PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indiator di suatu
Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor
penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum
terlaksana (Prawirohardjo, 2005).
Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000
per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per
kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per
kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni
26,9/2000 per kelahiran hidup (Depkes, 2007).
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah hiperbilirubin.
Dimana hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus
kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan
yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai
12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all,
2000). Dampak buruk yang diderita iasanya seperti : kulit berwarna kuning
sampai jingga, klien tampak lemah, urine menjadi berwarna gelap sampai
berwarna coklat dan apabila penyakit ini tidak ditangani dengan segera maka akan
menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yaitu kernicterus (kerusakan pada
otak) yang ditandai dengan bayi tidak mau menghisap, letargi, gerakan tidak
menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku (Suriadi, 2006). Angka kejadian bayi
hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan.
Untuk mengatasi hal tersebut peran perawat sangatlah penting. Peran
perawat sangat berguna untuk memberikan asuhan keperawatan dan kode etik
dalam menangani pasien dengan diagnosa hiperbilirubin.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari hiperbilirubin ?
2. Bagaimanakah etiologi penyakit hiperbilirubin ?
3. Apa sajakah klasifikasi penyakit hiperbilirubin ?
4. Apa sajakah tanda dan gejala penyakit hiperbilirubin ?
5. Bagaimanakah patofisiologi penyakit hiperbilirubin ?
6. Bagaimanakah pathway penyakit hiperbilirubin ?
7. Apa sajakah manisfestasi klinis penyakit hiperbilirubin ?
8. Apa sajakah komplikasi dari penyakit hiperbilirubin ?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan medis penyakit hiperbilirubin ?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan anak sakit hiperbilirubin ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian dari hiperbilirubin
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit hiperbilirubin
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit hiperbilirubin
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit hiperbilirubin
5. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit hiperbilirubin
6. Untuk mengetahui pathway penyakit hiperbilirubin
7. Untuk mengetahui manisfestasi klinis penyakit hiperbilirubin
8. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit hiperbilirubin
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis penyakit hiperbilirubin
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak sakit hiperbilirubin
D. Manfaat
Dengan membaca semua rangkaian yang telah kami kerjakan dalam makalah
ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang penyakit hiperbilirubin yang
meliputi : Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan
hiperbilirubin, etiologi penyakit hiperbilirubin, etiologi penyakit hiperbilirubin,
klasifikasi penyakit hiperbilirubin, tanda dan gejala penyakit hiperbilirubin,
2
patofisiologi penyakit hiperbilirubin, pathway penyakit hiperbilirubin,
manisfestasi klinis penyakit hiperbilirubin, komplikasi dari penyakit
hiperbilirubin, penatalaksanaan medis penyakit hiperbilirubin, dan asuhan
keperawatan anak sakit hiperbilirubin.
E. Metode
Kami mengumpulkan data dengan cara menggunakan metode studi
pustaka dan melalui media internet. Pengumpulan data dan informasi
dilakukan dengan mencari dari sumber referensi dan buku yang berhubungan
dengan Asuhan Keperawatan Anak Sakit meliputi Hiperbilirubin.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hiperbilirubin
Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana
produksi bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Hiperbilirubin adalah warna
kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa akibat akumulasi bilirubin dan
diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus
kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan
yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai
12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all,
2000).
Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa
hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang berlebihan
dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara fisologis, patologis
maupun keduanya.
4
C. Klasifikasi Penyakit Hiperbilirubin
Terdapat 2 jenis hiperbilirubin yaitu yang fisiologis dan patologis :
1. Hiperbilirubin fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi
karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
2. Hiperbilirubin Patologi
5
D. Tanda Dan Gejala Penyakit Hiperbilirubin
Tanda dan gejala hiperbilirubin adalah:
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti
dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
6
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh
enzim asam uridin difosfoglukuronat ~ uridin diphosphoglucuronic acid
(UDPHGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida
yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieleminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membran
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan erine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut-
lemak, tidak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hyperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatic
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatik.
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan
kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat
kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 35 mg/dl selama
minggu ke 2 samapai ke 3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun
10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hyperbilirubinemia akan menurun
berangsur-angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang
lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun
dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI
selama 1 samapai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula mengakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat
dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti
sebelumnya.
Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama
kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara 3 sampai
5 hari sesudah lahir.
7
F. Pathway Penyakit Hiperbilirubin
8
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai
hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
2. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dlihat pada ikterus yang berat.
3. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
2. Penanganan Fototherapy
Fototherapy dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse
pengganti untuk menurunkan bilirubin, memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit.
Fototherapy menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi
9
biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi
jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebutfotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan
albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan
diekskresi ke dalam duodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
bilirubin dapat dikeluarkan melalui urin. Fototherapy mempunyai peranan
dalam mencegah peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab kekuningan dan hemolisis.
Secara umum fototherapy harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4
5 mg/dl pada bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya
ikterus pada hari pertama kelahiran. Mekanisme: menimbulkan dekomposisi
bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut dalam air dan tidak
toksik, yang dikeluarkan melalui urin (urobilinogen) dan feses (sterkobilin).
Terdiri dari 8 10 buah lampu yang tersusun parallel 160 200 watt,
menggunakan cahaya fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak
lebih dari 100 jam. Jarak bayi dan lampu antara 40 50 cm, posisi berbaring
tanpa pakaian, daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat
memantulkan cahaya (karbon, dll), posisi diubah setiap 1-6 jam. Dapat
dilakukan sebelum atau sesudah transfuse tukar.
3. Transfusi pengganti
Transfusi pengganti atau intermediet diindikasikan adanya faktor2:
Titer anti Rh dari 1 : 16 pada ibu
a. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
b. Penyakit hemolisis pada bayi baru lahir perdarahan 24 jam pertama
c. Test Coombs positif
d. Kadar bilirubin direk <3,5 mg/dl pada minggu pertama
e. Serum bilirubin indirek <20 mg/dl pada 48 jam pertama
f. Hb >12 gr/dl
g. Bayi dengan hidrops saat lahir
10
h. Bayi pada resiko terjadi kern ikterus
Tranfusi pengganti digunakan untuk:
a. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan)
terhadap antibody maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (peka)
c. Menghilangkan serum bilirubin
d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan bilirubin.
4. Transfusi tukar
Tujuan: menurunkan kadar bilirubin dan mengganti darah yang
terhemolisis. Indikasi: pada keadaan kadar bilirubin indirek 20 mg/dl atau bila
sudah tidak dapat ditangani dengan fototherapy, kenaikan bilirubin yang cepat
yaitu 0,3-1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung,
atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk (+).
5. Terapi obat
Antibiotic diberikan bila terkait dengan adanya infeksi.
Pada Rh inkompabiliti diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang
dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung
antigen A dan antigen B yang pendek. Setiap 4 8 jam kadar bilirubin harus
dicek. Hb harus diperiksa setiap hari untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mensekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada postnatal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi
bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine hingga menurunkan siklus
enterohepatika.
11
J. Asuhan Keperawatan Anak Sakit Hiperbilirubin
1. Pengkajian
c) Riwayat kehamilan
(1) Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi
berlebihan merupakan predisposisi terjadinya infeksi.
(2) Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan
akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia),
asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.
12
(3) Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan
terjadinya (hypoksia), asodosis yang akan menghambat
konjugasi bilirubin.
(4) Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas
organ tubuh hepar.
(Haws Paulette , 2007)
13
kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari,
memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
e) Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi
lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan
campak.
14
wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam
kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping
fototerapi.
h) Seksualitas : Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi
(SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterus
(LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma kelahiran
dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada
bayi pria dibandingkan perempuan.
15
(6) Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret
merupakan akibat gannguan metabolism bilirubin
enterohepatik.
(7) Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau
kapur akibat gangguan hepar atau atresia saluran empedu.
(8) Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.
(9) Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi
ditunjukan pada turgor tangan jelek, elastisitas menurun.
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan bilirubin serum
16
c) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepartitis dari atresia biliary.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan
defikasi sekunder fototherapi.
b. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
c. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
d. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan
dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
e. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
f. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
g. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,
infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
3. Intervensi Keperawatan
17
Water Loss seimbang 3. Catat jumlah 3. Mengetahui
(IWL) dan 2) Turgor kulit intake dan kecukupan
defikasi baik, tanda vital output , intake
sekunder dalam batas frekuensi dan
fototherapi. normal konsistensi
3) Penurunan BB faeces
tidak lebih dari 4. Pantau turgor 4. Turgor
10 % BBL kulit, tanda- menurun,
tanda vital ( suhu
suhu, HR ) meningkat hr
setiap 4 jam meningkat
adalah tanda-
tanda
dehidrasi
5. Timbang BB 5. Mengetahui
setiap hari kecukupan
cairan dan
nutrisi
18
dingin serta
ekstra minum
3. Kolaborasi 3. Memberi
dengan dokter terapi lebih
bila suhu tetap dini atau
tinggi mencari
penyebab lain
dari
hipertermi
19
berikan baby sehingga
oil atau lotion mencegah
pelembab luka tekan di
daerah
tersebut
5. Kolaborasi 5. Untuk
untuk mencegah
pemeriksaan pemajanan
kadar bilirubin, sinar yang
bila kadar terlalu lama
bilirubin turun
menjadi 7,5
mg% fototerafi
dihentikan
20
an perasaannya
5. Kecemasan Setelah diberikan 1. Kaji 1. Mengetahui
meningkat penjelasan selama pengetahuan tingkat
berhubungan 2x15 menit keluarga pemahaman
dengan therapi diharapkan orang tua tentang keluarga
yang diberikan menyatakan mengerti penyakit tentang
pada bayi. tentang perawatan pasien penyakit
bayi hiperbilirubin 2. Beri 2. Meningkatkan
dan kooperatif pendidikan pemahaman
dalamperawatan. kesehatan tentang keadaan
penyebab dari penyakit
kuning, proses
terapi dan
perawatannya
3. Beri 3. Meningkatkan
pendidikan tanggung jawab
kesehatan dan peran orang
mengenai cara tua dalam
perawatan bayi erawat bayi
dirumah
21
daerah genetal
serta bokong
ditutup dengan
kain yang
dapat
memantulkan
cahaya
usahakan agar
penutup mata
tidak menutupi
hidung dan
bibir
3. Matikan
lampu, buka 3. Pemantauan
penutup mata dini terhadap
untuk mengkaji kerusakan
adanya daerah mata
konjungtivitis
tiap 8 jam
4. Buka penutup
mata setiap 4. Memberi
akan kesempatan
disusukan. pada bayi untuk
kontak mata
5. Ajak bicara dengan ibu
dan beri 5. Memberi rasa
sentuhan setiap aman pada bayi
memberikan
perawatan
22
komplikasi selama 1x24 jam vena umbilikal akses vaskuler
berhubungan diharapkan tranfusi yang 2. Mencegah
dengan tukar dapat dilakukan digunakan trauma pada
tranfusi tukar tanpa komplikasi 2. Basahi vena umbilical
umbilikal
dengan NaCl
selama 30
menit sebelum
melakukan
tindakan
3. Puasakan 3. Mencegah
neonatus 4 jam aspirasi
sebelum
tindakan
4. Pertahankan 4. Mencegah
suhu tubuh hipotermi
sebelum,
selama dan
setelah
prosedur
5. Catat jenis 5. Mencegah
darah ibu dan tertukarnya
Rhesus darah dan reaksi
memastikan tranfusi yang
darah yang berlebihan 0
akan
ditranfusikan
adalah darah
segar
6. Pantau tanda- 6. Meningkatkan
tanda vital, kewaspadaan
adanya terhadap
23
perdarahan, komplikasi dan
gangguan dapat
cairan dan melakukan
elektrolit, tindakan lebih
kejang dini
selama dan
sesudah
tranfusi
7. Jamin 7. Dapat
ketersediaan melakukan
alat-alat tindakan segera
resusitatif bila terjadi
kegawatan
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan
intervensi atau rencana yang telah dibuat sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah dilakukan apakah telah
terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnosa
dan masalah.
24
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tanda dan gejala hiperbilirubin adalah tampak ikterus pada sklera, kuku atau
kulit dan membran mukosa, jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama
disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetik atau infeksi, dan lain-lain. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang
terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin
reduktase, dan agen pereduksi nonezimatik dalam sistem retikuloendotelial.
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk)
kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dlihat pada ikterus yang berat. Penatalaksanaan Medis Penyakit Hiperbilirubin
dapat dilakukan dengan pencegahan, penanganan fototherapy, transfusi pengganti,
transfusi tukar, dan terapi obat. Asuhan keperawatan anak sakit hiperbilirubin
dimulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca mengenai asuhan keperawatan anak sakit hiperbilirubin dimulai dari
pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan medis, pathway, dan asuhan keperawatan anak sakit
asma. Diharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar penyusunan makalah
berikutnya menjadi lebih baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 200., Ilmu Keperawatan Anak Edisi III, Buku Kedokteran,
Jakarta : EGC.
Nursalam, 2008, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan
Bidan), Jakarta: Salemba Medika
Suriadi, Skp. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed.V. Jakarta : CV.
Agung.
Suradi & Yuliani, R. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : ISBN.
26