Refarat Sirosis C
Refarat Sirosis C
Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok penyakit hati kronis
yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan fibrosis, dan dengan
destruksi sel-sel parenkim beserta regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai
periode laten yang panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen,
hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium lanjut, asites,
ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang dapat berakhir dengan koma
hepatik, menjadi menonjol. [1]
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati. [2]
Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari total berat
badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ plastis lunak dan tercetak
oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior berbentuk cembung dan terletak dibawah kubah
kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan
atap ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri.
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis yang tidak
terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma
dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah
kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum
yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat
jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan
organ; kapsula ini melapisi mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior,
melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta,
arteri hepatika, dan saluran empedu. [3,4]
Gambar 1. Permukaan anterior hati [5]
Histologi Hati
Vaskularisasi Hati
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta,
dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan
sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap
menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya
bermuara pada vena kava inferior. [3]
Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu dalam hati dan
lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel
melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena interlobularis
yang berjalan di antara lobulus-lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang
berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari
beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali menyatu dan
membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria hepatika juga mengalirkan
darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteria dari arteria hepatika dan
darah vena dari vena porta. Peningkatan tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi
gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal
berasal. Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada
obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]
Fisiologi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir setiap
fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda.
Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan
yang berfungsi, hati mampu mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati
mengakibatkan kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada
sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan
diganti dengan jaringan hati yang baru. [3]
Regenerasi Hati
Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai kemampuan
beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah terbatas, maka sekelompok
sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-duktulus empedu akan berproliferasi sehingga
membentuk kembali hepatosit dan sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi.
[6,4]
Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari tikus dapat
mengalami pembelahan hingga 34 kali, atau memproduksi jumlah sel yang mencukupi sel-sel
untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dpaat dikatakan sengatlah memungkinkan
untuk melakukan hepatektomi hingga 2/3 dari seluruh hati. [6,4]
Etiologi
Patofisiologi
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna lebar. Gambaran mikroskopik
konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah
besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peranan dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan
perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel
yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan terus
di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan digantikan oleh jaringan ikat. [2]
Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Gejala Sirosis
Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis) sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rtin atau karena kelainan
penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila
sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan darah, perdarahan
gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah
dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak
begitu tinggi [2]
Gambar 5. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [1]
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Penunjang
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik.
Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin,
albumin dan waktu protrombin. [2]
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat transaminase
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)
meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase
normal tidak mengeyampingkan adanya sirosis. [2]
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi
yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer. [2]
Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada
penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain
menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. [2]
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat
pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis. [2]
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin.
[2]
Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada
sirosis memanjang. [2]
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom,
normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia,
leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme. [2]
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering
dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. [2]
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. [2]
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai 40% pasien
sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat
kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan jika dari adanmnesis, pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan tidak
menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati merupakan langkah yang tepat untuk menegakkan diagnosis. Kalau
penyakit tersebut kronik, biopsi hati dapat bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai
aktivitas dan staging perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien tanpa penurunan
kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi sumsum tulang atau transplantasi organ
padat, evaluasi diagnostik juga harus mencakup evaluasi infeksi oportunistik (adenovirus, sitomegalovirus,
coccidioidomyocosis, dll) serta pembuluh darah dan kondisi imunologi (penyakit, venoocclusive graft-vs-host
penyakit). HAV, HCV: Hepatitis A atau C virus, HbsAg, Hepatitis B sulface antigen, anti-HBc, antibodi terhadap
hepatitis B inti (antigen); ANA, antibodi antinuklear, SMA, mulus-otot antibodi, MRI, magnetic resonance imaging,
MRCP; cholangiopancreatography resonansi magnetik; ERCP cholangiopancreatography, endoscopic retrograde;
1AT, 1 antitrypsin; AMA; antimitochondrial antibodi; P-ANCA, antibodi sitoplasmik antineutrofil perifer. [8]
tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan
tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan berbagai cara. [2]
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-
mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan
hipertensi portopulmonal. [2]
Penatalaksanaan
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa dapat
dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk mencegah timbulnya
penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari obat-obat dan
bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic
diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan
bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian
asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa
diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis. [2]
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga
kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. [2]
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan. [2]
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktifasi sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas
antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam penelitian
sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.
Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penlitian. [2]
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan
dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon,
maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran
asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. [2]
Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang. [2]
Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat -
blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan
dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]
Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida. [2]
Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan
garam dan air. [2]
Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. [2]
Prognosis
2
Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh kelas A (5-6), B (7-9), atau
C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [8]