Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu menghasilkan
atau menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa darah ke sel-sel dan
menyimpannnya sebagi glikogen).Dengan demikian terjadi hiperglikemia yang
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, melibatkan ganggun
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta menimbulkan berbagai komplikasi
kronis pada organ tubuh (Aini, 2016).
Menurut literatur lain diabetes melitus merupakan penyakit menahun
degenaratif yang ditandai dengan adanya kenaikan gadar gula di dalam darah yang
disebabkan oleh kerusakan kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon insulin
sehingga terjadi gngguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dapat
menimbulkan berbagai keluhan serta komplikasi (Irwan, 2016).

B. Klasifikasi dan Etiologi

Aini (2016) , Sujono Riyadi & Sukarmin (2008) mengklasifikasikan diabetes melitus
menjadi empat, yaitu diabetes melitus tipe -1 (diabetes bergantung insulin) dan diabetes
tipe-2 (diabetes tidak bergantung insulin), diabetes tipe lain, serta diabetes karena
kehamilan.
1. Diabetes tipe-1(Insulin Dependent Diabetes Mellitus [IDDM])
Merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel pankreas
sehingga timbul defisiensi insulin absolut. Pada DM tipe-1 sistem imun
tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil
insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu
terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada
menunjukkna bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi
virus tertentu berperan dalam prosesmya. Sekitar 70-80% sel hancur
sebelum timbul gejala klinis. Pasien DM tipe-1 harus menggunakan injeksi
insulin dan menjalankan diet secara secara tepat.
2. Diabetes tipe-2 atau ( Non Insulint Dependent Diabetes Mellitus [NIDM])

1
2

Diabetes tipe ini merupakan bentuk diabetes yang paling umum.


Penyebabnya bervariasi mulai dominan resistansi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai defek sekresi insulin disertai resistansi insulin.
Penyebab resistansi insulin pada diabetes sebenarnya tidaki begitu jelas,
tetapi faktor yang banyak berperan adalah sebagai berikut.
3

a. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes
melitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan
penurunan produksi insulin.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang
secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Gaya Hidup dan stress
Stres kronis cenderumg membuat seseorang untuk mencari
makanan cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. stres juga meningkatkan
kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi
yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi
membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan
insulin.
d. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama dapat
meningkatkan risiko terkena diabetes. Malnutrsi dapat merusak
pankreas, sedangknan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau
resitansi insulin. Serta pola makan yang tidak teratur atau terlambat
juga dapat mempengaruhi ketidakstabilan kerja pankreas.
e. Obesitas (terutama pada abdomen)
Dalam konsisi obessitas maka sel-sel beta pankreas
mengalami hipertrofi sehingga mengakibatkan penurunan produksi
insulin.Hipertrofi sendiri disebabkan oleh oleh peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi
sel yang terlalu banyak.
f. Infeksi
Invasi bakteri atau virus kedalam pankreas menyebabkan
rusaknya sel-sel pankreas yang berakibat pada penurunan fungsi
pankreas.
4

3. Diabetes tipe lain


Adalah DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; penyakit pankreas, hormonal,
obat atau bahan kimia, endrokinopati, kelainan reseptor insulin, sindroma
genetik tertentu.
4. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes ini disebabkan karena terjadi resistansi insulin selama kehamilan
dan biasanya kerja insulin akan kembali normal setelah melahirkan (Aini,
2016). Resistansi insulin disebabkan oleh adanya hormon estrogen,
progesterone, prolaktin, dan placenta laktogen. Hormon tersebut
mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas
insulin.Selain itu, dalam kehamilan juga terjadi perubahan metabolisme
endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasaan makanan bagi janin
serta persiapan menyusui. Pada saat menjelang aterm kebutuhan insulin
akan meningkat tiga kali lipat dari keadaan normal. Jika seorang ibu tidak
mampu untuk meningkatkan produksi insulin maka akan terjadi
hipoinsulin dan akan mengakibatkan hiperglikemi (Sukarmin, 2008).
Tabel 2.1 Perbedaan Klasifikasi Diabetes Mellitus
Kelompok Klinis Ciri-ciri yang membedakan
Pasien biasanya kurus
Mengalami penurunan berat badan
Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes
Onset tanda gejala mendadak
Mellitus (IDDM)
Terjadi insulinopenia sebelum usia 30
tahun
Biasanya terjadi pada usia diatas 40
Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes
tahun saat didiagnosis
Mellitus (NIDDM)
Menderita Obesitas
Biasanya disebabkan oleh :
antagonisme hormonal insulin
Diabetes Tipe lain Penghancuran pankreas
Obat-obatan
Infeksi
GDM Terjadi intoleransi glukosa selama
5

kehamilan
Sumber : (David Rubenstein, 2007)
6

C. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
7

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
8

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penderita diabetes melitus meliputi :
(Sukarmin, 2008)
1. Poliuria ( Peningkatan pengeluaran urine ).
2. Polidipsia ( Peningkatan rasa haus ) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluaran air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel, karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik yang sangat pekat. Kemudian dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (Antidiuretik Hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah dan
katabolisme potein otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
9

4. Polifagia ( peningkatan rasa lapar ).


5. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentuk antibodi.
6. Kelainan kulit seperti gatal atau bisul bisul.
7. Kelainan genekologis, seperti keputihan dengan penyebab terutama jamur
candida.
8. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.
9. Kelemahan tubuh yang diakibatkan oleh penurunan produksi energi
metabolik.
10. Luka yang tidak sembuh sembuh, dikarenakan pada penderita diabetes
melitus protein banyak digunakan/diformulasikan untuk kebutuhan energi
sel, sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang
rusak mengalami gangguan. Selain itu, juga disebabkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes
melitus.
11. Pada laki laki terkadang mengeluh impotensi.
12. Mata kabur yang disebabkan oleh hiperglikemi.

E. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes adalah untuk
mengatur kadar glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan
kronis. Penatalaksanaan diabetes melitus menurut Sujono Riyadi & Sukarmin
(2008) yaitu :
1. Obat
Jenis obat obatan pada penderita diabetes melitus meliputi obat
obatan hipoglikemik oral yaitu :
a. Golongan sulfoniluria
Adalah obat yang cara kerjanya merangsang sel beta
pankreas untuk mengeluarkan insulin. Indikasi pemberian, jika berat
badan pasien sekitar 10 % dari berat badan ideal, dengan kebutuhan
insulin kurang dari 40 u/hari, tidak terdapat stress akut seperti infeksi
berat ( Junadi, 1982 ).
b. Golongan Biguanid
10

Adalah obat yang cara kerjanya dengan menurunkan kadar


gula darah menjadi normal. Salah satu obat golongan biguanid yaitu
metformin, dan apabila dikonsumsi memiliki efek samping berupa
anoreksi, nausea, nyeri abdomen, dan diare.
c. Alfa Glukosidase Inhibitor
Adalah obat yang digunakan untuk menghambat kerja insulin
alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemi.
d. Insulin Sensitizing Agent
Adalah obat yang memiliki efek farmakologi meningkatkan
sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemi.
2. Insulin
Terapi insulin untuk penderita diabetes melitus terdapat tiga jenis
insulin menurut cara kerjanya, yaitu :
a. Insulin dengan kerja cepat
Yaitu RI ( Reguler Insulin ), dengan masa kerja 2 4 jam, contohnya
Actrapid.
b. Insulin dengan kerja sedang
NPN dengan masa kerja 6-12jam.
c. Insulin dengan kerja lambat
Yaitu PZI ( Protamme Zinc Insulin ) dengan masa kerja 18 24 jam.
Untuk pasien yang baru pertama kali akan mendapat terapi
insulin sebaiknya diberikan insulin dengan dosis rendah antara 8 20
unit dan disesuaikan dengan reduksi urine serta glukosa darah.
3. Diet
Tujuan dari penatalaksanaan diet pada penderita diabetes melitus
meliputi :
1) Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah yang mendekati
kadar normal.
2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar optimal.
3) Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4) Menigkatkan kualitas hidup.
11

Jumlah kalori yang diperlukan untuk penderita diabetes melitus


yaitu, pertama kita harus mengetahui terlebih dahulu kebutuhan energi
yang dibutuhkan oleh penderita diabetes . Dengan cara menentukan berat
badan ideal dengan rumus ( tinggi badan 100 ) 10% Kg, kemudian kita
menentukan kebutuhan kalori penderita dengan rumus jika wanita BB ideal
x 25 dan untuk laki laki BB ideal x 30. Setelah itu baru kita menentukan
dan menerapkan makanan yang dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes
melitus.
Makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus adalah
makanan yang memiliki sumber serat yang baik seperti buah buahan dan
sayur- sayuran. Dan menghindari makanan yang berlemak terutama lemak
jenuh, menghindari alkohol, tidak mengkonsumsi natrium lebih dari 3 gr
dalam sehari, dan makan secukupnya atau tidak makan sampai
kekenyangan.
4. Olahraga
Pada penderita diabetes melitus dianjurkan untuk berolahraga atau
latihan jasmani secara teratur 3 4 kali dalam satu minggu dengan durasi
sekitar setengah jam. Dikarenakan dengan olahraga teratur dapat
memperbaiki sirkulasi insulin dengan cara meningkatkan dilatasi sel dan
pembuluh darah sehingga membantu memasukkan glukosa ke dalam sel.
Sebelum olahraga atau latihan jasmani dianjurkan untuk makan terlebih
dulu, dan waktu yang paling tepat adalah saat pagi hari. Selain udara
masih sejuk, juga dapat menyegarkan jiwa dan pikiran.
F. DATA PENUNJANG

1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl,
2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penuruna
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
12

8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal


9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.

G. Komplikasi
Menurut Aini, (2016) Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi dua yaitu :
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma Hipoglikemia
Kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa darah kurang dari
60 mg/dL. Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat obat
diabetik yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan
glukosa dalam darah.Sedangkan glukosa yang ada, sebagian besar
difasilitasi untuk masuk ke dalam sel (Sukarmin, 2008). Hipoglikemik
adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-
100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor
atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai
suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa.
Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu
dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang
berlebih.
b. Krisis Hiperglikemia
1) Ketoasidosis
Pada saat tubuh kekurangan insulin maka tubuh tidak mampu
mentranspor glukosa ke dalam sel dan memetabolisme glukosa
seluler, menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber
energi. Lemak akan dipecah menjadi asam aseto asetat, asam beta
hidroksibutirat, dan aseton. Hasil dari pemecahan lemak tersebut
13

adalah keton. Keton yang berlebihan dapat mengakibatkan asidosis


metabolik.
2) Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe-2 akibat tingginya kadar gula darah dan
kekurangan insulin secara relative. Kadar gula yang sangat tinggi,
mengakibatkan dehidrasi hipertonik sehingga terjadi penurunan
komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena pengeluaran urine
yang berlebih.
c. Efek Somogyl
Yaitu penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari, diikuti
peningkatan rebound pada paginya. Penyebabnya adalah kemungkinan
besar berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore harinya.
d. Fenomena Fajar (dawn phenomenon)
Adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5 dan jam 9), referensi
lainnya menyebutkan antara jam 3 dan jam 5 pagi) yang tampaknya
disebabkan oleh peningkatan sirkardian kadar glukosa pada pagi hari.
2. Komplikasi yang bersifat kronik
a. Makroangiopati
Makroangiopati adalah komplikasi diabetes melitus yang terjadi pada
pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan
pembuluh darah otak. Pada pembuluh darah besar dapat mengalami
aterosklerosis yang sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi
makroangiopati seperti penyakit vaskuler otak (stroke), penyakit arteri
koroner, dan penyakit vaskuler perifer (hipertensi, gagal ginjal)
b. Mikroangiopati
Mikroangiopati adalah komplikasi diabetes melitus yang biasanya
terjadi pada pembuluh darah kecil, dan perubahan perubahan
mikrovaskuler yang terjadi yakni penebalan dan kerusakan membran
diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar. Biasanya mirkoangiopati
terjadi pada penderita IDDM seperti retinopati diabetika dan nefropati.
Nefropati terjadi karena adanya perubahan mikrovaskuler pada struktur dan
fungsi ginjal yang menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal. Sedangkan,
retinopati terjadi karena adanya perubahan dalam retina, yang disebabkan
oleh penurunan protein dalam retina. Pada neuropati diabetika, terjadi
14

akumulasi orbital di dalam jaringan dan perubahan metabolik


mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun, sehingga
mengakibatkan terjadi penurunan persepsi terhadap nyeri.
c. Rentan Infeksi infeksi seperti tuberculosis paru, ginggivitis dan infeksi
saluran kemih.
d. Kaki Diabetika
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat
terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangrene, penurunan sensasi dan
hilangnya fungsi saraf sensorik. Semua ini menunjang terjadinya trauma
atau tidak terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangrene.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


15

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan,
agama, suku, alamat, tanggal MRS, nomor register dan ruangan, serta orang
yang bertanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Orang yang terkena diabetes mellitus biasanya mengeluh banyak makan
(polifagi), banyak minum (polidifsi), banyak kencing (poliuri), kesemutan, gatal,
mata kabur, berat badan menurun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan penyakit sekarang
Mulai sebelum ada keluhan sampai timbulnya keluhan yaitu polidifsi,
poliuri, polifagi, berat badan menurun.
b. Riwayat kesehatan penyakit dahulu
Klien biasanya pernah mengalami penyakit diabetes mellitus sebelumnya
atau penyakit keturunan yang lain yang berhubungan dengan diabetes
mellitus seperti obesitas, pencreatitis, dan lain-lain.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus
atau penyakit keturunan lain yang berhubungan dengan diabetes mellitus
seperti syndrom down, syndrom klinofolter, dan lain-lain.
4. Data pengkajian pasien
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :lemah, letih, sulit bergerak / berjalan. Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau istirahat
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas. Letargi / disorientasi, koma. Penurunan kekuatan otot

b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi; DM akut. Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ektremitas. Ulkus pada kaki. Penyembuhan
lama
16

Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi. Nadi


yang menurun atau tidak ada. Distritmia. Krekels (GJK ). Kulit
panas, kering dan kemerahan; bola mata cekung
c. Integritas ego
Gejala :stres tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri,
kesulitan berkemih ( infeksi ). ISK baru / berulang. Nyeri
tekan abdomen. Diare
Tanda : urine encer. Pucat. Kuning; poliuria ( dapat berkembang
menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipovolemia berat ).
Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ). Abdomen keras,
adanya asites. Bising usus lemah dan menurun hiperakif (
diare )
e. Makanan / cairan
Gejala : hilang nafsu makan. Mual / muntah. Tidak mengikuti diet
peningkatan masukan glukosa / karbohidrat. Penurunan
berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu. Haus.
Penggunaan diuretik ( tiazid ).
Tanda : kulit kering / bersisik, turgor jelek. Kekakuan/ distensi
abdomen, muntah. Pembesaran tiroid ( peningkatan
kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah ). Bau
halitosis / manis, bau buah ( nafas aseton )

f. Neurosensori
Gejala : pusing / pening. Sakit kepala. Kesemutan, bebas
kelemahan pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap
lanjut ). Gangguan memori ( bau, masa lalu ); kacau mental.
Refleks tendon dalam (RTD) menurun ( koma ). Aktivitas
kejang ( tahap lanjut dari DKA )
g. Nyeri / kenyamanan
17

Gejala : abdomen yang tegang / nyeri ( sedang atau berat )


Tanda : wajah meringis dengan palpitasi tampak sangat berhati hati
h. Pernapasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
purulen ( tergantung adanya infeksi atau tidak )
Tanda : lapar udara Batuk dengan / tanpa sputum purulen ( infeksi
). Frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis. Kulit rusak, lesi / ulserasi. Menurunnya
kekuatan umum /rentang gerak. Parestesia / paralisis otot
termasuk otot otot pernapasan ( jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam )
j. Seksualitas
Gejala : rabas vagina ( cenderung infeksi ). Masalah impoten pada
pria ; kesulian orgasme pada wanita

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Badan lemah, mata kabur, polifagi, poliuri, kesemutan, berat badan
menurun, hipertensi
b. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku

c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
18

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,


perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
g. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Glukosa darah : meningkat 200 100 mg/dL atau lebih


Aseton plasma ( keton ) : positif secara mencolok
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler )
selanjutnya akan menurun
Forfor : lebih sering menurun
Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2 4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir ( lama hidup SDM ) dan karenanya sangat bermanfaat dalam
membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden
( mis, ISK baru )
Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
HCO3- ( asidosis metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
19

Trombosit darah : Ht mungkin ( dehidrasi );


leukositas;hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stres atau
infeksi
Ureum / kreatin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /
penurunan fungsi ginjal )
Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pangkreatitis akut sebagai penyebab DKA
Insulin darah : mungkin menurun / bahkan tidak ada ( pada tipe I )
atau normal sampai tinggi ( tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin atau gangguan dalam penggunaannya
( endogen / ekstrogen ). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibodi ( autoantibodi )
Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormol tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin
Urin gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolaritas mungkin
meningkat
Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

Diagnosa yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1)
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake
nutrisi (tipe 2)
d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
e. PK: Hipoglikemia
f. PK: Hiperglikemi
g. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
20

RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN (NIC) INTERVENSI (NOC)


1 Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri:
- Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan - Nyeri terkontrol secara komprehensif termasuk
dengan agen - Tingkat kenyamanan lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan ontro
injuri biologis asuhan keperawatan presipitasi.
(penurunan selama 3 x 24 jam, klien 2. Observasi reaksi nonverbal dari
dapat : ketidaknyamanan.
perfusi jaringan
1. Mengontrol nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi
perifer) dengan indikator terapeutik untuk mengetahui
- Mengenal faktor- pengalaman nyeri klien
faktor penyebab sebelumnya.
- Mengenal onset 4. Kontrol ontro lingkungan yang
nyeri mempengaruhi nyeri seperti
- Tindakan suhu ruangan, pencahayaan,
pertolongan non kebisingan.
farmakologi 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
- Menggunakan 6. Pilih dan lakukan penanganan
analgetik nyeri (farmakologis/non
- Melaporkan farmakologis).
gejala-gejala nyeri 7. Ajarkan teknik non
kepada tim farmakologis (relaksasi,
kesehatan. distraksi dll) untuk mengetasi
- Nyeri terkontrol nyeri.
2. Menunjukkan 8. Berikan analgetik untuk
tingkat nyeri, dengan mengurangi nyeri.
indikator: 9. Evaluasi tindakan pengurang
- Melaporkan nyeri nyeri/ontrol nyeri.
- Frekuensi nyeri 10. Kolaborasi dengan dokter bila
- Lamanya episode ada komplain tentang pemberian
nyeri analgetik tidak berhasil.
- Ekspresi nyeri; 11. Monitor penerimaan klien
wajah tentang manajemen nyeri.
- Perubahan
respirasi rate Administrasi analgetik :.
- Perubahan 1. Cek program pemberian
tekanan darah analogetik; jenis, dosis, dan
- Kehilangan nafsu frekuensi.
makan 2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
21

Anda mungkin juga menyukai