DIABETES MELITUS
Aini (2016) , Sujono Riyadi & Sukarmin (2008) mengklasifikasikan diabetes melitus
menjadi empat, yaitu diabetes melitus tipe -1 (diabetes bergantung insulin) dan diabetes
tipe-2 (diabetes tidak bergantung insulin), diabetes tipe lain, serta diabetes karena
kehamilan.
1. Diabetes tipe-1(Insulin Dependent Diabetes Mellitus [IDDM])
Merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel pankreas
sehingga timbul defisiensi insulin absolut. Pada DM tipe-1 sistem imun
tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil
insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu
terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada
menunjukkna bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi
virus tertentu berperan dalam prosesmya. Sekitar 70-80% sel hancur
sebelum timbul gejala klinis. Pasien DM tipe-1 harus menggunakan injeksi
insulin dan menjalankan diet secara secara tepat.
2. Diabetes tipe-2 atau ( Non Insulint Dependent Diabetes Mellitus [NIDM])
1
2
a. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes
melitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan
penurunan produksi insulin.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang
secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Gaya Hidup dan stress
Stres kronis cenderumg membuat seseorang untuk mencari
makanan cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. stres juga meningkatkan
kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi
yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi
membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan
insulin.
d. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama dapat
meningkatkan risiko terkena diabetes. Malnutrsi dapat merusak
pankreas, sedangknan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau
resitansi insulin. Serta pola makan yang tidak teratur atau terlambat
juga dapat mempengaruhi ketidakstabilan kerja pankreas.
e. Obesitas (terutama pada abdomen)
Dalam konsisi obessitas maka sel-sel beta pankreas
mengalami hipertrofi sehingga mengakibatkan penurunan produksi
insulin.Hipertrofi sendiri disebabkan oleh oleh peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi
sel yang terlalu banyak.
f. Infeksi
Invasi bakteri atau virus kedalam pankreas menyebabkan
rusaknya sel-sel pankreas yang berakibat pada penurunan fungsi
pankreas.
4
kehamilan
Sumber : (David Rubenstein, 2007)
6
C. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
7
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
8
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penderita diabetes melitus meliputi :
(Sukarmin, 2008)
1. Poliuria ( Peningkatan pengeluaran urine ).
2. Polidipsia ( Peningkatan rasa haus ) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluaran air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel, karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik yang sangat pekat. Kemudian dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (Antidiuretik Hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah dan
katabolisme potein otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
9
E. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes adalah untuk
mengatur kadar glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan
kronis. Penatalaksanaan diabetes melitus menurut Sujono Riyadi & Sukarmin
(2008) yaitu :
1. Obat
Jenis obat obatan pada penderita diabetes melitus meliputi obat
obatan hipoglikemik oral yaitu :
a. Golongan sulfoniluria
Adalah obat yang cara kerjanya merangsang sel beta
pankreas untuk mengeluarkan insulin. Indikasi pemberian, jika berat
badan pasien sekitar 10 % dari berat badan ideal, dengan kebutuhan
insulin kurang dari 40 u/hari, tidak terdapat stress akut seperti infeksi
berat ( Junadi, 1982 ).
b. Golongan Biguanid
10
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl,
2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penuruna
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
12
G. Komplikasi
Menurut Aini, (2016) Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi dua yaitu :
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma Hipoglikemia
Kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa darah kurang dari
60 mg/dL. Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat obat
diabetik yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan
glukosa dalam darah.Sedangkan glukosa yang ada, sebagian besar
difasilitasi untuk masuk ke dalam sel (Sukarmin, 2008). Hipoglikemik
adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-
100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor
atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai
suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa.
Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu
dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang
berlebih.
b. Krisis Hiperglikemia
1) Ketoasidosis
Pada saat tubuh kekurangan insulin maka tubuh tidak mampu
mentranspor glukosa ke dalam sel dan memetabolisme glukosa
seluler, menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber
energi. Lemak akan dipecah menjadi asam aseto asetat, asam beta
hidroksibutirat, dan aseton. Hasil dari pemecahan lemak tersebut
13
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan,
agama, suku, alamat, tanggal MRS, nomor register dan ruangan, serta orang
yang bertanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Orang yang terkena diabetes mellitus biasanya mengeluh banyak makan
(polifagi), banyak minum (polidifsi), banyak kencing (poliuri), kesemutan, gatal,
mata kabur, berat badan menurun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan penyakit sekarang
Mulai sebelum ada keluhan sampai timbulnya keluhan yaitu polidifsi,
poliuri, polifagi, berat badan menurun.
b. Riwayat kesehatan penyakit dahulu
Klien biasanya pernah mengalami penyakit diabetes mellitus sebelumnya
atau penyakit keturunan yang lain yang berhubungan dengan diabetes
mellitus seperti obesitas, pencreatitis, dan lain-lain.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus
atau penyakit keturunan lain yang berhubungan dengan diabetes mellitus
seperti syndrom down, syndrom klinofolter, dan lain-lain.
4. Data pengkajian pasien
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :lemah, letih, sulit bergerak / berjalan. Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau istirahat
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas. Letargi / disorientasi, koma. Penurunan kekuatan otot
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi; DM akut. Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ektremitas. Ulkus pada kaki. Penyembuhan
lama
16
f. Neurosensori
Gejala : pusing / pening. Sakit kepala. Kesemutan, bebas
kelemahan pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap
lanjut ). Gangguan memori ( bau, masa lalu ); kacau mental.
Refleks tendon dalam (RTD) menurun ( koma ). Aktivitas
kejang ( tahap lanjut dari DKA )
g. Nyeri / kenyamanan
17
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Badan lemah, mata kabur, polifagi, poliuri, kesemutan, berat badan
menurun, hipertensi
b. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
18
6. Pemeriksaan Diagnostik
RENCANA KEPERAWATAN