BAB 6. PEMBAHASAN
1. Tinjauan Pustaka
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan
dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien
melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984). Model tim
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi
sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Metode ini
menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda- beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 23 tim/ group yang terdiri dari tenaga professional,
tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.
Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi.
(Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006):
a. Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat
keputusan tentang prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan
keperawatan. Tanggung jawab ketua tim adalah :
a. Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota
kelompok dan memberikan bimbingan melalui konferensi
d. Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin.
Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara,
158
b. Tujuan
Berdasarkan Modul Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik (PMKK)
(2009), tujuan dari DRK adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan profesionalisme perawat dan bidan
2) Meningkatkan aktualisasi diri
3) Membangkitkan motivasi belajar
4) Wahana untuk menyelesaikan masalah dengan mengacu pada
standar keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan.
5) Belajar untuk menghargai kolega untuk lebih sabar, lebih banyak
mendengarkan, tidak menyalahkan, tidak memojokkan dan
meningkatkan kerja sama.
161
c) Peran fasilitator/moderator
(1)Mempersiapkan ruangan diskusi dengan mengatur posisi tempat
duduk dalam bentuk lingkaran
(2)Membuka pertemuan (mengucapkan selamat datang,
menyampaikan tujuan pertemuan, membuat komitmen bersama
dengan keseluruhan anggota tentang lamanya waktu diskusi
(kontrak waktu) dan menyampaikan tata tertib diskusi)
(3)Mempersilahkan penyaji untuk menyampaikan kasusnya selama
10-20 menit
(4)Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan
pertanyaan secara bergilir selama 30 menit
(5)Mengatur lalu lintas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
peserta dan klarifikasi bila ada yang tidak jelas
(6)Merangkum hasil diskusi
(7)Melakukan refleksi terhadap proses diskusi dengan meminta
peserta untuk menyampaikan pendapat dan komentarnya tentang
diskusi tersebut
(8)Membuat kesimpulan hasil refleksi dan menyampaikan isu-isu
yang muncul
(9)Meminta kesepakatan untuk rencana pertemuan berikutnya
(10) Menutup pertemuan dengan memberikan penghargaan
kepada seluruh peserta dan berjabat tangan dan membuat
164
6.4 Masalah 4 : Belum Adanya Tanda Risiko Jatuh pada Bed Pasien di
Ruang Anggrek di RS Tingkat III Baladhika Husada
1. Tinjauan Pustaka
167
atau sangat tinggi, dan keluarga dapat segera melaporkan jika terjadi
perubahan risiko jatuh yang dialami pasien.
3. Kajian Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Lombogia et al (2016), mendapatkan
hasil bahwa adanya hubungan perilaku perawat dengan kemampuan
melaksanakan patient safety dalam hal pengurangan risiko jatuh pada pasien
di Ruang Anggrekkut IGD RSUP Prof.Kandou Manado. Hasil penelitian
Lombogia (2016) yakni terdapat hubungan perilaku perawat dengan
kemampuan melaksanakan patient safety dalam pengurangan resiko pasien
jatuh di Ruang Anggrekkut IGD RSUP Prof. Kandou Manado, analisis
menggunakan uji Chi-square pada tingkat kemaknaan 95% menunjukkan
nilai p = 0,002. Dan nilai p ini lebih kecil dari a = 0,005 yang menunjukkan
dari 31 responden sebagian besar perawat yang perilakunya baik dengan
kemampuan patient safety dalam pengurangan resiko pasien jatuh berjumlah
14 responden.
4. Asumsi Pelaksana
Ruang Anggrek sudah menjalankan tindakan untuk pasien yang
berisiko jatuh akan tetapi belum berjalan secara optimal. Perawat telah
melakukan pemasangan kancing pada gelang pasien namun dirasa kurang
optimal karena penandaan tersebut tidak tampak bila perawat tidak
mengecek gelang pasien. Maka dari itu diperlukan pemasangan tanda atau
label risiko jatuh tambahan seperti tanda atau label risiko jatuh yang
terpasang dan tergantung pada setiap bed pasien sesuai dengan kriteria
risiko jatuh saat dpengkajian. Serta diperlukan pendidikan kesahatan untuk
keluarga terkait risiko jatuh pasien agar keluarga pasien mengetahui dan
memahami keluarganya yang sakit berada pada risiko jatuh yang rendah,
tinggi ataupun sangat tinggi.
5. Rencana Tindak Lanjut
Setelah dilakukannya implementasi tentang risiko jatuh, perawat
mampu menerapkan penatalaksanaan risiko jatuh dengan baik. Perawat juga
harus mampu memberikan arahan dan pengertian mengenai tanda risiko
jatuh yang telah terpasang pada pasien atau pada bed pasien. Tanda atau
label risiko jatuh diharapkan menjadi salah satu penerapan langkah
170
pencegahan risiko jatuh yang dapat digunakan sectra terus menerus oleh
perawat Ruang Anggrek, serta diharapkan perawat juga mampu menjaga
tanda atau label risiko jatuh itu dengan baik agar dapat terus digunakan
untuk meminimalkan angka kejadia pasien jatuh di rumah sakit.
6. Faktor Penghambat
Petugas kesehatan belum memberikan informasi dengan jelas terkait
fungsi kancing risiko jatuh pasien kepada pasien maupun keluarga sehingga
pasien dan keluarga belum mengerti tentang fungsi gelang yang dipakai
pasien yang menandakan adanya risiko jatuh yang dialami oleh pasien.
Petugas kesehatan belum mengoptimalkan pembuatan alternatif tanda
selain gelang yang terpasang pada pasien, yaitu tanda atau label risiko jatuh
tinggi dan sangat tinggi. Tanda atau label risiko jatuh tinggi dan sangat
tinggi dimaksudkan agar dapat ditempatkan pada tiap-tiap bed pasien
sebagai salah satu upaya untuk mengetahui pasien tersebut termasuk kriteria
risiko jatuh tinggi atau sangat tinggi. Pembuatan tanda atau label tersebut
menjadi terhambat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah
belum dianggarkannya tanda atau label risiko jatuh dari pihak yang
berwenang di rumah sakit.
7. Faktor Pendukung
Setalah dilakukan pelaksanaan pemasangan tanda atau label risiko jatuh
pada pasien sesuai kriteria pasien dengan risiko jatuh tinggi atau sangat
tinggi, selanjutnya hanya diperlukan evaluasi secara berkala apakah
penggunanaan tanda atau label tersebut sudah sesuai dengan kriteria pasien,
dan juga perawatan lanjutan untuk benda tersebut agar dapat digunakan
secara terus menerus.
2. Tinjauan Kasus
Supervisi Bidang Pelayanan Keperawatan di RS Tingkat 3 Baladhika
Husada sudah dilakukan oleh kepala ruangan dan ketua tim akan tetapi
hanya melakukan manager on duty. MOD merupakan pendelegasikan
172
sebagai tim pada saat jam dinas dan diluar jam dinas, dimana biasanya
MOD bertugas pada saat sore sampai pada malam hari manager on duty
yang dilakukan adalah terkait dengan jumlah pasien dan masalah yang ada
pada pasien saat itu.
3. Kajian Penelitian Sebelumnya
Kinerja individu perawat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu individu,
psikologis, dan organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan,
keterampilan, pengetahuan, demografi, dan latar belakang keluarga. Faktor
psikologis terdiri dari persepsi, sikap, motivasi, kepribadian dan belajar.
Faktor organisasi terdiri dari kepemimpinan, struktur, beban kerja, imbalan,
dan supervisi (Gibson dalam Mandagi,2015). Supervisi akan mencapai
tingkat kegunaan yang tinggi apabila kegiatannya dilakukan melalui tiga
prinsip hubungan kemanusiaan, yaitu pengakuan dan penghargaan,
objektivitas, serta kesejawatan. Hubungan kemanusiaan mengisyaratkan
bahwa supervisi dilakukan secara wajar, terbuka, dan partisipatif.
Pengakuan dan penghargaan berkaitan dengan sikap supervisor untuk
mengakui potensi dan penampilan pihak yang disupervisi dan menghargai
bahwa pihak yang disupervisi dapat dan harus mengembangkan diri.
Objektivitas berkaitan dengan informasi dan permasalahan yang telah
ditemukan yang diperlakukan oleh supervisor sebagaimana adanya,
sedangkan upaya pemecahan permasalahan dilakukan secara rasional.
Kesejawatan memberi corak bahwa kegiatan pelayanan dilangsungkan
dalam suasana akrab dan kekerabatan.
6. Faktor Penghambat
a. Belum adanya jadwal supervisi terkait pemberian standar asuhan
keperawatan.
b. Supervisi yang dilakukan masih berupa manager on duty.
c. Belum adanya format supervisi
7. Faktor Pendukung
Kemauan dari pihak Individu dan Ruangan untuk memberikan pelayanan
dan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien