Anda di halaman 1dari 9

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bencana alam gempa bumi banyak sekali menelan korban jiwa. Di Indonesia
sendiri sudah terjadi banyak sekali bencana alam gempa bumi yang menyebabkan
banyak korban jiwa antara lain tahun 2005 di Nias ( 685 orang tewas), tahun 2006
di Klaten, Jawa Tengah ( 1045 orang tewas), tahun 2006 di Bantul, Yogyakarta (
4143 orang tewas), dan lain-lain (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2017).
Banyaknya korban jiwa sebenarnya tidak disebabkan oleh terjadinya gempa bumi
tersebut, melainkan oleh runtuhnya bangunan yang menimpa manusia. Di Indonesia
sendiri sudah terdapat berbagai macam jenis bangunan mulai dari bangun rumah
tinggal sederhana hingga gedung-gedung kompleks seperti hotel dan apartemen.
Namun sayangnya, perkembangan pembangunan yang begitu cepat belum
diimbangi dengan kesadaran akan resiko yang terjadi akibat gempa. Bangunan
sederhana seperti ruko (rumah toko) dan rumah tinggal banyak mengalami
kerusakan setelah terjadi gempa. Hal ini terjadi karena bangunan sederhana
biasanya hanya didesain terhadap beban gravitasi saja atau biasa disebut dengan
bangunan gravity load designed (GLD).
Untuk mengurangi resiko gempa tersebut terdapat dua pilihan. Pilihan pertama
adalah dengan menghancurkan bangunan lama (bangunan GLD) kemudian
membangun kembali bangunan baru dan didesain terhadap beban gempa. Pilihan
kedua adalah dengan memberikan perkuatan struktur/retrofit pada bangunan GLD.
Pilihan pertama merupakan pilihan yang memerlukan biaya cukup besar sehingga
kurang cocok diaplikasikan di Indonesia yang merupakan negara berkembang.
Pilihan kedua menjadi jalan keluar yang banyak diambil mengingat biaya yang
diperlukan tidak sebesar biaya yang diperlukan pada pilihan pertama.
Oleh karena itu banyak metode retrofit/perkuatan baru bermunculan dan
dikembangkan, seperti metode bracing, jacketing, dan beberapa metode lainnya.
Masing-masing dari metode yang ada memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pemilihan dari metode retrofit/perkuatan yang dipakai harus disesuaikan dengan

1
Universitas Kristen Petra
faktor-faktor yang ada seperti faktor kekuatan, faktor biaya, faktor kenyamanan,
faktor estetika dan faktor pelaksanaan.
Metode konvensional yang sering digunakan adalah concrete jacketing.
Concrete jacketing adalah pembesaran dimensi kolom atau balok dengan
membungkus kolom atau balok yang lama dengan beton bertulang baru sehingga
kapasitasnya meningkat. Metode ini dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser,
dan daktilitas balok dan kolom. Oleh karena itu, penempatan concrete jacket perlu
diperhatikan agar penyebaran tidak memicu timbulnya ketidakberaturan /
irregularity.
Fiber reinforced polymer (FRP) jacketing merupakan salah satu metode baru
untuk retofit/perkuatan. Dengan menggunakan metode ini, struktur beton bertulang
menjadi lebih kuat dan mampu menahan beban gempa. FRP jacketing merupakan
pengembangan dari metode konvensional jacketing. FRP memiliki banyak
keunggulan, yaitu kekuatan tarik dan modulus elastisitas bahan yang lebih baik,
tidak mudah korosi, ringan, memiliki kemudahan dalam pengerjaannya sehingga
tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan waktu pemasangannya lebih
singkat serta tidak menimbulkan gangguan untuk pengguna bangunan (Iacobucci,
Sheikh, & Bayrak, 2003). Biaya pemeliharaan dari metode ini juga lebih efisien
karena tidak mudah korosi. Kelebihan inilah yang membuat metode FRP jacketing
lebih unggul dibandingkan metode konvensional jacketing lainnya yaitu concrete
jacketing dan steel jacketing.
Salah satu perkembangan metode retrofit/perkuatan adalah konsep desain
damage controlled structure (Huang, Wada, Iwata, & Connor, 2002). Prinsip dari
konsep ini adalah membagi struktur menjadi dua bagian yaitu struktur primer dan
struktur sekunder. Saat terjadi gempa, sebagian besar dari beban gempa yang terjadi
akan diterima oleh struktur sekunder, sedangkan struktur primer tetap bersifat
elastis. Hal ini menyebabkan struktur sekunder rusak terlebih dahulu, sehingga
struktur primer tidak mengalami kerusakan berat. Setelah gempa terjadi, struktur
sekunder yang rusak tadi dapat diganti sementara struktur primer tetap beroperasi.
Dalam perkembangannya, konsep ini dapat dipakai dalam mendesain bangunan
baru ataupun sebagai alternatif untuk perkuatan bangunan GLD.

2
Universitas Kristen Petra
Penggunaan Buckling restrained braces (BRB) untuk retrofit/perkuatan
mengadopsi konsep desain damage controlled structure. BRB sendiri merupakan
perkembangan dari metode retrofit/perkuatan dengan bracing konvensional dimana
bracing konvensional masih dibatasi oleh perilaku tekuk. Pada tahun 1980an, Prof.
Akira Wada bersama Nippon Steel Corporation berhasil menemukan BRB yang
dapat mengatasi keterbatasan pada perilaku tekuk bracing konvensional (Huang,
Wada, Iwata, & Connor, 2002). Salah satu permodelan BRB terdiri dari profil baja
sebagai inti utama yang terbungkus beton dengan tube yang terbuat dari baja
sebagai casing. Beban aksial yang ada ditahan oleh inti baja yang dibantu dengan
beton atau tube baja yang berfungsi sebagai pengaku lateral. Hal inilah yang
membuat BRB memiliki perilaku yang lebih stabil saat menerima beban gempa.
BRB akan berlaku sebagai hysteretic damper pada sistem rangka pemikul
momen. BRB memiliki kemampuan untuk menyerap energi gempa dengan baik
dan memiliki perilaku hysteretic yang stabil. Selain itu, BRB juga memiliki
daktilitas yang baik pula. Oleh karena itu, metode BRB banyak dipakai sebagai
alternatif perkuatan bangunan GLD (Mazzolani, Corte, & Faggiano, 2006).
Sebuah penelitian tentang perkuatan bangunan GLD dengan menggunakan
BRB telah dilakukan oleh Setiono dan Febrianto (2010). Penelitian yang dilakukan
oleh Setiono dan Febrianto (2010) meninjau bangunan GLD 4 lantai dengan
horizontal irregularity dan overhang. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengetahui kinerja dan efisiensi desain perkuatan dengan BRB. Evaluasi kinerja
bangunan terhadap gempa dilakukan dengan analisa nonlinier dinamis time history
secara tiga dimensi dengan program Open System for Earthquake Research Center
Simulation (OpenSees). Hasil analisa menunjukkan bahwa BRB dapat mengurangi
kerusakan bangunan secara signifikan dan drift maksimum bangunan juga semakin
kecil sehingga mengurangi resiko keruntuhan pada bangunan selama gempa terjadi
(Setiono & Febrianto, 2010). Soedargo dan Hutomo (2011) juga pernah melakukan
penelitian tentang perkuatan bangunan GLD dengan menggunakan metode FRP
jacketing dan concrete jacketing. Penelitian ini meninjau ruko empat lantai tidak
beraturan di kota surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas
dari kedua metode tersebut untuk perkuatan bangunan GLD tingkat menengah tidak
beraturan di kota Surabaya. Evaluasi kinerja bangunan terhadap gempa juga

3
Universitas Kristen Petra
dilakukan dengan analisa dinamis nonlinier riwayat waktu tiga dimensi dengan
program OpenSees. Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa metode FRP
jacketing menunjukkan hasil yang lebih baik daripada metode concrete jacketing.
Hal ini terjadi karena perkuatan yang diberikan hanya bersifat lokal tanpa
mengganggu kekakuan struktur global (Soedargo & Hutomo, 2011).
Penelitian terhadap bangunan GLD tidak beraturan perlu diteliti kembali
karena penelitian yang sebelumnya (Setiono & Febrianto, 2010) dan (Soedargo &
Hutomo, 2011) tidak meninjau kegagalan beam-column joint. Padahal
kemungkinan bangunan GLD untuk gagal pada bagian joint kolom dan balok sangat
besar mengingat sengkang yang terpasang masih kurang rapat (Bracci, Reinhorn,
& Mander, 1995). Selain itu, pola keruntuhan dinding bata tidak meninjau interaksi
antara kegagalan in-plane (IP) dan out-of-plane (OOP) akibat beban gempa yang
terjadi secara simultan dalam kedua arah tersebut. Gunay dan Mosalam (2010)
melakukan penelitian tentang permodelan dinding bata yang memperhitungkan
interaksi antara IP dan OOP (Gunay & Mosalam, 2010). Dalam penelitian tersebut
dinding bata dimodelkan dengan interaksi IP dan OOP sehingga permodelan
struktur bangunan GLD dalam menahan beban gempa, khususnya untuk dinding
bata, dapat termodelkan lebih realistis. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
kembali untuk mengembangkan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai
perkuatan bangunan GLD terhadap beban gempa dengan metode concrete
jacketing, FRP jacketing, dan BRB dengan permodelan dinding bata yang lebih
realistis. Selain itu bangunan GLD yang ditinjau berbeda dari penelitian
sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya bangunan GLD yang ditinjau adalah
bangunan ruko empat lantai dengan irregularity. Pada penelitian ini, bangunan
GLD yang ditinjau merupakan bangunan ruko lima lantai dan memiliki irregularity
horisontal dan soft story yang akan dibahas dalam ruang lingkup penelitian. Commented [J1]: Seberapa Soft?
Commented [L2R1]: Ga perlu di ganti deh ws bener mgkn
bapak e salah baca

Commented [L3R1]:

4
Universitas Kristen Petra
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah sejauh
manakah manfaat penggunaan retrofit/perkuatan dengan metode concrete
jacketing, FRP jacketing, dan BRB dalam meningkatkan kinerja bangunan GLD
yang tidak beraturan terhadap gempa.

1.3. Tujuan Penelitian


Mengevaluasi kinerja retrofit dengan metode concrete jacketing, FRP
jacketing, dan BRB terhadap bangunan GLD yang tidak beraturan dalam
menahan beban gempa, dengan contoh bangunan yang ada di wilayah Makasar. Commented [J4]: Aku gak paham kenapa sama bapak e di garis
bawahi
Commented [L5R4]: Entahlah iki bener kok haruse
Commented [L6R4]:
1.4. Manfaat Penelitian
Mengetahui performa atau kinerja bangunan GLD yang tidak beraturan
terhadap gempa, baik sebelum maupun sesudah diperkuat.
Dapat menjadi referensi kepada pengguna untuk mengetahui tentang kinerja
retrofit dengan metode concrete jacketing, FRP jacketing, dan BRB.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini ditinjau bangunan GLD 5 lantai dengan horizontal
irregularity yang berupa torsional irregularity dan soft story. Denah bangunan Commented [J7]: Di tanda tanya bek bapak e. Mungkin suruh
jelasno!
beserta detailnya ditunjukkan pada Gambar 1.1 sampai Gambar 1.6.

5
Universitas Kristen Petra
Gambar 1.1. Denah struktur lantai 1

Gambar 1.2. Denah struktur lantai 2

6
Universitas Kristen Petra
Gambar 1.3 Denah struktur lantai 3

Gambar 1.4. Denah Struktur lantai 4

7
Universitas Kristen Petra
Gambar 1.5 Denah Struktur lantai 5

Gambar 1.6 Tampak samping

8
Universitas Kristen Petra
Data bangunan :
Bangunan 5 tingkat dengan tinggi lantai 1 4m dan tinggi lantai 2-5 3m
Kolom 500 x 500 mm2
Balok Induk 300 x 500 mm2
Tebal plat lantai 150 mm
Tebal plat atap 100 mm
Mutu beton 25 MPa
Evaluasi kinerja terhadap gempa dilakukan dengan model open-frame dan
memperhitungkan pengaruh dinding bata.
Evaluasi kinerja ini dilakukan dengan analisa dinamis 3D nonlinier riwayat
waktu dengan program OpenSees.
Gempa acuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gempa El-Centro 18
Mei 1940 dengan periode ulang 2500 tahun.

9
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai