SKRIPSI
Afifi Mutiarani
NIM. 093224014
SKRIPSI
Oleh:
AFIFI MUTIARANI
NIM. 093224014
Afifi Mutiarani
093224014
ABSTRAK
Afifi Mutiarani
093224014
ABSTRACT
Gambar 2.9 : Perbandingan frekuensi - magnitudo antara daerah 1 dan daerah 2 ... 21
Gambar 2.13 : Plot komulatif gempa vs. magnitude di tiga bagian wilayah yaitu
Gambar 4.1 : Hasil distribusi jumlah gempa bumi terhadap magnitudo tiap 4
tahun ................................................................................... 31
Gambar 4.2 : Distribusi jumlah gempa terhadap magnitude tiap 4 tahun ............... 31
Gambar 4.3 : Grafik Hubungan Frekuensi-Magnitudo wilayah Jawa Barat ........... 34
Jawa ............................................................................. 40
Tabel 4.1 : Distribusi jumlah gempa bumi terhadap magnitudo tiap 4 tahun ........ 30
Tabel 4.2 : Pembagian kelas menurut aturan sturgess wilayah Jawa Barat ........... 32
Tabel 4.3 : Pengolahan data magnitudo terhadap frekuensi wilayah Jawa Barat ... 33
Tabel 4.4 : Pembagian kelas menurut aturan sturgess wilayah Jawa Tengah ........ 35
Tabel 4.5 : Pengolahan data magnitudo terhadap frekuensi wilayah Jawa Tengah 35
Tabel 4.6 : Pembagian kelas menurut aturan sturgess wilayah Jawa Timur .......... 37
Tabel 4.7 : Pengolahan data magnitudo terhadap frekuensi wilayah Jawa Timur.. 37
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB V : PENUTUP
LAMPIRAN ......................................................................................................... 49
BAB I
PENDAHULUAN
bawah permukaan dan 600 km di utara pulau Jawa. Tunjaman lempeng tersebut
pulau Jawa sebagai daerah tektonik aktif dengan tingkat seismisitas yang tinggi.
Bagi para ahli kebumian zona subduksi pulau Jawa merupakan salah satu
wilayah yang menarik untuk diteliti, terutama karena zona ini berpotensi tinggi
untuk terjadinya gempa besar. Dalam dua tahun terakhir IRIS (Incorporated
lain sebagian besar terjadi di pulau Sumatera dan Papua, selebihnya terjadi di
Sulawesi dan Sumbawa. Gempa bumi tersebut dengan kekuatan atau magnitudo
Mw 5,0. Gempa-gempa bumi lain dengan magnitudo yang lebih kecil jumlahnya
lebih besar. Gempa besar tidak hanya merusak kawasan di sekitar gempa tersebut
wilayah yang jauh dari sumber gempa. Gempa bumi besar yang terjadi di wilayah
Jawa, antara lain gempa Banyuwangi 1994, gempa Yogyakarta 27 Mei 2006
dengan episenter 8,260LS, 110,310BT, magnitude 6,8 SR, Gempa Tasikmalaya
pendidikan semakin pesat dan terus dituntut untuk selalu meningkatkan mutu baik
secara kualitas maupun kuantitas. Salah satu penerapan ilmu pengetahuan alam
untuk membandingkan aktivitas seismik antara satu daerah dengan daerah lain.
sebagai ukuran tingkat kegempaan suatu daerah. Parameter seismisitas terdiri dari
percepatan tanah maksimum, dan juga pemetaan gempa antara daerah yang satu
aktivitas stress lokal, dimulai dari studi b-value untuk mengetahui seismotektonik
struktur bawah permukaan berdasarkan data gempa wilayah Jawa Timur dengan
oleh Rohadi (2006), dan analisa statistik seismisitas Sulawesi Selatan dan
magnitudo gempa di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun
1964-2012 ?
gempa di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada tahun 1964-2012;
Manfaat yang diharapkan bisa diambil dari penelitian ini adalah menambah
wawasan bagi peneliti tentang ilmu geofisika, khususnya tentang studi analisa
statistik keadaan seismisitas dan struktur suatu wilayah yang diharapkan dapat
merupakan salah satu daerah rawan gempa. Selain itu, penelitian dan hasil terkait
maupun daerah bahwa wilayah pulau Jawa merupakan salah satu wilayah rawan
gempa yang diharapkan bisa diberikan pelayanan khusus sesuai dengan jenis
sebagai berikut:
1. Data yang diambil pada penelitian ini adalah data parameter gempa bumi dari
antara 0-655 km di pulau Jawa yang berlokasi di 105 hingga 115 Bujur
pulau Jawa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bumi diperkirakan telah terbentuk sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu dan
berbentuk bulat pepat dengan jari-jari 6370 km. Jika bumi diiris maka akan
Rincian penjelasan masing-masing lapisan bumi pada Gambar 2.1 di atas dapat
a. Kerak Bumi
Kerak bumi adalah lapisan terluar bumi yang terbagi menjadi dua
kategori, yaitu kerak samudra dan kerak benua. Kerak samudra mempunyai
sekitar 20-70 km. Dengan demikian tebal lapisan kerak bumi mencapai 70 km
Tebal selimut bumi mencapai 2.900 km dan merupakan lapisan batuan padat.
Selimut bumi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu litosfer, astenosfer, dan
a. Litosfer merupakan lapisan terluar dari selimut bumi dan tersusun atas
km. Bersama-sama dengan kerak bumi, kedua lapisan ini disebut lempeng
litosfer. Litosfer tersusun atas dua lapisan utama, yaitu lapisan sial (silisium
magma.
Inti bumi terdiri dari material cair, dengan penyusun utama logam besi
(90%), dan nikel (8%) yang terdapat pada kedalaman 29005200 km. Lapisan
ini dibedakan menjadi lapisan inti luar dan lapisan inti dalam. Lapisan inti luar
tebalnya sekitar 2.000 km dan terdiri atas besi cair yang suhunya mencapai
2.200oC. Inti dalam merupakan pusat bumi berbentuk bola dengan diameter
sekitar 2.700 km. Inti dalam ini terdiri dari nikel dan besi yang suhunya
atas astenosfer yang cair dan panas. Lapisan terluar bumi kita terbuat dari suatu
lempengan tipis dan keras. Oleh karena itu, lempeng tektonik ini bebas untuk
bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Lempeng tektonik terbentuk oleh
kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra (oceanic crust), dan
lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earths mantle). Kerak benua dan kerak
yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi,
merupakan bagian dari litosfer padat dan terapung di atas mantel ikut bergerak
relatif satu sama lain. Pada bagian bawah litosfer terdapat lapisan batuan cair yang
dinamakan astenosfer. Karena suhu dan tekanan di lapisan astenosfer ini sangat
tinggi, batuan di lapisan ini bergerak mengalir seperti cairan (fluid). Litosfer
terpecah ke dalam beberapa lempeng tektonik yang saling bersinggungan satu
dengan lainnya. Berikut adalah nama-nama lempeng tektonik yang ada di bumi.
a. Batas Divergen
Batas Divergen terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling
menjauh (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer
b. Batas Konvergen
Batas konvergen terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan ke arah
kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama
lain. Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua
atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones).
c. Batas Transform
Batas transform terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak sejajar namun
berlawanan arah. Keduanya tidak saling menjauh maupun saling menumpu. Batas
transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault). Jika dua
lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauh,
saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini berlangsung lambat
dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar 0-15 cm pertahun.
Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi
pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada
lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga
terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi (Oktaviani,
2012).
terjadinya trench (palung laut), yang mana trench di pulau Jawa ini bersifat tegak
lurus atau frontal. Kemudian, pulau Jawa mengalami terjadinya cekungan busur
depan. Cekungan busur depan di pulau Jawa ini tepatnya terbentuk di Jawa bagian
timur. Untuk continental crust, cekungan busur depan ini berkembang di Jawa
bagian barat, sedangkan untuk oceanic crust cekungan busur depan berkembang
mengalami terjadinya cekungan busur tersier, yang mana cekungan ini terbentuk
di sepanjang continental crust pada dasar selat sunda, sedangkan untuk oceanic
crust cekungan ini berkembang sepanjang utara bali dan pulau Flores (Juner,
2011).
gelombang seismik yang dipancarkan oleh suatu sumber energi elastik yang
terjadi pada saat batuan di lokasi sumber gempa tidak mampu menahan gaya yang
ditimbulkan oleh gerak ralatif antar balok batuan, daya tahan batuan menentukan
walaupun relatif sangat kecil. Getaran tersebut tidak dikatakan sebagai gempa
bumi karena sifat getarannya terus menerus, sedangkan gempa bumi memiliki
waktu awal dan akhir yang mana terjadinya sangat jelas (Afnimar, 2009).
Gempa bumi yang merupakan fenomena alam yang bersifat merusak dan
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma yang terjadi sebelum
kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini
Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah
dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan
ke permukaan bumi.
g. Gempa bumi ultra mikro dengan magnitudo lebih kecil dari 1 SR (Malik, 2006).
a. Episenter
bumi, atau dapat disebut juga sebagai titik di permukaan bumi yang didapat
dengan menarik garis tegak lurus pada permukaan bumi. Letak episenter tegak
lurus terhadap hiposenter, dan sekitar daerah ini pada umumnya merupakan
bawah tidak lebih dari 700 km. Gempa bumi dangkal cenderung lebih kuat
dari pada gempa bumi dalam, oleh sebab itu gempa bumi dangkal lebih
Semakin besar energi yang dikeluarkan dari hiposenter maka semakin besar
1) Body Waves
a) Gelombang Kompresi
yaitu 7,5-14 km/detik dan merupakan gelombang pertama yang tercatat pada
statisiun gempa, oleh karena itu dinamakan gelombang primer (gelombang
P).
b) Gelombang Sekunder
karena cairan dan gas tidak mempunyai daya elastisitas untuk kembali ke
bentuk asal, shear wave hanya dapat merambat di medium padat. Gerak
partikelnya bolak bolak-balik dan tegak lurus arah gelombang. Oleh karena
dalam bumi seperti body waves. Kecepatan rambat gelombang ini paling
kecil, oleh karena itu tercatat di stasiun gempa sebagai gelombang paling
akhir. Terdapat dua jenis gelombang permukaan yaitu gelombang love dan
lurus tetapi melingkar, seperti partikel air dalam gelombang laut, tetapi
arahnya berlawanan.
Gambar 2.8 Gelombang Reyleigh dan Love (Elnashai and Sarno, 2008).
c. Intensitas Gempa Bumi
bumi terhadap tingkat kerusakan sarana dan prasarana. Beberapa faktor yang
jarak dari pusat gempa dan sifat batuan. Besarnya intensitas atau kekuatan
gempa bumi diukur dengan suatu alat yang dinamakan seismograf. Data hasil
terkecil. Metode ini menganalisis seberapa jauh hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat. Metode ini juga disebut sebagai suatu analisis statistik yang
memanfaatkan hubungan antara dua variabel atau lebih yang memiliki tingkat
variabel maka digunakan satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Metode ini
Yi bXi
a .(2.2)
n
variabel terikat dari variabel bebas maka diperlukan nilai dari koefesien korelasi.
Pengertian dari analisis korelasi adalah suatu analisis untuk mengetahui kuat
tidaknya hubungan yang terjadi antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Kuat tidaknya hubungan kedua variabel yang berbeda ini diukur dengan koefisien
korelasi dan diberi simbol huruf (r), dimana nilainya antara -1 s/d +1 (-1 < r <
...(2.3)
Keterangan :
Dalam hal ini bila r = 1 atau mendekati satu maka dinyatakan ada hubungan
linear antara magnitudo dengan logaritma frekuensi yang positif sangat kuat.
antara magnitudo dengan logaritma frekuensi gempa yang negatif sangat kuat.
Apabila r = 0 atau mendekati nol maka tidak ada hubungan linear antara
Untuk data gempa nilai r-nya selalu negatif karena nilai magnitudo akan
magnitudo akan semakin besar sedangkan nilai dari frekuensinya akan menjadi
logaritma basis 10. Suatu nilai magnitudo diperoleh sebagai hasil analisis tipe
gelombang seismik tertentu dengan memperhitungkan koreksi jarak stasiun
pencatat ke episenter.
Rumus umum yang banyak dipergunakan untuk tujuan ini berasal dari
rumus empiris yang diturunkan oleh B.Gutenberg dan C.F.Richter (1945) adalah
sebagai berikut.
Log N ( M ) = a bM ................................(2.5)
(Rusdin, 2009).
Keterangan :
N = Frekuensi gempa
M = Magnitudo
a,b = Konstanta
suatu daerah yang sedang diamati, dan nilai ini tergantung dari :
a. Periode pengamatan;
aktivitas seismik yang tinggi, sebaliknya untuk nilai a yang kecil berarti aktivitas
diamati dimana terjadi gempa bumi dan tergantung dari sifat batuan setempat,
maka nilai b dapat menunjukkan tingkat kerapuhan batuan. Makin besar nilai b
skala magnitudo yang berbeda-beda. Skala magnitudo yang digunakan antara lain
adalah suface wave magnitudo (ms), Richter local magnitudo (ML), body wave
harus dikonversi terlebih dahulu menjadi satu skala magnitudo yang sama
subduksi Jawa. Data yang diambil merupakan data gempa bumi dari katalog
NEIC dan BMG di zona subduksi Jawa meliputi batas 6,5o-12o LS dan 105o-115o
metode likelihood.
Gambar 2.10 Distribusi gempa-magnitudo dari kegempaan di wilayah Jawa pada Januari
1973-Oktober 2009 (Rohadi, 2009).
Pada penelitian ini menghasilkan variasi nilai-b di pulau Jawa sebesar 0,5-
2,3 dan nilai-a sebesar 4-13. Hal tersebut digambarkan oleh Rohadi dalam
berikut.
Gambar 2.11 Distribusi nilai-a di wilayah Jawa dari katalog NEIC tahun 1973-2009
(Rohadi, 2009).
Gambar 2.12 Distribusi nilai-b di wilayah Jawa dari katalog NEIC
tahun 1973-2009 (Rohadi, 2009).
stress yang tinggi, sedangkan nilai-b tinggi sebaliknya. Hal ini berarti bahwa
wilayah dengan nilai-b yang rendah berpotensi lebih besar untuk terjadi gempa
bumi dan dapat dipahami karena wilayah dengan nilai-b rendah merupakan
wilayah dimana terakumulasi stress yang belum dilepaskan. Selain itu, wilayah
dengan heterogenitas yang besar berkorelasi dengan nilai-b yang tinggi. Pola
distribusi niali-b dan nilai-a memiliki kesesuaian dimana wilayah dengan nilai-b
seismotektonik dan magnitude antara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pada Gambar 2.8 ditunjukkan bahwa nilai-b di Jawa Barat yaitu 1,21 adalah
tertinggi diantara dua wilayah lainnya, Jawa Tengah (0,744) dan Jawa Timur
(1,15). Dari besar nilai-b dan nilai-a dapat diasumsikan bahwa Jawa Barat
merupakan wilayah paling aktif gempa disusul Jawa Timur dan Jawa Tengah
(Rohadi, 2009).
memiliki hubungan yang kuat terhadap stress di dalam suatu volume batuan
Analisis seismik yang dilakukan di wilayah pulau Jawa pada tahun 1964-
2012 meliputi keaktifan seismik (a-value) dan tingkat kerapuhan batuan (b-value).
Wilayah penelitian terletak pada 105 hingga 114 Bujur Timur dan 6.5 hingga
12 Lintang Selatan yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Pembagian wilayah ini dilakukan untuk mengetahui keadaan
wilayah ini didasarkan koordinat bujur wilayah pulau Jawa. Data yang diambil
dari IRIS katalog ISC dan NEIC diperoleh data dengan berbagai magnitudo.
berbagai magnitudo tersebut diperoleh data sebanyak 1709 dan setelah di konversi
menjadi satu magnitudo yang sama yaitu MW diperoleh data hanya 1023.
Richter
Tabel 4.1 Distribusi jumlah gempa bumi terhadap magnitudo tiap 4 tahun.
5,4 5,7 6,0 6,3 6,6 6,9 7,2 7,5 7,8 8,1
Tahun s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d Total
5,6 5,9 6,2 6,5 6,8 7,1 7,4 7,7 8,0 8,3
1964-1968 9 9 7 0 0 0 0 0 0 0 25
1969-1973 13 11 1 0 1 0 0 0 0 0 26
1974-1978 5 19 11 2 0 0 0 0 1 0 37
1979-1983 11 11 8 2 4 0 0 0 0 0 36
1984-1988 16 17 8 4 1 1 0 0 0 0 47
1989-1993 17 19 11 3 4 0 1 1 0 0 56
1994-1998 55 62 15 13 16 11 4 4 0 0 173
1999-2003 41 18 17 14 13 19 16 4 5 0 147
2004-2008 196 49 34 20 10 5 7 10 9 9 349
2009-2012 33 31 17 26 8 5 0 0 0 0 120
Interval kelas baik tahun maupun magnitudo diperoleh dari aturan sturgess.
Data tersebut merupakan data gempa bumi sebelum pulau Jawa dibagi menjadi 3
bagian. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa gempa besar sering terjadi pada tahun 1994-
2008. Setelah didapatkan jumlah gempa terhadap magnitudo tiap 4 tahun maka
Dari grafik tersebut terlihat bahwasanya gempa bumi sering terjadi pada
tahun 2004-2008. Ini menandakan bahwa aktivitas kegempaan pada tahun 2004-
menembus struktur batuan atau magnitudo yang sering terjadi tiap tahun adalah
5.4-5.7. Rata-rata tiap tahun menunjukkan hasil yang sama mengenai pengaruh
bumi maka semakin kecil frekuensi. Hal ini menandakan antara magnitudo gempa
menjadi 3 bagian yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat periode 1964-
Jawa Barat
Tabel 4.2 Pembagian kelas menurut aturan sturgess wilayah Jawa Barat.
Yi bXi
a = 6,115
n
Dari nilai a dan b yang didapatkan dengan menggunakan metode least square
berikut :
berikut:
gempa bumi yang kuat. Dimana magnitudo berbanding terbalik sangat kuat
dengan frekuensi gempa bumi. Hal ini menandakan semakin besar magnitudo
Nilai kerapuhan batuan (b-value) wilayah Jawa Barat sebesar 0,721 dan
Tabel 4.4 Pembagian kelas menurut aturan sturgess wilayah Jawa Tengah.
Tabel 4.5 Pengolahan data magnitudo terhadap frekuensi wilayah Jawa Tengah.
Yi bXi
a = 5,398
n
Dari nilai a dan b yang didapatkan dengan menggunakan metode least square
berikut :
Nilai r yang negatif dan mendekati -1 ini menandakan bahwa terdapat hubungan
berikut:
gempa bumi yang kuat. Dimana magnitudo berbanding terbalik sangat kuat
dengan frekuensi gempa bumi. Hal ini menandakan semakin besar magnitudo
Nilai kerapuhan batuan (b-value) wilayah Jawa Tengah sebesar 0,65 dan
Jawa Timur
Tabel 4.6 Pembagian kelas menurut aturan sturgess wilayah Jawa Timur.
Tabel 4.7 Pengolahan data magnitudo terhadap frekuensi wilayah Jawa Timur.
Yi bXi
a = 4,913
n
Dari nilai a dan b yang didapatkan dengan menggunakan metode least square
sebagai berikut:
berikut:
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Frekuensi-Magnitudo wilayah Jawa Timur.
gempa bumi yang kuat. Dimana magnitudo berbanding terbalik sangat kuat
dengan frekuensi gempa bumi. Hal ini menandakan semakin besar magnitudo
Nilai kerapuhan batuan (b-value) wilayah Jawa Timur sebesar 0,503 dan
diperoleh Jawa Timur dibandingkan dengan kedua bagian yang lain, menandakan
bahwa batuan di wilayah Jawa Timur masih dalam keadaan rapat (tingkat
kerapuhan kecil) sehingga di wilayah ini lebih berpotensi untuk terjadi gempa
dengan kekuatan yang besar dibandingkan kedua bagian sebaran yang lain.
4.2 Pembahasan
Dari semua hasil yang didapatkan pada setiap bagian didapatkan b-value
tertinggi dimiliki oleh Jawa Barat dengan b-value sebesar 0,721 disusul dengan
Jawa Tengah (0,65) dan Jawa Timur (0,503). Hal ini menandakan bahwa Jawa
Barat memiliki kerapuhan batuan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Perbandingan tingkat kerapuhan batuan antara 3 bagian
Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa wilayah Jawa Timur memiliki aktivitas
seismik yang kecil dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Besar b-value
yang diperoleh sesuai dengan kesimpulan yang telah dituliskan dalam jurnal
Besar kecilnya seismisitas suatu daerah juga dipengaruhi oleh tua atau
mudanya batuan yang terdapat pada wilayah tersebut. Semakin tua umur suatu
batuan maka semakin besar aktifitas seismik yang terjadi. Untuk pulau Jawa,
batuan dasar (Basement) tersusun oleh batuan malihan (matamorfik), serta batuan
beku. Batuan dasar di Jawa barat lebih tua jika dibandingkan dengan batuan di
Jawa Tengah dan Jawa timur, hal ini dikarenakan batuan dasar di Jawa Timur
Pada Gambar 4.7 terlihat bahwa yang digariskan warna merah merupakan
patahan dari batuan dasar, sedangkan yg warna hijau patahan yg telah terlihat
dipermukaan saat ini. Patahan terjadi ketika suatu batuan mengalami retakan
terlebih dahulu, kejadian ini berkaitan erat dengan tekanan dan kekuatan batuan
yang mendapatkan gaya sehingga timbul adanya retakan. Tekanan yang diberikan
mampu memberikan perubahan pada batuan dalam waktu yang sangat lama.
Ketika ini terjadi, maka akan timbul sebuah gaya yang sangat besar yang
Dari data yang diperoleh, maka dapat diperoleh hasil pemetaan sebaran
episenter gempa bumi di wilayah pulau Jawa periode 1964-2012 sebagai berikut :
gempa bumi dan dipetakan dengan menggunakan program ArcView Gis 3.3. Dari
pemetaan tersebut terlihat bahwa wilayah Jawa Timur lebih sering terjadi gempa
dengan magnitudo yang besar dibandingkan dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang telah dibahas pada bab sebelumnya
bahwa wilayah dengan b-value yang rendah berpotensi lebih besar untuk terjadi
gempa bumi. Pada dasarnya sifat penjalaran gelombang seismik bergantung pada
elastisitas batuan yang dilewatinya. Batuan elastis yang mengalami stress maka
tersebut disebut dengan regangan atau dalam ilmu kebumian biasa disebut dengan
kerapuhan batuan. Gelombang seismik yang merambat di batuan yang rapat atau
dibandingkan dengan batuan yang memiliki tingkat kerapuhan batuan yang tinggi.
dalam bumi relatif lama sehingga akumulasi energi yang dihasilkan juga akan
lebih besar. Karena penumpukan energi yang terlalu lama dalam batuan, sehingga
disaat batuan yang rapat tersebut sudah tidak mampu lagi menahannya maka akan
Pada Gambar 4.8 di atas terlihat bahwa gempa banyak terjadi di laut
sebelah selatan pulau Jawa. Seperti yang telah tertera pada lampiran II bahwa jalur
tektonik pada pulau Jawa memang terdapat di selatan pulau Jawa. Penelitian ini
menguatkan analisa Juanita (2002) yang menyatakan bahwa Secara geologi, pulau
Jawa merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan
kerak bumi lanjutan patahan kerak bumi dari pulau Sumatera yang berada dilepas
Dari hasil penelitian dengan menggunakan data gempa tahun 1964-2012 diperoleh
hasil b-value Jawa Barat terbesar yaitu 0,721 dibandingkan Jawa Tengah (0,65)
dan Jawa Timur (0,503). Hasil yang didapatkan tersebut berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rohadi dengan menggunakan data gempa bumi
tahun 1973-2009. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rohadi didapatkan b-value
tertinggi dimiliki oleh Jawa Barat dengan nilai 1,21 dibandingkan dengan wilayah
Jawa Tengah (0,744) dan Jawa Timur (1,15). Hal ini dikarenakan data yang
digunakan berbeda dan magnitudo awal yang digunakan juga berbeda. Namun
penelitian ini terdapat satu kesamaan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Rohadi (2009) yaitu mengenai perbandingan antara aktivitas seismik dengan
tingkat kerapuhan batuan. Dimana dalam hasil analisis yang diperoleh Rohadi
pada data gempa tahun 1973-2009 semakin tinggi tingkat kerapuhan batuan maka
PENUTUP
sebagai berikut :
5.1 Kesimpulan
wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada tahun 1964-2012
menunjukkan hasil yang sama yaitu semakin besar frekuensi maka semakin
2. Wilayah Jawa Barat memiliki tingkat kerapuhan batuan (b-value) yang lebih
besar (0,721) dibandingkan dengan Jawa Tengah (0,65) dan Jawa Timur
(0,503). Hal ini menandakan bahwa wilayah Jawa Barat memiliki tingkat
kerapuhan batuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wilayah Jawa Timur
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dari nilai b-value yang didapatkan, pulau Jawa
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan tepat sasaran maka
diambil maka hasil yang didapatkan memiliki peluang lebih baik dan akurat;
untuk mengetahui manakah metode yang paling akurat untuk analisis statistik