Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Payudara

Mammae dextra dan mammae sinistra berisi glandula mammaria, dan

terdapat dalam fascia superficialis dinding thorax ventral. Baik wanita,

maupun laki-laki memiliki sepasang mammae, tetapi glandula mammaria

biasanya hanya berkembang pada wanita. Pada laki-laki glandula mammaria

ini rudimenter dan dan tidak berfungsi (Moore, 2013).

Pada bagian mammae yang paling menonjol terdapat sebuah papilla,

dikelilingi oleh daerah kulit lebih gelap yang disebut aerola. Mamae berisi

sampai 20 glandula mammaria yang masing-masing memiliki saluran dalam

bentuk ductus lactiferus. Ductus lactiferus bermuara pada papilla mammae.

Alas mammae wanita berbentuk lebih kurang seperti lingkaran yang dalam

arah kraniokaudal terbentang antara costa II sampai costa VI, dan dalam arah

melintang dari tepi lateral sternum sampai linea medioclavicularis (Moore,

2013).

Dua pertiga bagian mammae bertumpu pada fascia profunda yang

menutupi musculus serratus anterior. Antara glandula mammaria dan fascia

profunda terdapat jaringan ikat jarang dengan sedikit lemak, dikenal sebagai

ruang retromamer, yang memungkinkan mammae bergerak sedikit terhadap

dasarnya. Glandula mammaria ditambatkan dengan kokoh kepada dermis

kulit di atasnya melalui septa fibrosa yang disebut ligamentum suspensorium


cooper. Ligamentum ini terutama terbentuk baik sekali pada bagian kranial

glandula mammaria dan membantu menunjang jaringan glandula mammaria

(Moore, 2013).

Perdarahan kelenjar mammae berasal dari ramus perforans areteri

thoracica interna dan arteri intercostalis. Arteri axillaris juga memperdarahi

kelenjar mammae melalui arteri thoracalis lateralis dan arteri

thoracoacromialis, vena sesuai dengan arterinya (Snell, 2006).

Penyaluran limfe dari mammae sangat penting karena peranya pada

metastasis (penyebaran) sel kanker. Limfe disalurkan ke plexus lymphaticus

subareolaris. Bagian terbesar (kira-kira 75%) disalurkan ke nodi lymphoidei

axillares, terutama ke kelompok pektoral, apikal, subskapular, lateral, dan

sentral. Bagian terbesar dari sisanya disalurkan ke nodi lymphoidei

infraclaviculares, supraclaviculares, dan parasternales. Sedikit limfe

disalurkan melalui pembuluh limfe dari mammae sebelahnya dan pembuluh

limfe dinding abdomen ventral (Moore, 2013).

Gambar 2.1 Anatomi Payudara


2.2 Fisiologi Payudara

Payudara mulai berkembang saat pubertas. Perkembangan ini

dirangsang oleh estrogen yang berasal dari siklus seks bulanan perempuan,

estrogen yang merangsang pertumbuhan kelenjar mammae payudara dan

deposit lemak untuk membentuk massa payudara. Selain itu, pertumbuhan

yang jauh lebih besar terjadi selama keadaan estrogen tinggi pada kehamilan,

dan pada saat itulah jaringan kelenjar berkembang sempurna untuk

pembentukan air susu (Hall, 2014).

Sepanjang masa kehamilan, sejumlah besar estrogen yang disekresi

oleh plasenta menyebabkan sistem duktus payudara tumbuh dan bercabang.

Secara bersamaan, jumlah stroma payudara meningkat dan sejumlah lemak

terbentuk dalam stroma (Hall, 2014).

Perkembangan akhir payudara menjadi organ penyekresi air susu juga

memerlukan progesteron. Setelah sistem duktus berkembang, progesteron

bersinergi dengan estrogen, juga dengan semua hormon-hormon lain yang

menyebabkan pertumbuhan lebih lanjut lobulus payudara, dengan pertunasan

alveolus, dan perkembangan sifat-sifat sekresi sel-sel alveoli (Hall,2014).

Walaupun estrogen dan progesteron penting untuk perkembangan fisik

payudara selama kehamilan, pengaruh khusus dari kedua hormon ini adalah

menghambat sekresi air susu yang sesungguhnya. Sebaliknya, hormon

prolaktin mempunyai efek yang berlawanan pada sekresi air susu yaitu

merangsangnya. Hormon ini disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior dan

konsentrasinya dalam darah meningkat secara tetap dari minggu kelima


kehamilan sampai kelahiran bayi, meningkat menjadi 10-20 kali dari kadar

normal saat tidak hamil (Hall, 2014).

Disamping itu, plasenta menyekresi sejumlah besar human chorionic

simatomammotropin, yang mungkin mempunyai sifat laktogenik, jadi

menyokong prolaktin dari hipofifis selama kehamilan. Walaupun begitu,

karena efek supresi dari estrogen dan progesteron, jadi hanya beberapa

mililiter cairan yang disekresi setiap hari sampai bayi dilahirkan. Cairan yang

disekresi selama beberapa hari terakhir sebelum dan beberapa hari pertama

setelah persalinan disebut kolostrum (Hall, 2014).

Setelah bayi dilahirkan, hilangnya tiba-tiba sekresi estrogen maupun

progesteron dari plasenta memungkinkan efek laktogenik dari prolaktin

mengambil peran dalam memproduksi air susu secara alami, dan setelah 1

sampai 7 hari kemudian, payudara mulai menyekresi air susu dalam jumlah

sangat besar sebagai pengganti kolostrum (Hall, 2014).

2.3 Histologi Payudara

Kelenjar mammae yang tidak aktif ditandai oleh banyaknya jaringan

ikat dan sedikit unsur kelenjar. Beberapa perubahan siklik kelenjar mammae

mungkin terlihat selama daur haid. Kelenjar mammae terdiri dari 15 sampai

25 lobus, yang masing-masing adalah kelnjar campuran tubuloalveolar.

Setiap lobus dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Duktus

laktiferus muncul dari setiap lobus permukaan papila mammae (Eroschenko,

2013).
Lobulus kelenjar terdiri dari tubulus kecil atau duktus intralobularis

yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah. Di dasar epitel adalah

sel mioepitel kontraktil. Duktus interlobularis yang lebih besar mengelilingi

lobulus dan duktus intralobularis (Eroschenko, 2013).

Duktus intralobularis dikelilingi oleh jaringan ikat longgar intralo

bularis yang mengandung fibroblas, limfosit, sel plasma, dan eosinofil.

Lobulus dikelilingi oleh jaringan ikat padat interlobularis yang mengandung

pembuluh darah, venula dan arteriol (Eroschenko, 2013).

Dalam mempersiapkan pengeluaran air susu, kelenjar mammae

mengalami banyak perubahan struktural. Selama paruh pertama kehamilan,

duktus intralobularis mengalami proliferasi yang cepat dan membentuk

terminal bud yang berdiferensiasi menjadi alveoli. Pada tahap ini,

kebanyakan alveoli kosong dan sulit dibedakan antara duktus ekskretorius

intralobularis kecil dan alveoli. Duktus ekskretorius intralobularis tampak

lebih teratur dengan lapisan epitel yang lebih jelas. Duktus ekskretorius

intralobularis dan alveoli, dilapisi oleh dua lapisan sel, epitel luminal dan

lapisan basal sel mioepitel gepeng. Jaringan ikat yang lebih padat dengan sel

adiposa mengelilingi masing-masing lobulus dan membentuk septum jaringan

ikat interlobularis. Sedangkan untuk duktus ekskretorius interlobularis

dilapisi oleh sel kolumnar tinggi (Eroschenko, 2013).

Seiring dengan kemajuan kehamilan, jaringan ikat intralobularis

berkurang, sementara jaringan ikat interlobularis bertambah karena

membesarnya jaringan kelenjar. Sel mioepitel gepeng, yang lebih terlihat


pada pembesaran yang lebih kuat di kanan, mengelilingi alveoli. Di Jaringan

ikat interlobularis ditemukan duktus ekskretorius interlobularis, duktus

laktiferus dengan produk sekretorik di dalam lumenya, berbagai jenis

pembuluh darah dan sel adiposa. Kelenjar mammae dalam masa laktasi

mengandung banyak alveoli yang melebar terisis dengan sekresi dan vakuol.

Alveoli memperlihatkan pola percabangan yang tidak teratur. Karena

bertambahnya ukuran epitel kelenjar, septum jaringan ikat interlobularis

berkurang (Eroschenko, 2013).

Gambar 2.2 Histologi Mammae yang tidak aktif

Gambar 2.3 Histologi Mammae selama proliferasi


2.3 Kanker Payudara

2.4.1 Definisi

Kanker payudara (Carcinoma Mammae) adalah kanker yang

terjadi payudara karena adanya pertumbuhan yang tidak terkendali dari

sel-sel kelenjar dan saluranya (Siregar, 2013).

Sementara menurut Sulistyowati (2012), kanker payudara

merupakan hasil dari perubahan sel yang mengalami pertumbuhan tidak

normal dan tidak terkontrol.

2.4.2 Etiologi

Penyebab kanker payudara sampai saat ini belum jelas, tetapi

terdapat faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker payudara.

Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor yang sudah dipastikan dan

faktor yang belum dipastikan.

1. Faktor resiko yang sudah dipastikan

a. Usia

Kanker payudara jarang terjadi pada perempuan berusia

kurang dari 30 tahun. Setelah itu, risiko meningkat secara tetap

sepanjang usia (Kumar, 2013). Wanita yang lebih tua memiliki

risiko lebih tinggi untuk menderita kanker payudara

dibandingkan wanita yang lebih muda. Risiko ini terus

meningkat dari usia 40 (Andrews, 2014).


b. Paritas

Paritas adalah suatu keadaan yang telah melahirkan anak

yang viabel. Paritas dapat dibedakan menjadi, nuliparitas adalah

seorang perempuan yang belum pernah melahirkan sama sekali.

Primipara adalah wanita yang pernah mengandung dan wanita

tersebut melahirkan satu atau lebih anak yang hidup. Multipara

adalah seorang wanita yang telah dua kali atau lebih

mengandung apakah janin itu hidup atau mati saat lahir.

Grandemultipara adalah wanita yang telah enam kali atau lebih

mengandung janin viabel (Dorland, 2014).

Insiden tinggi terjadi pada keadaan nulipara. Sedangkan

insidens rendah terjadi pada keadaan multipara (menurun

dengan setiap kelahiran). Menurut penelitian Sulistyowati di

RSUD Dr.Soegiri Kabupaten Lamongan tahun (2012)

menyebutkan bahwa lebih dari sebagian responden termasuk

risiko tinggi (nulipara dan grandemultipara) yaitu 34 orang

(68,0%).

Nuliparitas dapat meningkatkan risiko perkembangan

kanker payudara karena lebih lama terpapar dengan hormon

estrogen dibandingkan dengan wanita yang memiliki anak.

Adanya tingkat estrogen yang lebih tinggi pada wanita


mengembangkan risiko kanker payudara dibandingkan wanita

yang tidak terkena kanker payudara (Siregar, 2013).

c. Genetika dan Riwayat Keluarga

Sekitar 5 hingga 10% kanker payudara berkaitan dengan

mutasi herediter spesifik. Perempuan lebih besar kemungkinan

nya membawa gen kerentanan kanker payudara jika mereka

mengidap kanker payudara sebelum menopause, mengidap

kanker payudara bilateral, mengidap kanker terkait lain (misal,

kanker ovarium), riwayat keluarga yang signifikan (yaitu

banyak anggota keluarga terjangkit sebelum menopause), atau

berasal dari kelompok etnik tertentu (Kumar, 2013).

Penelitian menemukan pada wanita dengan dengan

saudara primer menderita kanker payudara, probabilitas terkena

kanker payudara lebih tinggi 2-3 kali di banding wanita tanpa

riwayat keluarga. Penelitian ini menunjukkan gen utama yang

terkait dengan timbulnya kanker payudara adalah BRCA-1 dan

BRCA-2 (Desen, 2013).

d. Usia Menarche

Menarche dini, yaitu sebelum 12 tahun dan menopause

lambat, yaitu setelah usia 55 tahun, meningkatkan faktor risiko

pada wanita. Wanita yang menjalani ooforektomi premenopause

pada dasarnya mengalami penurunan risiko menderita kanker

payudara (Andrews, 2014).


e. Riwayat Reproduksi

Usia menarche kecil, henti haid lanjut dan siklus haid

pendek merupakan faktor risiko tinggi kanker payudara. Selain

itu, yang seumur hidup tidak menikah atau belum menikah,

partus pertama berusia lebih dari 30 tahun dan setelah partus

belum menyusui, berinsiden relatif tinggi (Desen, 2013).

2. Faktor Risiko yang Belum Dipastikan

a. Pajanan Lama Estrogen Eksogen

Pajanan lama estrogen eksogen pascamenopause, yang

dikenal sebagai terapi sulih (ERT, Estrogen Replacement

Therapy), diakui dapat mencegah atau paling tidak menunda

onset osteoporosis dan melindungi pemakai dari penyakit

jantung dan stroke. Namun, terapi ini juga menyebabkan

peningkatan moderat insidensi kanker payudara. Insidensi

sedikit lebih tinggi pada perempuan yang menggunakan

kombinasi estrogen dan progesteron. Namun, para perempuan

ini umumnya datang dengan kanker yang stadium klinisnya

belum terlalu lanjut dan memperlihatkan angka mortalitas lebih

rendah dibandingkan dengan kanker yang timbul pada

perempuan yang belum pernah mendapat terapi sulih hormon.


Jika semua pro dan kontra dipertimbangkan, manfaat TSE jauh

lebih besar daripada kemungkinan efek sampingnya dalam

kaitanya dengan peningkatan keseluruhan usia harapan hidup

bagi sebagian besar perempuan (Kumar, 2012).

b. Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral juga dicurigai meningkatkan risiko

kanker payudara. Walupun buktinya juga saling bertentangan,

formulasi yang baru berupa dosis rendah seimbang estrogen dan

progesteron hanya sedikit meningkatkan risiko, yang

lenyap 10 tahun setelah penghentian pemakaiannya (Kumar,

2012).

c. Radiasi Pengion

Radiasi pengion ke dada meningkatkan risiko kanker

payudara. Besar risiko bergantung pada dosis radiasi, waktu

sejak pajanan, dan usia. Hanya perempuan yang diradiasi

sebelum usia 30 tahun, saat perkembangan payudara, yang

tampaknya terkena. Sebagai contoh, 20% sampai 30%

perempuan yang diradiasi untuk penyakit hodgkin saat remaja

dan pada usia sekitar 20 tahun, maka akan terjangkit kanker

payudara, tetapi risiko pada perempuan yang diterapi pada usia

setelah itu tidak meningkat. Dosis radiasi yang rendah pada

penapisan mamografi hampir tidak berefek pada insidensi


kanker payudara. Setiap kemungkinan efek dikompensasi oleh

manfaat deteksi dini kanker payudara (Kumar, 2012).

Berdasarkan penelitian epidemiologi, banyak faktor risiko

lain yang belum dipastikan, misalnya kegemukan, konsumsi

alkohol, dan diet tinggi lemak, diperkirakan berperan dalam

terbentuknya kanker payudara walaupun bukti umumnya

bersifat kesimpulan (Kumar, 2012).

2.4.3 Patogenesis

Seperti pada kanker lainya, penyebab kanker payudara masih

belum diketahui. Namun, tiga faktor tampaknya penting :

1. Perubahan Genetik

Selain yang menyebabkan sindrom familial diatas, perubahan

genetik juga diduga berperan dalam timbulnya kanker payudara

sporadik. Seperti pada sebagian besar kanker lainya, mutasi yang

memengaruhi protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel

payudara ikut serta dalam proses transformasi onkogenik. Di antara

berbagai mutasi tersebut, yang paling banyak dipelajari adalah

ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2 (HER2/NEU), yang

diketahui mengalami amplifikasi pada hampir 30% kanker

payudara. Gen ini adalah anggota dari famili reesptor faktor

pertumbuhan epidermis, dan ekspresi berlebihanya berkaitan

dengan prognosis yang buruk. Secara analog, amplifikasi gen RAS


dan MYC juga dilaporkan terjadi pada sebagian kanker payudara

manusia. Mutasi gen penekan tumor RB1 dan TP53 juga ditemukan.

Dalam transformasi sel epitel normal menjadi sel kanker,

kemungkinan besar terjadi banyak mutasi didapat (Kumar, 2012).

2. Pengaruh Hormon

Kelebihan estrogen endogen, atau lebih tepat

ketidakseimbangan hormon, jelas berperan penting. Banyak faktor

risiko yang telah disebutkan usia subur yang lama, nuliparitas, dan

usia lanjut saat memiliki anak pertama mengisyaratkan

peningkatan pajanan ke kadar estrogen yang tinggi saat daur haid.

Tumor ovarium fungsional yang mengeluarkan estrogen dilaporkan

berkaitan dengan kanker payudara pada perempuan

pascamenopause. Estrogen merangsang pembentukan faktor

pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan oleh sel kanker.

Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen dan progesteron yang

secara normal terdapat di sel epitel payudara, mungkin berkaitan

dengan promotor pertumbuhan, seperti transforming growth factor

a (berkaitan dengan faktor pertumbuhan epitel) platelet-derived

growth-factor, dan faktor pertumbuhan fibroblas yang dikeluarkan

oleh sel kanker payudara, untuk menciptakan suatu mekanisme

autokrin perkembangan tumor (Kumar, 2012).

3. Faktor lingkungan
Pengaruh lingkungan diisyaratkan oleh insidensi kanker

payudara yang berbeda - beda dalam kelompok yang secara genetis

homogen dan perbedaan geografik.

Faktor lingkungan lain yang penting adalah radiasi dan

estrogen eksogen (Kumar, 2012).

2.4.4 Gejala Klinis

1. Massa tumor

Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa yang tidak nyeri,

sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi massa

kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter,

konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin,

mobilitas kurang (pada stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding

thoraks). Massa cenderung membesar bertahap, dalam beberapa

bulan bertambah besar jelas (Desen, 2013).

2. Perubahan Kulit

a. Tanda Lesung

Ketika tumor mengenai ligamen glandula mammae,

ligamen itu memendek hingga kulit setempat menjadi cekung

disebut tanda lesung (Desen, 2013).

b. Perubahan Kulit Jeruk (peau dorange)

Ketika vasa limfatik subkutis tersumbat sel kanker,

hambatan drainase limfe menyebabkan oedem kulit, folikel


rambut tenggelam ke bawah tampak sebagai tanda kulit jeruk

(Desen, 2013).

c. Nodul Satelit Kulit

Ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis

memebentuk nodul metastasis, di sekitar lesi primer dapat

muncul banyak nodul tersebar, secara klinis disebut tanda

satelit (Desen, 2013).

d. Invasi dan Ulserasi Kulit

Ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan berwarna

merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah, lokasi itu

dapat menjadi iskemik, ulserasi memebentuk bunga berbalik, ini

disebut tanda kembang kol (Desen, 2013).

e. Perubahan Inflamatorik

Kulit payudara berwarna merah bengkak, mirip

peradangan, dapat disebut tanda peradangan. Tipe ini sering

ditemukan pada kanker payudara waktu hamil atau laktasi

(Desen, 2013).

3. Perubahan Papilla Mamae

a. Retraksi, distorsi papilla mammae

Umumnya akibat tumor menginvasi jaringan subpapilar

(Desen, 2013).

b. Sekret papilar
Sering karena karsinoma papilar dalam duktus besar atau

tumor mengenai duktus besar (Desen, 2013).

c. Perubahan Eksematoid

Merupakan manifestasi spesifik dari kanker eksematoid

(penyakit paget). Klinis tampak areola, papila mamae tererosi,

berkrusta, sekret, deskuamasi, sangat mirip eksim (Desen,

2013).

4. Pembesaran Kelenjar Limfe Regional

Pembesaran kelenjar limfe aksilar ipsilateral dapat soliter atau

multipel, pada awalnya mobil, kemudian dapat adhesi dengan

jaringan sekitarnya (Desen, 2013).

2.4.5 Patologi

Kanker payudara sedikit lebih sering mengenai payudara kiri

daripada payudara kanan. Pada sekitar 4% pasien ditemukan tumor

bilateral atau tumor sekuensial di payudara yang sama (Kumar, 2013).

Lokasi tumor di dalam payudara adalah sebagai berikut :

Kuadran luar atas 50%

Bagian sentra 20%

Kuadran luar bawah 10%

Kuadran dalam atas 10%

Kuadran dalam bawah 10%


Kanker payudara dibagi menjadi kanker yang belum

menembus membran basal (noninvasif) dan kanker yang sudah

(invasif). Bentuk utama kanker payudara dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

1. Noninvasif

a. Karsinoma duktus in situ (DCIS)

Penelitian morfologik memperlihatkan bahwa DCIS dan

LCIS (karsinoma lobulus in situ) berasal dari unit lobulus duktus

terminal. DCIS cenderung mengisi, mendistorsi, dan membuka

lobulus yang terkena sehingga tampaknya melibatkan rongga

mirip duktus (Kumar, 2013).

DCIS mamperlihatkan gambaran histologik yang beragam.

Pola arsitekturnya, antara lain tipe solid, kribriformis, papilaris,

mikropapilaris, dan clinging. Disetiap tipe mungkin ditemukan

nekrosis. Gambaran nukleus bervariasi dari derajat rendah dan

monomorfik hingga derajat tinggi dan heterogen. Insidensi DCIS

meningkat secara nyata pada kurang dari 5% kanker payudara

dalam populasi umum hingga 40% dari mereka yang disaring

dengan mamografi, terutama karena terdeteksinya kalsifikasi.

Saat ini DCIS jarang bermanifestasi sebagai massa yang dapat

diraba atau terlihat secara radiografis. Apabila deteksi terlambat,

mungkin terbentuk massa yang dapat diraba atau discharge

puting payudara (Kumar, 2013).


b. Penyakit Paget

Penyakit paget pada puting payudara disebabkan oleh

perluasan DCIS ke duktus laktiferosa dan ke dalam puting susu

di dekatnya. Sel ganas merusak sawar epidermis normal,

sehingga cairan ekstrasel dapat dikeluarkan ke permukaan.

Gambaran klinis biasanya berupa eksudat berkeropeng unilateral

di atas puting dan kulit areola (Kumar, 2013).

c. Karsinoma Lobulus Insitu (LCIS)

LCIS tidak seperti DCIS, memperlihatkan gambaran

uniform. Sel bersifat monomorf dengan nukleus polos bundar

dan terdapat dalam kelompok kohesif di duktus dan lobulus.

Vakuol musin intrasel (sel cincin stempel). LCIS hampir selalu

ditemukan secara tidak sengaja dan tidak tidak seperti DCIS,

tumor ini jarang memebentuk metastasis serta tidak seperti

DCIS, tidak membentuk massa sehingga jarang mengalami

kalsifikasi. LCIS merupakan penanda peningkatan resiko

timbulnya kanker di kedua payudara dan prekursor langsung bagi

sejumlah kanker (Kumar, 2013).

2. Invasif
Gambaran umum bagi kanker invasif, mencakup kecenderungan

untuk melekat ke otot pektoralis atau fascia di dalam dinding dada

sehingga terjadi fiksasi lesi, seta melekat ke kulit di atasnya, yang

menyebabkan retraksi dan cekungan kulit atau puting payudara.

Yang terakhir adalah tanda penting, karena mungkin merupakan

indikasi awal adanya lesi, yang dilihat sendiri oleh pasien saat

melakukan pemeriksaan tubuh sendiri. Pada kasus ini, kulit

mengalami penebalan di sekitar folikel rambut, suatu keadaan yang

dikenal sebagai peau dorange (kulit jeruk) (Kumar, 2013).

a. Karsinoma Duktus Invasif

Sebagian besar (70% hingga 80%) kanker masuk ke dalam

kategori ini. Kanker tipe ini biasanya berkaitan dengan DCIS,

tetapi kadang-kadang ditemukan LCIS. Sebagian besar

karsinoma duktus menimbulkan respons desmoplastik, yang

menggantikan lemak payudara normal (menghasilkan densitas

pada mamografi) dan membentuk massa yang teraba keras

(Kumar, 2013).

Gambaran mikroskopik cukup heterogen, berkisar dari

tumor dengan pembentukan tubulus yang sempurna serta nukleus

derajat rendah hingga tumor yang terdiri atas lembaran-lembaran

anaplastik. Tepi tumor biasanya iregular, tetapi kadang-kadang

menekan dan sirkumskripta. Mungkin ditemukan invasi ke

rongga limfovaskular atau di sepanjang saraf. Kanker tahap


lanjut dapat menyebabkan kulit cekung (dimpling), retraksi

puting payudara, atau fiksasi ke dinding dada (Kumar, 2013).

b. Karsinoma Inflamasi

Di definisikan berdasarkan gambaran klinis berupa

payudara memebesar, bengkak, dan eritematosa, biasanya tanpa

teraba adanya massa. Sebagian besar tumor ini telah

bermetastasis jauh dan prognosis buruk (Kumar, 2013).

c. Karsinoma Lobulus Invasif

Terdiri atas sel yang secara morfologis identik dengan sel

pada LCIS. Karsinoma lobulus juga lebih sering bersifat

multisentrik dan bilateral (10% hingga 20%). Hampir semua

karsinoma mengekspresikan reseptor hormon, tetapi ekspresi

ERBB2 jarang atua tidak terjadi. Tumor ini membentuk kurang

dari 20% dari semua kanker payudara (Kumar, 2013).

d. Karsinoma Medular

Subtipe karsinoma yang jarang dan membentuk sekitar 2%

kasus. Kanker ini terdiri atas lembaran sel besar anaplastik

dengan tepi berbatas tegas. Secara klinis, tumor ini mungkin

disangka fibroadenoma. Selalu terdapat infiltrat limfoplasmatik

yang mencolok. Karsinoma medular, atau karsinoma mirip

medular, meningkat frekuensinya pada perempuan dengan


mutasi BRCA1 meskipun sebagian perempuan dengan

karsinoma karsinoma medular pembawa sifat ini (Kumar, 2013).

e. Karsinoma Koloid (Musinosa)

Merupakan subtipe yang jarang. Seperti karsinoma

medularis, tumor ini sering bermanifestasi sebagai massa

sirkumskripta dan mungkin disangka fibroadenoma (Kumar,

2013).

f. Karsinoma Tubulus

Merupakan penyebab 10% karsinoma invasif yang

berukuran kurang dari 1cm yang ditemukan pada pemeriksaan

penapisan mamografik. Pada mamografi, tumor biasanya tampak

sebagai densitas iregular. Secara mikroskopis, karsinoma terdiri

atas tubulus yang berdiferensiasi baik dengan nukleus derajat

rendah. Jarang terjadi metastasis ke kelenjar getah bening, dan

prognosis baik (Kumar, 2013).

Penyebaran kanker payudara terjadi melalui saluran limfe dan

darah. Lesi yang terletak di tengah atau kuadran luar biasanya mula-

mula menyebar ke kelenjar aksila. Tumor yang terletak di kuadran

dalam sering mengenai kelenjar getah bening di sepanjang arteri

mamaria interna. Kelenjar supraklavikula kadang-kadang menjadi


tempat utama penyebaran, tetapi kelenjar ini baru terkena hanya setelah

kelenjar aksilaris dan mamaria interna terkena. Akhirnya terjadi

penyebaran ke tempat yang lebih distal, dengan kelainan metastatik di

hampir semua organ atau jaringan di tubuh. Lokasi yang disukai adalah

paru, tulang, hati, dan kelenjar serta (yang lebih jarang) otak, limpa, dan

hipofisis. Metastasis mungkin timbul bertahun-tahun setelah lesi primer

tampaknya telah terkontrol oleh terapi, kadang-kadang 15 tahun

kemudian (Kumar, 2013).

2.4.6 Penentuan Stadium Kanker Payudara

Faktor prognostik terpenting untuk kanker payudara adalah

ukuran tumor primer, metastasis ke kelenjar getah bening, dan adanya

lesi di tempat jauh. Faktor prognostik lokal yang buruk adalah invasi

ke dinding dada, ulserasi kulit, dan gambaran klinis karsinoma

peradangan. Gambaran ini digunakan untuk mengklasifikasikan

perempuan ke dalam kelompok prognostik demi kepentingan

pengobatan, konseling, dan uji klinis (Kumar, 2013).

Adapun Harapan hidup 5 tahun untuk perempuan berkisar dari

92% untuk penyakit stadium 0, dan 13% untuk penyakit stadium IV.

Sistem penentuan stadium yang telah dirancang oleh American Joint

Committe on Cancer Staging dan International Union Against Cancer

adalah sebagai berikut :

1. Stadium I
DCIS (termasuk penyakit Paget pada puting payudara) dan

LCIS.

2. Stadium II

Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta

kelenjar getah bening negatif.

3. Stadium II A

Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai

metastasis ke kelenjar getah bening atau karsinoma invasif lebih

dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening

negatif.

4. Stadium II B

Karsinoma invasif berukuran garis tenagn lebih dari 2 cm, tetapi

kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening positif atau

karsinoma invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan

kelenjar getah bening.

5. Stadium III A

Karsinoma invasif ukuran berapapun dengan kelenjar getah

bening terfiksasi (yaitu invasi ekstranodus yang meluas di antara

kelenjar getah bening atau menginvasi ke dalam struktur lain)

atau karsinoma berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan

metastasis kelenjar getah bening nonfiksasi.


6. Stadium III B

Karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi kulit,

karsinoma dengan nodus kulit satelit, atau setiap karsinoma

dengan metastasis ke kelenjar getah bening mamaria interna

ipsilateral.

7. Stadium VI

Metastasis ke tempat jauh (Kumar, 2013).

2.4.7 Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Amati ukuran, simetri kedua payudara, perhatikan apakah ada

benjolan tumor atau perubahan patologik kulit (misal cekungan,

kemerahan, oedem, erosi, nodul satelit dll). Perhatikan kedua papilla

mammae apakah simetri, ada retraksi, distorsi, erosi, dan kelainan

lain (Desen, 2013).

2. Palpasi

Dalam posisi baring, juga dapat kombinasi duduk dan baring.

Waktu periksa rapatkan keempat jari, gunakan ujung dan perut jari

berlawanan arah jarum jam atau searah jarum jam palpasi lembut,

dilarang meremas payudara. Kemudian dengan lembut pijat areola,

papilla mammae, lihat apakah keluar sekret. Jika terdapat tumor,

harus secara inci periksa dan catat lokasi, ukuran, konsistensi,

kondisi batas, permukaan, mobilitas, nyeri tekan, dari massa itu.


Jika terdapat sekret papila mammae, harus buat sediaan apus untuk

pemeriksaan sitologi (Desen, 2013).

2.4.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Mamografi

Kelebihanya adalah dapat menampilkan nodul yang sulit

dipalpasi atau terpalpasi, dapat menemukan lesi payudara yang tanpa

nodul namun terdapat bercak, dapat digunakan untuk analisis

diagnostik dan rujukan lanjut. Ketepatan diagnosis sekitar 80%

(Desen, 2013).

2. USG

Tidak hanya dapat memebedakan dengan sangat baik tumor kistik

atau padat, tapi juga dapat mengetahui pasokan darahnya serta

kondisi jaringan sekitarnya, menjadi dasar diagnosis yang sangat

baik (Desen, 2013).

3. MRI

MRI payudara dengan kontras memiliki sensitivitas dan spesifitas

tinggi dalan diagnosis kanker payudara stadium dini. Tapi

pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan meluas, hanya

menjadi suatu pilihan dalam diagnosis banding terhadap mikrotumor

(Desen, 2013).

4. Pemeriksaan Sitologi Aspirasi Jarum Halus


Metode ini sederhana, aman, akurasi mencapai 90% lebih. Data

menunjukkan pungsi aspirasi jarum tidak mempengaruhi hasil terapi

(Desen, 2013).

5. Pemeriksaan Histologik Pungsi Jarum Mandrin

Pemeriksaan ini memiliki kelebihan sederhana dan aman seperti

diagnosis sitologi aspirasi jarum halus, juga ketepatan diagnosis

histologik biopsi eksisi, serta dapat dibuat pemeriksaan

imunohistologi yang sesuai. Khususnya sesuai bagi pasien yang

diberi kemoterapi adjuvan (Desen, 2013).

6. Pemeriksaan Biopsi

Berupa biopsi eksisi atau insisi, tapi umumnya dengan biopsi

eksisi. Bila tidak ada perlengkapan itu, untuk kanker payudara yang

dapat dioperasi tidak sesuai dilakukan insisi tumor, untuk

menghindari penyebaran iatrogenik tumor. Terhadap kasus stadium

lanjut dengan luka ulseratif boleh dilakukan biopsi jepit (Desen,

2013).

2.4.9 Terapi

1. Terapi Bedah

Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan

sebagian stadium III disebut kanker payudara operabel. Pola operasi

yang sering dipakai adalah :


a. Mastektomi Parsial

Mulai dari tilektomi sampai pengangkatan segmental

(pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena)

sampai kuadrantektomi (pengangkatan seperempat payudara),

pengangkatan atau pengambilan contoh jaringan dari kelenjar

getah bening aksila untuk penentuan stadium (Price, 2014).

b. Mastektomi total

Mastektomi total dengan diseksi aksila rendah. Eksisi

payudara, semua kelenjar getah bening di lateral otot pektoralis

minor (Price, 2014).

c. Mastektomi radikal yang di modifikasi

Eksisi seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan

aksila (Price, 2014).

d. Mastektomi radikal yang di erluas

Eksisi seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor di

bawahnya, seluruh isi aksila. Sama seperti mastektomi radikal

ditambah dengan kelenjar getah bening mamaria interna (Price,

2014).

2. Radioterapi

a. Radioterapi murni kuratif

Radioterapi murni terhadap kanker payudara hasilnya

kurang ideal, survival 5 tahun 10-37%. Terutama digunakan


untuk pasien dengan kontraindikasi atau menolak operasi (Desen,

2013).

b. Radioterapi adjuvan

Menjadi bagian penting dari terapi kombinasi. Menurut

pengaturan waktu, dibagi menjadi radioterapi pra-operasi dan

pasca operasi. Radioterapi pra-operasi terutama untuk pasien

stadium lanjut lokalisasi, dapat membuat sebagian kanker

payudara non-operabel menjadi kanker payudara operabel.

Radioterapi pasca operasi adalah radioterapi seluruh payudara

(bila perlu ditambah radioterapi kelenjar limfe regional), pasca

operasi konservasi payudara, dan radioterapi adjuvan pasca

mastektomi (Desen, 2013).

Indikasi radioterapi pasca mastektomi adalah diameter

tumor primer 5 cm, fascia pektoralis terinvasi, jumlah kelenjar

limfe aksilar metastatik lebih dari 4 buah dan tepi irisan positif

(Desen, 2013).

c. Radioterapi paliatif

Terutama untuk kasus stadium lanjut dengan rekurensi,

metastasis. Dalam hal meredakan nyeri efeknya sangat baik.

(Desen, 2013).

3. Kemoterapi

a. Kemoterapi pra-operasi
Terutama kemoterapi sisitemik, bila perlu dapat dilakukan

kemoterapi intra-arterial, mungkin dapat membuat kanker

payudara lanjut lokal non-operabel menjadi kanker payudara

operabel (Desen, 2013).

b. Kemoterapi adjuvan pasca operasi

Indikasinya relatif luas, terhadap semua pasien karsinoma

invasif dengan diameter terbesar tumor lebih besar atau sama

dengan 1 cm. Hanya terhadap pasien lanjut usia dengan ER, PR

positif dapat dipertimbangkan, hanya diberikan terapi hormonal

(Desen, 2013).

c. Kemoterapi stadium lanjut

Harus berdasarkan obat yang digunakan sebelumnya dan

ditangani secara individual. Bagi yang belum peranh memakai

obat golongan antrasiklin dan taksan, pertimbangan pertama

adalah obat golongan antrasiklin dan taksan. Obat lini kedua yang

sering dipakai adalah novelbin, vinblastin, gemsitabin, cisplatin,

xeloda dll (Desen, 2013).

4. Terapi Hormonal

a. Obat antiestrogen

Tamoksifen merupakan penyekat reseptor estrogen, obat

terapi hormonal yang paling luas dipakai. Tapi tamoksifen juga


memiliki efek mirip estrogen, yaitu trombosis vena dalam,

karsinoma endometrium. Sehingga perlu diperhatikan dan

diperiksa berkala (Desen, 2013).

b. Inhibitor aromatase

Obat ini menghambat kerja enzim aromatase, sehingga

menghambat atau mengurangi androgen menjadi estrogen.

Aminoglutetimid adalah inhibitor aromatase generasi pertama,

karena ia menghambat sintesis hormon adrenokortikal. Selain itu

obat ini berefek samping vertigo, ataksia dan lain-lain. Kini pada

dasarnya sudah tak dipakai, yang digunakan pada saat ini adalah

generasi ketiga meliputi golongan nonsteroid anastrozol, letrozol,

dan golongan steroid eksemestan. Efek terapinya lebih baik dari

tamoksifen. Dan efek samping nya yaitu osteolisis, dan harus

dilakukan pemantauan sesuai (Desen, 2013).

c. Obat sejenis LH-RH (Luteinizing hormone- releasing hormone)

Obat jenis ini adalah goserelin, efeknya yaitu menghambat

sekresi gonadotropin, menghambat fungsi ovarium secara

keseluruhan, sehingga kadar estradiol serum menurun. Dapat

mencapai efek ooforektomi medikamentosa sehingga

menghambat pertumbuhan tumor (Desen, 2013).

d. Obat sejenis progesterone

Yang sering digunakan adalah medroksiprogesterone asetat

(MPA) dan megestrol asetat (MA). Terutama digunakan bagi


pasien pasca menopause atau pasca ooforektomi. Mekanisme

utamanya adalah inhibisi aksis hipotalamus-hipofisi-adrenal,

androgen menurun, hingga mengurangi sumber perubahan

menjadi estrogen dengan hasil turunya kadar estrogen. Dan

berefek menambah nafsu makan, memperbaiki kondisi umum

pasien (Desen, 2013).

2.4.10 Pencegahan

Menurut Siregar (2013), kemungkinan berkembangnya kanker

payudara dapat dikurangi dengan langkah-langkah tertentu yang dapat

dilakukan oleh setiap wanita. Berikut ada beberapa cara untuk

membantu pencegahan munculnya kanker payudara:

1. Kesadaran akan payudara sendiri

Lebih dari 90% tumor payudara dideteksi oleh wanita itu

sendiri. Kesadaran akan payudara sendiri menjadi hal yang penting

sebagai deteksi yang lebih dini untuk masalah yang mungkin terjadi

pada payudara. Setiap perubahan yang terjadi pada payudara menjadi

bagian penting perawatan kesehatan wanita. Saat ini wanita

disarankan untuk breast aware. Ini berarti wanita harus tahu seperti

apa payudara mereka. Langkah ini dapat dilakukan dengan berdiri di

depan cermin dan meraba payudara saat mandi atau dengan

terlentang pada periode berbeda.

2. Berikan ASI kepada bayi


Meskipun belum ada kesepakatan yang jelas, beberapa

penelitian menunjukkan hubungan antara pemberian ASI dan

menurunnya risiko berkembangnya kanker payudara. Para peneliti

mengklaim bahwa lebih muda dan lebih lama seseorang ibu

memberikan ASI pada bayinya, semakin baik dan semakin rendah

risiko menderita kanker payudara.

3. Segera konsultasikan kepada dokter jika meemukan benjolan di

payudara

Penelitian menunjukkan banyak wanita menunda untuk

berkonsultasi kepada dokter saat mereka menemukan benjolan pada

payudaranya. Mereka takut terdiagnosis kanker. Menunda adalah hal

terburuk yang mereka lakukan. Jika anda menemukan benjolan,

segera konsultasikan ke dokter karena langkah ini dapat

menenangkan pikiran anda. Jika benjolan tersebut adalah kanker,

maka segera lakukan pengobatan yang tepat untuk mencegah

penyebaran. Langkah ini menurunkan angka kematian akibat kanker

payudara.

2.4.11 Prognosis

Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis, tapi yang paling

jelas berpengaruh terbesar atas prognosis adalah kondisi kelenjar limfe

dan stadium. Dari analisi data 6263 kasus kanker payudara yang

operabel di RS Kanker Univ. Zhongshan, survival 5 tahun pasca operasi


pada kasus kelenjar limfe negatif dan positif adalah masing-masing

80% dan 59%, survival 5 tahun untuk stadium 0 dan I, II dan III adalah

masing-masing 92%, 73% dan 47%. Sedangkan pada yang non-

operabel, survival 5 tahun kebanyakan dilaporkan dalam batas 20%.

Olah karena itu dalam kondisi yang meningkatkan angka kesembuhan

kanker payudara kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi

dini dan tepat. Untuk mencapai temuan dini, diseminasi pengetahuan

tentang kanker payudara, pendidikan wanita untuk memeriksa payudara

sendiri merupakan tindakan efektif yang sungguh praktis (Desen,

2013).

Anda mungkin juga menyukai