenance :
Bagian ini adalah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan perawatan gedung, pabrik serta
peralatan-peralatan lainnya, yang kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi
maupun kegawatan dari suatu kerugian/peril.
f. Bagian Personalia :
Bagian ini memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko terhadap diri
karyawan. Misalnya : program keselamatan dan kesehatan kerja, instalasi dan administrasi program-
program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan, kebosanan dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diperlukan adanya komunikasi dua arah
antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer Bagian yang bersangkutan. Jadi diperlukan adanya
kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa : tanpa kerja sama aktif dari
departemen lain program Manajemen Risiko akan gagal.

3.8. Latihan dan Diskusi


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Manajemen Risiko.
2. Jelaskan peran dari Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan.
3. Jelaskan tujuan dari Manajemen Risiko dalam perusahaan.
4. Jelaskan apa fungsi pokok Manajemen Risiko dalam perusahaan.
5. Jelaskan langkah-langkah proses pengelolaan risiko dalam perusahaan.
6. Jelaskan kedudukan dari Manajer Risiko dan bagaimana hubungannya dengan bagian-bagian lain
dalam perusahaan.

BAB IV
PENGIDENTIFIKASIAN RISIKO

4.1. Pengertian Pengidentifikasian Risiko


Pengidentifikasian risiko pada dasarnya merupakan kegiatan analisis secara sistematis dan
berkesinambungan untuk menemukan/mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian
yang potensial yang dihadapi/mengancam perusahaan. Langkah ini merupakan langkah yang relatif
paling sulit tetapi paling penting, sebab pengelolaan risiko selanjutnya sangat tergantung pada hasil
identifikasi ini. Jika kerugian potensial yang mungkin menimpa perusahaan tidak diketahui, maka tidak
mungkin dapat mengelola risiko perusahaan yang bersangkutan dengan baik.

4.2. Metode Pengidentifikasian Risiko


Pengidentifikasian risiko dapat dilakukan dengan: 1) Studi Dokumen/Analisis data historis, 2)
Observasi, 3) Pengacuan (benchmarking) dan 4) Pendapat ahli.

4.2.1. Studi Dokumen/Analisis Data Historis


Studi dokumen dilakukan dengan mempelajari data dan informasi dari berbagai laporan, manual dan
materi tertulis lainnya yang terdapat pada unit kerja yang diidentifikasi dan unit lainnya untuk mengetahui
kejadian apa saja yang pernah terjadi dan kemungkinan penyebabnya. Data-data sekunder tentang risiko
juga dapat diperoleh dari beberapa lembaga, seperti kepolisian, perusahaan asuransi dan instansi terkait
lainnya.
Apabila suatu pekerjaan belum dilakukan dan masih dalam tahap perencanaan, sehingga belum ada
data-data dan tidak bisa dilakukan observasi maka dapat dilakukan dengan mempelajari bagan alur
proses dan berbagai bentuk perencanaan lainnya seperti strategi, kebijakan, prosedur dan program.

4.2.2. Observasi
Observasi adalah melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang diidentifikasi. Jika akan
mengidentifikasi risiko di bagian produksi, maka hal yang perlu diamati bagaimana proses produksi itu
berlangsung, selanjutnya mengidentifikasi dimana saja risiko dapat terjadi, kejadian apa saja yang dapat
menimpa dan apa penyebabnya. Demikian juga jika ingin melakukan identifikasi risiko di bagian lainnya.
Hal yang dilakukan adalah mengamati bagian tersebut, mencari tahu risiko apa saja yang dapat terjadi
pada bagian tersebut, kejadian apa yang bisa menimpa dan apa saja penyebabnya.

4.2.3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan bertanya kepada orang-orang yang bekerja pada unit kerja yang menjadi
objek identifikasi risiko, meliputi manajemen, karyawan dan orang lain yang berhubungan dengan unit
kerja yang diidentifikasi. Mereka dianggap kompeten untuk memberikan informasi tentang keberadaan
risiko, termasuk kejadian-kejadian yang menimpa dan penyebabnya.

4.2.4. Pengacuan
Dilakukan dengan cara mencari informasi tentang risiko di tempat atau perusahaan lain, contohnya, dari
berita di media massa, dapat diketahui bahwa eskalator beresiko menyebabkan anak-anak terjepit.

4.2.5. Pendapat Tenaga Ahli


Mencari informasi dari ahli di bidang risiko tertentu, contohnya dari bertanya pada dokter, dapat
diketahui bahwa orang dengan tingkat kolesterol tinggi beresiko kena penyakit jantung

4.3. Klasifikasi Kerugian Potensial


Seluruh kerugian potensial yang dapat menimpa bisnis pada pokoknya dapat diklasifikasikan kedalam :
a. Kerugian atas harta kekayaan/property losses
b. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain/liability losses
c. Kerugian personil/personnil losses.
4.3.1. Kerugian Atas Harta
4.3.1.1. Pembagian Jenis Harta
Kerugian harta adalah kerugian yang menimpa harta milik perusahaan. Untuk kepentingan
penanggulangan risiko, harta dibagi ke dalam :
1) Benda tetap, yaitu harta yang terdiri dari tanah dan bangunan yang ada di atasnya
2) Barang bergerak, yaitu barang-barang yang tidak terikat pada tanah, yang selanjutnya dapat dibagi
lagi ke dalam :
Barang-barang yang digunakan untuk melakukan aktivitas produksi, misal bahan baku, peralatan,
suku cadang dan sebagainya.
Barang-barang yang akan dijual, misal : hasil produksi, barang dagangan, surat-surat berharga, uang,
dan sebagainya.

4.3.1.2. Penyebab Kerugian Atas Harta


Penyebab kerugian terhadap harta dibedakan ke dalam :
1) Bahaya fisik, yaitu bahaya yang ditimbulkan karena kekuatan alam, seperti kebakaran, angin topan,
gempa bumi.
2) Bahaya sosial, yaitu bahaya yang timbul karena :
a) Adanya penyimpangan tingkah laku manusia dari norma-norma kehidupan yang wajar, misal :
pencurian, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.
b) Adanya penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh manusia secara kelompok, misal : pemogokan,
kerusuhan, dan sebagainya.
3) Bahaya Ekonomi, yaitu bahaya-bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, baik internal
perusahaan maupun eksternal perusahaan, misal : mismanajemen, resesi ekonomi, perubahan harga,
persaingan dan sebagainya.

4.3.1.3. Macam-macam Kerugian atas Harta


Kerugian yang menimpa harta karena terjadinya peril dapat dibedakan ke dalam : 1) kerugian langsung,
2) kerugian tidak langsung dan 3) kerugian pendapatan bersih (net income).
1) Kerugian langsung
Kerugian langsung adalah kerugian yang langsung terkait dengan peril yang menimpa harta tersebut,
yaitu kerugian yang diderita karena rusaknya atau hancurnya harta yang terkena peril, misalnya gedung
terbakar, dimana kerugiannya berupa nilai dari gedung tersebut, yang besarnya sama dengan nilai
pembangunan kembali atau biaya perbaikan terhadap gedung yang bersangkutan.
2) Kerugian tidak langsung
Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang disebabkan oleh berkurangnya nilai, terjadinya kerusakan
atau tidak berfungsinya barang lain selain yang terkena peril secara langsung. Kerugian tidak langsung
dapat juga dikatakan kerugian yang timbul lebih lanjut yang disebabkan adanya harta yang terkena peril
yang menimbulkan kerugian langsung.
Contoh :
Makanan, minuman, obat-obatan menjadi rusak dikarenakan lingkungan yang berubah disebabkan
oleh peril yang telah menimpa harta lain (misalnya gardu instalasi listriknya terbakar), sehingga tidak bisa
dilakukan pengaturan temperatur dan kelembaban. Jadi dalam hal ini kerugian langsungnya adalah biaya
perbaikan gardu listrik, sedangkan kergian tidak langsungnya adalah terjadinya kerusakan makanan dan
minuman akibat tidak berfungsinya alat pengatur temperatur.
Harta yang terdiri dari dua komponen atau lebih, apabila salah satu komponennya rusak, maka
komponen-komponen yang lain jadi tidak bisa berfungsi, sehingga nilainya ikut menjadi berkurang,
meskipun sebetulnya tidak rusak.
Suatu gedung rusak berat, tetapi tidak seluruhnya rusak artinya masih ada bagian-bagian yang tidak
mengalami kerusakan dan bila dibangun kembali gedung harus dibongkar seluruhnya. Kerugian tidak
langsungnya : biaya pembongkaran dan pembangunan kembali bagian gedung yang sebetulnya tidak
rusak.
Bila rusaknya satu alat produksi mengakibatkan beberapa karyawan terpaksa harus menganggur
untuk beberapa hari dan mereka itu umumnya harus tetap dibayar upah/gajinya. Kerugian tidak
langsungnya adalah gaji/upah karyawan yang harus nganggur tersebut.

3) Kerugian Net Income


Kerugian net income, yaitu kerugian yang terjadi karena menurunnya pendapatan bersih suatu
perusahaan, yang disebabkan oleh hilangnya/berkurangnya manfaat suatu harta yang terkena peril, baik
sebagian maupun seluruhnya, sampai harta tersebut diganti atau dipulihkan seperti semula. Karena
suatu harta terkena peril mengakibatkan pendapatan perusahaan menurun dan di lain pihak biayanya
naik.
Sumber kerugian net income, terdiri dari dua hal, yaitu : pendapatan yang menurun dan biaya yang
meningkat
a) Pendapatan yang menurun
Bila suatu perusahaan tertimpa peril, maka pendapatannya akan mengalami penurunan, yang
disebabkan antara lain :
- Kerugian uang sewa
Jika suatu harta yang disewakan rusak/hancur terkenal peril, selanjutnya menimbulkan gangguan
terhadap operasi perusahaan, yaitu harta tersebut untuk sementara dalam perbaikan ataupun seterusnya
tidak dapat disewakan, sehingga perusahaan kehilangan pendapatan sewa.
- Bila suatu perusahaan hartanya terkena peril, selanjutnya terpaksa menghentikan atau mengurangi
volume operasinya, maka akan mengakibatkan:
o Keuntungan yang seharusnya diterima akan hilang
o Biaya yang tetap harus dikeluarkan, meskipun operasi perusahaan mengalami gangguan.
- Gangguan tak terduga di dalam bisnis, yang dialami pemasok atau penyalur dari perusahaan.
- Hilangnya laba dari barang jadi yang mestinya bisa dijual, yang rusak karena kerusakan alat produksi
atau barang jadi itu sendiri yang terkena peril.
- Bila karena peril bukti-bukti piutang hilang, maka penagihan piutang akan menjadi lebih sulit, sehingga
piutang yang bisa terkumpul menjadi menurun.
- Perusahaan yang terkena peril biasanya perhatiannya lebih dicurahkan pada penyelamatan operasi
perusahaan dari pada untuk mengumpulkan piutang, sehingga aktivitas pengumpulan piutang akan
menurun dan hasilnya juga akan turun.

b) Biaya yang meningkat.


Bila suatu perusahaan terkena peril dapat meningkatkan kenaikan beberapa jenis biaya, antara lain :
- Kenaikan biaya sewa
Karena terjadi kerusakan bangunan/peralatan, maka untuk melanjutkan operasinya perusahaan terpaksa
untuk sementara harus menyewa peralatan lain.
- Seringkali diperlukan biaya ekstra untuk meneruskan operasi perusahaan secara normal demi
menjaga hubungan baik dengan pelanggan.
- Meningkatnya biaya perbaikan untuk barang-barang yang rusak.

4.3.1.4. Subyek Kerugian Harta

Dalam kaitannya dengan masalah kerugian atas harta pertama-tama perlu dipahami bahwa pengertian
harta di sini lebih luas dari aset nyata. Dalam pengertian harta disini tercakup pula sekumpulan hak,
yang berasal dari atau merupakan bagian dari aset nyata, yang juga mempunyai nilai ekonomis yang
pasti. Hak tersebut dapat berupa berbagai bentuk yang dapat diperoleh dengan berbagai cara.
Untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian dalam bisnis, Manajer Risiko harus mengetahui dan
memahami jenis-jenis kepemilikan yang berbeda yang mungkin ada serta mengetahui bagaimana cara
menilainya.
Hal kedua yang perlu dipahami pula adalah bahwa sebagai konsekuensi lebih luasnya pengertian harta
dari pada aset nyata adalah bahwa orang yang dapat menderita (subyek kerugian) tidak selalu orang
yang memiliki harta tersebut, tetapi mungkin pihak lain yang bukan pemiliknya.
Berkaitan dengan kedua hal tersebut berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan
kepemilikan dan siapa yang bertanggung jawab atau menderita kerugian atas harta yang terkena suatu
peril.
1) Kepemilikan
Kepemilikan atas harta dapat diperoleh dari : pembelian, penyitaan barang jaminan, hadiah atau hasil-
hasil dari kejadian yang lain. Jika harta terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan
menderita/bertanggung jawab atas kerugian akibat peril tersebut. Demikian pula bila ia hanya memiliki
sebagian dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung sebagian saja dari kerugian tersebut.
2) Kredit dengan jaminan
Kreditur yang memberikan kredit dengan jaminan mempunyai hak/bagian atas harta yang digunakan
sebagai jaminan. Oleh karena itu bila harta yang dijaminkan rusak atau hancur, karena terkena peril,
maka kreditur bisa menderita kerugian meskipun kreditur bukan pemilik dari harta tersebut.
3) Jual-beli bersyarat
Tanggung jawab terhadap kerugian-kerugian yang terjadi dalam transaksi jual-beli bersyarat adalah
tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak jual-beli termaksud. Artinya tanggung
jawab dapat di pundak penjual dan bisa juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi persyaratan
kontrak jual-belinya.
4) Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak bertanggung jawab atas kerugian harta yang disewa yang terkena peril. Tetapi
ada beberapa perkecualian terhadap ketentuan umum ini, yaitu antara lain :
a) Berdasarkan hukum adat penyewa bertanggung jawab atas kerusakan harta yang disewanya, yang
disebabkan oleh kecerobohannya.
b) Bila dalam kontrak sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus mengembalikan harta kepada
pemiliknya dalam kondisi baik, seperti pada waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan karena
keusangan/keausan, maka bila ada kerusakan menjadi tanggung jawab penyewa.

5) Bailments
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami bahwa ada barang-barang yang untuk sementara
berada di tangan orang lain (bukan pemilik yang sebenarnya).
Contoh :
Mobil yang direparasikan, untuk sementara berada di tangan pemilik bengkel.
Pakaian yang dibinatukan, untuk sementara berada di tangan tukang binatu
Barang-barang yang disimpan di gudang yang disewa.
Orang-orang atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk sementara disebut bailee dan si
pemilik barang disebut bailor, sedang perjanjian antara bailee dan bailor disebut bailments.
Bila barang selama berada di tangan bailee terkena peril, tanggung jawab terhadap kerugian akibat peril
tersebut tergantung pada isi perjanjian bailmentsnya. Tetapi bagaimanapun juga bila kerugian harta
selama barang ada di tangannya diakibatkan oleh kecerobohannya, maka bailee bertanggung jawab
terhadap kerugian harta tersebut.
Kadang-kadang karena suatu sebab tertentu perjanjian telah dibuat sebelum terjadi kerugian atau karena
keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggannya (bailor), bailee memikul
tanggung jawab untuk kerugian-kerugian yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang ada di
tangannya, sekalipun kerugian itu bukan karena kecerobohannya. Bailee yang bertindak demikian pada
hakekatnya adalah sebagai wakil atau agen pemilik.
Karakteristik dari hubungan bailments ini antara lain :
a) Identitas harta (the title of the property) atau bukti kepemilikan masih ada di tangan bailor.
b) Kepemilikan atau penguasaan harta untuk sementara berada di tangan bailee.
c) Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada orang lain dari harta harus merupakan
pemindahan posisi dari seorang bailee dan harus mendapat persetujuan dari bailor.
Mengenai sampai dimana tanggungjawab terhadap harta yang untuk sementara berada di bawah
kekuasaan Bailee, hukum menentukan 3 macam kategori, yaitu :
a) Bila penyerahan harta dalam bailments tersebut untuk kepentingan bailor dan bailee tidak
mendapatkan kompensasi apapun atas pemeliharaan dan pengamanan harta tersebut, maka bailee tidak
bertanggung jawab atas kerugian harta tersebut.
Contoh :
Seseorang menitipkan barangnya kepada temannya, tanpa ada kompensasi atas penitipan tersebut, bila
harta yang dititipkan terkena peril, maka temannya tidak bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
b) Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan bailee, dimana bailee dapat meminjam dan
memanfaatkan harta tersebut untuk sementara waktu tanpa kompensasi apapun kepada bailor, maka
bailee bertanggungjawab atas kerugian harta yang bersangkutan.
Contoh :
Pemilik bengkel yang memanfaatkan mobil yang sudah selesai diperbaiki sebelum diserahkan kepada
pemiliknya dan pemilik tidak mendapatkan kompensasi apapun atas pemanfaatan (misalnya disewakan),
maka bila mobil tersebut terkena peril, kerugian menjadi tanggungjawab pemilik bengkel.
c) Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua belah pihak (bailee dan bailor) dan kedua belah pihak
mendapatkan manfaat dari penyerahan tersebut, maka kerugian terhadap harta yang diserahkan menjadi
tanggung jawab kedua belah pihak.
Contoh :
Seorang pemilik mobil menyerahkan mobilnya kepada perusahaan penyewaan mobil, dimana pemilik
mendapatkan bagian dari hasil persewaannya, maka bila mobil terkena peril, kerugiannya dipikul
bersama oleh pemilik dan perusahaan persewaan.
6) Easement
Easement adalah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan miliknya dan hak
penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila terjadi kerugian atas pemanfaatan harta tersebut
menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkan (pemakai). Hak ini biasanya diperoleh melalui
pengungkapan/pengakuan secara tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui sebuah
perjanjian/akte (prescription).
Contoh :
Seorang pengusaha bahan bangunan mempunyai hak untuk menggunakan halaman tetangganya untuk
menyimpan sebagian barang dagangannya. Bila terjadi kerugian akibat penempatan barang dagangan
tersebut, maka kerugiannya menjadi tanggung jawab pedagang bahan bangunan itu sendiri.

7) Lisensi
Lisensi adalah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak lain untuk menggunakan
harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila terjadi kerugian akibat penggunaan tersebut,
kerugiannya menjadi tanggung jawab pemilik atau bisa juga menurut perjanjian.
Contoh :
Hak penggunaan merek dan formula obat-obatan, kosmetik dan produk toiletris yang diperoleh beberapa
perusahaan di Indonesia.. Misalnya : hak PT. PZ. Cussons Indonesia untuk memproduksi cream
perawatan bayi milik PZ Cussons (Int) Ltd. England.

4.3.2. Tanggung jawab atas kerugian pihak lain


4.3.2.1. Pengertian
Tanggung jawab atas kerugian pihak lain (Liability Loss Exposures) adalah tanggung jawab yang timbul
karena adanya kemungkinan aktivitas perusahaan menimbulkan kerugian harta atau personil pihak lain,
baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
4.3.2.2. Jenis Tanggung jawab kepada pihak lain
Tanggung jawab yang sah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Tanggung jawab sipil/perdata, yaitu tanggung jawab yang sah yang realisasinya biasanya dilakukan
oleh satu pihak (penggugat) melawan pihak lain (tergugat) yang dinyatakan bersalah. Dimana keputusan
hukumnya berupa : pengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan (penggugat). Dimana pengadilan
memutuskan perkara yang diajukan oleh pihak yang berperkara dan atas biaya mereka sendiri.
2) Tanggung jawab umum/pidana, berlakunya tanggung jawab ini kepada yang bersangkutan diajukan
oleh petugas pelaksana hukum (Jaksa Penuntut Umum) atas nama masyarakat/umum/Negara terhadap
individu maupun usaha bisnis, yang diduga harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
Keputusan hukumnya berupa denda atau penjara, yang harus dibayar/dijalani oleh tersangka. Bila
ancaman hukumannya cukup berat dan tersangka tidak mampu membayar pengacara, maka pengacara
disediakan dan dibayar oleh pemerintah.

4.3.2.3. Sumber tanggung jawab Sipil


Tanggung jawab sipil yang harus dipikul seseorang atau suatu badan dapat timbul karena berbagai
sebab/sumber, yang antara lain terdiri dari :
a. Yang timbul dari kontrak, yaitu antara lain yang timbul karena pelanggaran atau pembatalan atas
kontrak yang telah disetujuinya.
b. Yang timbul dari kelalaian atau kecerobohan, yang meliputi :
1. Kelalaian yang disengaja, misalnya berupa : pelanggaran, salah tangkap, penyerangan, memfitnah,
mengumpat dan sebagainya.
2. Kelalaian yang tidak disengaja, yaitu akibat dari tindakan yang ceroboh, misalnya : memasang strum
pada pagar.
3. Subyek kecerobohan yang menimbulkan tanggung jawab seperti berupa gangguan pribadi,
kecelakaan industri, kecelakaan kendaraan bermotor.
c. Yang timbul dari penipuan atau kesalahan, misalnya : keringanan keputusan dari yang seharusnya,
kekurangan penggantian kerugian, membuat kontrak pura-pura.
d. Yang timbul dari tindakan atau aktivitas yang lain, seperti : kebangkrutan, penyitaan, perwalian dan
sebagainya.

4.3.2.4. Cara Menentukan Tanggung jawab Sipil


Dalam menentukan tanggung jawab sipil peraturan hukum berpegang pada prinsip : perlindungan
hukum hanya diberikan pada orang-orang yang dapat membuktikannya.
Karena prinsip tersebut maka pihak-pihak yang berperkara harus menangani kepentingannya sendiri
atau menggunakan pengacara yang profesional, agar dapat membuktikan bahwa dialah yang memang
berhak. Sebab hanya dengan kekuatan, ketelitian, kecermatan dan kebijaksanaan orang yang
berperkara dapat menang.
Dalam proses penentuan tanggung jawab yang sah atau hak maka :
1. Pihak pengadilan/hukum tidak akan memberikan keadilan secara khusus, artinya pengadilan akan
memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk dapat menentukan/membuktikan sendiri
atas hak-haknya, melalui pembuktian bahwa dia yang benar.
2. Hak-hak sipil tidak serta merta dilindungi, kecuali bila yang bersangkutan mengajukan permohonan
untuk itu. Jadi pengadilan tidak serta menentukan siapa yang berhak tanpa ada permohonan untuk itu.
3. Ada batas kadaluarsa, artinya ada batas waktu penuntutan penentuan suatu hak.
4. Para pihak harus tunduk pada peraturan yang berlaku dalam proses penentuan hak.
Dengan demikian penggugat bertanggung jawab untuk dapat membuktikan secara memuaskan agar
berhasil gugatannya, dengan jumlah bukti yang lebih besar dari pada bukti yang diajukan oleh tergugat.,
karena dalam penentuan hak ini dianut azas Res Ipsa Loquitur (= Sesuatu yang berbicara pada dirinya
sendiri).
4.3.2.5. Sifat Kerugian
Kerugian/kerusakan yang diderita oleh seseorang yang dapat menimbulkan tanggung jawab yang sah
pada pihak lain dapat digolongkan ke dalam :
a. Kerugian yang bersifat khusus/spesial, yang biasanya mudah diketahui, misalnya kehilangan hak
milik, biaya perbaikan dan sebagainya.
b. Kerugian yang bersifat umum, yang biasanya tidak langsung dapat diketahui pada saat peristiwa
terjadi; misalnya : suatu kerugian mungkin diikuti kehilangan-kehilangan yang tidak dapat diukur secara
langsung, seperti : kepedihan hati, rasa kehilangan dan sebagainya (kerugian immaterial)
Dalam proses hukum penentuan hak/besarnya kerugian kedua macam kerugian tersebut dapat dinilai
sebelum proses pemeriksaan di pengadilan. Dalam
hal ini termasuk juga hal-hal yang dimungkinkan akan terjadi di masa yang akan datang.

4.3.2.6. Konsep Tanggung Jawab atas Kelalaian


Lalai atau tort berasal dari kata tortus, yang artinya membelit, yaitu tingkah laku yang berbelit dan
tidak jujur. Salah/lalai atau tort adalah kesalahan sipil yang dapat diperbaiki dengan tindakan pemberian
ganti rugi.
Lalai adalah tindakan tidak sah yang dapat menjangkau apa saja yang tidak terjangkau oleh hukum
pidana. Jadi tindakan-tindakan tidak sah yang bukan kejahatan, bukan pelanggaran hak milik dan
sebagainya.
1) Lalai dengan sengaja, yaitu tingkah laku yang disengaja, tetapi tidak dengan niat menghasilkan
konsekuensi yang terjadi, yang mungkin merugikan orang lain.
Contoh : Seorang pramuniaga mendemonstrasikan obat serangga berupa cairan yang disemprotkan
di depan orang yang alergi terhadap obat serangga tersebut. Tentu saja hal itu akan mengakibatkan
penderitaan orang yang ditawari.

2) Kelalaian yang tidak disengaja (ceroboh), yaitu berupa kegagalan untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu (yang seharusnya dilakukan), karena kekurang hati-hatiannya, sehingga
mengakibatkan kerugian.
Contoh : Seorang dokter tentu sudah tahu bahwa ada sementara orang yang tidak tahan terhadap
pinicilin, sehingga ia harus selalu menyediakan obat penangkalnya. Pada suatu ketika dia mengobati
pasiennya dengan pinicilin yang ternyata si pasien tidak tahan dan si dokter tidak dapat segera
memberikan pertolongan, karena persediaan obat penawarnya sedang habis.

4.3.2.7. Pembelaan
Dalam proses penentuan kewajiban ada kemungkinan terdakwa/tergugat dapat mengajukan atau
menunjukkan bahwa ia tidak ceroboh, sehingga dia tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang
diderita oleh penuntut. Artinya tergugat dapat membela diri, bahwa dia tidak bertanggung jawab
terhadap kerugian yang telah terjadi.
Pembelaan atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan bila menyangkut 3
hal, yaitu :
1) Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa diasumsikan bahwa si penuntut sudah mengetahui risiko yang
dihadapi berkaitan dengan hal yang berhubungan dengan tergugat.
Contoh :
Seorang sopir pribadi tidak bertanggung jawab terhadap kerugian majikannya akibat mobil yang
dikemudikan rusak karena tabrakan. Jadi terhadap kerugian tersebut si majikan tidak dapat menuntut
ganti rugi pada sopirnya, karena diasumsikan bahwa si majikan sudah menyadari risiko yang dihadapi
dengan penggunaan sopir pribadi.
2) Membandingkan sumbangan dari kecerobohan terhadap kerugian. Hal ini berlaku bila diduga bahwa
penggugat maupun tergugat kedua-duanya ceroboh, sehingga menimbulkan kerugian. Dalam
menentukan tanggung jawab biasanya dipertimbangkan seberapa jauh yang bersangkutan berupaya
untuk menghindari kerugian yang sebetulnya mungkin dilakukan.
3) Lembaga-lembaga pemerintahan dan institusi-institusi yang bersifat sosial.
Prinsipnya petugas pemerintah dan institusi sosial mempunyai kekebalan terhadap kewajiban mengganti
kerugian yang diderita oleh pihak lain, akibat perbuatannya dalam melakukan tugas kewajibannya. Dalam
perkembangan dewasa ini hal itu bersifat relatif, artinya tergantung kasusnya. Jadi kadang-kadang tetap
harus bertanggung jawab tetapi mungkin juga tidak. Dengan adanya pengadilan tata usaha negara
(PTUN) menunjukkan bahwa petugas/lembaga pemerintah tidak serta-merta bebas terhadap tanggung
jawab atas tindakannya yang merugikan orang/pihak lain.

4.3.2.8. Tanggung jawab yang berhubungan dengan perbuatan orang lain.


Tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang seakan-akan dilakukan
sendiri mencakup :
1) Tanggung jawab yang timbul karena tindakan karyawannya sendiri.
Sampai seberapa jauh tanggung jawab majikan terhadap tindakan karyawannya tergantung pada tingkat
pengawasan yang dapat dilakukan perusahaan/majikan terhadap tindakan karyawannya tersebut.
2) Tanggung jawab yang timbul karena hubungan kontrak/kerjasama antara pelaku dan perusahaan.
Dalam hal ini prinsipnya : kontraktor bertanggung jawab atas terjadinya kerugian pada proyek yang
ditanganinya.
Mungkin juga tanggung jawab atas kerugian tersebut dapat dibebankan kepada karyawannya sendiri
yang berhubungan dengan kontraktor tersebut. Dengan alasan antara lain :
a) kegagalannya dalam memilih kontraktor yang tepat,
b) yang bersangkutan juga harus ikut bertanggung jawab atas kelalaiannya kalau hubungan dengan
kontraktor itu merupakan kerjasama.
4.3.2.9. Tanggung jawab terhadap kontrak
Perbuatan yang merugikan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kontrak dikategorikan sebagai
pelanggaran. Dalam hal ini prinsipnya siapa yang berbuat tidak sesuai dengan isi kontrak, sehingga
menimbulkan kerugian, bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

4.3.2.10. Tanggung jawab menurut Undang-undang/Peraturan


Semua negara tentu membuat peraturan/undang-undang tentang tanggung jawab dari tindakan-tindakan
tertentu yang dapat merugikan orang lain. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain :
1) Hukum penjualan : penjual bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak
ketiga atas penjualan barangnya.
Contoh :
Penjual minuman keras bertanggung jawab atas kerugian orang lain akibat ulah pembelinya yang mabuk.
2) Tanggung jawab orang tua terhadap kenakalan anaknya.
Pada prinsipnya orang tua tidak bertanggung jawab terhadap tingkah laku/ kenakalan anaknya.
Dalam praktek hal ini tidak mutlak, artinya dalam kondisi tertentu orang tua bertanggung jawab terhadap
ulah anaknya yang merugikan orang lain.
3) Tanggung jawab pemelihara binatang.
Pemilik binatang peliharaan bertanggung jawab atas kerugian atas ulah binatang peliharaannya,
terutama hewan peliharaan yang berupa binatang buas. Tetapi bila hewan peliharaannya berupa
binatang jinak/ternak (misalnya: anjing, kucing, ayam) untuk menentukan tanggung jawabnya harus
dibuktikan terlebih dahulu ada tidaknya unsur kelalaian dari si pemilik.

4.3.2.11. Seluk-beluk tanggung jawab dan masalahnya.


1) Tanggung jawab yang muncul dari kepemilikan Real Estate
Tanggung jawab pemilik real estate kepada orang yang berkunjung ke real estatenya tergantung pada
status dari pengunjung pada saat melakukan kunjungan, yang dapat dibedakan ke dalam :
a) Pelanggar : yaitu orang yang tidak berhak masuk ke real estate orang lain, yang masuk tanpa
diundang. Dalam hubungan ini hukum mengasumsikan bahwa pemilik mempunyai hak untuk merasa
aman dan damai di real estatenya sendiri, tanpa ada gangguan dari pihak lain. Maka dari itu pemilik real
estate tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pelanggar tersebut.
b) Pemilik ijin : yaitu mereka yang diijinkan masuk ke real estate tanpa ada hubungan kontrak/bisnis
dengan si pemilik, artinya tidak untuk mencari keuntungan bagi kedua belah pihak. Dalam keadaan yang
demikian ini pemilik real estate bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pemilik ijin atas
kelalaiannya untuk menjaga keselamatan pemilik ijin.
c) Pengunjung : yaitu orang yang datang berkunjung untuk berbisnis dengan pemilik real estate. Dalam
kondisi ini pemilik real estate bertanggung jawab penuh atas kerugian yang diderita pengunjung sebagai
akibat kondisi real estatenya.
Contoh :
Seorang yang datang berbelanja ke sebuah toko kepeleset, sehingga mengalami patah tulang
disebabkan lantai toko yang kurang bersih, maka pemilik toko bertanggung jawab penuh atas kerugian
tersebut.
2) Tanggung jawab yang muncul dari gangguan terhadap pribadi atau masyarakat
Perusahaan dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kerugian pribadi atau masyarakat akibat
dari real estate miliknya tidak dapat melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya. Artinya
perseorangan atau masyarakat menjadi terganggu atas perilaku dari real estate. Hal ini meliputi :
a) Gangguan Publik : misalnya pembuatan konstruksi jalan yang tidak aman oleh kontraktor,
kecurangan transaksi bisnis yang menyangkut kepentingan masyarakat. Gangguan yang demikian ini
menimbulkan tanggung jawab yang bersifat kriminal/pidana.
b) Gangguan Pribadi : yaitu gangguan-gangguan yang menimbulkan kerugian pada seseorang, yang
menimbulkan tanggung jawab sipil.
Contoh :
Peledakan bangunan untuk renovasi, pengeboran minyak bumi, pemasangan pipa saluran air dan
sebagainya yang dapat mengganggu kepentingan pribadi orang lain.
Dalam kasus yang demikian ini perusahaan yang melaksanakan pekerjaan itu bertanggung jawab secara
mutlak.

3) Tanggung jawab yang muncul dari Penjualan, Pembuatan dan Distribusi Barang/jasa.
Adalah kewajiban legal yang melibatkan janji dan kewajiban dari penjual sesuai dengan penjualan
barang/jasa. Apabila dalam melaksanakan janji/ kewajiban tersebut ada hal-hal yang merugikan
pembeli/pengguna, termasuk di dalamnya pengiriman, pemasangan dan pemeliharaan yang tidak
sebagaimana mestinya, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penjual.

Hal ini meliputi :


a) Pelanggaran terhadap garansi yang muncul dari kontrak penjualan, yang mencakup :
Garansi, baik yang eksplisit maupun implisit,
Kondisi dimana pembeli mempunyai kesan atau dapat mengidentifikasi bahwa barang yang dibeli
dapat memenuhi tujuan pokoknya,
Jaminan terhadap kualitas minimum tertentu, misalnya bebas dari cacat yang tersembunyi.
b) Tanggung jawab yang muncul dari kecerobohan.
Contoh :
Kerugian yang timbul karena kecerobohan perusahaan pengalengan ikan, minuman, sehingga produknya
mengandung zat-zat yang merusak.
c) Tanggung jawab terhadap kerugian yang timbul karena produknya yang merusak, yang bukan
karena kecerobohannya.
Contoh :
Perusahaan asbes bertanggung jawab atas sakit Asbestoris, yaitu sakit sesak nafas yang diakibatkan
oleh mengumpulnya debu-debu asbes dalam saluran pernafasan.

4) Tanggung jawab yang muncul dari Hubungan Fiducier


Dalam hubungan fiducier pemegang fiducier bertanggung jawab penuh atas kepercayaan yang
diembannya.
Contoh :
Tanggung jawab Dewan Direktur dalam mengelola aset perusahaan untuk kepentingan pemegang
saham, yang meliputi perawatan dan kesetiaan/ loyalitas.
Tanggung jawab dari para manajer terhadap pelaksanaan rencana yang telah dibuat oleh
panitia/pimpinan.

5) Tanggung jawab para profesional


Berkaitan dengan kemashuran dan keahlian yang dimiliki dalam pengetahuan khusus sebagai hasil
keahliannya (ahli hukum, dokter, akuntan) para profesional bertanggung jawab terhadap kerugian akibat
dari penerapan keahlian mereka.
Contoh : Dalam dunia kedokteran : kerugian karena malpraktek.
Masalah ini memang cukup rumit pemecahannya, karena :
a) Tidak mudah mengidentifikasi dan mengartikan malpraktek,
b) Perubahan teknologi yang cepat, sehingga apa yang benar pada beberapa waktu yang lalu belum
tentu benar pada saat sekarang.

6) Tanggung jawab yang muncul karena penggunaan kendaraan bermotor


Yaitu tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang timbul akibat kecelakaan kendaraan bermotor
(termasuk juga kendaraan lainnya), yang bertanggung jawab bisa :
a) Pengemudi : yaitu bertanggung jawab terhadap kerugiannya apabila kecelakaan itu akibat
kecerobohannya.
b) Pemilik kendaraan/Majikan : yaitu apabila pada saat terjadi kecelakaan pengemudi bertindak atas
suruhan dari pemilik/majikan.
Kesulitan yang dihadapi bila kerugian itu menjadi tanggung jawab pengemudi adalah kemampuan
keuangannya untuk membayar ganti rugi, karena umumnya para pengemudi kemampuan keuangannya
sangat terbatas.
Di Indonesia masalah ini dicoba diatasi dengan adanya lembaga asuransi sosial, yang khusus
memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu-lintas, yang dikelola PT. Jasa Raharja.

4.3.3. Tanggung Jawab Atas Kerugian Personil


Perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian personil (Personnel Loss Exposures)
baik yang menimpa karyawannya maupun keluarga dari karyawan yang bersangkutan. Kerugian
tersebut mencakup kerugian karena karyawan atau keluarganya mengalami kecelakaan, meninggal
dunia, mencapai usia tua, sakit atau kehilangan pekerjaan karena berbagai sebab. Dalam peristiwa-
peristiwa yang demikian, baik karyawan maupun keluarga akan ikut menderita atas kerugian tersebut,
maka adalah wajar bila seorang manajer terutama Manajer Risiko harus memberikan perhatian yang
sama terhadap kerugian yang diderita karyawan maupun yang menimpa keluarganya. Jadi dalam
mengelola risiko Manajer Risiko harus memperhitungkan risiko yang demikian ini. Maka dari itu Business
Risk Management mencakup pula Family Risk Management.

4.3.3.1. Alasan Perusahaan Memperhatikan Kerugian Personil


Alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan kerugian personil baik yang dialami karyawan
maupun keluarganya antara lain adalah :
1) Untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas tinggi.
2) Untuk meningkatkan moral dan produktivitas kerja karyawan
3) Sebagai salah satu materi dalam perjanjian kerja bersama dengan karyawan/ organisasi karyawan,
yaitu yang menyangkut jaminan kesejahteraan karyawan
4) Memanfaatkan keuntungan yang diberikan oleh sistem perpajakan yang berkaitan dengan
pemberian jaminan sosial
5) Sebagai upaya untuk memperbaiki kesejahteraan karyawan, di luar gaji/upah yang diberikan
6) Untuk membangun citra baik perusahaan mengenai pengelolaan terhadap sumber daya
manusia/karyawan
7) Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesejahteraan
karyawan
8) Sebagai alasan bagi perusahaan yang tidak mau mengikut-sertakan karyawannya dalam program
asuransi sosial tenaga kerja (Asuransi Tenaga Kerja = Astek).

4.3.3.2. Hubungan Majikan dengan Karyawan


Perhatian yang diberikan oleh perusahaan terhadap kerugian (terutama finansial) yang diderita oleh
karyawannya pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk memelihara dan membina hubungan
yang baik/harmonis antara majikan/perusahaan dengan karyawannya. Dengan kebijaksanaan tersebut
diharapkan antara lain akan dapat : menarik karyawan baru yang berkualitas tinggi, meningkatkan
loyalitas karyawan kepada perusahaan, dapat mengurangi Labour turn over, pemogokan dan
sebagainya. Di samping itu kebijaksanaan tersebut juga akan dapat : meningkatkan produktivitas kerja
karyawan karena dengan demikian mereka terbebas akan rasa was-was terhadap risiko yang dapat
menimpanya, termasuk bila nanti harus berhenti bekerja karena usia maupun karena
ketidakmampuan. Jadi dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan keuntungan
perusahaan, sebab mereka akan berupaya meningkatkan produktivitas kerjanya.
Perhatian perusahaan terhadap masalah kesejahteraan karyawan telah mengalami perkembangan yang
pesat, terutama sesudah Perang Dunia II, hal itu antara lain :
1) Pengawasan terhadap masalah pengupahan sejak Perang Dunia II langsung ditujukan kepada
masalah kesejahteraan karyawan dalam menilai kondisi ketenaga-kerjaan (employment).
2) Perkembangan tingkat harga semenjak tahun 1949-an mengurangi peranan harga sebagai
kekuatan alasan organisasi-organisasi buruh untuk menuntut kenaikan upah. Artinya kenaikan harga
tidak bisa lagi dipakai sebagai alasan yang signifikan untuk menuntut kenaikan upah.
3) Tingginya pajak pendapatan menarik minat majikan untuk memberikan sebagian keuntungan
perusahaan kepada karyawan tidak berupa upah, tetapi berupa peningkatan kesejahteraan, yang dapat
diperhitungkan sebagai unsur biaya dan dapat mengurangi sisa pendapatan kena pajak.

4.3.3.3. Kategori Tanggung Jawab Terhadap Kerugian Personil


Tanggung jawab terhadap kerugian personil dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
1) Kerugian personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan.
2) Kerugian personil yang tidak ada kaitan ataupun kalau ada secara tidak langsung dengan aktivitas
perusahaan.
1) Kerugian Personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan
Tanggung jawab perusahaan terhadap kerugian personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas
perusahaan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab majikan terhadap karyawan yang
melaksanakan pekerjaan yang dia bebankan. Tanggung jawab tersebut biasanya akan terlihat pada
ketentuan-ketentuan hubungan kerja antara buruh dan majikan.
Dalam melaksanakan pekerjaan seorang karyawan akan menghadapi kemungkinan :
a) Harus bertanggung jawab terhadap kerusakan/kerugian yang diakibatkan oleh kecerobohannya
dalam bekerja.
b) Terpaksa menderita secara phisik dan kerugian materi yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja
Sebaliknya dalam hubungan kerja dengan karyawan pihak majikan/perusahaan :
a) Harus tunduk kepada undang-undang tentang hubungan perburuhan, jaminan sosial dan
keselamatan kerja
b) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana maupun
perdata.
Di samping itu dalam rangka pengelolaan sumber daya manusia yang baik majikan/perusahaan juga
berkewajiban :
a) Melengkapi tempat kerja dengan syarat-syarat atau sarana guna menjaga keselamatan kerja yang
layak
b) Memperhatikan sifat phisik dari karyawan yang dikaitkan dengan keselamatan kerja
c) Menghindarkan karyawan dari keadaan bahaya, misalnya melatih karyawan untuk menanggulangi
keteledoran.
Pada pokoknya ada 4 macam ganti rugi sebagai wujud tanggung jawab majikan/perusahaan terhadap
karyawan, yaitu :
a) Pemeliharaan kesehatan, yaitu pengobatan untuk sakit yang diakibatkan oleh pekerjaan yang
dilakukan.
b) Santunan terhadap cacat yang diderita karyawan, akibat dari kecelakaan kerja
c) Santunan kematian, yaitu untuk karyawan yang meninggal karena kecelakaan kerja
d) Biaya rehabilitasi, yaitu biaya yang diperlukan untuk pemulihan kesehatan maupun keterampilan
yang menurun akibat kecelakaan kerja.

2) Kerugian Personil yang tidak berkaitan dengan aktivitas perusahaan


Karyawan termasuk keluarganya juga menghadapi risiko kerugian potensial dari menurunnya
kemampuan memperoleh pendapatan dan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga,
sebagai akibat seorang karyawan : meninggal dunia, kesehatan yang menurun, menganggur maupun
karena usia tua.
a) Meninggal Dunia
Kerugian utama yang diderita oleh keluarga dari karyawan yang meninggal dalam usia muda (premature
death) adalah hilangnya sumber penghasilan (earning power). Berapa besar kerugian finansial yang
diderita oleh keluarga yang ditinggalkan dapat diestimasikan dengan cara melakukan
perkiraan penghasilan bersih yang diterima setiap bulan/tahun seandainya dia tidak meninggal sampai
masa pensiun dikurangi dengan biaya-biaya yang diperlukan untuk memelihara kehidupan/
kemampuannya selama itu. Selanjutnya dihitung present value dari sisanya.

b) Kesehatan yang menurun


Adalah suatu hal yang wajar bila seseorang karena sesuatu hal pada suatu ketika kondisi kesehatannya
menurun. Bila hal ini terjadi ada 2 macam kerugian yang diderita, yaitu :
1. Berkurang atau hilangnya sumber penghasilan karena ketidakmampuan atau berkurangnya
kemampuan
2. Biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan atau upaya merehabilitasi.
Bila ketidakmampuannya bersifat tetap/selamanya maka kerugiannya akan sama dengan karena
kematian, sedang kalau bersifat sementara, maka kerugian hanya selama kemampuannya belum pulih
kembali.

c) Pengangguran
Yang dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran yang terpaksa (in-voluntary
unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, yang merupakan salah
satu penyebab hilangnya sumber pendapatan seseorang/karyawan.
Pengangguran dapat dibedakan ke dalam :
Pengangguran menyeluruh (agregate unemployment), yaitu pengangguran yang menimpa seluruh
sektor kehidupan ekonomi.
Pengangguran selektif atau struktural, yaitu pengangguran yang hanya menimpa suatu sektor/daerah
perusahaan, industri, kelompok karyawan atau daerah tertentu saja.
Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang hanya menimpa seseorang secara individual.
d) Pensiun
Kerugian finansial karena pensiun tidak sebesar kerugian finansial sebagai akibat kematian atau
pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya berupa berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi
meskipun demikian masalah ini sering dihadapi oleh kebanyakan orang pada akhir masa
kehidupannya. Yaitu adanya kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mendekati
masa pensiun.
Masalah ini biasanya diatasi dengan mengadakan tabungan untuk hari tua. Tetapi tidak semua orang
dapat melakukannya, karena berbagai sebab, misalnya : karena penghasilannya memang terbatas (pas-
pasan), sehingga tidak mungkin menabung : karena pola hidupnya yang boros pada masa aktif bekerja
dan sebagainya.

4.3.3.4. Kerugian yang menimpa perusahaan itu sendiri


Seorang Manajer Risiko juga harus memperhitungkan kemungkinan kerugian potensial yang diderita oleh
perusahaan itu sendiri sebagai akibat peril yang menimpa seseorang, yaitu kematian atau ketidak
mampuan karyawan, langganan atau pemilik perusahaan.
Kerugian-kerugian semacam ini dapat diklasifikasikan kedalam :
1) Key-Person Losses
Yaitu kerugian akibat kematian atau ketidakmampuan seseorang yang mempunyai posisi kunci dalam
menentukan keberhasilan dan kelancaran operasi perusahaan.
Contoh :
Kreditur dalam memberikan kredit biasanya sangat memperhatikan siapa yang mempunyai posisi kunci
pada perusahaan debitur, sehingga kematian orang tersebut akan mempengaruhi kepercayaan kreditur
tersebut.
2) Credit Losses
Bagi perusahaan perbankan dan perusahaan lain yang menjual produknya secara kredit, menghadapi
resiko tidak lancarnya pengembalian/pembayaran kredit. Kelancaran pembayaran kredit tersebut antara
lain tergantung pada seseorang yang berperanan penting pada perusahaan penerima kredit. Jadi
apabila orang tersebut meninggal dunia atau menjadi tidak mampu bekerja tentu akan sangat
mempengaruhi keberhasilan pengumpulan piutang/kredit.
3) Business-Discontinuation Losses
Bila orang penting, pemilik atau pemegang saham utama meninggal dunia atau tidak mampu
melaksanakan pekerjaan dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan perusahaan untuk
sementara tidak beroperasi.
makalah manajemen resiko

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Benarkah kebanyakan orang ingin mengelakan risiko ?
Karena selalu ingin aman dan hidup tentram, maka memang
kebanyakan orang takut menanggung resiko. Namun semua
tahap kehidupan kita mengandung resiko. Kemanapun kita
mengelak atau lari dari resiko, makaa disitupun kita akan
menemukan risiko yang lainnya. Resiko merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari kehidupan. Bahkan ada orang yang
mengatakan , bahwa tak ada hidup tanpa resiko sebagaimana
tak ada hidup tanpa maut. Jadi dengan demikian setiap hari kita
menghadapi resiko, baik sebagai perorangan, maupun sebagai
perusahaan. Orang berusaha melindungi diri tehadap resiko,
demikian pula badan usaha pun harus berusaha melindungi diri
terhadap resiko.
Agar resiko tidak menghalangi kegiatan perusahaan, maka
seharusnyalah itu dimanajemeni dengan sebaik-baiknya. Namun
benarkah para pengusaha Indonesia kurang memperhatikan
manajemenn resiko?Program Manajemen Resiko pertama-tama
bertugas mengidentifikasikaan resiko-resiko yang dihadapi,
sesudah itu mengukur atau menentukan besarnya resiko itu dan
kemudian barulah dapat dicarikan jalan untuk menghadapi
ataau menangani resiko itu. Ini berarti orang harus menyusun
strategi untuk memperkecil ataupun mengendalikannya.
Pendeknya dengan progran itu, dapatlah dilindungi
keefektifan operasi perusahaan yang bersangkutan. Jadi
pernyataan yang harus dicari jawabannya oleh manajer resiko
antara lain adalah : Resiko apa saja yang dihadapi
perusahaannya. Bagaimana dampak resiko itu terhadap
kehidupan bisnis perusahaannya. Resiko mana yang harus
dihadapi sendiri, mana yang harus dipindahkan kepada asuransi.
Metode mana yang cocok dan efisien untuk menghadapinya.
B. Rumusan Masalah
Didalam makalah ini akan dibahas meliputi :
1. Pengertian resiko dan manajemen resiko
2. Macam-macam resiko
3. Upaya penanggulangan resiko
4. Konsep resiko
5. Manfaat manajemen resiko
6. Langkah-langkah manajemen resiko
7. Sumbangan manajemen resiko
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain sebagai tugas
mata kuliah pengantar ilmu manajemen, penulis berharap
dengan makalah ini dapat menambah wawasan bagi pemakalah
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian resiko dan manajemen resiko


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Resiko adalah
kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan
perusahaan.
Vaugan (1978), mengemukakan beberapa definisi resiko
sebagaimana dapat kita lihat sebagai berikut :
1. Risk is the chance of loss ( Resiko adalah kerugian )
Chance of loss berhubungan dengan
suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian.
Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan
tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian
penulis menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara
tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam halchance of
loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak
ada.
2. Risk is the possibility of loss ( Resiko adalah kemungkinan
kerugian )
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa
berada diantara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok
dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
3. Risk is uncertainty ( Resiko adalah ketidakpastian )
Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective
uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko
yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang
bersangkutan.
4. Risk is the dispersion of actual from expected result ( Resiko
merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan)
Sedangkan Manajemen risiko adalah suatu sistem
pengawasan risiko dan perlindungan harta benda, hak milik dan
keuntungan badan usaha atau perorangan atas kemungkinan
timbulnya kerugian karena adanya suatu risiko.
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan
terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang
berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk: Penilaianrisiko, pengembangan strategi untuk
mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat
diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak
lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan
menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.
Manajemen risiko
tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab
fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian,
serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain,
terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan
instrumen-instrumen keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk
mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan
bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang
disebabkan
oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di
sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara
yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen
risiko (manusia, staff, dan organisasi).
B. Macam-macam Resiko
Menurut sifatnya dibedakan ke dalam :
1. Risiko murni, risiko yang terjadi pasti akan menimbulkan
kerugian dan terjadinya tanpa sengaja. Misal : kebakaran,
bencana alam, pencurian, penggelapan, dan sebagainya.
2. Risiko spekulatif, risiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang
bersangkutan agar memberikan keuntungan bagi pihak tertentu.
Misal: utang piutang, perdagangan berjangka, dan sebagainya.
3. Risiko fundamental, risiko yang penyebabnya tidak dapat
dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita cukup
banyak. Misal : banjir, angin topan, dan sebagainya. Risiko
khusus, risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan
umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kAndas,
pesawat jatuh, dan sebagainya. Risiko dinamis, risiko yang
timbul karena perkembangan dan kemajuan masyarakat di
bidang ekonomi, ilmu, dan teknologi, seperti risiko penerbangan
luar angkasa.
Menurut sumber/penyebab timbulnya :
1. Risiko intern, risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu
sendiri, seperti kerusakan aktiva karena kesalahan karyawan,
kecelakaan kerja.
2. Risiko ekstern, risiko yang berasal dari luar perusahaan, seperti
pencurian, persaingan dalam bisnis, fluktuasi harga, dan
sebagainya.
Untuk garis besarnya ada bermacam-macam risiko dalam
berusaha dan upaya untuk menghindari atau memperkecil
risiko, yaitu :
1. Risiko teknis
Risiko ini terjadi akibat kekurangmampuan manajer atau
Wirausaha dalam mengambil keputusan. Risiko yang sering
terjadi:
a. Biaya produksi yang tinggi (inefisien),
b. Pemakaian sumber sumber daya yang tidak seimbang (tenaga
kerja terlalu banyak),
c. Terjadi pencurian, akibat pengawasan yang kurang baik,
d. Terjadi kebakaran, akibat keteledoran dan kurang kecermatan,
e. Terus menerus rugi karena biaya yang terus membengkak serta
harga jual tak berubah,
f. Penempatan tenaga kerja yang kurang tepat sehingga
produktivitas kerja menurun, Perencanaan dan desain yang
salah, sehingga sulit dioperasionalkan, serta hal-hal yang
berhubungan dengan ketatalaksana-an perusahaan.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dapat ditempuh upaya-
upaya sebagai berikut,
a. Manajer atau Wirausaha menambah pengetahuan tentang:
1) Keterampilan teknis (technological skill), terutama yang
berkaitan dengan proses produksi yang dihasilkan. Diupayakan
dengan memakai metode yang dapat menurunkan biaya
produksi (efisien). Misalnya yang semula dengan teknologi
tradisional diganti dengan teknologi tepat guna atau teknologi
modern.
2) Keterampilan mengorganisasi (organizational skiil), yaitu
kemampuan meramu yang tepat dari factor produksi dalam
usaha, mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya modal. Ibarat membuat kue, bagaimana agar
rasanya enak, murah, dan disenangi pembeli.
3) Keterampilan memimpin (managerial skill), yaitu kemampuan
untuk mencapai tujuan usaha dan dapat dikerjakan dengan baik
dan serasi oleh semua orang yang ada pada organisasi. Untuk
ini, setiap pimpinan dituntut membuat konsep kerja yang baik
(conceptional skill).
b. Membuat strategi usaha yang terarah untuk masa depan, yang
meliputi strategi produksi, strategi keuangan, strategi sumber
daya manusia, strategi operasional, strategi pemasaran, dan
strategi penelitian dan pengembangan. Tujuan strategi ada tiga,
yaitu tetap memperoleh keuntungan, hari depan lebih baik dari
sekarang (usaha berkembang) dan tetap bertahan (survive).
Upaya yang dilakukan ialah kepAndaian menganalisis dan
memprognosa keadaan di dalam dan di luar lingkup organisasi.
c. Mengalihkan kerugian pada perusahaan asuransi, dengan
konsekuensi setiap saat harus membayar premi asuransi yang
merupakan pengeluaran tetap.
2. Risiko pasar
Risiko ini terjadi akibat produk yang dihasilkan kurang laku atau
tidak laku di pasar. Produk telah menjadi kuno (absolensence)
yang diperoleh terus menurun dan terjadi kerugian. Akibatnya
penerimaan (revenue) yang diperoleh terus menurun dan terjadi
kerugian. Hal ini akan menjadi bencana usaha yang berakibat
usahanya sampai di terminal alias gulung tikar. Upaya yang
dapat ditempuh pengusaha adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan inovasi (product innovation), yaitu membuat
desain baru dari produk yang disenangi calon pembeli.
b. Mengadakan penelitian pasar (market research) dan
memperoleh informasi pasar secara berkesinambungan.
3. Risiko kredit
Adalah risiko yang ditanggung kreditor akibat debitor tidak
membayar pinjaman sesuai waktu yang telah disepakati. Sering
terjadi produsen menaruh produknya lebih dulu dan dibayar
kemudian. Atau debitor meminjam uang untuk usaha tetapi
usahanya gagal, akibatnya timbul kredit macet. Upaya untuk
mengatasi hal tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Berikan kredit pada seseorang yang minimal memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) Dapat dipercaya (character), yaitu watak dan reputasi yang telah
diketahui.
2) Kemampuan untuk membayar (capacity). Hal ini dapat dilihat
dari kemampuan/hasil yang diperoleh dari usahanya.
3) Kemampuan modal sendiri yang ditempatkan dalam usaha
(capital) sehingga merupakan net personal assets.
4) Keadaan usahanya selama ini (conditions) apakah menunjukkan
trend naik mendatar atau menurun.
b. Jangan memberikan pinjaman yang terlalu besar sambil
mengevaluasi kredibilitas debitor.
c. Memperhatikan pengelolaan dana debitor bila yang
bersangkutan memiliki perusahaan. Yang perlu diperhatikan
adalah lembaran neraca, laporan laba-rugi tahunan dan aliran
dana setiap tahun.
4. Risiko alam
Risiko ini terjadi di luar pengetahuan manusia, misalnya gempa
bumi, banjir, angin puyuh, dan kemarau panjang. Karena
kemungkinan terjadi sangat kecil risiko ini dapat dianggap tidak
ada. Tetapi, bila takut menhadapi risiko tersebut, ada
perusahaan asuransi yang berani menanggung risiko tersebut.
C. Upaya Penanggulangan Resiko
Upaya penanggulangan risiko berdasar pada sifat dan objek yang
terkena risiko ada beberapa cara untuk menanggulangi atau
meminimumkan risiko, sebagai berikut:
1. Mengadakan pencegahan dan penanggulangan terhadap
kemungkinan terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian
2. Melakukan retensi artinya mentolerir terjadinya kerugian,
dengan membiarkan terjadinya kerugian dan untuk mencegah
terganggunya operasi dengan menyediakan dana untuk
penanggulangannya.
3. Melakukan pengendalian terhadap risiko, seperti melakukan
perdagangan berjangka
4. Mengalihkan/memindahkan risiko kepada pihak lain, yaitu
dengan cara mengadakan kontrak pertangguhan (asuransi)
dengan perusahaan asuransi terhadap risiko tertentu.
D. Konsep Resiko
Konsep dasar semua risiko mengandung ketidak-pastian.
Sebagian dari risiko tersebut dapat dialihkan kepada asuransi,
namun tidak semua risiko dapat diasuransikan.
Ketidak-pastian yang terdapat dalam setiap risiko
mencakup dua hal, yaitu ketidak-pastian mengenai :
1. Terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang menimbulkan
kerugian.
2. Besar kecilnya kemungkinan kerugian jika terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian tersebut.
Pada umumnya masyarakat mempersamakan pengertian resiko,
hazard, peril dan losser. Padahal ketiga hal tersebut berbeda.
Maka dari itu hal ini harus dibedakan secara jelas dan tegas.
Hazard Peril Losser
1. Hazard adalah keadaan bahaya yang dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya peril (bencana).
2. Peril adalah suatu peristiwa/kejadian yang dapat menimbulkan
kerugian atau bermacam kerugian.
3. Losser adalah kerugian yang diderita akibat kejadian yang tidak
diharapkan tapi ternyata terjadi.
E. Manfaat Manajemen Resiko
1. Membantuperusahaanmenghindarisemaksimalmungkinbiaya-
biaya yang terpaksaharusdikeluarkan.
2. Membantumanajemenuntukmemutuskanapakah resiko yang
dihadapiperusahaanakandihindariataudiambil.
3. Jikapenaksiran
risikodilakukansecaraakuratmakadapatmemaksimalkankeuntung
anperusahaan.
F. Langkah-langkah Manajemen Resiko
1. Mengidentifikasi terlebih dahulu risiko-risiko yang mungkin akan
dialami oleh perusahaan
2. Mengevaluasi atas masing-masing risiko ditinjau dari severity
(nilai risiko) dan frekuensinya
3. Mengendalikan risiko, secara fisik (risiko dihilangkan, risiko
diminimalisir) dan ataupun secara finansial (risiko ditahan, risiko
ditransfer)
4. Menghilangkan risiko berarti menghapuskan semua
kemungkinan terjadinya kerugian, misalnya dalam mengendarai
mobil di musim hujan, kecepatan kendaraan dibatasi maksimum
60 km/jam
5. Meminimalisasi risiko dilakukan dengan upaya-upaya untuk
meminimumkan kerugian, misalnya dalam produksi, peluang
terjadinya produk gagal dapat dikurangi dengan pengawasan
mutu (quality control)
6. Menahan sendiri risiko berarti menanggung keseluruhan atau
sebagian dari risiko, misalnya dengan cara membentuk
cadangan dalam perusahaan untuk menghadapi kerugian yang
bakal terjadi (retensi sendiri)
7. Pengalihan/transfer risiko dapat dilakukan dengan
memindahkan kerugian atau risiko yang mungkin terjadi kepada
pihak lain, misalnya perusahaan asuransi
G. Sumbangan Manajemen Resiko
1. Terhadap perusahaan
a. Manajemen resiko dapat mencegah perusahaan dari kegagalan
b. Oleh karena laba dapat ditingkatkan melalui pengurangan
pengeluaran, maka Manejem Resiko menunjang secara langsung
peningkatan laba tersebut.
c. Manajemen Resiko dapat menyumbang secara tidak langsung
laba sedikitnya dengan cara-cara sebagai berikut :
1) Jika sebuah perusahaan dapat memanajeri resiko murninya
dengan berhasil, maka manajer akan bersifat tenang dan
percaya diri, dan membuka pikiran untuk menyelidiki resiko
spekulatif.
2) Dengan membebaskan manajer umum dari aspek resiko murni
dari proyek yang bersifat spekulatif, maka manajemen resiko
dalam hal ini menunjang peningkatan kualitas keputusan yang
diambil.
3) Bila keputusan telah diambil untuk menerima pokok yang
bersifat spekulatif, maka penanganan resiko spekulatif lebih
efisien.
4) Manajemen resiko dapat mengurangi fluktuasi laba tahunan dan
aliran kas.
5) Melalui persiapan sebelumnya, manajemen resiko dalam banyak
hal dapat membuat perusahaan melanjutkan kegiatannya
walaupun telah mengalami kerugian. Jadi, dengan demikian
mencegah langganan pindah kesaingan.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh
adanya perlindungan terhadap resiko murni, merupakan harta
non material bagi perusahaan
e. Manajemen resiko melindungi perusahaan dari resiko murni,
dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai
perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung
menolong meningkatkan public image.
2. Terhadap keluarga
a. Manajemen resiko dapat mempersiapkan keluarga dengan
kelima faedah tersebut diatas.
b. Manajemen resiko yang sehat mungkin menyanggupkan suatu
keluarga untuk mengurangi pengeluaran untuk asuransi tanpa
mengurangi sifat perlindungannya.
c. Jika suatu keluarga telah dilindungi terhadap kematian atau
kesehatan, kehilangan atau kerusakan harta bendanya, maka
keluarga itu mungkin akan berani untuk menanggung resiko
dalam berinvestasi atau persetujuan mengenai karier.
d. Suatu keluarga dapat disembuhkan dari tekanan fisik dan
mental.
e. Keluarga mungkin memetik faedah dari program manajemen
resiko yang menolong orang-orang lain.
3. Terhadap Masyarakat
a. Manajemen resiko membuat masyarakat sekitar perusahaan
akan ikut menikmati, baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap hasil penanggulangan risiko yang dilakukan
perusahan, misalnya masyarakat tidak terganggu akibat
pemogokan kerja, demo karyawan serta terhindar dari
pencemaran lingkungan
b. Dan Masyarakat juga dapat memetik faedah dari makin
efisiennya manajemen resiko menangangi perusahaan dan
keluarga akan mengurangi beban masyarakat ( social cost ).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Risiko berkaitan dengan kondisi terjadinya deviasi yang
menyebabkan kerugian. Dalam dunia usaha, kondisi ini
senantiasa ada dan menuntut perhatian manajemen untuk
mengelolanya dengan tepat. Inti pembahasan Manajemen risiko
meliputi identifikasi atas risiko yang ada, mengukur beratnya
risiko, dan menanganinya dengan pendekatan / strategi
tertentu.
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan
terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang
berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk: Penilaianrisiko, pengembangan strategi untuk
mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat
diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak
lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan
menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.
Manajemen risiko bukanlah sesuatu yang berjalan begitu
saja, melainkan suatu upaya yang sistematik dan terstruktur
serta terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA

http://tn.upi.edu/e-learning/course/info.php?id=70
http://managemenrisiko.webs.com/kesimpulan.htm
id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko
www.tugu.com/understanding-insurance/risk-management.html
www.spexotics.com

http://adhityadwiputra.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-resiko-
tingkatan-dan-cara.html
Makalah Manajemen Resiko

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata Resiko dan


sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan
orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual
maupun organisasi. Berbagai macam resiko, seperti resiko kebakaran,
tertabrak kendaraan lain di jalan, resiko terkena banjir di musim hujan
dan sebagainya, dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika
resiko-resiko tersebut tidak kita antisipasi dari awal. Resiko dikaitkan
dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat mengancam
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Sebagaimana kita pahami
dan sepakati bersama bahwa tujuan perusahaan adalah membangun
dan memperluas keuntungan kompetitif organisasi.

Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi karena kurang


atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi.
Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan
atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang menimbulkan
kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang
(opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang
merugikan disebut dengan istilah resiko (risk). Dalam beberapa tahun
terakhir, manajemen resiko menjadi trend utama baik dalam
perbincangan, praktik, maupun pelatihan kerja. Hal ini secara konkret
menunjukkan pentingnya manajemen resiko dalam bisnis pada masa
kini.

Secara umum resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang


dihadapi seseorang atau perusahaan di mana terdapat kemungkinan
yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat
memberikan keuntungan yang sangat besar, dan walaupun mengalami
kerugian sangat kecil sekali. Misalnya membeli lotere. Jika beruntung
maka akan mendapat hadiah yang sangat besar, tetapi jika tidak
beruntung uang yang digunakan membeli lotere relatif kecil. Apakah ini
juga tergolong resiko? Jawabannya adalah hal ini juga tergolong resiko.
Selama mengalami kerugian walau sekecil apapun hal itu dianggap
resiko.

Mengapa resiko harus dikelola? Jawabannya tidak sulit ditebak, yaitu


karena resiko mengandung biaya yang tidak sedikit. Bayangkan suatu
kejadian di mana suatu perusahaan sepatu yang mengalami kebakaran.
Kerugian langsung dari peristiwa tersebut adalah kerugian finansial
akibat asset yang terbakar (misalnya gedung, material, sepatu setengah
jadi, maupun sepatu yang siap untuk dijual). Namun juga dilihat kerugian
tidak langsungnya, seperti tidak bisa beroperasinya perusahaan selama
beberapa bulan sehingga menghentikan arus kas. Akibat lainnya adalah
macetnya pembayaran hutang kepada supplier dan kreditor karena
terhentinya arus kas yang akhirnya akan menurunkan kredibilitas dan
hubungan baik perusahaan dengan partner bisnis tersebut.

Resiko dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen


resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi
lingkungan cepat berubah, mengembangkan corporate governance,
mengoptimalkan strategic management, mengamankan sumber daya
dan asset yang dimiliki organisasi, dan mengurangi reactive decision
making dari manajemen puncak.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Manajemen Resiko

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen


resiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian
aktivitas manusia termasuk: penilaian resiko, pengembangan strategi
untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat diambil
antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari
resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau
semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional
terfokus pada resiko- resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal
(seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum).

Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu proses


mengidentifikasi, mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk
mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Strategi yang dapat
digunakan antara lain mentransfer resiko pada pihak lain, menghindari
resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan menerima sebagian
maupun seluruh konsekuensi dari resiko tertentu.

Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk management)


dapat diartikan sebagai a process, effected by an entitys board of
directors, management and other personnel, applied in strategy setting
and across the enterprise, designed to identify potential events that may
affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and provide
reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives.

Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen


semua perusahaan. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai
metodenya dapat menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas
menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari semua
aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah identifikasi dan
cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk menambah nilai maksimum
berkesinambungan (sustainable) organisasi. Tujuan utama untuk
memahami potensi upside dan downside dari semua faktor yang dapat
memberikan dampak bagi organisasi. Manajemen resiko meningkatkan
kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan kegagalan dan
ketidakpastian dalam memimpin keseluruhan sasaran organisasi.

Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan


mengembangkan proses yang bekerja dalam keseluruhan strategi
organisasi dan strategi dalam mengimplementasikan. Manajemen resiko
seharusnya ditujukan untuk menanggulangi suatu permasalahan sesuai
dengan metode yang digunakan dalam melaksanakan aktifitas dalam
suatu organisasi di masa lalu, masa kini dan masa depan.

Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi


dengan kebijaksanaan yang efektif dan diprogram untuk dipimpin
beberapa manajemen senior. Manajemen resiko harus diterjemahkan
sebagai suatu strategi dalam teknis dan sasaran operasional, pemberian
tugas dan tanggung jawab serta kemampuan merespon secara
menyeluruh pada suatu organisasi, di mana setiap manajer dan pekerja
memandang manajemen resiko sebagai bagian dari deskripsi kerja.
Manajemen resiko mendukung akuntabilitas (keterbukaan), kinerja
pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi operasional dari
semua tingkatan.

Definisi manajemen resiko (risk management) di atas dapat dijabarkan


lebih lanjut berdasarkan kata kunci sebagai berikut:

1. On going process
Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor
secara berkala. Manajemen resiko bukanlah suatu kegiatan yang
dilakukan sesekali (one time event).

2. Effected by people
Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di
lingkungan organisasi. Untuk lingkungan instansi pemerintah,
manajemen resiko dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai
institusi/departemen yang bersangkutan.

3. Applied in strategy setting


Manajemen resiko telah disusun sejak dari perumusan strategi
organisasi oleh manajemen puncak organisasi. Dengan penggunaan
manajemen resiko, strategi yang disiapkan disesuaikan dengan resiko
yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari organisasi.

4. Applied across the enterprised


Strategi yang telah dipilih berdasarkan manajemen resiko diaplikasikan
dalam kegiatan operasional, dan mencakup seluruh bagian/unit pada
organisasi. Mengingat resiko masing-masing bagian berbeda, maka
penerapan manajemen resiko berdasarkan penentuan resiko oleh
masing-masing bagian.

5. Designed to identify potential events


Manajemen resiko dirancang untuk mengidentifikasi kejadian atau
keadaan yang secara potensial menyebabkan terganggunya
pencapaian tujuan organisasi.

6. Provide reasonable assurance


Resiko yang dikelola dengan tepat dan wajar akan menyediakan
jaminan bahwa kegiatan dan pelayanan oleh organisasi dapat
berlangsung secara optimal.

7. Geared to achieve objectives


Manajemen resiko diharapkan dapat menjadi pedoman bagi organisasi
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Sasaran dari pelaksanaan manajemen resiko adalah untuk mengurangi


resiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah
dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat
berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan,
teknologi, manusia, organisasi, dan politik. Di sisi lain, pelaksanaan
manajemen resiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia,
khususnya entitas manajemen resiko (manusia, staff, organisasi).

Dalam perkembangannya resiko-resiko yang dibahas dalam manajemen


resiko dapat diklasifikasi menjadi:

Resiko Operasional
Resiko Hazard
Resiko Finansial
Resiko Strategis

Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan manajemen


resiko terintegrasi korporasi (enterprise risk management). Manajemen
resiko dimulai dari proses identifikasi resiko, penilaian resiko, mitigasi,
monitoring dan evaluasi.

a. Mengidentifikasi resiko

Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu
aktivitas usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan kompleks
sangatlah vital dalam manajemen resiko. Salah satu aspek penting
dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko yang mungkin terjadi
sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam
identifikasi resiko antara lain:

1. Brainstorming
2. Survey
3. Wawancara
4. Informasi historis
5. Kelompok kerja

b. Menganalisa resiko
Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah
pengukuran resiko dengan cara melihat seberapa besar potensi
terjadinya kerusakan (severity) dan probabilitas terjadinya resiko
tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah
subjektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa resiko
memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan
probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada
tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik
supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam
implementasi perencanaan manajemen resiko.

Kesulitan dalam pengukuran resiko adalah menentukan kemungkinan


terjadi suatu resiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk
beberapa resiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak kerusakan
(severity) sering kali cukup sulit untuk asset immaterial.

3. Monitoring resiko

Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko


merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun,
manajemen resiko tidaklah berhenti sampai di sini saja. Praktek,
pengalaman, dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu
perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu
resiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai
dari identifikasi resiko dan pengukuran resiko untuk mengetahui
keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya
resiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu resiko terjadi
maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara
efektif.

2.2 Konsep Resiko

Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena


kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan
terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat
menguntungkan atau merugikan. Istilah resiko memiliki beberapa
definisi. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian, atau keadaan
yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
Menurut Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi resiko
sebagai berikut:

Risk is the chance of loss (resiko adalah kans kerugian)

Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan)


terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance
dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya
situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah
pasti sehingga resiko tidak ada.

- Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan kerugian).


Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di
antara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam
analisis secara kuantitatif.

- Risk is uncertainty (resiko adalah ketidakpastian).

Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective


uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi resiko yang
didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan.
Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi resiko berikut.

- Risk is the dispersion of actual from expected results (resiko


merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan).

Ahli statistik mendefinisikan resiko sebagai derajat penyimpangan


sesuatu nilai di sekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.

- Risk is the probability of any outcome different from the one expected
(resiko adalah probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome
yang diharapkan)

Menurut definisi di atas, resiko bukan probabilitas dari suatu kejadian


tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa outcome yang berbeda dari
yang diharapkan. Dari berbagai definisi di atas, resiko dihubungkan
dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak
diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah
menunjukkan adanya ketidakpastian.

Konsep lain yang berkaitan dengan resiko adalah peril dan hazard. Peril
merupakan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya suatu
kerugian. Sedangkan hazard merupakan keadaan dan kondisi yang
dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril.

Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu:

1. Physical hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber pada


karakteristik secara fisik dari objek yang dapat memperbesar terjadinya
kerugian.

2. Moral hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber dari orang


yang berkaitan dengan sikap mental, pandangan hidup dan kebiasaan
yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril.

3. Morale hazard merupakan suatu kondisi dari orang yang merasa


sudah memperoleh jaminan dan menimbulkan kecerobohan sehingga
memungkinkan timbulnya peril.

4. Legal hazard merupakan suatu kondisi pengabaian atas suatu


peraturan atau perundang-undangan yang bertujuan melindungi
masyarakat sehingga memperbesar terjadinya peril.
Resiko dapat terjadi pada pelayanan, kinerja, dan reputasi dari institusi
yang bersangkutan. Resiko yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain kejadian alam, operasional, manusia, politik, teknologi,
pegawai, keuangan, hukum, dan manajemen dari organisasi.

Suatu resiko yang terjadi dapat berasal dari resiko lainnya, dan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor. Resiko rendahnya kinerja suatu
instansi berasal dari resiko rendahnya mutu pelayanan kepada publik.
Resiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor sumber daya manusia
yang dimiliki organisasi dan operasional seperti keterbatasan fasilitas
kantor. Resiko yang terjadi akan berdampak pada tidak tercapainya misi
dan tujuan dari instansi tersebut, dan timbulnya ketidakpercayaan dari
publik.

Resiko diyakini tidak dapat dihindari. Berkenaan dengan sektor publik


yang menuntut transparansi dan peningkatan kinerja dengan dana yang
terbatas, resiko yang dihadapi instansi Pemerintah akan semakin
bertambah dan meningkat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap
resiko menjadi keniscayaan untuk dapat menentukan prioritas strategi
dan program dalam pencapaian tujuan organisasi.

2.2.1 Kategori Resiko

Resiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk :

1. Resiko spekulatif

2. Resiko murni

Resiko spekulatif

Resiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang


dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian.
Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal dengan istilah resiko bisnis
(business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya di suatu
tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama
investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan.
Resiko yang dihadapi seperti ini adalah resiko spekulatif.

Resiko murni

Resiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat
merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin
menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila
perusahaan menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan
menderita kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi
kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan kerugian,
bukan menimbulkan keuntungan kecuali ada kesengajaan untuk
membakar dengan maksud-maksud tertentu. Resiko murni adalah
sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-
apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan
resiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya
kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya resiko murni kadang dikenal
dengan istilah resiko yang dapat diasuransikan ( insurable risk ).
Perbedaan utama antara resiko spekulatif dengan resiko murni adalah
kemungkinan untung ada atau tidak, untuk resiko spekulatif masih
terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk resiko murni tidak dapat
kemungkinan untung.

Kejadian sesungguhnya terkadang menyimpang dari perkiraan. Artinya


ada kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan maupun
merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka dikatakan resiko itu
bersifat spekulatif. Sebaliknya, lawan dari risiko spekulatif adalah resiko
murni, yaitu hanya ada kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai
kemungkinan keuntungan. Manajer resiko tugas utamanya menangani
risiko murni dan tidak menangani risiko spekulatif, kecuali jika adanya
resiko spekulatif memaksanya untuk menghadapi resiko murni tersebut.

Menentukan sumber resiko adalah penting karena mempengaruhi cara


penanganannya. Sumber resiko dapat diklasifikasikan sebagai resiko
sosial, resiko fisik, dan resiko ekonomi.

Biaya-biaya yang ditimbulkan karena menanggung resiko atau


ketidakpastian dapat dibagi sebagai berikut:

1. Biaya-biaya dari kerugian yang tidak diharapkan

2. Biaya-biaya dari ketidakpastian itu sendiri

2.3 Mengidentifikasi resiko

Pengidentifikasian resiko merupakan proses analisa untuk menemukan


secara sistematis dan berkesinambungan atas resiko (kerugian yang
potensial) yang dihadapi perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan
checklist untuk pendekatan yang sistematis dalam menentukan kerugian
potensial. Salah satu alternatif sistem pengklasifikasian kerugian dalam
suatu checklist adalah; kerugian hak milik (property losses), kewajiban
mengganti kerugian orang lain (liability losses) dan kerugian personalia
(personnel losses). Checklist yang dibangun sebelumnya untuk
menemukan resiko dan menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi
oleh suatu perusahaan.

Perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan


dinamis, maka diperlukan metode yang lebih sistematis untuk
mengeksplorasi semua segi. Metode yang dianjurkan adalah sebagai
berikut:

1. Questioner analisis resiko (risk analysis questionnaire)

2. Metode laporan Keuangan (financial statement method)

3. Metode peta aliran (flow-chart)


4. Inspeksi langsung pada objek

5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan

6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu

7. Analisis lingkungan

Dengan mengamati langsung jalannya operasi, bekerjanya mesin,


peralatan, lingkungan kerja, kebiasaan pegawai dan seterusnya,
manajer resiko dapat mempelajari kemungkinan tentang hazard. Oleh
karena itu, keberhasilannya dalam mengidentifikasi resiko tergantung
pada kerja sama yang erat dengan bagian-bagian lain yang terkait
dalam perusahaan.

Manajer resiko dapat menggunakan tenaga pihak luar untuk proses


mengidentifikasikan resiko, yaitu agen asuransi, broker, atau konsultan
manajemen resiko. Hal ini tentunya memiliki kelemahan, di mana
mereka membatasi proses hanya pada resiko yang diasuransikan saja.
Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen untuk menentukan metode
atau kombinasi metode yang cocok dengan situasi yang dihadapi.

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Kasus Manajemen Asset Berbasis Resiko pada Perusahaan Air


Minum

Air bersih atau air minum sangat penting artinya bagi kehidupan
manusia. Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada
World Water Forum II di Denhaag, Belanda tahun 2000,
memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di
beberapa negara. Krisis air dapat saja terjadi di Indonesia apabila
pemerintah dan perusahaan air minum tidak dapat secara maksimal
mengelola asset utamanya.

Berbagai permasalahan yang dihadapi perusahaan air minum saat ini,


seperti: tingginya tingkat kebocoran air yang diproduksi, kapasitas
produksi yang belum terpakai, biaya operasional/pemeliharaan untuk
menghasilkan air bersih setiap meter kubiknya masih lebih tinggi atau
sama dengan harga jual air setiap meter kubiknya, belum dapat
terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan air minum bersih, baik secara
kuantitas maupun kualitas, konflik perebutan air baku yang melintasi dua
atau lebih pemerintah daerah, adanya daerah yang tidak menyediakan
pengaturan air baku, adanya penggundulan hutan di kawasan daerah
aliran sungai, kesulitan keuangan, terbelit hutang yang cukup besar dan
tidak mampu membayar hutang sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan, bahkan tidak sedikit dari perusahaan air minum yang ada,
jika ditinjau dari posisi keuangan perusahaan sudah dalam keadaan
pailit mencerminkan belum maksimalnya pengelolaan asset utama
perusahaan air minum.

Bagi perusahaan air minum, infrastruktur air minum merupakan asset


utama yang nilainya signifikan. Oleh karena itu, harus dikelola secara
baik mulai sejak perencanaan kebutuhan, penyediaan dana, pengadaan
asset, pengoperasian, pemeliharaan, hingga pada pemusnahan asset.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, manajemen asset merupakan


asset merupakan suatu proses untuk menghasilkan nilai maksimal bagi
semua stakeholder perusahaan dari pengelolaan asset fisik yang dimiliki
perusahaan, baik untuk kepentingan bisnis maupun kepentingan umum,
dengan menyeimbangkan kinerja operasional dari asset dengan biaya
siklus hidup dan profil resikonya. Manajemen berbasis resiko lebih
menekankan pada proses mengelola asset fisik yang sangat besar dan
berhubungan dengan resiko-resiko yang melekat pada proses tersebut
dengan melibatkan penerapan proses manajemen resiko terhadap asset
utama perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola penyebab
utama kegagalan pencapaian sasaran perusahaan. Penerapan proses
manajemen resiko dapat dilakukan pada seluruh aktivitas bisnis
perusahaan air minum atau secara khusus lebih menekankan pada
aktivitas manajemen asset perusahaan (setiap aktivitas lifecycle asset
management). Tujuan dari diterapkannya proses manajemen resiko
adalah tidak hanya untuk memberikan perlindungan dan
kesinambungan aktivitas bisnis inti dan jasa yang penting, tetapi juga
memenuhi kewajiban hukum; menjaga kesehatan pekerja dan
masyarakat; perlindungan lingkungan; beroperasinya dan perlindungan
asset pada biaya rendah; dan rencana kontijensi untuk situasi darurat
bila terjadi rencana alam.

Proses manajemen resiko meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi resiko

Resiko merupakan peristiwa yang menghambat pencapaian tujuan


perusahaan. Seluruh resiko yang mungkin terjadi dan berdampak
negative bagi perusahaan secara signifikan harus terlebih dahulu
diidentifikasi. Pada perusahaan air minum resiko yang mungkin terjadi
adalah:

Ketidaktersediaan air di sumber air dapat terjadi karena kegagalan pada


struktur sumber air, kekeliruan dalam memperkirakan hasil/kapasitas
penyimpanan, kualitas sumber air yang tidak memenuhi syarat, dan
kegiatan operasional yang tidak tepat.
Kehilangan air yang sebenarnya (real loss) dapat terjadi karena adanya
penguapan air di tempat penyimpanan (storage evaporation), dan
kebocoran (leakage) seperti kebocoran pada pipa jaringan distribusi,
dan tempat penyimpanan air/reservoir.
Kehilangan air yang jelas terlihat (apparent loss) dapat terjadi karena
adanya pengukuran meteran yang tidak akurat (inaccurate metering)
seperti alat kalibrasi meteran yang tidak akurat, alat meteran yang
sudah tua, alat meteran yang berputar rendah, dan adanya pemakaian
air yang tidak terukur dengan meteran (unmetered usage) seperti
pemakaian yang tidak dibenarkan (pemakaian untuk irigasi yang tidak
illegal, pemakaian hidran yang tidak illegal, sambungan pipa yang tidak
illegal) dan pemakaian yang dibenarkan (pemadam kebakaran,
pekerjaan jalan, dan taman).
Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena pembuangan air limbah
yang tidak terkendali dari kegiatan pemeliharaan atau kegagalan
jaringan pipa.
Terganggunya keselamatan dan kesehatan masyarakat pengguna air
minum dapat terjadi karena kerusakan peralatan dan tercemarnya
sumber air minum/produksi air minum selama pembangunan,
pemeliharaan, atau pengoperasian infrastruktur penyedia air.
Kenaikan harga asset infrastruktur penyedia air dapat terjadi karena
kenaikan tingkat inflasi, kenaikan nilai tukar mata uang asing terhadap
rupiah, dan kenaikan harga bahan bakar minyak.
Kenaikan tingkat suku bunga pinjaman dapat terjadi karena kondisi
perekonomian nasional yang tidak baik.

Sedangkan resiko pada tingkatan proses/aktivitas lifecycle asset


management yang mungkin terjadi dapat dilihat pada table 1.

b. Menganalisis Resiko

Setelah seluruh resiko diidentifikasi, maka dilakukan pengukuran tingkat


kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan setelah
mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran resiko
dilakukan menggunakan criteria pengukuran resiko secara kualitatif,
semi kualitatif, atau kuantitatif tergantung pada ketersediaan data tingkat
kejadian peristiwa dan dampak kerugian yang ditimbulkannya.

c. Mengevaluasi Resiko

Setelah resiko diukur tingkat kemungkinan dan dampaknya, maka


disusunlah urutan prioritas resiko. Mulai dari resiko dengan tingkat
resiko tertinggi, sampai dengan resiko terendah. Resiko yang tidak
termasuk dalam resiko yang dapat diterima/ditoleransi merupakan resiko
yang menjadi prioritas untuk segera ditangani. Setelah diketahui
besarnya tingkat resiko dan prioritas resiko, maka perlu disusun peta
resiko.

d. Menangani Resiko

Resiko yang tidak dapat diterima/ditoleransi segera dibuatkan rencana


tindakan untuk meminimalisir kemungkinan dampak terjadinya resiko
dan personel yang bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana
tindakan. Cara menangani resiko berupa memindahkan resiko melalui
asuransi dan kontrak kerja kepada pihak ketiga, mengurangi tingkat
kemungkinan terjadinya resiko dengan cara menambah/meningkatkan
kecukupan pengendalian internal yang ada pada proses bisnis
perusahaan, dan mengeksploitasi resiko bila tingkat resiko dinilai lebih
rendah dibandingkan dengan peluang terjadinya peristiwa yang akan
terjadi. Pemilihan cara menangani resiko dilakukan dengan
mempertimbangkan biaya dan manfaat, yaitu biaya yang dikeluarkan
untuk melaksanakan rencana tindakan lebih rendah daripada manfaat
yang diperoleh dari pengurangan dampak kerugian resiko.

Seluruh resiko yang diidentifikasi, dianalisis, dievaluasi, dan ditangani


dimasukkan ke dalam register resiko yang memuat informasi mengenai
nama resiko, uraian mengenai indikator resiko, faktor pencetus
terjadinya peristiwa yang merugikan, dampak kerugian bila resiko
terjadi, pengendalian resiko yang ada, ukuran tingkat
kemungkinan/dampak terjadinya resiko setelah mempertimbangkan
pengendalian yang ada, dan rencana tindakan untuk meminimalisir
tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, serta personil yang
bertanggung jawab melakukannya.

e. Memantau Resiko

Perubahan kondisi internal dan eksternal perusahaan menimbulkan


resiko baru bagi perusahaan, mengubah tingkat kemungkinan/dampak
terjadinya resiko, dan cara penanganan resikonya. Sehingga setiap
resiko yang teridentifikasi masuk dalam register resiko dan peta resiko
perlu dipantau perubahannya.

f. Mengkomunikasikan Resiko

Setiap tahapan kegiatan identifikasi, analisis, evaluasi, dan penanganan


resiko dikomunikasikan/dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan
terhadap aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan untuk memastikan
bahwa tujuan manajemen resiko dapat tercapai sesuai dengan
keinginan pihak yang berkepentingan. Pihak yang berkepentingan
berasal dari internal perusahaan (manajemen, karyawan) dan eksternal
perusahaan (pemasok, pemerintah daerah/pusat, masyarakat sekitar
lingkungan perusahaan, dan konsumen air bersih).

Walaupun penerapan proses manajemen resiko pada perusahaan air


minum di Indonesia khususnya perusahaan daerah air minum belum
ada peraturan hukumnya, namun karena manajemen resiko merupakan
praktik terbaik (best practice), maka seharusnya sudah mulai diterapkan
secara sistematis, terintegrasi, dan melekat pada setiap aktivitas bisnis
perusahaan air minum, khususnya pada aktivitas manajemen asset.

Agar manajemen resiko dapat diterapkan dengan baik, maka perlu


disiapkan segala infrastruktur manajemen resiko antara lain: pedoman
manajemen resiko (kebijakan, pedoman umum, prosedur, dan formulir),
struktur organisasi manajemen resiko (tugas, wewenang, tanggung
jawab personil untuk melaksanakan manajemen resiko), dan sistem
informasi pelaporan/pemantauan pelaksanaan manajemen resiko.

BAB 4
SIMPULAN

4.1 Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas adalah


sebagai berikut:

Manajemen asset merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manajemen


yang tidak terlepas dari resiko. Manajemen asset berbasis resiko lebih
menekankan pada proses mengelola asset fisik yang sangat besar dan
berhubungan dengan resiko yang melekat pada proses tersebut dengan
melibatkan penerapan proses manajemen resiko terhadap asset utama
perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola penyebab utama
kegagalan pencapaian sasaran perusahaan.

Penerapan proses manajemen resiko dapat dilakukan pada seluruh


aktivitas bisnis perusahaan air minum atau secara khusus lebih
menekankan pada aktivitas manajemen asset perusahaan (setiap
aktivitas lifecycle asset management).

Walaupun penerapan manajemen resiko pada perusahaan air minum di


Indonesia khususnya perusahaan daerah air minum belum ada
peraturan hukumnya, namun karena manajemen resiko merupakan
praktik terbaik (best practice) maka seyogyanya sudah mulai dapat
diterapkan secara sistematis, terintegrasi, dan melekat pada setiap
aktivitas bisnis perusahaan air minum, khususnya pada aktivitas
manajemen asset sehingga tujuan manajemen asset dapat tercapai.

Manajemen asset berbasis resiko kiranya dapat menjadi salah satu


solusi dalam rangka memaksimalkan pengelolaan asset perusahaan air
minum.

DAFTAR PUSTAKA

http://bppk.depkeu.go.id
http://wikipedia.org
http://acc.dau.mil
http://ahds.ac.uk
http://jiscinfonet.ac.uk/infokits/risk-management
http://vibiznews.com

AS/NZS 4360:2004, Australian/New Zealand Standard Risk


Management, Joint Technical Committee OB-007 Risk Management, 31
Agustus 2004.

Artikel Landasan Teori Asset Manajemen, Website Manajemen Asset,


2007.

Artikel Lifecycle Asset Management Website Manajemen Asset, 2007.

Artikel Risk Based Enterprise Asset Management, Capgemini, Website


2007.
Artikel Sumber Daya Air, Website Bappenas.

Artikel Sumbang Pikir dalam PDAM Rescue, Kepala Bidang Rencana


dan Evaluasi Pusat Pengembangan Investasi BAPEKIN, Website 2007.

Artikel Water Infrastucture, Website GAO, Maret 2004.

Slide Pengantar Pengelolaan Asset (Infrastruktur), Gary Mc Lay,


Website, 2 Juni 2006.

Darmawi, Herman. Manajemen Resiko. Bumi Aksara, 2005.

Chapman, Christy. Bringing ERM into Focus. Internal Auditor, June 2003

Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway


Commission. What is COSO: Background and Events Leading to
Internal Control-Integrated Framework. 1992

Simmons, Mark. COSO Based Auditing. The Internal Auditor, December


1997 The Institute of Internal Auditors. Internal C

Vaughan, Emmet. Fundamental of Risk and Insurance. 2nd, John


Willey, 1978
Makalah Manajemen Resiko
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari perkiraan

(expectation) ke salah satu dari dua arah, artinya, ada kemungkinan

penyimpangan yang menguntungkan dan ada pula penyimpangan

yang merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang

menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah

peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan

akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (risk).

Sedangkan kerugian adalah penyimpangan yang tidak diharapkan

karena mengandung risiko. Risiko berhubungan dengan

ketidakpastian terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup

informasi tentang apa yang akan terjadi. Secara umum risiko dapat

diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau

perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan.

Begitupun dalam bidang agrobisnis, segala kegiatan didalamnya

juga mengandung risiko yang harus ditangani agar tidak

menimbulkan kerugian yang fatal. Untuk menangani risiko tersebut

bisa dilakukan dengan manajemen risiko.

Menurut Smith : 1990, manajemen risiko didefinisikan sebagai

proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah

risiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah

perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau

kerugian pada perusahaan tersebut. Dengan kata lain, manajemen

risiko adalah suatu cara dalam mengorganisir suatu risiko yang akan
dihadapi baik itu sudah diketahui maupun yang belum diketahui atau

yang tak terpikirkan yaitu dengan cara memindahkan risiko kepada

pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan

menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.

Manajemen risiko juga bisa disebut suatu pendekatan terstruktur

dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman.

Oleh karena itu, melalui manajemen risiko, diharapkan kerugian

yang ditimbulkan dari ketidakpastian dapat dikurangi bahkan

dihilangkan untuk kelangsungan kegiatan di bidang agrobisnis.

B. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui manajemen risiko secara umum.

2. Untuk mengetahi macam-macam manajemen risiko.

3. Untuk mendeskripsikan aplikasi manajemen risiko di bidang

agrobisnis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Manajemen Risiko dalam Agribisnis

Agribisnis tidak terlepas dari faktor risiko (risk) dan ketidakpastian

(uncertainty). Risiko merupakan kejadaian yang telah diketahui

probabilitasnya, misalnya kematian pada budidaya tanaman obat-

obatan sekitar 4%, kematian pada pengangkutan buah ke pasar

sekitar 2%, penyusutan pada pengangkutan ternak potong ke luar

daerah mencapai 10-20% dan sebagainya. Probabilitas kejadian

pada ketidakpastian tidak diketahui sebelumnya, seperti wabah

penyakit dalam bencana alam. Ada lima macam risiko yang dihadapi
oleh manajer agribisnis, meliputi risiko produksi (production risk),

risiko pemasaran (marketing risk), risiko keuangan (financial risk ),

risiko hukum (legal risk), dan risiko sumber daya manusia (human

resources risk). Untuk menghadapi kelima risiko tersebut terdapat

lima cara yang dapat ditempuh, yaitu dipertahankan (retain), digeser

(shift), dikurangi (reduce), diasuransikan (insure), dan dihindari

(avoid) (Sutawi, 1999).

Aktivitas pada manajemen risiko meliputi identifikasi risiko,

pengukuran risiko, dan penanganan risiko. Identifikasi risiko

merupakan aktivitas awal yang akan menghasilkan output daftar

risiko. Dalam identifikasi risiko terdapat stakeholder yang meliputi

pemegangan saham, kreditur, pemasok, karyawam, pemain industri

yang sama, pemerintah, manajemen itu sendiri, masyarakat, dan

pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan. Metode

dalam identifikasi risiko meliputi analisis data historis, pengamatan

dan survei, dan pendapat ahli. Analisis kontrak dalam manajemen

risiko bertujuan untuk melihat risiko yang muncul karena kontak

tertentu.

Pengukuran risiko dapat dilihat dengan besar kecilnya risiko yang

akan berdampak bagi perusahaan dan dengan melakukan prioritas

risiko dapat mempermudah serta dapat menghasilkan output berupa

peta risiko. Terdapat 4 cara dalam penanganan risiko yaitu

penghindaran risiko (risk avoidance), pengukuran risiko yang dapat

dilakukan dengan metode pencegahan, diversifikasi atau lindung

nilai alamiah (natural heging), pemindahan risiko (risk transfer) dan

penahanan risiko (risk retention).

B. Macam- Macam Manajemen Risiko dalam Agribisnis

Macam- macam manajemen risiko dalam agribisnis dikelompokkan

menjadi 3 kelompok, yaitu:


1. Risiko berdasarkan sifatnya

a. Risiko Spekulatif

Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan

yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan

kerugian. Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal pula dengan

istilah risiko bisnis (business risk). Seseorang yang

menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua

kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan

atau malah investasinya merugikan. Risiko yang dihadapi seperti

adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang

dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat

menimbulkan kerugian.

Jenis risiko spekulatif adalah risiko yang sengaja ditimbulkan oleh

yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan

peluang keuntungan kepadanya. Umumnya tidak bisa

diasuransikan. Contoh dari risiko ini adalah : kita menggunakan

modal untuk membuka usaha rumah makan, atau digunakan untuk

investasi membangun pembangkit baru. Dalam membuka usaha

baru ini pasti akan ada kemungkinan risiko rugi, tapi juga ada

peluang untuk memperoleh keuntungan.

b. Risiko Murni

Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat

merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin

menguntungkan. Salah satu contohnya adalah kebakaran, apabila

perusahaan mengalami kebakaran, maka perusahaan tersebut akan

mengalami kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi

kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan

kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan

untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu.

Salah satu cara menghindari risiko murni adalah dengan asuransi.


Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. Itu

sebabnya risiko murni dapat dikenal dengan istilah risiko yang dapat

diansuransikan (insurable risk).

Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah

kemungkinan untuk ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih

terdapat kemungkinan untung, sedangkan untuk risiko murni tidak

dapat keuntungan.

Maka kita sebagai masyarakat, terlebuh pengusaha harus

mempelajari manajemen resiko karenasasarandari pelaksanaan

manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-

beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat

yang dapat diterima oleh masyarakat.

2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan

a. Risiko yang dapat dialihkan

Risiko yang dapat dialihkan yaitu risiko yang dapat

dipertanggungkan sebagai obyek yang terkena risiko kepada

perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan

demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban)

perusahaan asuransi.

b. Risiko yang tidak dapat dialihkan,

Risiko yang tidak dapat dialihkan yaitu semua risiko yang termasuk

dalam risiko spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada

perusahaan asuransi.

3. Risiko berdasarkan asal timbulnya

a. Risiko Internal

Risiko Internal yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu

sendiri. Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek

karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko

mismanagement, dan sebagainya.

b. Risiko Eksternal
Risiko Eksternalyaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau

lingkungan luar perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan,

fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.

C. Aplikasi Manajemen Risiko Di Industri

Sangat banyak pengaplikasian manajemen risiko di Industri, salah

satunya yaitu pada industri galangan kapal PT. Dok dan Perkapalan

Surabaya. Tujuan utama dari manajemen risiko ini adalah menyusun

dan mengembangkan model manajemen risiko usaha bangunan

baru pada industri galangan kapal dengan langkah mengidentifikasi,

mengevaluasi, dan menganalisis pengaruh tingkat risiko usaha

terhadap cost yang harus ditanggung oleh industri galangan kapal

untuk bangunan baru. Industri galangan kapal adalah industri yang

padat modal dan tingkat pengembaliannya yang cukup lama (slow

yielding),sehingga dalam operasionalnya harus menggunakan

prinsip kehati-hatian.

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi beberapa permasalahan manajemen risiko pada industri

galangan kapal dan yang berpotensi merugikan perusahaan, antara

lain:

a. Bagaimana implementasi manajemen risiko pada industri

galangan kapal untuk bangunan baru (PT. Dok dan Perkapalan

Surabaya), kondisi ini dilihat pada keadaan sebelum penerapan

manajemen risiko dan sesudah penerapan manajemen risiko.

b. Pengaruh manajemen risiko terhadap operasional perusahaan

galangan kapal untuk bangunan baru (PT. Dok dan Perkapalan

Surabaya).

c. Assessment value at risk manajemen risiko pada industri

galangan kapal untuk bangunan baru (PT. Dok dan Perkapalan

Surabaya), bagaimana menilai risiko melalui penerapan manajemen

risiko pada perusahaan, penerapan konsep Value at Risk untuk


menilai risiko dan potensi losess yang akan ditimbulkan.

d. Model pengembangan manajemen risiko usaha pada industri

galangan kapal untuk bangunan baru.

2. Inventaris Data Lapangan

Data lapangan dengan menggunakan sampel pada proses

pembangunan kapal baru yang telah dibangun di PT. Dok dan

Perkapalan Surabaya pada lima tahun sebelumnya. Data-data

tersebut meliputi: data pembangunan kapal, jumlah, macam-macam

risiko yang dihadapi, bobot tiap risiko, frekuensi kejadian selama

lima tahun sebelumnya. Proses pencarian data dilakukan dengan

metode wawancara dengan menggunakan checklist, wawancara

dilakukan terhadap sekurang-kurangnya 30 senior manager yang

berkecimpung dalam proses bisnis bangunan baru.

3. Assessment Value at Risk

Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi hazard (list semua skenario kejadian yang relevan

dengan faktor penyebab dan dampak yang potensial) pada proses

pembangunan kapal baru, mulai tahap tender sampai kapal jadi

(delivery).

b. Penilaian risiko (evaluasi faktor-faktor risiko);

1) Fokus pada skenario yang penting, didasarkan pada identifikasi

risiko pada tahap sebelumnya. Kemudian di masukan pada tool

database manajemen sistim.

2) Ukur risiko pada setiap skenario, dengan metode statistik

menggunakan asas perkalian, data hasil wawancara kemudian

dimasukan dalam tool database manajemen sistim pada masing-

masing kelompok risiko.

3) Analisa darimana risiko datang, fokus perhatian pada penyebab,

menganalisis dari mana penyebab masing-masing risiko, siapa

pemilik risiko, cari akar masalah dengan validasi wawancara lebih


mendalam, dengan audit risiko.

4) Identifikasi faktor yang berhubungan yang mempengaruhi

tingkatan risiko, bobot risiko danfrekeunsi sering tidaknya terjadi

risiko dari hasil wawancara dengan menggunakan isian checklist

menjadi tolok ukur nilai indeks risiko atau nilai risiko yang pada

akhirnya akan menentukan tingkatan risiko. Kemudian disusun

dalam tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Penilaian Risiko

c. Pilihan untuk mengontrol risiko (aturan untuk mengukur,

mengontrol dan mengurangi risikoyang teridentifikasi);

1) Fokus perhatian pada faktor yang berkontribusi pada risiko yang

tertinggi, dengan mengetahuinilai risiko atau indeks risiko, maka nilai

tersebut dimasukan dalam matrik risiko. Indeks risikountuk masing-

masing tingkatan risiko dikelompokan sebagai berikut: (i) kelompok

sangat rendah dengan indeks risiko 2 sampai 3, (ii) kelompok

rendah dengan indeks risiko 4 sampai 5, (iii) kelompok menengah

dengan indeks risiko 6, (iv) kelompok tinggi dengan indeks risiko 7

sampai 8, (v) kelompok sangat tinggi dengan indeks risiko 9 sampai

10. Dari matrik risiko dapatdiketahui tingkatan masing-masing risiko

kemudian disusun seperti tabel 2 berikut:

Tabel 2. Peringkat Risiko


2) Identifikasi pengukuran untuk mengontrol risiko, dari tingkatan

risiko yang diperoleh dari matrik risiko, untuk menurunkan nilai

indeks risiko harus dilakukan dengan penerapan proses mitigasi

risiko, disamping itu juga perlu dilakukan apakah risiko tersebut

dihindari atau ditahan.

3) Evaluasi untuk antisipasi pengurangan risiko dengan

menerapkan beberapa pengukuran. Prosesmitigasi risiko untuk

masing-masing tingkatan risiko bisa dilakukan dengan cara

menganalisfaktor penyebab risiko, frekuensi terjadinya risiko dan

bagaimana cara menurunkan risiko tersebut dan disusun dalam

tabel 3 seperti berikut:

Tabel 3. Mitigasi Risiko

d. Evaluasi risiko dan tingkat risiko dengan pendekatan Value at

Risk dengan menggunakanmetode statistik. Pendekatan evaluasi

risiko dengan metode Value at Risk dapat dilakukandengan

perumusan sebagai berikut:

VaR = . L.(1)

= nilai variabel normal baku

L = volatilitas kerugian (loss)

VaR = . . (2)

= eksposur

= volatilitas faktor risiko dalam persen

Nilai variabel normal baku ( ) untuk masing tingkat kepercayaan

dapat dilihat dalam tabel 4 sebagai berikut:


Tabel 4. Nilai Variabel Normal Baku ( )

e. Penilaian biaya (mendapatkan biaya yang efektif untuk setiap

pilihan risiko yang terkontrol);

1) Definisikan biaya dan keuntungan untuk setiap risiko yang

terkontrol dan terpilih yang teridentifikasi. Dari setiap proses mitigasi

risiko tentunya memerlukan berapa biaya yang harus ditanggung

oleh perusahaan (proses mitigasi risiko dilakukan dengan risk

transfer dan risk retention). Penilaian biaya untuk masing-masing

risiko, tingkatan risiko disusun dalam tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5. Penilaian Biaya Risiko

2) Bandingkan biaya yang efektif dari setiap pilihan risiko yang

terkontrol, dari masing-masing penilaian biaya seperti pada tabel

diatas, kemudian ditentukan prioritas biaya yang akan dipakai untuk

proses mitigasi risiko, yang disusun seperti tabel 6 sebagai berikut:


Tabel 6. Prioritas Pembiayaan dan Jumlah Biaya

f. Rekomendasi kepada pembuat keputusan/pembuat kebijakan

(informasi mengenai hazards, beberapa risiko dan alternatif biaya

yang efektif untuk mengontrol risiko yang dipilih);

4. Analisa Hasil

a. Menyusun dan memverifikasi hasil penelitian lapangan

kemudian dilakukan assessment value at risk, membandingkan hasil

pengolahan data untuk menentukan nilai risiko, peringkat risiko,

proses mitigasi dan pembiayaan, kemudian dilakukan dengan

validasi dengan wawancara dan proses audit oleh pemilik risiko.

b. Menghitung risiko, tingkat risiko dan pengaruhnya pada

operasional usaha industri galangan kapal baru, membandingkan

pembiayaan risiko terhadap operasional perusahaan secara

keseluruhan (diambil studi kasus di PT. Dok dan Perkapalan

Surabaya).

c. Menyusun dan mengembangkan model manajemen risiko

usaha pada industri galangan kapal baru. Berdasarkan hasil

pengolahan data dan validasi, kemudian disusun model yang cocok

untuk pengembangan manajemen risiko di perusahaan industri

galangan kapal (diambil studi kasus di PT. Dok dan Perkapalan

Surabaya).

5. Simpulan

Berdasarkan dari hasil pembahasan pada bagian-

bagiansebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulansebagai

berikut:

a. Dari studi kasus di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya

didapatkan risiko yang merupakan hasil identifikasi, yaitu: SDM,

Peralatan, Kontrak, Material, Keamanan dan kecelakaan, Kepatuhan


pada lingkungan, Reputasi dan kepuasan pelanggan, Peraturan

klasifikasi, Keuangan, Teknologi, Strategi bisnis, Perubahan dan

proses manajemen, Komitmen pimpinan, Subkontraktor,

Pemasaran, Proses produksi, Desain/rancang bangun.

b. Dari risiko potensial yang teridentifikasi dan dengan

menggunakan matrik risiko, ada 21 kategori risiko potensial yang

didapatkan adalah: (i) Kategori risiko tinggi, meliputi ralat pekerjaan;

(ii) Kategori risiko moderat /menengah, meliputi skill tenaga kerja;

(iii) Kategori risiko rendah, meliputi: alah memasukan order/laporan,

waktu pengerjaan molor, tenaga kerja kurang, alat dan lingkungan

belum diverifikasi; (iv) Kategori risiko sangat rendah, meliputi:

informasi pekerjaan tidak lengkap, material terlambat, proses

produksi terganggu, kesalahan pembuatan rambu/produk, verifikasi

alat belum dilakukan, banyak produk reject, tidak siap terhadap

perubahan sistim, Subkontraktor sulit mengikuti proses,

penambahan material /komponen, progress tidak sesuai rencana,

alat rusak, salah pemahaman, lingkungan kerja belum diverifikasi,

dokumen tidak lengkap dan software kadang eror.

c. Pembiayaan risiko (risk financing) dalam rangka proses mitigasi

risiko dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan risk transfer

melalui pemindahan ke perusahaan asuransi dan risk retention

dengan cara ditanggung sendiri oleh perusahaan.Dengan analisis

menggunakan Value at Risk yang mendasarkan pada prinsip

statistik untuk masingmasing tingkat kepercayaan, maka dapat

dianalisis dan diramalkan potensi tingkat kerugian yang akan diderita

oleh perusahaan industri galangan kapal dalam proses bisnis

pembangunan kapal baru.

d. Model manajemen risiko pada proses bangunan baru yang

dikembangkan dengan item urutan sebagai berikut: identifikasi

risiko, analisis peta risiko, pengukuran risiko, rangking risiko


potensial, matrik risiko, pengendalian dan pemindahan risiko,

penilaian biaya dan klausal kontrak, final kontrak.

D. Aplikasi Manajemen Risiko di Industri Pangan

Salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan di industri

pangan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan

pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan

dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen adalah

HACCP. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah

suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah

yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap

penanganan dan proses produksi. Tujuan dari penerapan HACCP

dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya

bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna

memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem

pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk

akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan

diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain

karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu,

HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era

pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.

Konsep HACCP menurut Codex Alimentarius Commision (CAC)

terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di

dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem

HACCP menurut CAC adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan Tim HACCP

Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana

HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua

komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk

pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-


individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang

beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang

bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/engineer, ahli

kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming

dalam mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat

diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat

diperoleh dari luar.

2. Deskripsi Produk

Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau

uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP-nya.

Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap

mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi,

proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan

lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut

diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan

komprehensif.

3. Identifikasi Kelompok Konsumen yang Dituju

Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen

yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan

penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk

tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum atau

kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi,

kelompok remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus

harus dipertimbangkan kelompok populasi pada masyarakat

beresiko tinggi.

4. Penyusunan Diagram Alir Proses

Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan

dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku

sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada

beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses


sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut

tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan

tetapi pada produk-produk yang mungkin mengalami abuse (suhu

dan sebagainya) selama distribusi, maka tindakan pencegahan ini

menjadi amat penting.

Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan

keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain

bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan

kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau

lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya.

5. Verifikasi Diagram Alir Proses

Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai

dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau

operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta

kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram

alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus

dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan

diverifikasi harus didokumentasikan.

6. Analisa Bahaya (Prinsip HACCP 1)

Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam

penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana

dalam rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya

yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus

diidentifikasi. Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya

masalah atau resiko secara fisik, kimia, dan biologi dalam suatu

produk pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan

pada manusia.

7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip HACCP 2)

CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik,

langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan


bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau

diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap

bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka

dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya

dapat dikendalikan. Suatu CCP dapat digunakan untuk

mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP

secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya

fisik dan mikrobiologi.

8. Penetapan Critical Limit (Prinsip HACCP 3)

Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus

dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk

menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas

ini akan memisahkan antara yang diterima dan yang ditolak, berupa

kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk

menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan

batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat

mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi

artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat

diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan

studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi

maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.

9. Prosedur Pemantauan CCP (Prinsip HACCP 4)

Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan

pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses

mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut

menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel

yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan

berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat

berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist

atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam


suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan

mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja

yang perlu dipantau dan siapa orang yang melakukan

pemantauannya.

10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip HACCP 5)

Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap

batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi ini sangat tergantung pada

tingkat resiko produk pangan. Pada produk pangan beresiko tinggi

misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses

produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau

produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya.

11. Verifikasi (Prinsip HACCP 6)

Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk

menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana

yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa

kesesuaian program HACCP dapat diperiksa

efektifitaspelaksanaannya dapat dijamin.

12. Dokumentasi (Prinsip HACCP 7)

Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh

program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang

dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi

mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman

pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap

penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. oleh

karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur

pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga

digunakan oleh operator.

Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam

manajemen risiko di industri pangan tidak hanya risiko hazard saja.

Risiko lain yang mungkin saja terjadi diantaranya adalah risiko


operasional, yaitu suatu risiko kerugian yang disebabkan karena tak

berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia dan sistem,

serta oleh peristiwa eksternal; risiko finansial, yaitu resiko yang

mengarah ke finansial suatu proyek misalnya proyek yang

menghasilkan untung lebih sedikit daripada keuangan yang telah

terpakai; dan risiko strategik, yaitu risiko terjadinya serangkaian

kondisi yang tidak terduga yang dapat mengurangi kemampuan

manajer untuk mengimplementasikan strateginya secara signifikan.

BAB III

KESIMPULAN

Manajemen risiko adalah suatu cara dalam mengorganisir suatu

risiko yang akan dihadapi baik itu sudah diketahui maupun yang

belum diketahui atau yang tak terpikirkan yaitu dengan cara

memindahkan risiko kepada pihak lain,menghindari risiko,

mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau

semua konsekuensi risiko tertentu.Macam-macam manajemen risiko

dalam agribisnis dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu risiko

berdasarkan sifatnya, yang terdiri atas risiko spekulatif dan risiko

murni, risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan, yang terdiri atas

risiko yang dapat dialihkan dan risiko yang tidak dapat dialihkan,

serta risiko berdasarkan asal timbulnya, yang terdiri atas risiko

internal dan risiko eksternal.

Pengaplikasian manajemen risiko yang dikembangkan di industri

dilakukan dengan cara berbeda-beda, tergantung dari kebijakan

industri tersebut. Contohnya pada industri pangan, salah satu bentuk

manajemen resiko yang dikembangkan di industri pangan untuk

menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan

(preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam

menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen adalah HACCP


(Hazard Analysis Critical Control Point).

DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. Manajemen Resiko. 2012.

http://www.anneahira.com/manajemen-resiko.htm [Terhubung

Berkala] (10 Maret 2012)

Siagian, Faira dan Sekarsari, Jane. 2001, Penerapan Model

Manajemen Risiko pada Proyek Konstruksi Joint Venture di

Indonesia Suatu Studi Kasus. Universitas Trisakti, Jakarta.

Basuki, Minto. 2008. Studi Pengembangan Manajemen Risiko

Usaha BangunanBaru Pada Industri Galangan Kapal.

Jurnal.journal.uii.ac.id/index.php/Teknoin/article/view/2106[Terhubun

g Berkala](9 Maret 2012)

Nasution Zulfikar. 2011. Standar Keamanan Pangan Global.

http://zulkiflinasution.blogspot.com/2011/01/standar-keamanan-

pangan-global.html [Terhubung Berkala] (29 Februari 2012)

Sutawi. 1999. Kemitraan sebagai Strategi Manajemen

Risiko.[Online]. Tersedia:

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=manajemen%20resiko%20

agribisnis&source=web&cd=1&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F

%2Flambertus-ahen.blogspot.com%2F2009%2F03%2Fmanajemen-

risiko-agribisnis-

disampaikan.html&ei=vG1QT6mwPITirAf_zMy6DQ&usg=AFQjCNEp

sAOLovk3kJJH1Y68p7V8CWZA6g [2 Maret 2012].

- See more at: http://ilmu27.blogspot.co.id/2012/08/makalah-manajemen-

resiko.html#sthash.0sm6LTAM.dpuf

Anda mungkin juga menyukai