Anda di halaman 1dari 20

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan true experimental menggunakan post-test only control
group design untuk mengetahui pengaruh perawatan topikal ekstrak daun cincau
hijau (Cyclea barbata Miers) terhadap jumlah makrofag luka bakar derajat IIB fase
inflamasi pada tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar). Pada rancangan
penelitian ini terdapat 3 kelompok besar, yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan
perlakuan, di mana tiap kelompok tersebut akan dibagi lagi menjadi 3 kelompok kecil
berdasarkan jam kematiannya. Kelompok kontrol negatif terdiri atas kelompok
kontrol negatif yang dimatikan jam ke-6, jam ke-24, dan jam ke-72. Kelompok kontrol
positif terdiri atas kelompok kontrol positif yang dimatikan jam ke-6, jam ke-24, dan
jam ke-72. Kelompok perlakuan terdiri atas kelompok perlakuan yang dimatikan jam
ke-6, jam ke-24, dan jam ke-72. Jadi, total keseluruhan kelompok yaitu 9 kelompok.
Untuk kelompok kontrol negatif dirawat dengan kompres NaCl 0,9%, kelompok
kontrol positif dirawat dengan hidrogel, dan kelompok perlakuan dirawat dengan
ekstrak daun cincau hijau dengan konsentrasi 55%. Setelah diberikan perawatan,
maka tiap kelompok akan dimatikan sesuai jam kematiannya, yaitu jam ke-6, jam ke-
24, dan jam ke-72.

4.2. Sampel Penelitian


Sampel yang dipilih adalah tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar) yang
merupakan hewan mamalia dengan metabolisme yang mirip dengan manusia.
Kebanyakan penelitian dan percobaan dengan menggunakan hewan tikus yaitu
untuk mempelajari pengaruh obat, metabolisme, toksisitas, embriologi maupun
mempelajari tingkah laku (Hendriyani, 2003). Sampel yang akan digunakan
ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi karena dapat mengurangi
perancu yang mengganggu proses penyembuhan luka bakar derajat IIB dan untuk
menghomogenkan sampel.

4.2.1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Sampel yang akan digunakan dipilih berdasarkan kriteria inklusi sebagai
berikut:
1. Tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar) berusia 2-3 bulan.
2. Tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar) berjenis kelamin jantan untuk
mengindai kerancuan hasil penyembuhan luka akibat pengaruh hormon
esterogen dan progesteron. Hormon tersebut dapat meningkatkan jumlah
pembuluh darah dan menurunkan sekresi TNF- (Claire & Gillian, 2008).
3. Tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar) dengan berat badan antara 200-
300 gram.
4. Tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar) dengan kondisi sehat
(pergerakan aktif, jinak, berbulu licin dan tebal, mengkilat dan bersih, tidak
keluar lendir, nanah, atau darah dari mata atau telinga, serta tidak mencret).
5. Tidak sedang dalam pengobatan atau mendapatkan perlakuan sebelumnya.
Sedangkan, kriteria eksklusinya adalah:
1. Tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar) sakit sebelum dan selama
perlakuan.
2. Tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar) mati sebelum dan selama
perlakuan.
3. Tikus putih (Rattus norvegicus Strain Wistar) hilang sebelum dan setelah
perlakuan.

4.2.2. Homogenitas Sampel


Untuk homogenitas, maka variabel kendali yang ditambahkan adalah
sebagai berikut:
Perlukaan kulit tikus dilakukan dalam satu waktu.
Perawatan dilakukan dengan prosedur yang sama pada semua tikus.
Makanan tikus sama, yaitu ayam buras super (ABS) comfeed dengan
komposisi air 12%, protein 20-25%, lemak 5%, pati 5-50%, serat kasar 5%,
vitamin, dan mineral 3% sebanyak 12-20 gram/hari.
Jenis dan volume air minum tikus disamakan dengan menggnakan botol 20-45
ml/hari.
Bentuk kandang dibuat sama, segi empat dengan luas 650 cm 2. Dalam
kandang, diberikan sekam pada kandang dan diganti setiap hari.
Luas luka bakar homogen yaitu 2x2 cm
4.2.3. Teknik Sampling dan Penentuan Jumlah Sampel
Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus
Strain Wistar). Pemilihan sampel dengan cara simple random sampling yang dibagi
menjadi 9 kelompok dengan perhitungan sebagai berikut (Hidayat, 2009):

(t-1)(r-1) 15
Keterangan:
(t-1)(r-1) 15 t: banyaknya perlakuan
(9-1)(r-1) 15 r: banyaknya sampel

8r 8 15 15: sebagai jumlah sampel minimal yang


dibutuhkan dalam penelitian true-
8r 23
experimental
r 4
Dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa sampel minimal yang
dibutuhkan untuk masing-masing kelompok adalah 4 ekor tikus. Pada penelitian ini
menggunakan sejumlah 4 ekor tikus untuk tiap kelompoknya. Namun, untuk
mengantisipasi terjadinya gangguan terutama pada hewan coba yang dapat
mengganggu penelitian, maka peneliti menambah 1 ekor tikus untuk masing-
masing kelompok. Jadi, total tikus yang dibutuhkan ada 45 ekor tikus.

4.3. Variabel penelitian


4.3.1. Variabel Tergantung (Variabel Dependent)
Jumlah makrofag luka bakar derajat IIB pada fase inflamasi.

4.3.2. Variabel Bebas (Variabel Independent)


Variabel bebas dalam penelitian ini adalah hidrogel dan ekstrak daun cincau
hijau (Cyclea barbata Miers) konsentrasi 55%.

4.3.3. Variabel Kontrol


Kontrol negatif pada penelitian ini adalah NaCl 0,9%.

4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya untuk pembuatan ekstrak daun cincau hijau
(Cyclea barbata Miers) dan perawatan tikus. Selain itu, akan dilakukan juga di
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya untuk analisa histologi.
Untuk waktu pelaksanaannya adalah pada tanggal 1 September 2017- 5 September
2017.

4.5. Alat dan Bahan serta Prosedur Penelitian


4.5.1. Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Cincau Hijau (Cyclea barbata Miers)
4.5.1.1. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak metanol daun cincau
hijau adalah daun cincau hijau (Cyclea barbata Miers) kering, aquadest, vaselin,
dan bahan kimia (n-heksana, etil asetat, dan metanol). Sedangkan, alat-alat yang
digunakan adalah oven, mesin penggiling/ blander, shaker, timbangan,
evaporator, rotary evaporator, dan botol hasil ekstrak.

4.5.1.2. Penyiapan Bahan


Daun cincau hijau (Cyclea barbata Miers) yang telah dikumpulkan,
dicuci, dan disortasi. Selanjutnya dilakukan perajangan dan pengeringan dengan
sinar matahari tidak langsung selama 5 hari. Kemudian dilanjutkan dengan oven
pada suhu 50C selama 1 jam. Daun yang sudah kering kemudian diserbukkan
menggunakan mesin penggiling/ blander sehingga didapatkan serbuk dengan
ukuran 40 mesh (Katrin & Elya & Shodiq, 2012).

4.5.1.3. Prosedur
Proses pembuatan ekstrak daun cincau hijau (Cyclea barbata Miers)
dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Awalnya, serbuk simplisia kering seberat 100 g dimaserasi
menggunakan pelarut dengan kepolaran yang meningkat berturut-turut, yaitu n-
heksana, etil asetat, dan metanol. Cara maserasi yang dilakukan yaitu
pengocokan dengan bantuan shaker selama 6 jam dan pendiaman pada suhu
kamar selama 18 jam. Kemudian hasil maserasi disaring untuk memisahkan filtrat
dengan residu yang akan dimaserasi kembali. Maserasi dilakukan beberapa kali
agar ekstraksi sempurna sampai terjadi perubahan warna pada filtrat. Maserasi
awal menggunakan 3 liter n-heksana hingga semua serbuk terendam.
Remaserasi selanjutnya dilakukan menggunakan 3 liter n-heksana. Setelah terjadi
perubahan warna pada filtrat, ampas dikeringkan untuk penggantian pelarut
ekstraksi. Pada ampas yang sudah dikeringkan, dilakukan maserasi lebih lanjut
berturut-turut dengan pelarut etil asetat dan metanol dengan prosedur dan
perlakuan yang sama dengan n-heksana. Ketiga pelarut tersebut dipilih untuk
dapat memisahkan senyawa metabolit sekunder berdasarkan kepolarannya
sehingga akan memudahkan penapisan fitokimia. Masing-masing filtrat yang
diperoleh diuapkan menggunakan penguap putar vakum (rotary evaporator)
sampai diperoleh ekstrak kental. Kemudian dilakukan perhitungan randemen
terhadap berat simplisia awal. Randemen yang diperoleh dari masing-masing
ekstrak berturut-turut adalah n-heksana 2,35%, etil asetat 5,01%, dan metanol
12,07%. (Katrin & Elya & Shodiq, 2012)

4.5.1.4. Pencampuran Vaselin dengan Ekstrak Daun Cincau Hijau


Ekstrak daun cincau hijau (Cyclea barbata Miers) yang sudah ada,
kemudian dibuat menjadi konsentrasi 55%. Penentuan konsentrasi tersebut
dilakukan dengan cara pencampuran ekstrak dengan pelarut vaselin. Berat
olesan 50 mg berdasarkan luas luka bakar yang akan dioles, yaitu 2x2 cm 2
(Negara, 2015). Rumus pencampuran adalah:

L= x 100%

Keterangan:
L= konsentrasi larutan
a= massa zat terlarut (mg)
b= massa zat pelarut (mg)
Sehingga, dalam ekstrak daun cincau hijau konsentrasi 55% terdapat
27,5 mg ekstrak daun cincau hijau yang dicampurkan dengan 50 mg vaselin untuk
setiap sampel.

4.5.1.5. Penyimpanan Campuran Vaselin dengan Ekstrak Daun Cincau


Hijau
Hasil campuran vaselin dengan ekstrak daun cincau hijau yang sudah
jadi, kemudian disimpan dalam almari pendingin.
4.5.2. Pembuatan Luka Bakar Derajat IIB pada Tikus Putih (Rattus norvegicus
Strain Wistar)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi, et al (2013), pembuatan
luka bakar derajat IIB dapat dilakukan dengan metode induksi menggunakan plat
besi berukuran 2x2 cm dengan ketebalan 2 mm yang dipanaskan pada api bunsen
dengan tinggi sumbu 1 cm sampai suhu mencapai 80C atau dipanaskan selama
8 menit. Kemudian plat besi ditempelkan ke punggung tikus selama 6 detik. Luka
yang telah diinduksi luka bakar dikompres dengan NaCl 0,9% selama 60 detik.
Pada metode tersebut sangat sesuai dilakukan karena kerusakan kulit yang
ditimbulkan sesuai dengan kriteria luka bakar derajat IIB, di mana kerusakan kulit
terjadi di lapisan epidermis dan 2/3 dermis. Namun, kelenjar keringat dan sebaseae
sebagian masih utuh.

4.5.2.1. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang harus dipersiapkan untuk pembuatan luka bakar
derajat IIB pada hewan coba adalah pisau cukur dan gagangnya, plat besi ukuran
2x2 cm tebal 2 mm, pemantik api, spiritus, penggaris, handscoen bersih, bengkok,
kom steril, bak instrumen steril, perlak, jas lab, obat anastesi general (Ketamin),
NaCl 0,9%, kassa steril, silet arloji, spuit, dan jarumnya.

4.5.2.2. Prosedur Pembuatan


1. Tentukan lokasi bagian tubuh tikus yang akan dibuat luka bakar derajat IIB.
Lokasi yang sesuai adalah bagian punggung kanan atas.
2. Bersihkan bulu dan cukur lokasi yang akan dibuat luka sampai jarak 3 cm dari
lokasi yang akan dibuat luka.
3. Beri perlak di bagian bawah tubuh tikus.
4. Buka bak instrumen steril.
5. Cuci tangan dan pakai handscoen bersih.
6. Desinfeksi dengan alkohol lokasi yang telah dicukur dan dibersihkan. Tunggu
alkohol sampai kering.
7. Lakukan anastesi dengan Ketamin pada lokasi dengan dosis 60 mg/kgBB
(Fatemi et al, 2014).
8. Panaskan plat besi ukuran 2x2 cm dan ketebalan 2 mm dengan api bunsen
sumbu 1cm sampai suhu mencapai 80C selama 8 menit secara konstan.
9. Tempelkan plat besi panas pada punggung tikus selama 6 detik.
10. Angkat plat besi panas dan kompres induksi luka bakar dengan
menggunakan kassa yang dicelup dalam NaCl 0,9% sekitar 60 detik. Hal
tersebut bertujuan untuk menetralkan suhu dan mencegah perluasan luka.
11. Tutup luka dengan kassa dan ikatkan ke tubuh tikus.
12. Rapikan alat dan lepas handscoen.
13. Cuci tangan.

4.5.3. Perawatan Luka Bakar Derajat IIB

Perawatan luka bakar derajat IIB dilakukan berdasarkan jam dimatikannya tikus
dari tiap-tiap kelompok. Jam dimatikannya adalah pada jam ke-6, jam ke-24, dan
jam ke-72. Tindakan perawatan dilakukan pertama kali setelah tikus diinduksi luka
bakar derajat IIB. Perawatan luka bakar dilakukan dengan menggunakan NaCl
0,9%, hidrogel, dan ekstrak daun cincau hijau (Cyclea barbata Miers) single dose
dengan konsentasi 55%.

4.5.3.1. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam perawatan luka bakar adalah
handscoen steril, handscoen bersih, bak instrumen kecil, pinset anatomis, kom
steril, kassa steril, kassa gulung, kassa + NaCl 0,9, bengkok, perlak, plester,
hipafix, gunting plester, gunting kassa, lidi cotton, NaCl 0,9%, spuit 3 cc, ekstrak
daun cincau hijau konsentrasi 55% yang dicampur vaselin, korentang dan
tempatnya, tas plastik sampah, kain, dan hidrogel.

4.5.3.2. Prosedur Perawatan Luka


a. Kelompok kontrol negatif (perawatan luka bakar derajat IIB dengan
NaCl 0,9%)
Perawatan pada tikus dapat dilakukan minimal 2 orang, yaitu 1 orang untuk
memfiksasi tikus dan 1 orang yaitu peneliti untuk melakukan perawatan.
Perawatan dengan NaCl 0,9% dapat dilakukan berdasarkan prosedur berikut.
1. Prosedur pertama yang dilakukan adalah memfiksasi tikus yang dilakukan
dengan bantuan orang lain.
a) Cuci tangan.
b) Pakai handscoen bersih.
c) Tentukan posisi yang nyaman untuk memfiksasi tikus yang akan
dilakukan perawatan luka.
d) Ambil 2 helai kain yang digunakan untuk menutup pada bagian wajah
dan memfiksasi bagian kaki. Hal tersebut dilakukan agar tikus tidak
memberontak saat dilakukan perawatan.
2. Dilakukan perawatan luka bakar derajat IIB dengan NaCl 0,9% oleh peneliti.
a) Cuci tangan.
b) Pasang perlak di bagian bawah tikus yang sudah difiksasi.
c) Tempatkan bengkok dekat dengan tikus yang akan dilakukan
perawatan luka.
d) Buka balutan luka dengan mengoleskan NaCl di sekitar balutan agar
mudah dibuka.
e) Pakai handscoen steril.
f) Irigasi luka dengan NaCl 0,9% yang telah dimasukkan dalam spuit
3cc.
g) Basahi kassa dengan NaCl 0,9% dan peras, kemudian bersihkan luka
dan keringkan.
h) Tutup semua area luka bakar dengan kassa steril yang telah dibasahi
NaCl 0,9% dan direkatkan dengan hipafix. Kemudian balut luka dengan
kassa gulung.
i) Berikan perekat yaitu dengan plester.
j) Rapikan peralatan.
k) Lepas handscoen dan cuci tangan.
3. Masukkan tikus yang sudah dilakukan perawatan luka ke dalam kandangnya.

b. Kelompok kontrol positif (perawatan luka bakar derajat IIB dengan


hidrogel)
Perawatan pada tikus dapat dilakukan minimal 2 orang, yaitu 1 orang untuk
memfiksasi tikus dan 1 orang yaitu peneliti untuk melakukan perawatan.
Perawatan dengan hidrogel dapat dilakukan berdasarkan prosedur berikut.
1. Prosedur pertama yang dilakukan adalah memfiksasi tikus yang dilakukan
dengan bantuan orang lain.
a) Cuci tangan.
b) Pakai handscoen bersih.
c) Tentukan posisi yang nyaman untuk memfiksasi tikus yang akan
dilakukan perawatan luka.
d) Ambil 2 helai kain yang digunakan untuk menutup pada bagian wajah
dan memfiksasi bagian kaki. Hal tersebut dilakukan agar tikus tidak
memberontak saat dilakukan perawatan.
2. Dilakukan perawatan luka bakar derajat IIB dengan hidrogel oleh peneliti.
a) Cuci tangan.
b) Pasang perlak di bagian bawah tikus yang sudah difiksasi.
c) Tempatkan bengkok dekat dengan tikus yang akan dilakukan
perawatan luka.
d) Buka balutan luka dengan mengoleskan NaCl di sekitar balutan agar
mudah dibuka.
e) Pakai handscoen steril.
f) Irigasi luka dengan NaCl 0,9% yang telah dimasukkan dalam spuit
3cc.
g) Basahi kassa dengan NaCl 0,9% dan peras, kemudian bersihkan luka
dan keringkan.
h) Oleskan hidrogel secara merata dengan menggunakan lidi cotton pada
area luka bakar
i) Tutup luka dengan kassa steril dan rekatkan dengan hipafix. Balut
dengan kassa gulung.
j) Berikan perekat yaitu dengan plester.
k) Rapikan peralatan.
l) Lepas handscoen dan cuci tangan.
3. Masukkan tikus yang sudah dilakukan perawatan luka ke dalam kandangnya.

c. Kelompok perlakuan (perawatan luka bakar derajat IIB dengan ekstrak


daun cincau hijau konsentrasi 55%)
Perawatan pada tikus dapat dilakukan minimal 2 orang, yaitu 1 orang untuk
memfiksasi tikus dan 1 orang yaitu peneliti untuk melakukan perawatan.
Perawatan dengan ekstrak daun cincau hijau konsentrasi 55% dapat dilakukan
berdasarkan prosedur berikut.
1. Prosedur pertama yang dilakukan adalah memfiksasi tikus yang dilakukan
dengan bantuan orang lain.
a) Cuci tangan.
b) Pakai handscoen bersih.
c) Tentukan posisi yang nyaman untuk memfiksasi tikus yang akan
dilakukan perawatan luka.
d) Ambil 2 helai kain yang digunakan untuk menutup pada bagian wajah
dan memfiksasi bagian kaki. Hal tersebut dilakukan agar tikus tidak
memberontak saat dilakukan perawatan.
2. Dilakukan perawatan luka bakar derajat IIB dengan ekstrak daun cincau hijau
konsentrasi 55% oleh peneliti.
a) Cuci tangan.
b) Pasang perlak di bagian bawah tikus yang sudah difiksasi.
c) Tempatkan bengkok dekat dengan tikus yang akan dilakukan
perawatan luka.
d) Buka balutan luka dengan mengoleskan NaCl di sekitar balutan agar
mudah dibuka.
e) Pakai handscoen steril.
f) Irigasi luka dengan NaCl 0,9% yang telah dimasukkan dalam spuit
3cc.
g) Basahi kassa dengan NaCl 0,9% dan peras, kemudian bersihkan luka
dan keringkan.
h) Oleskan ekstrak daun cincau hijau konsentrasi 55% secara merata
dengan menggunakan lidi cotton pada area luka bakar
i) Tutup luka dengan kassa steril dan rekatkan dengan hipafix. Balut
dengan kassa gulung.
j) Berikan perekat yaitu dengan plester.
k) Rapikan peralatan.
l) Lepas handscoen dan cuci tangan.
3. Masukkan tikus yang sudah dilakukan perawatan luka ke dalam kandangnya.

4.5.4. Teknik Sterilisasi


4.5.4.1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam sterilisasi adalah sabun cuci, busa,
air, ember, autoklaf, kain, dan korentang.
4.5.4.2. Prosedur
Metode sterilisasi yang digunakan pada alat-alat perawatan luka
yangterbuat dari logam yaitu menggunakan autoklaf elektrik (UV) dengan timer
otomatis. Langkah-langkah sterilisasi adalah sebagai berikut:
1. Cuci alat-alat perawatan luka yang terbuat dari logam. Cuci dengan sabun
cuci dan bersihkan sampai ke setiap sela-selanya.
2. Bilas sampai busanya hilang.
3. Keringkan
4. Hidupkan mesin autoklaf.
5. Masukkan alat-alat yang sudah kering dan bungkus dengan kain.
6. Putar tombol timer pada angka 30 menit.
7. Tunggu sampai timer menunjukkan angka nol. Hal tersebut menandakan
proses sterilisasi sudah selesai.
8. Keluarkan alat-alat yang sudah steril tersebut menggunakan korentang.
Sedangkan, metode sterilisasi pada alat-alat perawatan luka non logam
(misalnya kassa, handscoen, dan lain-lain) yaitu dengan teknik panas kering
dengan udara panas melalui proses pengovenan. Oven yang digunakan adalah
oven listrik yang menggunakan menmert pada suhu 160-170C selama 1 jam
(Kusumawati, 2010).

4.5.5. Pemeliharaan Tikus


4.5.5.1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeliharaan tikus antara lain,
yaitu kandang tikus, penutup kandang yang terbuat dari kayu dan kawat, botol air
minum 20-45 ml, makanan tikus (ayam buras super comfeed), dan sekam.

4.5.5.2. Cara Pemeliharaan Tikus


Sebelum dimulai penginduksian luka bakar dan perlakuan, tikus
diadaptasikan dahulu di tempat penelitian selama 1 minggu. Tikus-tikus tersebut
ditempatkan dalam kandang yang berbeda. Satu kandang berisi satu tikus.
Kondisi kandang tikus harus kuat (tahan gigitan), mudah dibersihkan, dan diberi
penutup kandang yang terbuat dari kawat dan kayu yang dibentuk anyaman untuk
memberikan ventilasi. Untuk satu kandang ditempati oleh satu ekor tikus dan
harus diberikan tanda pada setiap kandangnya agar tidak terjadi kesalahan.
Pemberian makan dan minum pada tikus dilakukan setiap hari, baik itu
sebelum maupun setelah dimulainya penelitian. Selama penelitian, tikus dibuat
luka bakar derajat IIB dan dirawat sesuai kelompok perlakuan setiap satu hari
sekali. Pada kelompok kematian jam ke-6, baik itu dari kelompok kontrol positif,
negatif, maupun perlakuan akan dikorbankan setelah 6 jam dari dilakukannya
perawatan luka. Begitu juga untuk kelompok kematian jam ke-24 dan 72. Tikus
akan dikorbankan dengan cara inhalasi eter kloroform. Tujuannya adalah untuk
meminimalkan kesakitan pada tikus saat proses kematian. Tikus tersebut akan
diambil jaringan kulit yang mengalami luka abkar derajat IIB untuk dilakukan
analisa mengenai jumlah makrofag. Kemudian, tikus yang sudah dimatikan
dilakukan penguburan.

4.5.6. Pembuatan Sediaan Histologi Kulit Luka Bakar Derajat IIB pada Tikus
4.5.6.1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan histologi
jaringan klit luka bakar derajat IIB pada tikus adalah papan bedah, pisau bedah,
pinset, mikrotom, beaker glass 20 ml, kuas, objek glass, inkubator, hot plate 38-
40 C, wadah larutan fiksatif, larutan xilol, paraffin blok, etanol, air, aquades, dan
air hangat 38-40 C.

4.5.6.2. Prosedur
1. Prosedur Eksisi Pengambilan Jaringan
Pada kelompok kematian jam ke-6, hewan coba pada tiap kelompok, baik itu
dari kelompok kontrol positif, negatif, maupun perlakuan akan dikorbankan
setelah 6 jam dari dilakukannya perawatan luka. Setelah itu, akan dilakukan
proses eksisi pengambilan jaringan luka oleh teknisi laboratorium farmakologi
yang berkompeten untuk dilihat secara histologi terkait jumlah makrofag. Proses
eksisi jaringan dimulai dengan euthanasia hewan coba dengan inhalasi ether
kloroform. Hewan coba akan terbius dan perlahan mati. Setelah hewan coba mati,
secepat mungkin bulu disekitar punggung yang telah dieksisi dan dirawat dicukur
hingga bersih dan didesinfeksi dengan alkohol 70% selanjutnya dibuat eksisi
menggunakan pisau bedah mencapai batas lapisan otot. Tiap jaringan yang telah
dieksisi akan disimpan dalam botol yang berisi larutan formalin buffer agar tetap
awet hingga dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk dilakukan pewarnaan.
Untuk kelompok kematian jam ke-24 juga akan dilakukan hal yang sama yaitu
dilakukan pengambilan jaringan kulit. Begitu juga kelompok kematian jam ke-72.

2. Fiksasi
Jaringan luka yang telah dieksisi dimasukkan ke dalam larutan formalin buffer
(larutan formalin 10% dalam Phosphat Buffer Saline pada pH 7,0) selama 18-24
jam. Setelah fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquades selama
1 jam untuk proses penghilangan larutan fiksasi.

3. Dehidrasi
Pada tahap ini potongan jaringan eksisi dimasukkan dalam alkohol dengan
konsentrasi bertingkat agar jaringan menjadi lebih jernih dan transparan,
kemudian dimasukkan dalam larutan alkohol-xylol selama 1 jam dan kemudian
larutan xylol murni selama 2 x 2 jam.

4. Impregnasi
Pada tahap ini jaringan dimasukkan dalam paraffin cair selama 2 x 2 jam.

5. Embedding
Setelah tahap impregnasi, jaringan akan ditanam dalam paraffin padat yang
mempunyai titik lebur 56-58C. Setelah itu, tunggu hingga paraffin padat. Jaringan
dalam paraffin dipotong secara vertikal setebal 4 mikro dengan menggunakan
mikrotom. Potongan-potongan jaringan tersebut kemudian ditempelkan pada kaca
objek yang sebelumnya telah diolesi polilisin sebagai perekat. Jaringan pada kaca
objek dipanaskan dalam inkubator dengan suhu 56-58C hingga paraffin mencair.

4.5.7. Pewarnaan Hematoksilin Eosin


4.5.7.1. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunaan dalam pewarnaan jaringan adalah
hematoksilin, eosin, preparat jaringan periatikular, alkohol 1%, cover glass, dan
pipet.
4.5.7.2. Prosedur
Pada tahap staining, object glass dimasukkan pada xylol selama 15 menit
x 3, alkohol 96% selama 15 menit x 3, kemudian dicuci dengan air mengalir
selama 15 menit, setelah itu object glass dimasukkan pada pewarna hematoxylin
selama 15 menit dan dicuci dengan air mengalir selama 15 menit. Object glass
dimasukkan pada lithium carbonat selama 20 detik dan dicuci dengan air mengalir
selama 15 menit. Selanjutnya, object glass dimasukkan pada pewarna eosin
selama 15 menit, alkohol 96% selama 15 menit x 3, dan xylol selama 15 menit x
3. Tahap terakhir adalah preparat ditutup dengan menggunakan deck glass
Entellan.
Metode pewarnaan ini berdasar pada 3 warna (Trichrom) yaitu asam
pikrat dan asam fuchsin dengan hematoksilin. Jaringan pada kaca objek
dilakukan deparafinisasi sampai alkohol 70%, kemudian diberi larutan
hematoxylin dan diamkan selama 5 menit, kemudian dilarutkan dalam air hangat
60C agar berwarna merah kurang lebih selama 3-10 menit. Lalu dibilas dengan
menggunakan aquades dan dilanjutkan dengan memberi larutan eosin dengan
cepat (1x celup). Kemudian dilakukan dehidrasi alkohol 96% 2x, absolute 2x, xylol
2x, lalu diberi balsam Canada dan ditutup dengan kaca penutup (Prayogi, 2014).

4.5.8. Identifikasi sel makrofag


Proses identifikasi makrofag dilakukan pada jam ke-6, jam ke-24, dan jam
ke-72. Tikus dikorbankan terlebih dahulu kemudian luka dibersihkan dan dibuat
sediaan histologi. Makrofag adalah sel khusus yang terdapat di dekat pembuluh
darah, memiliki inti satu berukuran 10-30 m, inti lonjong atau berbentuk ginjal
(adanya lekukan ke dalam/ tapal kuda), mengandung granula azurofilik (Suwati,
2008). Pada pewarnaan histopatologi menggunakan Hematoxylin-eosin (HE),
makrofag tampak sebagai sel berbentuk ireguler dan memanjang, dengan ukuran
yang lebih besar daripada fibroblas serta memiliki sitoplasma lebih banyak. Pada
pewarnaan ini, inti sel makrofag tampak berwarna biru keunguan. Secara lebih
spesifik, makrofag dapat dikenali melalui aktivitas fagositosisnya yakni dengan
didapatkannya granul berpigmen coklat tua di dalam sitoplasma yang merupakan
debris yang difagositosis olehnya (King, 2010). Perhitungan jumlah makrofag
dilakukan menggunakan mikroskop OLYMPUS seri CX 21 dengan perbesaran
400 kali, setiap sediaan diperiksa pada lapang pandang 5 area dan dianalisa
dengan menggunakan software OlyVIA (viewer for histological examination) yang
dihubungkan dengan komputer (Sunaryati, 2010).

4.6. Definisi Operasional


Definisi operasional adalah perumusan atau pengartian pada tiap-tiap variabel
(Nursalam, 2008).
Tabel 4.1. Definisi Operasional
Hasil Skala
Variabel Definisi Operasional Parameter
Ukur Ukur
1. Perawatan Luka Melakukan perawatan luka bakar - - -
Bakar Derajat IIB derajat IIB dengan membersihkan
dengan NaCl luka dengan irigasi NaCl 0,9% dan
0,9% dikeringkan. Kemudian menutup
luka dengan kassa steril yang
dibasahi dengan NaCl 0,9%.
Kassa direkatkan dengan hipafix
dan dibalut dengan kassa gulung
dan plester.

2. Perawatan Luka Melakukan perawatan luka bakar - Mg Rasio


Bakar Derajat IIB derajat IIB dengan membersihkan
dengan hidrogel luka dengan irigasi NaCl 0,9% dan
dikeringkan. Kemudian
mengoleskan hidrogel secara
merata ke luka. Setelah itu,
menutup luka dengan kassa steril
yang direkatkan dengan hipafix
dan dibalut dengan kassa gulung
dan plester.

3. Perawatan Luka Melakukan perawatan luka bakar - Mg Rasio


Bakar Derajat IIB derajat IIB dengan membersihkan
dengan ekstrak luka dengan irigasi NaCl 0,9% dan
daun cincau dikeringkan. Kemudian
hijau (Cyclea mengoleskan ekstrak daun cincau
barbata Miers) hijau secara merata ke luka.
Setelah itu, menutup luka dengan
kassa steril yang direkatkan
dengan hipafix dan dibalut dengan
kassa gulung dan plester.

4. Ekstrak daun Serbuk daun cincau hijau yang Dosis % Rasio


cincau hijau diproses menjadi ekstrak melalui
(Cyclea barbata prosedur maserasi dengan pelarut
Miers) metanol yang dibuat dalam
sediaan salep dengan dicampukan
vaselin. Ekstrak tersebut dijadikan
dalam konsentrasi 55%.
5. Jumlah Sel khusus yang memiliki inti satu Jumlah total Jumlah Rasio
makrofag berukuran 10-30 m, inti rata-rata sel sel
berbentuk ginjal/ kacang merah, makrofag
dan mengandung granula tiap
azurofilik. Perhitungan dilakukan kelompok
dengan 5 lapang pandang tiap
sediaan histologi. Kemudian
hasilnya akan dirata-ratakan.
4.7. Prosedur Penelitian
4.7.1. Alur Kerja Penelitian

Post-test Only, Control Group Design

Populasi: 45 ekor tikus (Rattus norvegicus Strain Wistar)

Tikus diadaptasi selama 7 hari

Pengambilan sampel dengan simple random sampling

Pembuatan luka bakar deajat IIB menggunakan plat besi


(dipanaskan menggunakan bunsen) hingga mencapai suhu
80C selama 6 detik

(induksi luka bakar derajat IIB)

Kelompok kontrol Kelompok kontrol Kelompok kontrol


negatif (jam ke-6, negatif (jam ke-6, jam negatif (jam ke-6, jam
jam ke-24, dan jam ke-24, dan jam ke-72) ke-24, dan jam ke-72)
ke-72)
Kelompok perawatan Kelompok perawatan
Kelompok perawatan dengan pemberian dengan pemberian
dengan pemberian hidrogel ekstrak daun cincau
NaCl 0,9% hijau (Cyclea barbata
Miers) konsentrasi 55%

Dimatikan jam ke-6 Dimatikan jam ke-24 Dimatikan jam ke-72


(1 kelompok kontrol (1 kelompok kontrol (1 kelompok kontrol
negatif, 1 kelompok negatif, 1 kelompok negatif, 1 kelompok
kontrol positif, dan 1 kontrol positif, dan 1 kontrol positif, dan 1
kelompok perlakuan) kelompok perlakuan) kelompok perlakuan)

Perhitungan jumlah makrofag jam ke-6, jam ke-24, dan jam ke-72

Analisa data

Gambar 4.1 Alur Kerja Penelitian


4.7.2. Pengumpulan Data
4.7.2.1. Teknik pengumpulan Data
Data didapatkan dari sampel yang dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu
kontrol negatif, kontrol positif, dan perlakuan, di mana tiap kelompok tersebut
akan dibagi lagi menjadi 3 kelompok kecil berdasarkan jam kematiannya.
Kelompok kontrol negatif terdiri atas kelompok kontrol negatif yang dimatikan jam
ke-6, jam ke-24, dan jam ke-72. Kelompok kontrol positif terdiri atas kelompok
kontrol positif yang dimatikan jam ke-6, jam ke-24, dan jam ke-72. Kelompok
perlakuan terdiri atas kelompok perlakuan yang dimatikan jam ke-6, jam ke-24,
dan jam ke-72. Jadi, total keseluruhan kelompok yaitu 9 kelompok. Untuk
kelompok kontrol negatif dirawat dengan kompres NaCl 0,9%, kelompok kontrol
positif dirawat dengan hidrogel, dan kelompok perlakuan dirawat dengan ekstrak
daun cincau hijau dengan konsentrasi 55%.
Pengumpulan data dilakukan selama perawatan luka setelah diinduksi
luka bakar sampai mencapai jam kematian, yaitu jam ke-6, ke-24, dan ke-72.
Perhitungan jumlah makrofag dilakukan setelah tikus dikorbankan sesuai
kelompok jam kematiannya.

4.7.2.2. Metode pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan jumlah
makrofag dalam preparat HE jaringan kulit. Kemudian dianalisa menggunakan
software OlyVIA (viewer for histology examination) dengan perbesaran 400 kali.

4.8. Analisa Data


4.8.1. Uji Nomalitas dan Homogenitas
Hasil analisa terhadap jumlah makrofag luka bakar derajat IIB pada masing-
masing sampel pada setiap perlakuan, dilakukan uji statistik SPSS version 21
dengan cara uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan uji
Saphiro-Wilk dengan =0,05. Jika didapatkan data menunjukkan p value > 0,05,
maka data terdistribusi normal. Kemudian pada uji homogenitas data
menggunakan uji Test of Homogenity of Varience. Jika nilai F hasil > nilai F tabel,
maka data adalah homogen, sehingga dapat dilakukan uji parametrik lebih lanjut
menggunakan One way ANOVA.
4.8.2. Uji Hasil Penelitian
Data hasil penelitian kemudian dianalisa dengan One Way ANOVA SPSS
version 21 untuk mengetahui adanya perbedaan antara kelompok uji coba. Jika
signifikansi < (0,05), maka terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah
makrofag luka bakar pada luka bakar derajat IIB kelompok uji coba.

4.8.3. Uji Perbandingan Berganda (Post Hoc Test)


Uji perbandingan berganda (Post Hoc Test) merupakan metode pengujian
lanjutan apabila pengujian ANOVA terdapat nilai beda atau ketidaksamaan nilai
tengah pada data yang diajukan. Metode ini berfungsi untuk mengetahui nilai
tengah mana yang memiliki perbedaan yang signifikan. Biasanya dilakukan dengan
melihat besar variasi dari tiap kombinasi perbandingan nilai tengah yang diamati.
Kelompok dengan nilai signifikansi paling kecil, mempunyai nilai signifikansi paling
bermakna dalam kelompok-kelompok uji coba.

4.8.4. Uji Pearson Correlation


Setelah data hasil penelitian dianalisis dengan uji Post Hoc Test, kemudian
dianalisis menggunakan uji Pearson Correlation untuk mengetahui keterkaitan
hubungan antara jumlah makrofag dengan konsentrasi ekstrak daun cincau hijau
(Cyclea barbata Miers). Pada uji Pearson Correlation dua variabel dikatakan
berbeda secara bermakna apabila nilai signifikansi (p< 0,05). Untuk mengetahui
kekuatan hubungan antar variabel dapat dilihat dari nilai Pearson Correlation pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2. Interpretasi Nilai Korelasi
Interval nilai Pearson Correlation Hubungan Variabel
0,00 - 0,119 Sangat rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Nursalam (2008)
Analisis korelasi perlu dilakukan sebelum peneliti melakukan analisis regresi.
Jika di antara variabel tidak mempunyai korelasi (tidak mempunyai hubungan),
maka dapat dipastikan variabel tersebut tidak mempunyai pengaruh. Oleh karena
itu, uji korelasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa variabel-variabel yang
diteliti mempunyai hubungan. Suatu variabel yang mempunyai hubungan belum
tentu mempunyai pengaruh, tetapi jika suatu variabel mempunyai pengaruh
terhadap variabel lain, maka dapat dipastikan variabel tersebut mempunyai
hubungan (Sarjono & Julianita, 2011).

4.8.5. Uji Regeresi Linier Berganda


Uji regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh konsentrasi 55% ekstrak daun cincau hijau terhadap jumlah makrofag
pada luka bakar derajat IIB. Besarnya nilai koefisien determinasi (R square= R2)
adalah kontribusi perawatan menggunakan ekstrak daun cincau hijau dalam
mempengaruhi jumlah makrofag, sedangkan sisanya merupakan faktor-faktor
selain dari besarnya konsentrasi ekstrak daun cincau hijau (Sarjono & Julianita,
2011).

Anda mungkin juga menyukai