Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

KPSW adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda


persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu (kapita
selekta penatalaksanaan rutin Obstetri Ginekologi dan KB).

KPSW adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai


tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu
sebagaimana mestinya. Sebagian pecahnya ketuban secara dini terjadi
sekitar usia kehamilan 37 minggu ( Manuaba , Ida Bagus Gde. 2007).

KPSW adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan


sebelum onset atau waktu persalinan berlangsung. (Pedoman Diagnosis
dan terapi obstetric dan Ginekologi Rumah Sakit dr Hasan Sadikin,
Bandung, bagian OBGYN FK UNPAD) dibedakan menjadi :

a. PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) : Ketuban


pecah pada saat usia kehamilan <37 minggu.

b. PROM (Premature Rupture of Membranes) : Ketuban pecah pada


saat usia kehamilan >37 minggu.

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses


persalinan berlangsung. KPSW disebabkan oleh karena berkurangnya
kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intar uterin atau oleh
kedua factor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. ( Sarwono
Prawiroharjo,2002)

Hakimi (2003) mendefinisikan KPSW sebagai ketuban yang pecah


spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.
Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka
dapat terjadi infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan
anak.

1. Selaput janin dapat robek dalam kehamilan :

a. spontan karna selaputnya lemah atau kurang terlindung karna


servik terbuka.

b. Karena trauma, karna jatuh, coitus atau alat-alat

c. Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan

2. Gejala

a. Air ketuban mengalir keluar, hingga rahim lebih kecil dari


sesuai dengan tuanya kehamilan konsistensinya lebih keras.

b. Biasanya terjadi persalinan

c. Cairan : hydroohoea amniotica

2.2 Etiologi KPSW


Faktor yang menimbulkan terjadinya KPSW yaitu infeksi vagina
dan serviks, fisiologi selaput ketuban yang abnormal, inkompetensi
serviks, dan devisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin c).
(manuaba, Ida Bagus Gde. 2007)

Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPSW


antara lain:

1. Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban ataupun


asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPSW. Servik yang inkompetensia,
kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
servik uteri (akibat persalinan, curetage). Tekanan intra uterin yang
meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensiuterus)
misalnya trauma, hidramion, gemeli. Trauma oleh beberapa ahli
disepakati sebagai faktor prediksi atau penyebab terjadinya KPSW.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPSW
karena biasanya disertai infeksi. Kelainan letak, misanya sungsang,
sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pinu atas
panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran
bagian bawah.

2. Keadaan sosial ekonomi faktor lain

a. Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak


yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan
termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban

b. Faktor disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu

c. Faktor multi graviditas, merokok dan pendarahan antepartum

d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)

Selain itu menurut (Taufan, Nugroho 2010) Penyebab lainnya


adalah sebagai berikut :

a. Serviks inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh


karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curetage)

b. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidrmion


sehingga mengakibatkan tekanan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang
sehingga tidak ada bagian terendah yng menutupi PAP yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk


PAP (sepalo pelvic disproporsi)

e. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput


ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan
ketuban pecah. ( Amnionitis/Korioamnionitis).

f. Faktor keturunan (ion Cu srum rendah, vitamin c rendah, kelainan


genetik)

g. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan


dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPSW
karena biasanya disertai infeksi.

h. Faktor golongan darah

Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai


dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan
jaringan kulit ketuban.

Faktor resiko dari ketuban Pecah Sebelum Waktunya, antara lain :

1. Kehamilan multiple : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)

2. Riwayat persalinan preterm sebelum : resiko 2-4 kali

3. Tindakan senggama tidak berpengaruh kepada resiko, kecuali jika


perdarahan pervaginam : trimester I (resiko 2x), trimester II / III
(20x) hygiene buruk, beresiko terhadap infeksi.

4. Bakteriuria : resiko 2x (prevalensi 7%)


5. Ph vagina diatas 4,5 : resiko 32%

6. Serviks tipis/kurang dari 39 mm : resiko 25%

2.3 Pengkajian
2.3.1 Subjektif
Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba tiba dari jalan lahir. Cairan berbau
khas, dan juga perlu diperhatikan warna, keluar cairan tersebut his
belum teratur atau belum ada dan belum ada pengeluaran lendir
darah.
2.3.2 Objektif
Inspeksi pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya
cairan dari vagina.
2.5 Diagnosa KPSW
a. Untuk menegakkan diagnosis dapat di ambil pemeriksaan :
1. Inspekulo untuk mengambil cairan pada forniks posterior :
a. Pemeriksaan Lakmus yang akan berubah menjadi biru
sifat basa
b. Fren tes cairan amnion
Jangan lakukan pemeriksaan dalam dengan jari, karena tidak
membantu diagnosa dan dapat mengundang infeksi.
2. Pemeriksaan USG untuk mencari :
1. AFI (amniotic fluid index)
2. Aktivitas janin
3. Pengukuran BB janin
4. DJJ
b. Membuktikan kebenaran ketuban pecah dengan jalan :
1. Aspirasi air ketuban untuk dilakukan :
a. Kultur cairan amnion
b. Pemeriksaan interleukin
c. Alfa fetoprotein
2. Penyuntikan indigo karmin ke dalam amnion serta melihat
dikeluarkannya pervaginal
(Manuaba, Ida Bagus Gde, 2007)
2.6 Penatalaksanaan

Ketuban pecah sebelum waktunya pada usia kehamilan kurang dari


36 minggu, dilakukan tindakan konservatif.

a. Tindakan konservatif adalah istirahat berbaring, pemberian antibiotik,


pematangan paru dan penilaian tanda-tanda infeksi secara klinik
maupun laboratorium.

Manuaba, Ida bagus Gde (2007) dalam tindakan pada ketuban


pecah sebelum waktunya dapat dilakukan dengan 3 tindakan :

1. Konservatif

2. Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga


masa kehamilan dapat diperpanjang

3. Tirah baring dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotik


sehingga dapat menghindari infeksi

4. Antibiotic yang dianjurkan adalah :

a. Ampisilin dosis tinggi : untuk infeksi streptokokus beta

b. Eritromisin dosis tinggi : untuk Chlamidia Trachomatis dan


Ureoplasma

5. Bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi


semakin meningkat sehingga terpaksa harus dilakukan terminasi.

b. Tindakan aktif
Tindakan aktif adalah partus pervaginam dengan atau tanpa
induksi.
Oksitosin, partus pervaginam dengan embriotomi dan seksio
caesarea. Tindakn aktif yang dilaksanakan antara lain :
1. Kehamilan < 32 minggu (taksiran berat janin < 2000 gram)
a. Janin mati dengan letak lintang maupun memanjang
dilakukan partus pervaginam dengan induksi oksitosin.
b. Janin hidup dengan letak memanjang dilakukan partus
pervaginam dengan induksi oksitosin.
c. Janin hidup dengan letak lintang memanjang dilakukan
persalinan dengan seksio sesarea.
2. Kehamilan < 32-36 minggu (taksiran berat janin, 2000-2500 gram)
a. Janin mati jika letak lintang : partus pervaginam dengan
embriotomi. Janin letak memanjang : partus pervaginam
dengan induksi oksitosin.

b. Janin hidup jika letak lintang terdapat prolapsus tali pusat


dilakukan persalinan dengan seksio sesarea. Jika janin
memanjang dilakukan partus pervaginam dengan induksi
oksitosin.

c. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila


gagal seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 50
mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

d. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis


tinggi, dan persalinan di akhiri.

e. Bila skor pelvik < 5 , lakukan pematangan servik,


kemudian di induksi. Jika tidak berhasil lakukan persalinan
dengan seksio sesarea.

f. Bila skor pelvik > 5 , induksi dapat dilakuan.

Anda mungkin juga menyukai