Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2017


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KERATITIS PUNGTATA

OLEH :

HAJAR ASTUTI ASMAUN


10542 0285 11

PEMBIMBING :

dr. RAHASIAH TAUFIK, Sp.M (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Hajar Astuti Asmaun

NIM : 10542 0285 11

Kasus : Keratitis Pungtata

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juni 2017


Pembimbing

(dr. Rahasiah Taufik, Sp.M (K))

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. IS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 33 tahun

Agama : Islam

Suku : Makassar

Alamat : BTN Tamarunang Indah, Gowa

No. RM : 101649

Tgl. Pemeriksaan : 05 Mei 2017

Tempat Pemeriksaan : Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)

Pemeriksa : Hajar Astuti Asmaun

Supervisor : dr. Purnamanita Syawal,Sp.M

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Perih pada kedua mata

Anamnesis Terpimpin : Pasien laki-laki, 33 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata

Masyarakat (BKMM) dengan keluhan terasa perih pada kedua mata yang dirasakan

sejak 2 bulan yang lalu. Rasa perih dirasakan lebih berat pada mata kiri dibandingkan

pada mata kanan pasien. Pasien juga mengeluh adanya penglihatan kabur, silau

ketika melihat cahaya, dan mata berair sejak 2 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien

telah berobat ke Klinik Lacasino pada bulan April 2017 dan diberikan pengobatan

3
tetes mata C. Xitrol 4 kali sehari selama + 2 minggu sebelum akhirnya dirujuk ke

BKMM. Riwayat mata merah ada, yaitu sekitar 2 bulan yang lalu, dan membaik

sejak pasien berobat. Riwayat demam tidak ada, riwayat benda asing masuk mata (-).

Riwayat merokok ada, sejak + 10 tahun yang lalu, sebanyak + 1 bungkus perhari.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Riw. HT (-), Riw. DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial :
Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien.
Riwayat Pemakaian Kacamata : Tidak Ada
Riwayat Pengobatan : Tetes mata C. Xitrol 4 kali sehari selama 2 minggu

C. STATUS GENERAL

Kesadaran : Kuantitatif : compos mentis.

Kualitatif : baik, tidak berubah.

Tekanan Darah : 110/70 mmHg.

Nadi : 84 x/menit.

Suhu : 36,6oC.

Respirasi Rate : 20x/ menit

D. STATUS LOKALISASI OFTALMOLOGIS

1. Pemeriksaan Inspeksi

OD OS

4
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (+)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Bola Mata Normal Normal


Mekanisme Muskular Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Kornea Kesan Keruh Kesan Keruh


Bilik Mata Depan Kesan Normal Kesan Normal
Iris Coklat Coklat
Pupil Kesan Bulat Kesan Bulat
Lensa Jernih Jernih

2. Pemeriksaan Palpasi
Palpasi OD OS
TIO Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)

5
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri

Tidak dilakukan pemeriksaan.

4. Visus

VOD : 20/25 (tidak dikoreksi).

VOS : 20/30 (tidak dikoreksi).

5. Pemeriksaan Slit Lamp

SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), flouren (+), infiltrat (+) berbentuk pungtat

tersebar di seluruh kornea, iris coklat kripte, pupil bulat sentral, RC (+), lensa

jernih.

SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), flouren (+), infiltrat (+) berbentuk pungtat

tersebar di seluruh kornea, iris coklat kripte, pupil bulat sentral, RC (+), lensa

jernih.

6
6. Pemeriksaan Funduskopi

FOD : tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi

FOS : tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi

E. RESUME
Seorang pasien laki laki datang ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar

(BKMM) dengan keluhan terasa perih pada kedua mata yang dirasakan sejak 2 bulan

yang lalu. Rasa perih dirasakan lebih berat pada mata kiri dibandingkan pada mata

kanan pasien. Pasien juga mengeluh adanya penglihatan kabur, silau ketika melihat

cahaya, dan mata berair sejak 2 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien telah berobat ke

Klinik Lacasino pada bulan April 2017 dan diberikan pengobatan tetes mata C. Xitrol

4 kali sehari selama + 2 minggu sebelum akhirnya dirujuk ke BKMM. Riwayat mata

merah ada, yaitu sekitar 2 bulan yang lalu, dan membaik sejak pasien berobat.

Riwayat demam (-), riwayat benda asing masuk mata (-). Riwayat merokok ada,

sejak + 10 tahun yang lalu, sebanyak + 1 bungkus perhari. Riwayat penggunaan

xitrol ada, rasa perih pada mata dirasakan berkurang tetapi tidak menghilang.

Riwayat HT (-), Riwayat DM (-), Riwayat pemakaian kacamata (-).

7
Pada inspeksi ditemukan adanya lakrimasi dan kornea kesan keruh di kedua mata

pasien, pada pemeriksaan visus ditemukan VOD : 20/25 (tidak dikoreksi) dan VOS :

20/30 (tidak dikoreksi), pada pemeriksaan slitlamp ditemukan adanya flouren dan

infiltrat berbentuk pungtat yang tersebar di seluruh kornea di kedua mata pasien.

F. DIAGNOSIS KERJA

ODS Keratitis Pungtata Ulseratif

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Uveitis Anterior

2. Glaukoma Akut

H. TERAPI

Medikamentosa

- Oral :

R/ Doksisiklin 100 mg 2 dd 1 tab

R/ Becom C 1 dd 1 tab

- Topikal :

R/ C. Tobro ED 4 dd 1 tts

R/ Repithel ED 6 dd 1 tts

Non-Medikamentosa

Bebat Mata (OS)

I. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam


Quo ad sanationam : dubia
Quo ad functionam : dubia

8
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam

J. DISKUSI

Pasien didiagnosis dengan Keratitis, berdasarkan anamnesis dengan keluhan kedua

mata terasa perih disertai penglihatan kabur, silau ketika melihat cahaya, dan mata

berair yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Berdasarkan teori Keratitis, didapatkan

gejala subjektif seperti fotofobia, lakrimasi, blefarospasme, dan gangguan visus serta

gejala objektif berupa adanya lakrimasi dan kornea kesan keruh pada kedua mata pasien

yang didapatkan pada pemeriksaan inspeksi, adanya fluoren dan infiltrat berbentuk

pungtat yang tersebar di seluruh kornea pada kedua mata pasien yang didapatkan pada

pemeriksaan slit lamp.

9
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea

yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Radang kornea (keratitis) biasanya

diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena seperti keratitis superficial,

intertisial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya

air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberikan topikal dan reaksi

terhadap konjungtivitis menahun. Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa

silau, dan merasa kelilipan. Keratitis Pungtata merupakan keratitis yang terkumpul di

daerah membran Bowman dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus.3

B. ANATOMI KORNEA

Kornea (cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata yang berperan sebagai

media refraksi, merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan

jaringan yang menutup bola mata bagian depan.1

10
Kornea orang dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65

mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. diameter horizontal kornea rata- rata

orang dewasa adalah 11,75 mm dan diameter vertikalnya rata-rata 10,66 mm.1

Gambar 1. Lapisan Kornea

Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling berhubungan, yaitu

lapisan epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel dikonjungtiva bulbi), membran

bowman, stroma, membran descement dan lapisan endotel.2

1. Lapisan epitel terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih, 1 lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat

mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi sel sayap dan semakin

maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal

disampingnya dan sel polygonal didepanya melalui dermosom dan macula eklude,

ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan

11
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.2,3

2. Membran bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian stroma. Lapisan ini

tidak mempunyai daya regenerasi. 2,3

3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar 1 dengan

lainya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer

serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu

lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Stroma ini adalah merupakan sekitar

90% dari ketebalan kornea. 2,3

4. Membran descemet yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki

tampilan yang homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis

dengan mikroskop eloktron akibat perbedaan struktur antara bagian pra dan

pascanasalnya. Saat lahir, tebalnya sekitar 3 m dan terus menebal selama hidup,

mencapai 10-12 m. 2,3

5. Lapisan endotel terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya

sampai 4060 mm. endotel tidak mempunyai daya regenerasi. 2,3

12
Gambar 2. Lapisan Kornea Normal

Suplai nutrisi kornea berasal dari pembuluh pembuluh darah konjungtiva,

episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus korneosklera serta dari humor aquos

dan air mata. Kornea itu sendiri bersifat avaskuler. Saraf-saraf sensorik kornea

didapatkan dari cabang pertama (opthalmicus) nervus kranialis V (trigeminus).2,3,4

C. FISIOLOGI KORNEA

Bentuk kornea bundar melengkung seperti kaca arloji. Pembiasan cahaya terkuat

dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan masuk kornea.

Pembiasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam

bentuk dan kejernihan kornea akan mengganggu pembentukan bayangan yang baik pada

retina.5

13
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang

uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif

jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh

fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih

penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh

lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan

edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya

menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan menghilang bila sel-sel

epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan

hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain

dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan

keadaan dehidrasi.4

D. EPIDEMIOLOGI

Sekitar 25.000 dari penduduk Amerika Serikat mendapatkan keratitis infeksi.

Insiden dari keratitis mikrobial dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak rata-rata

sebanyak 2 sampai 4 infeksi dari 10.000 pengguna lensa kontak dan sebanyak 10

sampai 20 infeksi dari 10.000 pengguna lensa kontak dengan penggunaan yang

berkepanjangan. Pada satu penelitian, keratitis merupakan penyebab kedua terbanyak

(24,5%) untuk tindakan keratoplasti setelah edema kornea (24,8%).6

E. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

14
Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti

blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak,

lagopthalmus, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif

topical maupun sistemik.4,7

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan,

oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan.

Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air

mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta

kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.3,4,7

Kerattitis pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada

moluskum kontangiosum, akne rosasea, herpes simplex, herpes zoster, blefaritis

neuroparalitik, infeksi virus, trakoma dan trauma radiasi, dry eyes, lagoftalmus,

keracunan obat seperti neomisin, tobramisin, dan bahan pengawet lainnya. Organisme

penyebab tersering oleh bakteri Stap. Aureus, Staphylococcus aeroginosa, Virus

tersering oleh HSV 1 & 2, serta jamur dan mikroorganisme lainnya.3,7

Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam

kornea. Tetapi kalau epitel terkena trauma dan rusak, maka membran Bowman menjadi

kultur yang sangat baik untuk bermacam-macam mikroorganisme, terutama

Pseudomonas Aeruginosa. Membran Descemet menahan mikroorganisme tetapi tidak

terhadap jamur. Sreptokokus pneumonia adalah merupakan bakteri pathogen kornea,

pathogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang

immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7

15
Karena kornea merupakan bangunan yang avaskuler, maka pertahanan pada waktu

peradangan tidak bereaksi dengan cepat, seperti jaringan lain yang mengandung banyak

vaskularisasi. Sehingga badan kornea, wandering cells dan sel-sel lainnya yang terdapat

di dalam stroma kornea akan segera bekerja sebagai makrofag yang kemudian akan

disusul dengan terjadinya dilatasi dari pembuluh darah yang terdapat di limbus dan akan

tampak sebagai injeksi perikornea. Kemudian akan terjadi infiltrasi dari sel-sel

mononuklear, sel plasma dan sel polimorfonuklear yang akan mengakibatkan timbulnya

infiltrat yang selanjutnya dapat berkembang dengan terjadinya kerusakan epitel dan

timbullah ulkus (tukak) kornea. Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat

pada membarana descemet yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele

yang dimana hanya membarana descement yang intak. Ketika penyakit semakin

progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal

ini disebut ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah

secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata

akan menjadi lunak.7

Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan

parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma.

F. KLASIFIKASI

1. Berdasarkan Etiologi

a. Keratitis Bakterial

Banyak jenis ulkus kornea bakteri yang mirip satu sama lain dan hanya

bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang

16
disebabkan oleh bakteri oportunistik (mis., Streptococcus alfa-hemolytycus,

S.aureus, S.epidermidis, Nocardia, dan M.fortuitum-chelonei), yang

menimbulkan ulkus kornea indolen yang cenderung menyebar perlahan dan

superfisial. Gejala pada keratitis bakterial sama dengan keratitis pada umumnya,

namun pada infeksi bakteri akan ada cairan yang mengandung pus (nanah).4

b. Keratitis Virus

Penyebab keratitis virus paling sering disebabkan oleh virus Herpes

Simpleks dan virus Varicella-Zooster. Di mana, dari pembagiannya sendiri,

Keratitis virus terbagi atas dua bentuk, yakni bentuk primer dan rekurens.

Keratitis ini merupakan penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab

kebutaan kornea paling umum di Amerika. Gejala pada keratitis virus, umumnya

disertai gejala penyerta seperti demam dan kelemahan pada tubuh.4

c. Keratitis Jamur

Keratitis jamur, yang pernah banyak dijumpai paa pekerja pertanian, kini

makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan sejak mulai dipakainya

obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Gejala dari keratitis jamur ialah

ditemukan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan yang nyata pada

bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya menginfiltrasi

tempat-tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama). Di bawah lesi utama- dan

juga lesi-lesi satelit sering terdapat plak endotel disertai reaksi bilik mata depan

yang hebat. Abses kornea sering dijumpai. 4

d. Keratitis Parasit

Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat dalam air

17
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh

Acanthamoeba biasanya dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak. Infeksi

ini juga ditemukan pada individu bukan pemakai lensa kontak setelah terpapar

air atau tanah yang tercemar. 4

e. Keratitis Alergi

1) Keratokonjungtivitis flikten

Keratokonjungtivitis flikten merupakan radang kornea dan konjuntiva

yang merupakan reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang

sudah sensitif terhadap antigen. Dahulu diduga disebabkan alergi terhadap

tuberkuloprotein. Sekarang diduga juga alergi terhadap jenis kuman lain.

Untuk diketahui penyebabnya sebaiknya dicari penyebab alerginya. Pada

benjolan akan terjadi penimbuhan sel limfoid. Secara histopatologik

ditemukan sel eosinofil dan tidak pernah ditemukan basil tuberkulosis.

Terdapat daerah yang bewarna keputihan yang merupakan degenerasi hialin.

Terdapat pengelupasan lapis sel tanduk epitel kornea. Mata akan membiarkan

gejala lakrimasi dan fotofobia disertai sakit. Bentuk keratitis dengan

gambaran yang bermacam-macam, dengan ditemukannya infiltrat dan

neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristiknya adalah dengan

terbentuknya papul atau pustul pada kornea ataupun konjungtiva. Pada mata

terdapat flikten pada kornea berupa tenjolan berbatas tegas berwarna putih

keabuan, dengan atau tanpa neovaskularisasi yang menuju ke arah benjolan

tersebut.4

2) Keratitis Faskularis

18
Keratitis dengan pembetukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus

ke arah kornea. Biasanya berupa tukak kornea akibat flikten yang menjalar ke

daerah sentral disertai fasikulus pembuluh darah. Dapat berbentuk flikten

multipel di sekitar limbus ataupun ulkus cincin, yang merupakan gabungan

ulkus cincin.4

3) Keratokonjungtivitis Vernal

Merupakan penyakit rekuren, dengan peradangan tarsus dan konjungtiva

bilateral. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi didapatkan terutama pada musim

panas dan mengenai anak sebelum berusia 14 tahun, terutama laki-laki lebih

sering dibandingkan perempuan. Pasien umumnya mengeluh gatal, biasanya

disertai riwayat alergi keluarga atau dari pasien itu sendiri, blefarospasme,

fotofobia, penglihtan kabur, dan kotoran mata berserat-serat. Sering ditemukan

hipertrofi papil yang kadang-kadang berbentuk Cobble stone pada kelopak atas

dan konjungtiva daerah limbus.4

2. Berdasarkan Jenis

Menurut lapisan kornea yang terkena keratitis terbagi menjadi keratitis

superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda

atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan

stroma. 4

a. Keratitis Superfisial terbagi menjadi:

1) Keratitis Epitelial

a) Keratitis Pungtata

Merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman

19
dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata dapat

bersifat ulseratif maupun non-ulseratif yang dibedakan dengan

menggunakan tes flourescent, dimana tes fluorescent positif

menandakan adanya keratits pungtata ulseratif. Keratitis pungtata

disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum

kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, blefaritis,

keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes, trakoma, radiasi, trauma,

lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan

pengawet lain. Mata biasanya terasa nyeri, berair, merah, peka terhadap

cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit kabur. 4

b) Keratitis Herpetis

Disebabkan oleh herpes simplex dan herpes zoster. Keratitis Herpetis

yang disebabkan oleh herpes simplex dibagi dalam 2 bentuk yaitu

epitelial dan stroma.Yang murni epitelial adalah dendritik sedangkan

stromal adalah diskiformis. Pada yang epitelial kerusakan terjadi aibat

pembelahan virus di dalam sel epitel yang akan mengakibatkan

kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superficial.8

c) Infeksi Herpes Zoster

Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti N.Nasosiliaris

terkena, maka biasanya timbul kelainan di kornea, di mana

sensibilitasnya menurun tetapi penderita tidak menderita sakit. Keadaan

ini disebut anestesia dolorosa. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat,

letak subepitel, disertai injeksi perikornea. Infiltrat ini dapat mengalami

20
ulserasi yang sukar sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini dapat bersatu

membentuk keratitis disiformis. Kadang juga tampak edema kornea

disertai lipatan-lipatan dari membran Descement.8

2) Keratitis Subepitelial

a) Keratitis Numularis, dari Dimmer

Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak jelas,

di kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana ditengahnya

lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan

sikatrik yang ringan.3

b) Keratitis Disiformis dari Westhoff

Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau Jawa.

Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di

kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari

pada dipinggir. Umumnya menyerang pada usia 15-30 tahun.3

3) Keratitis Stromal

a) Keratitis Neuroparalitik

Terjadi akibat gangguan pada saraf trigeminus yang mengakibatkan

gangguan sensibilitas dan metabolisme kornea. Berdasarkan

penelitian sering terjadi setelah keratitis herpetis berulang dan infeksi

herpes zoster. Keratitis neuroparalitik juga dapat terjadi setelah

operasi tumor di mata. Keratitis pungtata seringkali merupakan tanda

awal dari keratitis neuroparalitik. Gejala khas pada keratitis

21
neuroparalitik adalah infiltrat berbentuk bulat atau oval dan tampak

bertumpuk di pinggir / tepinya.3,4,8

b) Keratitis et Lagoftalmus

Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada

ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma di

mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang

terkena adalah kornea bagian bawah.3,8

4) Keratitis Profunda

a) Keratitis Interstisial

Terminologi ini digunakan untuk setiap keratitis yang mengenai

stroma kornea tanpa keterlibatan epitel. Penyebab klasik tersering adalah

sifilis, mengakibatkan jaringan parut stroma bagian tengah dengan

gambaran pembuluh darah (hantu). Mungkin diperlukan cangkok

kornea bila opasitas kornea bermakna dan tajam penglihatan berkurang.3

b) Keratitis Sklerotikans

Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian

temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan

dari keratitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di

kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk segitiga di stroma bagian

dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat di sklera.3

c) Keratitis Disiformis

Penyebabnya herpes simpleks, banyak yang menduga dasarnya

adalah reaksi alergi terhadap virusnya. Bersifat unilateral dan

22
berlangsung beberapa bulan. Biasanya timbul bila pada kerusakan primer

yang diberikan pengobatan dengan Iodium atau dalam pengobatan

dahulu pernah diberi kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di lapisan

dalam kornea, di pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah.

Sensibilitas kornea menurun. Hampir tidak pernah disertai

neovasklarisasi. Kadang-kadang sembuh dengan meninnggalkan

kekeruhan yang tetap.3

G. GEJALA KLINIS

Gejala Subjektif

Nyeri, Trias Keratitis (fotofobia, lakrimasi,dan blefarospasme) dan Gangguan

visus. 3,4

Gejala Objektif

Adanya infiltrat, neovaskularisasi, injeksi siliaris/prekornea, kongesti jaringan

yang lebih dalam. 3,4

H. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Anamnesis di ungkapkan adanya riwayat trauma (benda asing dan abrasi

merupakan dua lesi yang paling umum pada kornea), riwayat penyakit kornea juga

bermanfaat, tanyakan gejala untuk membedakan jenis keratitis, tanyakan juga

pemakaian obat lokal.7,9

23
Keluhan utama: Tanyakan kepada klien adanya keluhan seperti nyeri, mata

berair, mata merah, silau dan sekret pada mata. 7,9

Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi

mengenai penurunan tajam penglihatan, trauma pada mata, riwayat gejala penyakit

mata seperti nyeri meliputi lokasi, awitan, durasi, upaya mengurangi dan beratnya,

pusing, silau. 7,9

Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami

klien seperti diabetes mellitus, herpes zooster, herpes simpleks. 7,9

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan pada keratitis

dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat

menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan

inspeksi biasa. 7,9

Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea,

apabila tidak terdapat dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi terang.

Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementra memindahkan cahaya

dengan hati-hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi

dari defek kornea dapat terlihat. 7,9

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium dilakukan kultur dari flora kornea dilakukan

selama terjadinya inflamasi aktif. 7

b) Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk

mendokementasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas. 7

24
I. DIAGNOSIS BANDING

Glaukoma Akut

Mata merah dengan penglihatan turun mendadak merupakan Glaukoma sudut

tertutup akut. Glaukoma sudut tertutup akut ditandai dengan tekanan intraokular

yang meningkat secara mendadak, dan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun dengan

sudut bilik mata sempit. Cairan mata yang berada di belakang iris tidak dapat

mengalir melalui pupil sehingga mendorong iris ke depan, mencegah keluarnya

cairan mata melalui sudut bilik mata (mekanisme blokade pupil). Pada glaukoma

primer sudut tertutup akut terdapat anamnesa yang khas sekali berupa nyeri pada

mata yang mendapat serangan yang berlangsung beberapa jam dan hilang setelah

tidur sebentar. melihat pelangi (halo) sekitar lampu dan keadaan ini merupakan

stadium prodromal. Terdapat gejala gastrointestinal berupa enek dan muntah yang

kadang-kadang mengaburkan gejala daripada serangan glaukoma akut. Serangan

glaukoma akut yang terjadi secara tiba-tiba dengan rasa sakit hebat di mata dan

kepala, perasaan mual dengan muntah, bradikardia akibat refleks okulokardiak, mata

menunjukkan tanda-tanda kongestif (peradangan) dengan kelopak mata bengkak,

mata merah, tekanan bola mata sangat tinggi mengakibatkan pupil lebar, kornea

suram dan edem, iris sembab meradang, papil saraf optik hiperemis, edem dan

lapang pandang menciut berat. Iris bengkak dengan atrofi dan sinekia posterior dan

lensa menjadi keruh (katarak Vogt-katarak pungtata disminata subkapsular anterior).

Pemeriksaan funduskopi sukar karena kekeruhan media penglihatan. Tajam

penglihatan sangat menurun dan pasien terlihat sakit yang berat. Gejala spesifik

seperti di atas tidak selalu terjadi pada mata dengan glaukoma akut. Kadang-kadang

25
riwayat mata sakit disertai penglihatan yang menurun sudah dapat dicurigai telah

terjadinya serangan galukoma akut. Glaukoma primer Sudut Tertutup Akut bila tidak

diobati dapat menjadi kronis. 3

Uveitis Anterior

Uveitis anterior adalah peradangan yang mengenai iris dan jaringan badan siliar

(iridosiklitis) biasanya unilateral dengan onset akut. Penyebab uveitis anterior akut

dibedakan dalam bentuk non-granulomatosa dan granulomatosa akut-kronis.

Nongranulomatosa akut disertai rasa nyeri, fotofobia, penglihatan buram keratik

presipitat kecil, pupil mengecil, sering terjadi kekambuhan. Penyebabnya dapat oleh

trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks, sindrom Bechet, sindrom

Posner Schlosman, pascabedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan

klamidia. Nongranulomatosa kronis dapat disebabkan artritis reumatoid dan Fuchs

heterokromik iridosiklitis. Granulomatosa akut tidak nyeri, fotofobia ringan, buram,

keratik prespitat besar (mutton fat) benjolan Koeppe (penimbuhan sel pada tepi

pupil) atau benjolan Busacca (penimbuhan sel pada permukaan iris), terjadi akibat

sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus, jamur (histoplasmosis), atau parasit

(toksoplasmosis). Uveitis terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan sakit,

ataupun datang perlahan dengan mata merah dan sakit ringan dengan penglihatan

turun perlahan-lahan. Iridosiklitis kronis merupakan episode rekuren dengan gejala

akut yang ringan atau sedikit. Keluhan pasien dengan uveitis anterior akut mata

sakit, merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair, dan mata

merah. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis akibat ikut meradangnya

otot-otot akomodasi. Perjalanan penyakit iritis adalah sangat khas yaitu penyakit

26
berlangsung hanya antara 2-4 minggu. Kadang-kadang penyakit ini memperlihatkan

gejala-gejala kekambuhan atau menjadi menahun.3

J. TERAPI

Medikamentosa

Bakterial

a) Antibiotik sesuai dgn hasil kultur bakteri,

b) Pengobatan dini dgn fluroquinolone ciprofloxacin 0.3%,

c) Siklopegik 3x per hari, kalau masih kurang dapat diberi Atropin 1% 2x

sehari (mencegah sinekia posterior serta mengurangi nyeri akibat spasme

siliar)

Viral

a) Pemberian antiviral

b) Kompres dingin

Jamur

a) Disesuaikan dgn hasil kultur dan hasil empiris

b) Natamycin E.D untuk jamur berfilamen

c) Fluconazole E.D utk jamur candida

d) Amphotericin B E.D utk kasus yg tdk bereaksi dgn obat

Alergi

27
a) Pemberian antihistamin oral

b) Pemberian tetes mata yang mengandung antihistamin dan vasokonstriktor

c) Imunoterapi alergen

Non-Medikamentosa

Bakteri, Viral dan Jamur

1) Menjaga kebersihan mata

2) Menggunakan penutup mata

3) Mencuci tangan setelah memegang atau mengolesi obat mata

4) Tidak menggunakan tetes mata bersama-sama

Alergi

1) Menghindari alergen

2) Menggunakan penutup mata

3) Menghindari penggunaan kontak lens selama sakit

4) Mencuci mata dengan cairan pencuci mata

5) Menghindari kontak dengan sinar yang kuat terlalu lama (TV, Komputer)

K. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Ulkus Kornea

2. Desmatocele

3. Perforasi Kornea

4. Iridosiklitis

5. Uveitis

6. Endoftalmitis

28
7. Ophtalmitis

L. PROGNOSIS

Secara umum prognosis dari keratitis adalah baik jika tidak terdapat jaringan parut

ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang

dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis sangat baik.

Namun dari segi fungsi, tergantung dari jenis dan stadium dari keratitis itu sendiri.

Pada keratitis pungtata superfisial, prognosisnya baik jika tidak terdapat jaringan

parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Prognosis dalam hal visus pada pasien dengan

keratitis pungtata superfisial juga sangat baik. Parut ringan pada kornea dapat timbul

pada kasus kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang berlangsung lama.9

29
DAFTAR PUSTAKA

1. James B, Chew C, Brown A. 2012. Lecture Note On Ophtalmology Edisi 9.


Jakarta : Erlangga.
2. Heegard S, Grossniklaus H. 2015. Eye Pathology. Springer Heindenberg New
York Dordrecht London.
3. Ilyas S, Yulianti SR.2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI.
4. Vaughan, Daniel. 2014. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
6. Yanoff M, Sassani JW.2009. Cornea and Sclera. Ocular Pathology 6th edition.
Philadelphia: Mosby.
7. Lang GK. Cornea. 2007. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas
2nd edition. Stuttgart : Thieme.
8. Arteaga AP, Sharma A, editors. 2010. Instant Clinical Diagnosis in
Ophtalmology Anterior Segment Diseases. New York : Mc Graw Hill.
9. Ilyas, Sidarta. 2003. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Penyakit Mata. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
10. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS.2007. Structure dan Function of the External Eye
dan Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal Science
Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore : American
Academy of Ophthalmology.

30

Anda mungkin juga menyukai