Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indiator di suatu
Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor
penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum
terlaksana (Prawirohardjo, 2005).
Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000
per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per
kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per
kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni
26,9/2000 per kelahiran hidup (Depkes, 2007).
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah hiperbilirubin.
Dimana hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus
kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan
yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai
12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all,
2000). Dampak buruk yang diderita iasanya seperti : kulit berwarna kuning
sampai jingga, klien tampak lemah, urine menjadi berwarna gelap sampai
berwarna coklat dan apabila penyakit ini tidak ditangani dengan segera maka akan
menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yaitu kernicterus (kerusakan pada
otak) yang ditandai dengan bayi tidak mau menghisap, letargi, gerakan tidak
menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku (Suriadi, 2006). Angka kejadian bayi
hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan.
Untuk mengatasi hal tersebut peran perawat sangatlah penting. Peran
perawat sangat berguna untuk memberikan asuhan keperawatan dan kode etik
dalam menangani pasien dengan diagnosa hiperbilirubin.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari hiperbilirubin ?
2. Bagaimanakah etiologi penyakit hiperbilirubin ?
3. Apa sajakah klasifikasi penyakit hiperbilirubin ?
4. Apa sajakah tanda dan gejala penyakit hiperbilirubin ?
5. Bagaimanakah patofisiologi penyakit hiperbilirubin ?
6. Bagaimanakah pathway penyakit hiperbilirubin ?
7. Apa sajakah manisfestasi klinis penyakit hiperbilirubin ?
8. Apa sajakah komplikasi dari penyakit hiperbilirubin ?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan medis penyakit hiperbilirubin ?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan anak sakit hiperbilirubin ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian dari hiperbilirubin
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit hiperbilirubin
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit hiperbilirubin
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit hiperbilirubin
5. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit hiperbilirubin
6. Untuk mengetahui pathway penyakit hiperbilirubin
7. Untuk mengetahui manisfestasi klinis penyakit hiperbilirubin
8. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit hiperbilirubin
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis penyakit hiperbilirubin
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak sakit hiperbilirubin

D. Manfaat
Dengan membaca semua rangkaian yang telah kami kerjakan dalam makalah
ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang penyakit hiperbilirubin yang
meliputi : Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan
hiperbilirubin, etiologi penyakit hiperbilirubin, etiologi penyakit hiperbilirubin,
klasifikasi penyakit hiperbilirubin, tanda dan gejala penyakit hiperbilirubin,

2
patofisiologi penyakit hiperbilirubin, pathway penyakit hiperbilirubin,
manisfestasi klinis penyakit hiperbilirubin, komplikasi dari penyakit
hiperbilirubin, penatalaksanaan medis penyakit hiperbilirubin, dan asuhan
keperawatan anak sakit hiperbilirubin.

E. Metode
Kami mengumpulkan data dengan cara menggunakan metode studi
pustaka dan melalui media internet. Pengumpulan data dan informasi
dilakukan dengan mencari dari sumber referensi dan buku yang berhubungan
dengan Asuhan Keperawatan Anak Sakit meliputi Hiperbilirubin.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hiperbilirubin
Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana
produksi bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Hiperbilirubin adalah warna
kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa akibat akumulasi bilirubin dan
diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus
kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan
yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai
12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all,
2000).
Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa
hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang berlebihan
dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara fisologis, patologis
maupun keduanya.

B. Etiologi Penyakit Hiperbilirubin


Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena ; polycethemia, isoimmus
hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat
(hemolisis kimia: salisilat, kortokosteroid, klorampenikol), hemolisis
ekstravaskuler; cephalhematoma, ecchymosis. Gangguan fungsi hati; defisiensi
glukoronil transferase, obstruksi empedu / atresia biliari, infeksi, masalah
metabolic; galaktosenu hypothyroidisme, jaundice ASI. Komplikasi; asfiksia,
hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir premature, asidosis.

4
C. Klasifikasi Penyakit Hiperbilirubin
Terdapat 2 jenis hiperbilirubin yaitu yang fisiologis dan patologis :

1. Hiperbilirubin fisiologi

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi
karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :

a. Timbul pada hari kedua dan ketiga


b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

2. Hiperbilirubin Patologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau


kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun
tanda-tandanya sebagai berikut:

a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.


b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
c. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

(Arief ZR, 2009. hlm. 29)

5
D. Tanda Dan Gejala Penyakit Hiperbilirubin
Tanda dan gejala hiperbilirubin adalah:
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti
dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

E. Patofisiologi Penyakit Hiperbilirubin


Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi
nonezimatik dalam sistem retikuloendotelial.
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tidak terkonjugasi diambil oleh
protein intraselula Y protein dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran
darah hepatik dan adanya ikatan protein.

6
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh
enzim asam uridin difosfoglukuronat ~ uridin diphosphoglucuronic acid
(UDPHGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida
yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieleminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membran
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan erine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut-
lemak, tidak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hyperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatic
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatik.
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan
kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat
kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 35 mg/dl selama
minggu ke 2 samapai ke 3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun
10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hyperbilirubinemia akan menurun
berangsur-angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang
lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun
dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI
selama 1 samapai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula mengakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat
dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti
sebelumnya.
Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama
kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara 3 sampai
5 hari sesudah lahir.

7
F. Pathway Penyakit Hiperbilirubin

G. Manisfestasi Klinis Penyakit Hiperbilirubin


1. Tampak ikterus; sclera, kuku, atau kulit dan membran mukosa. Jaundice
yang tampak dalam 24 jam pertama disebakan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetic atau infeksi. Jaundice
yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada

8
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai
hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
2. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dlihat pada ikterus yang berat.
3. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.

H. Komplikasi Dari Penyakit Hiperbilirubin


Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk
keadaan, dan menyebabkan komplikasi;
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking.

I. Penatalaksanaan Medis Penyakit Hiperbilirubin


1. Pencegahan
Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan cara:
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat2an yang dapat meningkatkan ikterus pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfat furazol, oksitosin, dsb.
c. Pencegahan pengobatan hipoksin pada janin dan neonates
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e. Pemberian makanan dini
f. Pencegahan infeksi

2. Penanganan Fototherapy
Fototherapy dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse
pengganti untuk menurunkan bilirubin, memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit.
Fototherapy menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi

9
biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi
jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebutfotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan
albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan
diekskresi ke dalam duodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
bilirubin dapat dikeluarkan melalui urin. Fototherapy mempunyai peranan
dalam mencegah peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab kekuningan dan hemolisis.
Secara umum fototherapy harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4
5 mg/dl pada bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya
ikterus pada hari pertama kelahiran. Mekanisme: menimbulkan dekomposisi
bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut dalam air dan tidak
toksik, yang dikeluarkan melalui urin (urobilinogen) dan feses (sterkobilin).
Terdiri dari 8 10 buah lampu yang tersusun parallel 160 200 watt,
menggunakan cahaya fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak
lebih dari 100 jam. Jarak bayi dan lampu antara 40 50 cm, posisi berbaring
tanpa pakaian, daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat
memantulkan cahaya (karbon, dll), posisi diubah setiap 1-6 jam. Dapat
dilakukan sebelum atau sesudah transfuse tukar.

3. Transfusi pengganti
Transfusi pengganti atau intermediet diindikasikan adanya faktor2:
Titer anti Rh dari 1 : 16 pada ibu
a. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
b. Penyakit hemolisis pada bayi baru lahir perdarahan 24 jam pertama
c. Test Coombs positif
d. Kadar bilirubin direk <3,5 mg/dl pada minggu pertama
e. Serum bilirubin indirek <20 mg/dl pada 48 jam pertama
f. Hb >12 gr/dl
g. Bayi dengan hidrops saat lahir

10
h. Bayi pada resiko terjadi kern ikterus
Tranfusi pengganti digunakan untuk:
a. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan)
terhadap antibody maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (peka)
c. Menghilangkan serum bilirubin
d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan bilirubin.

4. Transfusi tukar
Tujuan: menurunkan kadar bilirubin dan mengganti darah yang
terhemolisis. Indikasi: pada keadaan kadar bilirubin indirek 20 mg/dl atau bila
sudah tidak dapat ditangani dengan fototherapy, kenaikan bilirubin yang cepat
yaitu 0,3-1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung,
atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk (+).

5. Terapi obat
Antibiotic diberikan bila terkait dengan adanya infeksi.
Pada Rh inkompabiliti diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang
dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung
antigen A dan antigen B yang pendek. Setiap 4 8 jam kadar bilirubin harus
dicek. Hb harus diperiksa setiap hari untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mensekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada postnatal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi
bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine hingga menurunkan siklus
enterohepatika.

11
J. Asuhan Keperawatan Anak Sakit Hiperbilirubin
1. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien hiperbilirubin adalah sebagai


berikut:

a. Pengumpulan data subjektif


1) Identitas

Identitas anak dan orang tua : nama, umur, alamat, pekerjaan,


agama, pendidikan, dan lain-lain.

2) Keluhan Utama : keluhan yang dirasakan yang dirasakan klien.


3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama
suhu tubuh. Reflek hisap menurun, BB turun, pemeriksan tonus
otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan, kulit
tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses
dan urine (Cecely Lynn Betz, 2009).

b) Riwayat kesehatan keluarga


Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O
dan anak yang mengalami neonatal icterus yang dini,
kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara
yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau icterus (Haws
Paulettet, 2007).

c) Riwayat kehamilan
(1) Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi
berlebihan merupakan predisposisi terjadinya infeksi.
(2) Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan
akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia),
asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.

12
(3) Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan
terjadinya (hypoksia), asodosis yang akan menghambat
konjugasi bilirubin.
(4) Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas
organ tubuh hepar.
(Haws Paulette , 2007)

d) Riwayat tumbuh kembang


(1) Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan
dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu
umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3
tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun
yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata rata
pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk
perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan
patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 +
77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3
tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-
rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 7,5
cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung
bertambah tinggi.

(2) Tahap perkembangan.


Perkembangan sosial yaitu berada pada fase
Individuation Separation . Dimana sudah bisa
mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di
kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang
tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan
orang lain yang mempunyai permainan yang
mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan

13
kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari,
memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

e) Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi
lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan
campak.

4) Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia


a) Aktivitas / Istirahat : Letargi, malas.
b) Sirkulasi : Mungkin pucat menandakan anemia.
c) Eliminasi : Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin
lambat. Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama
pengeluaran bilirubin. Urin gelap pekat; hitam kecoklatan
(sindrom bayi bronze)
d) Makanan / Cairan : Riwayat perlambatan / makan oral buruk,
mungkin lebih disusui daripada menyusu botol. Pada
umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan
lemah sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi
abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar
e) Neuro sensori : Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada
satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan
trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum,
hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin
terlihat Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung,
fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap
krisis)
f) Pernafasan : kaji apakah ada Riwayat asfiksia
g) Keamanan : Riwayat positif infeksi / sepsis neonates, Dapat
mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan
intracranial, Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah

14
wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam
kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping
fototerapi.
h) Seksualitas : Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi
(SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterus
(LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma kelahiran
dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada
bayi pria dibandingkan perempuan.

b. Pengumpulan data objektif


1) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik umum (K/U: biasanya lesu, biasanya letargi
coma, kesadasaran biasanya apatis sampai koma, TTV, BB,)
b) Pemeriksaan fisik khusus (head to too, meliputi inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkuso)
(1) Kepala, mata dan leher
Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan
seperti : vakum atau terdapat caput. Biasanya dijumpai
ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi icterus dengan melakukan
tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan
kulit bersih (kuning) (Haws, Paulette S.Hasws, 2007).
(2) Hidung : biasanya tampak bersih
(3) Telinga : biasanya tidak terdapat serumen.
(4) Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau
tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus mulut berwarna kuning
(Saifuddin, 2002).
(5) Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga
dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas. Biasanya
status kardiologi menunjukan adanya tachycardia,
khususnya icterus disebabkan oleh adanya infeksi.

15
(6) Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret
merupakan akibat gannguan metabolism bilirubin
enterohepatik.
(7) Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau
kapur akibat gangguan hepar atau atresia saluran empedu.
(8) Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.
(9) Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi
ditunjukan pada turgor tangan jelek, elastisitas menurun.

2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6


mg/dl antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10
mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar
bilirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antar 5 dan 7 hari
kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah
tidak fisiologis. Dari Brown AK dalam Text-books of
Pediatrics 1996: ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan,
bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang
4 sampai 5 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak
10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan premature, bilirubin
indirek munculnya 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl.
Dengan peningkatan kadar bilirubin indirek kurang dari 5
mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih
dari 5 mg/dl perhari, dan kadar bilirubin direk lebih dari 1
mg/dl. Maisets, 1994 dalam Whaley dan Wong 1999:
meningkatnya kadar serum bilirubin total lebih dari 12 sampai
13 mg/dl.

b) Ultrasound untuk mengevakuasi anatomi cabang kantong


empedu.

16
c) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepartitis dari atresia biliary.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan
defikasi sekunder fototherapi.
b. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
c. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
d. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan
dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
e. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
f. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
g. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,
infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.

3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KRITERIA HASIL
1. Risiko/ defisit Setelah diberikan 1. Kaji reflek 1. Mengetahui
volume cairan tindakan perawatan hisap bayi kemampuan
berhubungan selama 3x24 jam hisap bayi
dengan tidak diharapkan tidak 2. Beri minum 2. Menjamin
adekuatnya terjadi deficit volume per keadekuatan
intake cairan, cairan dengan kriteria oral/menyusui intake
serta : bila reflek
peningkatan 1) Jumlah intake hisap adekuat
Insensible dan output

17
Water Loss seimbang 3. Catat jumlah 3. Mengetahui
(IWL) dan 2) Turgor kulit intake dan kecukupan
defikasi baik, tanda vital output , intake
sekunder dalam batas frekuensi dan
fototherapi. normal konsistensi
3) Penurunan BB faeces
tidak lebih dari 4. Pantau turgor 4. Turgor
10 % BBL kulit, tanda- menurun,
tanda vital ( suhu
suhu, HR ) meningkat hr
setiap 4 jam meningkat
adalah tanda-
tanda
dehidrasi

5. Timbang BB 5. Mengetahui
setiap hari kecukupan
cairan dan
nutrisi

2. Risiko / Setelah diberikan 1. Observasi suhu 1. Suhu


hipertermi tindakan perawatan tubuh ( aksilla terpantau
berhubungan selama 3x24 jam ) setiap 4 - 6 secara rutin
dengan efek diharapkan tidak jam
fototerapi terjadi hipertermi
dengan kriteria suhu
2. Matikan lampu
aksilla stabil antara
sementara bila 2. Mengurangi
36,5-37 0 C.
terjadi pajanan sinar
kenaikan suhu, sementara
dan berikan
kompres

18
dingin serta
ekstra minum

3. Kolaborasi 3. Memberi
dengan dokter terapi lebih
bila suhu tetap dini atau
tinggi mencari
penyebab lain
dari
hipertermi

3. Risiko Setelah diberikan 1. Kaji warna 1. Mengetahui


/Gangguan tindakan perawatan kulit tiap 8 jam adanya
integritas kulit selama 3x24 jam perubahan
berhubungan diharapkan tidak warna kulit
dengan terjadi gangguan 2. Ubah posisi 2. Mencegah
ekskresi integritas kulit dengan setiap 2 jam penekanan
bilirubin, efek kriteria : kulit pada
fototerapi 1) tidak terjadi daerah
decubitus tertentu dalam
2) Kulit bersih dan waktu lama
lembab 3. Masase daerah 3. Melancarkan
yang menonjol peredaran
darah
sehingga
mencegah
luka tekan di
daerah
tersebut
4. Jaga 4. Melancarkan
kebersihan peredaran
kulit bayi dan darah

19
berikan baby sehingga
oil atau lotion mencegah
pelembab luka tekan di
daerah
tersebut
5. Kolaborasi 5. Untuk
untuk mencegah
pemeriksaan pemajanan
kadar bilirubin, sinar yang
bila kadar terlalu lama
bilirubin turun
menjadi 7,5
mg% fototerafi
dihentikan

4. Gangguan Setelah diberikan 1. Bawa bayi ke 1. Mempererat


parenting tindakan perawatan ibu untuk kontak sosial
(perubahan selama 3x24 jam disusui ibu dan bayi
peran diharapkan orang tua 2. Buka tutup 2. Untuk
orangtua) dan bayi menunjukan mata saat stimulasi sosial
berhubungan tingkah laku disusui dengan ibu
dengan Attachment , orang 3. Anjurkan 3. Mempererat
perpisahan dan tua dapat orangtua untuk kontak dan
penghalangan mengekspresikan mengajak stimulasi social
untuk gabung. ketidak mengertian bicara anaknya
proses Bounding. 4. Libatkan orang 4. Meningkatkan
tua dalam peran orangtua
perawatan bila untuk merawat
memungkinkan bayi
5. Dorong orang 5. Mengurangi
tua beban psikis
mengekspresik orangtua

20
an perasaannya
5. Kecemasan Setelah diberikan 1. Kaji 1. Mengetahui
meningkat penjelasan selama pengetahuan tingkat
berhubungan 2x15 menit keluarga pemahaman
dengan therapi diharapkan orang tua tentang keluarga
yang diberikan menyatakan mengerti penyakit tentang
pada bayi. tentang perawatan pasien penyakit
bayi hiperbilirubin 2. Beri 2. Meningkatkan
dan kooperatif pendidikan pemahaman
dalamperawatan. kesehatan tentang keadaan
penyebab dari penyakit
kuning, proses
terapi dan
perawatannya
3. Beri 3. Meningkatkan
pendidikan tanggung jawab
kesehatan dan peran orang
mengenai cara tua dalam
perawatan bayi erawat bayi
dirumah

6. Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tempatkan 1. Mencegah


injury tindakan perawatan neonatus pada iritasi yang
berhubungan selama 3x24 jam jarak 40-45 cm berlebihan
dengan efek diharapkan tidak dari sumber
fototherapi terjadi injury akibat cahaya
fototerapi ( misal ; 2. Biarkan
konjungtivitis, neonatus dalam 2. Mencegah
kerusakan jaringan keadaan paparan sinar
kornea ) telanjang, pada daerah
kecuali pada yang sensitive
mata dan

21
daerah genetal
serta bokong
ditutup dengan
kain yang
dapat
memantulkan
cahaya
usahakan agar
penutup mata
tidak menutupi
hidung dan
bibir
3. Matikan
lampu, buka 3. Pemantauan
penutup mata dini terhadap
untuk mengkaji kerusakan
adanya daerah mata
konjungtivitis
tiap 8 jam
4. Buka penutup
mata setiap 4. Memberi
akan kesempatan
disusukan. pada bayi untuk
kontak mata
5. Ajak bicara dengan ibu
dan beri 5. Memberi rasa
sentuhan setiap aman pada bayi
memberikan
perawatan

7. Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Catat kondisi 1. Menjamin


terhadap tindakan perawatan umbilikal jika keadekuatan

22
komplikasi selama 1x24 jam vena umbilikal akses vaskuler
berhubungan diharapkan tranfusi yang 2. Mencegah
dengan tukar dapat dilakukan digunakan trauma pada
tranfusi tukar tanpa komplikasi 2. Basahi vena umbilical
umbilikal
dengan NaCl
selama 30
menit sebelum
melakukan
tindakan
3. Puasakan 3. Mencegah
neonatus 4 jam aspirasi
sebelum
tindakan
4. Pertahankan 4. Mencegah
suhu tubuh hipotermi
sebelum,
selama dan
setelah
prosedur
5. Catat jenis 5. Mencegah
darah ibu dan tertukarnya
Rhesus darah dan reaksi
memastikan tranfusi yang
darah yang berlebihan 0
akan
ditranfusikan
adalah darah
segar
6. Pantau tanda- 6. Meningkatkan
tanda vital, kewaspadaan
adanya terhadap

23
perdarahan, komplikasi dan
gangguan dapat
cairan dan melakukan
elektrolit, tindakan lebih
kejang dini
selama dan
sesudah
tranfusi
7. Jamin 7. Dapat
ketersediaan melakukan
alat-alat tindakan segera
resusitatif bila terjadi
kegawatan

4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan
intervensi atau rencana yang telah dibuat sebelumnya.

5. Evaluasi
Evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah dilakukan apakah telah
terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnosa
dan masalah.

24
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana


produksi bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Peningkatan bilirubin dapat
terjadi karena ; polycethemia, isoimmus hemolytic disease, kelainan struktur dan
enzim sel darah merah, keracunan obat, hemolisis ekstravaskuler;
cephalhematoma, ecchymosis. Gangguan fungsi hati. Terdapat 2 jenis
hiperbilirubin yaitu yang fisiologis dan patologis.

Tanda dan gejala hiperbilirubin adalah tampak ikterus pada sklera, kuku atau
kulit dan membran mukosa, jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama
disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetik atau infeksi, dan lain-lain. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang
terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin
reduktase, dan agen pereduksi nonezimatik dalam sistem retikuloendotelial.

Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk)
kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dlihat pada ikterus yang berat. Penatalaksanaan Medis Penyakit Hiperbilirubin
dapat dilakukan dengan pencegahan, penanganan fototherapy, transfusi pengganti,
transfusi tukar, dan terapi obat. Asuhan keperawatan anak sakit hiperbilirubin
dimulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca mengenai asuhan keperawatan anak sakit hiperbilirubin dimulai dari
pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan medis, pathway, dan asuhan keperawatan anak sakit
asma. Diharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar penyusunan makalah
berikutnya menjadi lebih baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

Alimul aziz, 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak, Surabaya: salemba


Medika.

Carpenito, L.J. 200., Ilmu Keperawatan Anak Edisi III, Buku Kedokteran,
Jakarta : EGC.

Nursalam, 2008, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan
Bidan), Jakarta: Salemba Medika

Suriadi, Skp. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed.V. Jakarta : CV.
Agung.

Suradi & Yuliani, R. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : ISBN.

26

Anda mungkin juga menyukai