Anda di halaman 1dari 10

UAS BAHASA INDONESIA

NAMA : Ferdina Mahardika

NIM : 21060113060011

JURUSAN : DIII Teknik Elektro

2016
1. a) Anak usia sekolah dasar selalu merasa senang pada hari libur misalnya
hari Minggu. Mereka bersama teman-temannya dapat berenang di sebuah
sungai yang jernih airnya. Tidak sedikit di antara para orangtua selalu merasa
was-was akan datangnya bencana banjir yang tidak diinginkan.
b) Tidak sedikit mahasiswa ingin menguasai satu bidang ilmu tertentu di
akhir masa perkuliahannya. Belajar dan berdoa merupakan dua unsur
perbuatan yang harus dikerjakan oleh setiap mahasiswa. Negara Indonesia
yang tercinta ini, selalu menginginkan lahirnya beberapa sosok ilmuan-ilmuan
baru yang handal dalam satu bidang ilmu tertentu.

2. 1) Adik sedang bermain di halaman bersama teman-temannya.


2) Ibu bertanya kepada adik, Apakah adik sudah mengerjakan tugas ?
3) Jangan bicara kepada siapapun jika aku mencintaimu !

3. Penomoran halaman dilakukan pada seluruh halaman yang ada dalam karya
ilmiah, mulai dari bagaian awal hingga lampiran, kecuali untuk lembar Judul,
Lembar pernyataan, lembar pengesahan, lembar persetujuan serta lembar
pengesahan tim penguji tidak perlu dilakukan penomoran. Adapun ketentuan
penulisan nomor halaman adalah sebagai berikut :

Bagian awal karya ilmiah (halaman pengesahan, halaman pernyataan,


abstrak, riwayat hidup, kata pengantar, daftar isi, daftar table, daftar
gambar, dan daftar lampiran) diberi nomor halaman dengan menggunakan
angka romawi kecil (I, ii, iii, iv, v, dst) dan ditempatkan ditengah bagian
bawah. Halaman judul tidak diberi nomor, tetapi tetap dihitung. Contoh
gambar:
o

jika halaman tersebut terdapat judul bab penomoran halaman diletakkan di


bagian bawah halaman pada posisi di tengah-tengah halaman, sedangkan
apabila halaman tersebut tidak terdapat judul bab maka penomoran
halaman diletakkan di bagian atas halaman pada posisi di sebelah kanan
halaman. Contoh gambar:
o

Bagian tubuh / pokok sampai dengan halaman terakhir pada daftar


pustaka diberi nomor halaman dengan angka arab (1, 2, 3, 4 dst). Nomor
halaman ditempatkan di sebelah kanan atas, dan diketik dengan jarak 3 cm
dari tepi kanan dan 1,5 cm dari tepi atas. Kecuali bab baru yang tidak diisi
nomor halaman. Contoh gambar:

Data yang mendukung penelitian disajikan dalam lampiran yang disajikan


menurut kelompoknya tapi tanpa diberi nomor halaman.

4. Terdapat 4 jenis metode dalam berpidato, berikut jenis dan penjelasanya.


Impromptu ( tanpa naskah/spontan )
Pidato impromptu adalah pidato yang disampaikan tanpa adanya
persiapan dari orang yang akan berpidato. Pada metode impromptu ini
membawakan pidato tanpa persiapan yang hanya mengandalakan
pengalaman dan wawasan. Dalam metode ini, pembicara menggunakan
cara spontanitas (improvisasi). Biasanya, metode ini digunakan untuk
pidato yang sifatnya mendadak dan disajikan menurut kebutuhan saat itu.
Misalnya, ketika Anda datang ke suatu pesta, kemudian Anda diminta
untuk menyampaikan pidato, maka pidato yang Anda sampaikan tanpa
adanya persiapan terlebih dahulu tersebut dinamakan pidato impromtu.
Bagi mereka yang sudah terbiasa berpidato, pidato impromtu ini memiliki
beberapa keuntungan, diantaranya adalah :
Impromtu lebih dapat mengungkapkan perasaan pembicara yang
sebenarnya, karena pembicara tidak memikirkan lebih dulu
pendapat yang disampaikannya.
Gagasan dan pendapatnya datang secara spontan, sehingga tampak
segar dan hidup.
Impromtu memungkinkan Anda terus berpikir.
Namun demikian, impromtu ini memiliki beberapa kelemahan, terutama
bagi pembicara atau orang yang belum terbiasa berpidato. Kelemahan-
kelemahan impromtu tersebut antara lain adalah :
Impromtu dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah karena
dasar pengetahuan yang tidak memadai.
Impromtu mengakibatkan penyampaian yang tersendat-sendat
dan tidak lancer.
Gagasan yang disampaikan bias acak-acakan dan ngawur
Karena tiadanya persiapan, kemungkinan demam panggung
besar sekali.

Pidato Manuskrip ( menggunakan naskah )

Pidato jenis manuskrip ini juga sering disebut pidato dengan


naskah. Orang yang berpidato mmembacakan naskah pidato dari awal
sampai akhir. Pidato jenis manuskrip ini diperlukan oleh tokoh nasional
dan para ilmuwan dalam melaporkan hasil penelitian yang dilakukannya.
Mereka harus berbicara atau berpidato dengan hati-hati, karena kesalahan
pemakaian kata atau kalimat akibatnya bisa lebih luas dan berakibat
negatif. Keuntungan pidato manuskrip antara lain adalah :

Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat


menyampaikan arti yang tepat dan pernyataan yang gamblang.

Pernyataan dapat dihemat, karena manuskrip dapat disusun


kembali.

Kefasihan bicara dapat dicapai, karena kata-kata sudah disiapkan.

Hal-hal yang ngawur atau menyimpang dapat dihindari.

Manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak.

Akan tetapi kalau dilihat dari proses komunikasi, kerugian pidato


manuskrip ini akan lebih berat , di antaranya adalah :
Komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak
berbicara langsung kepada mereka.
Pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga
akan kehilangan gerak dan bersifat kaku.
Umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah,
memperpendek atau memperpanjang pesan.
Pembuatannya lebih lama daripada sekedar menyiapkan garis-
garis besarnya saja.
Agar dapat menghindari berbagai kelemahan dari pidato manuskrip ini,
maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini:
Susunlah lebih dahulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-
bahannya.
Tulislah manuskrip seolah-olah Anda berbicara. Gunakan gaya
percakapan yang lebih informal dan langsung.
Baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan pendengar.
Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas
pinggir yang luas.
Pidato Memoriter ( menghafal )
Pidato jenis ini juga sering disebut sebagai pidato hafalan.
Pembicara atau orang yang akan berpidato menulis semua pesan yang
akan disampaikan dalam sebuah naskah kemudian dihafalkan dan
disampaikan kepada audiens kata-demi kata secara hafalan. Pidato
memoriter ini sering menjadi tidak dapat berjalan dengan baik apabila
pembicara lupa bagian yang akan disampaikan, dan dalam pidato ini
hubungan antara pembicara dengan audiens juga kurang baik.Kekurangan
pidato jenis ini antara lain adalah: tidak terjalin saling hubungan antara
pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu
dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada
usaha mengingat-ingat.

Pidato Ekstemporer
Pidato ekstemporer ini adalah jenis pidato yang paling baik dan
paling banyak digunakan oleh juru pidato yang telah mahir. Dalam pidato
jenis ini, pembicara hanya menyiapkan garis besar (out-line) saja. Dalam
penyampaiannya, pembicara tidak mengingat kata demi kata tetapi
pembicara bebas menyampaikan ide-idenya dengan rambu-rambu garis
besar permasalahan yang telah disusun. Komunikasi yang terjadi antara
pembicara dengan audiensnya dapat berlangsung dengan lebih baik.
Pembicara dapat secara langsung merespons apa yang terjadi di
hadapannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Bagi pembicara yang belum mahir berpidato, pidato jenis
ekstempore ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut di
antaranya adalah: persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru,
pemilihan bahasa yang jelek, kefasihan yang terhambat karena kekurangan
memilih kata dengan segera, kemungkinan menyimpang dari garis besar
pidato (out-line), tentu saja tidak dapat dijadikan bahan penerbitan. Akan
tetapi, kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi dengan banyak
melakukan latihan berpidato.
Perbedaan Format surat dinas dan surat pribadi:

Pada surat resmi atau surat dinas, menggunakan KOP atau kepala surat
yang dikeluarkan dari suatu lembaga atau instansi, sedangkan pada surat
pribadi tidak memerlukan KOP atau kepala surat.
Pada surat resmi menggunakan nomor surat yaitu nomor urutan surat
dikeluarkan, lampiran yang berisi tentang lembaran lain yang disertakan
untuk mendukung surat dalam hal / perihal yaitu
berupa garis besar atau inti isi surat.
Pada surat pribadi, tempat tanggal pembuatan surat ditulis pada pojok
kanan atas dengan bahasa yang tidak baku. Sedangkan pada surat resmi
tanggal surat pembuatan ditulis berada dipojok kanan atas dan sejajar
dengan nomor.
Surat resmi menggunakan ragam bahasa resmi atau baku dan
menyertakan cap atau stempel dari lembaga atau instansi resmi.

5. Daftar Referensi dan Daftar Pustaka

a. Sajian Daftar Referensi


(Departemen Agama RI, 2010: 4)
(Dewi dalam Murni, 2012: 10)
(Effendi, dkk (Ed.), 2012: 7)
(Lado, 2002: 15)
(Muin, 2008: 29)
(Muin, 2010: 21)
(Muin, 2011: 42)
(Muin, 2013: 37)
(Nastiti, 2014: 93)
(Polopo, 2011: 52)
(Pujo, 2005: 22)
(Pujo, 2007: 2)
(Pujo dan Puji Palupi, 2010: 9)
(Sugiarto, 2009: 71)
(Sugiarto dan Slamet S, 2011: 126)
(Sutopo KS, 2013: 2)

b. Sajian Daftar Pustaka


Departemen Agama RI. 2010. Pedoman Menikah. Jakarta:
Departemen Agama RI.
Effendi, Sartono, dkk (Ed.). Buku Bunga Rampai Beginilah
Berbahasa Indonesia yang Baik. Surabaya: Dian.
KS, Sutopo. 2013. Merpati Putih. Yogyakarta: Pelita.
Lado, Robert. 2002. Berpikir Positif. Jakarta: Puspa.
Muin, Mas. 2008. Belajar Menyanyi. Surabaya: Bulan.
-------------. 2010. Belajar Menari. Jakarta: Matahari
-------------. 2011. Belajar Memasak. Yogyakarta: Bintang.
-------------. 2013. Belajar Bela Diri. Semarang: Awan.
Murni, Dewi. 2012. Oh Cintaku. Surabaya: Dian.
Nastiti. 2014. Menjaga Keutuhan Bangsa. Dalam Kompas, 5
April.
Polopo, Sunarji. 2011. Bersatulah Bangsaku. Surabaya: Pelita.
Pujo, Sunarto dan Puji Palupi. 2010. Remaja di Masa Depan.
Dalam Suara Merdeka, 1 April.
Pujo, Sunarto. 2005. Demi Masa Depan. Jakarta: Obor.
Pujo, Sunarto. 2007. Generasi Muda Bangsa. Jakarta: Obor.
Sugiarto, FX dan Slamet S. 2011. Mengenal Negeriku Indonesia.
Semarang: Mas.
Sugiarto, FX. 2009. Mengenal Diri Sendiri. Semarang: Mas.

Anda mungkin juga menyukai