Anda di halaman 1dari 9

2.

3 Farmakologi Klinik Anestesi Inhalasi

2.3.1 Nitrous Oksida (N2O)

Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat dari udara,

serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan dengan zat anestetik

yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan dalam bentuk cair dalam tekanan

tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen anestetik inhalasi lain.

1. Sistem Kardiovaskular

Efek terhadap sistem kardiovaskular dapat dijelaskan melalui tendensinya dalam

menstimulasi sistem simpatis. Meski secara in vitro gas ini menurunkan kontraktilitas otot

jantung, namun secara in vivo tekanan darah arteri, curah jantung, serta frekuensi nadi tidak

mengalami perubahan atau hanya terjadi sedikit peningkatan karena adanya stimulasi

katekolamin, sehingga peredaran darah tidak terganggu (kecuali pada pasien dengan penyakit

jantung koroner atau hipovolemik berat).

2. Sistem Respirasi

Efek terhadap respirasi dari gas ini adalah peningkatan laju napas (takipnea) dan

penurunan volume tidal akibat stimulasi Sistem Saraf Pusat (SSP). N2O dapat menyebabkan

berkurangnya respons pernapasan terhadap CO2 meski hanya diberikan dalam jumlah kecil,

sehingga dapat berdampak serius di ruang pemulihan (pasien jadi lebih lama dalam keadaan

tidak sadar).

3. Sistem Saraf Pusat dan Neuromuskular

Efek terhadap SSP adalah peningkatan aliran darah serebral yang berakibat pada sedikit

peningkatan tekanan intrakranial (TIK). N2O juga meningkatkan konsumsi oksigen serebral.

Efek terhadap neuromuskular tidak seperti agen anestetik inhalasi lain, di mana N2O tidak
menghasilkan efek relaksasi otot, malah dalam konsentrasi tinggi pada ruangan hiperbarik,

N2O menyebabkan rigiditas otot skeletal.

4. Ginjal

Efek terhadap ginjal adalah penurunan aliran darah renal (dengan meningkatkan

resistensi vaskular renal) yang berujung pada penurunan laju filtrasi glomerulus dan jumlah

urin.

5. Hepar dan Gastrointestinal

Efek terhadap hepar adalah penurunan aliran darah hepatik (namun dalam jumlah yang

lebih ringan dibandingkan dengan agen inhalasi lain). Efek terhadap gastrointestinal adalah

adalanya mual muntah pascaoperasi, yang diduga akibat aktivasi dari chemoreceptor trigger

zone dan pusat muntah di medula. Efek ini dapat muncul pada anestesi yang lama.

N2O sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang kuat sehingga kini

hanya dipakai sebagai adjuvan atau pembawa anestetik inhalasi lain karena

kesukarlarutannya ini berguna dalam meningkatkan tekanan parsial sehingga induksi dapat

lebih cepat (setelah induksi dicapai, tekanan parsial diturunkan untuk mempertahankan

anestesia). Dengan perbandingan N2O:O2 = 85:15, induksi cepat dicapai tapi tidak boleh

terlalu lama karena bisa mengakibatkan hipoksia (bisa dicegah dengan pemberian O2 100%

setelah N2O dihentikan). Efek relaksasi otot yang dihasilkan kurang baik sehingga

dibutuhkan obat pelumpuh otot. N2O dieksresikan dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan

sebagian kecil melalui kulit.

Dengan secara ireversibel mengoksidasi atom kobalt pada vitamin B12, N2O

menginhibisi enzim yang tergantung pada vitamin B12, seperti metionin sintetase yang

penting untuk pembentukan myelin, serta thimidilar sintetase yang penting untuk sintesis

DNA. Pemberian yang lama dari gas ini akan menghasilkan depresi sumsum tulang (anemia

megaloblastik) bahkan defisiensi neurologis (neuropati perifer). Oleh karena efek


teratogeniknya, N2O tidak diberikan untuk pasien yang sedang hamil (terbukti pada hewan

coba, belum diketahui efeknya pada manusia).

Kombinasinya dengan agen anestetik inhalasi lain dapat menurunkan MAC agen

inhalasi tersebut sampai 50%, contohnya halotan dari 0,75% menjadi 0,29% atau enfluran

dari 1,68% menjadi 0,6%.

2.3.2 Halotan

Merupakan alkana terhalogenisasi dengan ikatan karbon-florida sehingga bersifat tidak

mudah terbakar atau meledak (meski dicampur oksigen). Halotan berbentuk cairan tidak

berwarna dan berbau enak. Botol berwarna amber dan pengawet timol berguna untuk

menghambat dekomposisi oksidatif spontan. Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek

analgesia lemah, di mana induksi dan tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien

akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Gas ini merupakan agen anestestik inhalasi

paling murah, dan karena keamanannya hingga kini tetap digunakan di dunia.

1. Sistem Kardiovaskular

Halotan menyebabkan 50% depresi tekanan darah dan curah jantung. Halotan dapat

secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah serta menurunkan

aktivitas saraf simpatis. Penurunan tekanan darah terjadi akibat depresi langsung pada

miokard dan penghambatan refleks baroreseptor terhadap hipotensi, meski respons

simpatoadrenal tidak dihambat oleh halotan (sehingga peningkatan PCO2 atau rangsangan

pembedahan tetap memicu respons simpatis). Makin dalam anestesia, makin jelas turunnya

kontraksi miokard, curah jantung, tekanan darah, dan resistensi perifer. Efek bradikardi

disebabkan aktivitas vagal yang meningkat. Automatisitas miokard akibat halotan diperkuat

oleh pemberian agonis adrenergik (epinefrin) yang menyebabkan aritmia jantung. Efek

vasodilatasi yang dihasilkan pada pembuluh darah otot rangka dan otak dapat meningkatkan

aliran darah.
2. Sistem Respirasi

Efek terhadap respirasi adalah pernapasan cepat dan dangkal. Peningkatan laju napas

ini tidak cukup untuk mengimbangi penurunan volume tidal, sehingga ventilasi alveolar turun

dan PaCO2. Depresi napas ini diduga akibat depresi medula (sentral) dan disfungsi otot

interkostal (perifer). Halotan diduga juga sebagai bronkodilator poten, di mana dapat

mencegah bronkospasme pada asma, menghambat salivasi dan fungsi mukosiliar, dengan

relaksasi otot maseter yang cukup baik (sehingga intubasi mudah dilakukan), namun dapat

mengakibatkan hipoksia pascaoperasi dan atelektasis. Efek bronkodilatasi ini bahkan tidak

dihambat oleh propanolol.

3. Sistem Saraf Pusat dan Neuromuskular

Dengan mendilatasi pembuluh darah serebral, halotan menurunkan resistensi vaskular

serebral dan meningkatkan aliran darah otak, sehingga ICP meningkat, namun aktivitas

serebrum berkurang (gambaran EEG melambat dan kebutuhan O2 yang berkurang). Efek

terhadap neuromuskular adalah relaksasi otot skeletal dan meningkatkan kemampuan agen

pelumpuh otot nondepolarisasi, serta memicu hipertermia malignan.

4. Ginjal dan Hati

Efek terhadap ginjal adalah menurunkan aliran darah renal, laju filtrasi glomerulus, dan

jumlah urin, semua ini diakibatkan oleh penurunan tekanan darah arteri dan curah jantung.

Efek terhadap hati adalah penurunan aliran darah hepatik, bahkan dapat menyebabkan

vasospasme arteri hepatik. Selain itu, metabolisme dan klirens dari beberapa obat (fentanil,

fenitoin, verapamil) jadi terganggu.

Eksresi halotan utamanya melalui paru, hanya 20% yang dimetabolisme dalam tubuh

untuk dibuang melalui urin dalam bentuk asam trifluoroasetat, trifluoroetanol, dan bromida.

Halotan dioksidasi di hati oleh isozim sitokrom P-450 menjadi metabolit utamanya, asam

trifluoroasetat. Metabolisme ini dapat dihambat dengan pemberian disulfiram. Bromida,


metabolit oksidatif lain, diduga menjadi penyebab perubahan status mental pascaanestesi.

Disfungsi hepatik pascaoperasi dapat disebabkan oleh: hepatitis viral, perfusi hepatik yang

terganggu, penyakit hati yang mendasari, hipoksia hepatosit, dan sebagainya. Penggunaan

berulang dari halotan dapat menyebabkan nekrosis hati sentrolobular dengan gejala

anoreksia, mual muntah, kadang kemerahan pada kulit disertai eosinofilia.

Halotan dikontraindikasikan pada pasien dengan disfungsi hati, atau pernah mendapat

halotan sebelumnya. Halotan sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien dengan massa

intrakranial (kemungkinan adanya peningkatan TIK). Efek depresi miokard oleh halotan

dapat dieksaserbasi oleh agen penghambat adrenergik (seperti propanolol) dan agen

penghambat kanal ion kalsium (seperti verapamil). Penggunaannya bersama dengan

antidepresan dan inhibitor monoamin oksidase (MAO-I) dihubungkan dengan fluktuasi

tekanan darah dan aritmia. Kombinasi halotan dan aminofilin berakibat aritmia ventrikel.

2.3.3 Isofluran

Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki struktur kimia yang

mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara farmakologis dengan enfluran. Isofluran

berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien menahan

napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana

umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi. Tanda untuk

mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi

napas, serta peningkatan frekuensi denyut jantung.

1. Sistem Kardiovaskular

Secara in vivo, isofluran menyebabkan depresi kardiak minimal, curah jantung dijaga

dengan peningkatan frekuensi nadi. Stimulasi adrenergik meningkatkan aliran darah otot,

menurunkan resistensi vaskular sistemik, dan menurunkan tekanan darah arteri (karena
vasodilatasi). Dilatasi juga terjadi pada pembuluh darah koroner sehingga dipandang lebih

aman untuk pasien dengan penyakit jantung (dibanding halotan atau enfluran), namun

ternyata dapat menyebabkan iskemia miokard akibat coronary steal (pemindahan aliran darah

dari area dengan perfusi buruk ke area yang perfusinya baik).

2. Sistem Respirasi

Efek terhadap respirasi serupa dengan semua agen anestetik inhalasi lain, yakni depresi

napas dan menekan respons ventilasi terhadap hipoksia, selain itu juga berperan sebagai

bronkodilator. Isofluran juga memicu refleks saluran napas yang menyebabkan hipersekresi,

batuk, dan spasme laring yang lebih kuat dibanding enfluran. Isofluran juga mengganggu

fungsi mukosilia sehingga dengan anestesi lama dapat menyebabkan penumpukan mukus di

saluran napas.

3. Sistem Saraf Pusat dan Neuromuskular

Efek terhadap SSP adalah saat konsentrasi lebih besar dari 1 MAC, isofluran dapat

meningkatkan TIK, namun menurunkan kebutuhan oksigen. Efek terhadap neuromuskular

adalah merelaksasi otot skeletal serta meningkatkan efek pelumpuh otot depolarisasi maupun

nondepolarisasi lebih baik dibandingkan enfluran.

4. Ginjal dan Hati

Efek terhadap ginjal adalah menurunkan aliran darah renal, laju filtrasi glomerulus, dan

jumlah urin. Efek terhadap hati adalah menurunkan aliran darah hepatik total (arteri hepatik

dan vena porta), fungsi hati tidak terganggu.

Isofluran dimetabolisme menjadi asam trifluoroasetat, dan meski kadar fluorida serum

meningkat, kadarnya masih di bawah batas yang merusak sel. Belum pernah dilaporkan

adanya gangguan fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan isofluran. Penggunaannya tidak

dianjurkan untuk wanita hamil karena dapat merelaksasi otot polos uterus (perdarahan
persalinan). Penurunan kewaspadaan mental terjadi 2-3 jam sesudah anestesia, tapi tidak

terjadi mual muntah pascaoperasi.

2.3.4 Desfluran

Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben

dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk

desfluran. Dengan struktur yang mirip isofluran, hanya saja atom klorin pada isofluran

diganti oleh fluorin pada desfluran, sehingga kelarutan desfluran lebih rendah (mendekati

N2O) dengan potensi yang juga lebih rendah sehingga memberikan induksi dan pemulihan

yang lebih cepat dibandingkan isofluran (5-10 menit setelah obat dihentikan, pasien sudah

respons terhadap rangsang verbal). Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat

atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme

laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat kali lebih

poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O.

Efek terhadap kardiovaskular desfluran mirip dengan isofluran, hanya saja tidak seperti

isofluran, desfluran tidak meningkatkan aliran darah arteri koroner. Efek terhadap respirasi

adalah penurunan volume tidal dan peningkatan laju napas. Secara keseluruhan terdapat

penurunan ventilasi alveolar sehingga terjadi peningkatan PaCO2. Efek terhadap SSP adalah

vasodilatasi pembuluh darah serebral, sehingga terjadi peningkatan TIK, serta penurunan

konsumsi oksigen oleh otak. Tidak ada laporan nefrotoksik akibat desfluran, begitu juga

dengan fungsi hati.

Desfluran memiliki kontraindikasi berupa hipovolemik berat, hipertermia malignan,

dan hipertensi intrakranial. Desfluran juga dapat meningkatkan kerja obat pelumpuh otot

nondepolarisasi sama halnya seperti isofluran.


2.3.5 Sevofluran

Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan

kadar alveolar yang cepat membuatnya menjadi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi

yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran

dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit.

Sevofluran dapat menurunkan kontraktilitas miokard, namun bersifat ringan. Resistensi

vaskular sistemik dan tekanan darah arterial secara ringan juga mengalami penurunan, namun

lebih sedikit dibandingkan isofluran atau desfluran. Belum ada laporan mengenai coronary

steal oleh karena sevofluran. Agen inhalasi ini dapat mengakibatkan depresi napas, serta

bersifat bronkodilator. Efek terhadap SSP adalah peningkatan TIK, meski beberapa riset

menunjukkan adanya penurunan aliran darah serebral. Kebutuhan otak akan oksigen juga

mengalami penurunan. Efeknya terhadap neuromuskular adalah relaksasi otot yang adekuat

sehingga membantu dilakukannya intubasi pada anak setelah induksi inhalasi. Terhadap

ginjal, sevofluran menurunkan aliran darah renal dalam jumlah sedikit, sedangkan terhadap

hati, sevofluran menurunkan aliran vena porta tapi meningkatkan aliran arteri hepatik,

sehingga menjaga aliran darah dan oksigen untuk hati.

Enzim P-450 memetabolisme sevofluran. Soda lime dapat mendegradasi sevofluran

menjadi produk akhir yang nefrotoksik. Meski kebanyakan riset tidak menghubungkan

sevofluran dengan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi, beberapa ahli tidak menyarankan

pemberian sevofluran pada pasien dengan disfungsi ginjal. Sevofluran juga dapat didegradasi

menjadi hidrogen fluorida oleh logam pada peralatan pabrik, proses pemaketannya dalam

botol kaca, dan faktor lingkungan, di mana hidrogen fluorida ini dapat menyebabkan luka

bakar akibat asam jika terkontak dengan mukosa respiratori. Untuk meminimalisasi hal ini,
ditambahkan air dalam proses pengolahan sevofluran dan pemaketannya menggunakan

kontainer plastik khusus.

Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia maligna, dan

hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik inhalasi lainnya, dapat

meningkatkan kerja pelumpuh otot.

Anda mungkin juga menyukai