Anda di halaman 1dari 9

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Sewaktu dan Kejadian

Diabetes Mellitus

Muhammad Nur Syaiful Bin Mohidin

102012490

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara Tg Duren Utara Jakarta Utara

syaiful92mohidin@gmail.com

Abstrak

Diabetes Melitus Tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit kronis yang prevalensinya tinggi.
Dalam usaha untuk mencegah timbulnya kasus DM tipe 2, masyarakat perlu mengetahui
faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit ini. Tujuan penelitian ini
dilakukan adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko apa yang mempengaruhi kadar gula
darah sewaktu yang mengindikasikan kejadian DM tipe 2. Dalam penelitian ini , metode
cross sectional diambil di 110 responden dengan data independen variabel seperti jenis
kelamin, umur, tinggi badan, berat badan dan aktivitas fisik dimana dependen variabel nya
adalah kadar gula darah sewaktu yang menentukan responden menghidap DM atau tidak.
Hasil penelitian menunjukkan hanya umur dan aktivitas fisik yang signifikan untuk
menandakan adanya hubungan dengan kadar gula darah sewaktu dan meningkatnya angka
kejadian DM tipe 2.
Kata kunci : diabetes mellitus, kadar gula darah sewaktu, aktivitas fisik

Abstract

Type 2 Diabetes Mellitus is a chronic disease with high prevalence. To reach this goal,
people need knowledge about risk factors related type 2 Diabetes Mellitus evidence. The
purpose of this study is to prove the risk factors which related to blood glucose level
indicates the evidence of type 2 DM. In this study, the cross sectional method was taken in
110 respondents in which the independent variable taken were sex, age, heights, weights
and physical activities meanwhile the dependent variable was blood glucose level which
determine whether the respondent got DM or not. The results show that only age and
physical activities which have influenced on the blood glucose level hence increase the
prevelance of type 2 DM.
Keywords : diabetes mellitus, blood glucose level, physical activities

1
Pendahuluan

Diabetes Mellitus(DM) merupakan satu masalah kesehatan yang besar. Data dari
studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita DM pada tahun 2011 telah mencapai 366
juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukan, jumlah ini diperkirakan akan meningkat
menjadi 522 juta pada tahun 2030. Selain itu pengeluaran biaya kesehatan untuk Diabetes
Mellitus telah mencapai 465 miliar USD (IDF, 2011). International Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap
DM. Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah dan
menengah, (IDF, 2011). Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita
DM di Asia Tenggara. Jumlah penderita DM terbesar berusia antara 40-59 tahun.

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan


hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat
memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya. Diabetes Melitus diklasifikasikan
menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai insulin-dependent atau childhood onset diabetes,
ditandai dengan kurangnya produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non-
insulin-dependent atau adult-onset diabetes, disebabkan ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin secara efektif yang kemudian mengakibatkan kelebihan berat badan
dan kurang aktivitas fisik. Sedangkan diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang
diketahui pertama kali saat kehamilan.1

Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar tergolong dalam DM tipe 2


disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap
lingkungan. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2
adalah perpindahan dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang kemudian
menyebabkan perubahan gaya hidup seseorang. Di antaranya adalah kebiasaan makan
yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas.2 Kondisi obesitas tersebut akan memicu
timbulnya DM tipe 2. Pada orang dewasa, obesitas akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2
4 kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal.3

Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga merupakan
faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM. Latihan fisik yang teratur dapat
meningkatkan kualitas pembuluh darah dan memperbaiki semua aspek metabolik, termasuk
meningkatkan kepekaan insulin serta memperbaiki toleransi glukosa. Hasil penelitian di
Indian Pima, orang-orang yang aktivitas fisiknya rendah 2,5 kali lebih berisiko mengalami
DM dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali lebih aktif.4

2
Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional dengan
jumlah sampel sebanyak 110 responden. Sebagai variabel independen adalah usia, jenis
kelamin, indeks massa tubuh berdasarkan tinggi dan berat badan serta aktifitas fisik.
Sedangkan variabel dependen adalah kadar gula darah sewaktu. Pengumpulan data
dilakukan dengan instrumen kuesioner. Selain dengan menggunakan metode kuantitatif,
pendekatan kualitatif juga dilakukan dengan melakukan wawancara kepada responden dan
ahli keluarga responden. Penelitian ini dilakukan di untuk mengetahui apakah faktor-faktor
risiko seperti yang ada pada variabel independen berhubungan dengan kadar gula darah
sewaktu yang akan meningkatkan risiko diabetes mellitus.

Hasil dan Pembahasan

Sebanyak 110 orang responden telah menjadi sampel untuk penelitian ini. Dari 110
orang responden, terdapat sebanyak 65 orang perempuan dan 45 orang laki-laki. Umur
responden bervariasi dari umur 20 tahun hingga 72 tahun, dimana mean nya adalah 44.49,
nilai median nya adalah 43.50 dan nilai frekuensi tertinggi atau mode nya 35. Berikut adalah
frekuensi responden mengikut jenis kelamin dan umur.

SEX
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 65 59.1 59.1 59.1
Laki-laki 45 40.9 40.9 100.0
Total 110 100.0 100.0
Tabel 1 : Distribusi responden mengikut jenis kelamin

Statistics

UMUR

N Valid 110

Missing 0

Mean 44.4909

Median 43.5000

Mode 35.00

Sum 4894.00

Tabel 2 : Hasil statistik umur responden

3
Diagram 1 : Distribusi responden mengikut jenis kelamin dan kelompok umur

Diagram 2 : Frekuensi aktivitas fisik responden


Aktivitas fisik pasien juga diambil kira sebagai faktor risiko yang mempengaruhi
kadar gula darah responden. Di dalam penelitian aktivitas fisik dibagi 3 yaitu 0=rendah,
1=sedang dan 2=tinggi. Dapat dilihat pada diagram 1 responden dengan aktivitas tinggi
paling banyak diikuti dengan aktivitas sedang dan rendah.
Untuk test statistik menguji hubungan antara faktor risiko dengan kadar gula darah
sewaktu digunakan test korelasi, Anova dan Chi-Square. Faktor risiko yang diperkirakan
termasuk umur, indeks massa tubuh(IMT) dan aktivitas fisik. IMT dihitung berdasarkan tinggi
dan berat badan yang diperoleh dari data responden.

4
Correlations

UMUR GDS

UMUR Pearson Correlation 1 .239*

Sig. (2-tailed) .012

N 110 110

GDS Pearson Correlation .239* 1

Sig. (2-tailed) .012

N 110 110

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Tabel 3 : Hasil analisis korelasi antara umur


dengan kadar gula darah sewaktu
Faktor yang pertama adalah umur. Sebelum uji statistik dilakukan kita tetapkan
dahulu H0 yaitu tiada perbedaan rata-rata antara umur dengan kadar gula darah sewaktu.
Berdasarkan data yang ada, faktor usia adalah data numerik dan kadar gula darah sewaktu
adalah numerik jadi dapat digunakan test korelasi untuk uji statistik. Hasil dari test statistik
ini adalah p=0.012 dimana kurang dari signifikan level 0.05 maka H0 ditolak. Jadi ada
perbedaan rata-rata antara faktor umur dan kadar gula darah sewaktu.
Faktor yang kedua adalah indeks massa tubuh. Di sini dapat diperhatikan apakah
faktor indeks massa tubuh mempunyai hubungan terhadap kadar gula darah responden.
Data yang bakal digunakan untuk faktor indeks massa tubuh ialah data numeric dan data
kategoriknya manakala data untuk kadar gula darah sewaktu yang akan digunakan adalah
data kategorik. Jika menggunakan data numeric pada indeks massa tubuh dan data
kategorik pada kadar gula darah sewaktu, test yang perlu digunakan juga adalah Anova dan
hipotesis yang diajukan adalah tiada perbedaan rata-rata antara indeks massa tubuh
dengan kadar gula darah sewaktu. Berikut adalah hasil test Anova.

GDS

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 44.433 99 .449 .518 .950

Within Groups 8.667 10 .867

Total 53.100 109

Tabel 4 : Hasil analisis hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah
sewaktu

5
Berdasarkan dari hasil test Anova, didapatkan hasilnya lebih besar dari yaitu 0.950
yang bermakna hipotesisnya diterima yaitu tiada perbedaan rata-rata antara indeks massa
tubuh dan kadar gula darah sewaktu. Seterusnya dapat dilakukan test dengan
menggunakan data indeks massa tubuh yang kategorik dan data kadar gula darah sewaktu
yang kategorik. Pada kedua data kategorik ini perlu digunakan uji Kolmogorov Smirnov. Hal
ini karena data yang didapati tidak memenuhi syarat uji Chi-Square dan hipotesisnya adalah
tiada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah sewaktu.

Count

GDS

Normal Borderline Tinggi Total

IMT Rendah 10 0 0 10

Normal 42 2 7 51

Tinggi 40 1 8 49

Total 92 3 15 110

Tabel 5 : Distribusi kadar gula darah sewaktu mengikut indeks massa tubuh responden.

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.602a 4 .627

Likelihood Ratio 4.180 4 .382

Linear-by-Linear Association 1.276 1 .259

N of Valid Cases 110

a. 4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .27.

Tabel 6 : Hasil analisis hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah
sewaktu.

Pada hasil uji Kormogolov Smirnov ini didapatkan hasilnya lebih besar dari yaitu 0.382
yang bermaksud tiada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah
sewaktu.

6
Tabel 7 : Hasil analisis antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah sewaktu

Faktor risiko aktivitas fisik ke atas kadar gula darah sewaktu turut diperkirakan
menggunakan uji statistik Chi-Square ini. H0 yang ditetapkan adalah tiada perbedaan rata-
rata antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah sewaktu. Hasil yang didapatkan adalah
p=0.000 dimana kurang dari maka hipotesis ditolak. Jadi bisa disimpulkan adanya
perbedaan rata-rata antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah sewaktu.

Tinjauan Pustaka
Berdasarkan analisis antara jenis kelamin dengan kejadian DM Tipe 2, prevalensi
kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih berisiko
mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa
tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-
menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat
proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe2.5
Penelitian antara umur dengan kejadian diabetes mellitus menunjukan adanya
hubungan yang signifikan. Kelompok umur < 45 tahun merupakan kelompok yang kurang
berisiko menderita DM Tipe 2. Risiko pada kelompok ini 72 persen lebih rendah dibanding
kelompok umur 45 tahun. Penelitian Iswanto (2004)6 juga menemukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian diabetes mellitus. Selain itu, studi
yang dilakukan Sunjaya (2009) juga menemukan bahwa kelompok umur yang paling banyak
menderita diabetes mellitus adalah kelompok umur 45-52 (47,5%). Peningkatan diabetes
risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan
karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intolenransi glukosa. Adanya proses
penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel pancreas dalam memproduksi
insulin.7 Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas
mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin.7

7
Indeks masa tubuh secara bersama-sama dengan variable lainnya mempunyai
hubungan yang signifikan dengan diabetes mellitus. Hasil perhitungan OR menunjukan
seseorang yang obesitas mempunyai risiko untuk menderita diabetes. Kelompok dengan
risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas, dengan odds 7,14 kali lebih besar
dibandingkan dengan kelompok IMT normal. Penelitian menurut Sunjaya (2009)
menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar
untuk terkena diabetes mellitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami
obesitas.
Adanya pengaruh indek masa tubuh terhadap diabetes mellitus ini disebabkan oleh
kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein dan lemak yang
merupakan factor risiko dari obesitas. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya Asam
Lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan
translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya
resistensi insulinpada jaringan otot dan adipose.8
Telah diperlihatkan bahwa aktivitas fisik secara teratur menambah sensitivitas insulin
dan menambah toleransi glukosa. Baru-baru ini penelitian prospektif juga memperlihatkan
bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan berkurangnya risiko terhadap DM tipe 2.
Penelitian ini lebih lanjut mengusulkan ada gradien risiko dengan bertambahnya aktivitas
fisik. Lebih lanjut aktivitas fisik mempunyai efek menguntungkan pada lemak tubuh, tekanan
darah, dan distribusi lemak tubuh/ berat badan, yaitu pada aspek ganda sindroma metabolic
kronik, sehingga juga mencegah penyakit kardiovaskuler. Hubungan antara inaktivasi fisik
dengan DM masih terlihat, bahkan setelah di-adjusted dengan obesitas, hipertensi, dan
riwayat keluarga DM tipe 2. Dengan demikian olahraga memiliki efek protektif yang dapat
dicapai dengan pengurangan berat badan melalui bertambahnya aktivitas fisik.9 Pada
penelitian ini aktivitas olahraga < 3 kali /minggu selama 30 menit menunjukkan risiko
menderita DM lebih tinggi dari pada aktivitas olah raga yang rutin. Hal ini sesuai dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa kurangnya olah raga
memperlihatkan perbedaan prevalensi DM tipe-2 hingga 2-4 kali lipat.10

Kesimpulan
Hasil dari seluruh penelititan ini hanya menunjukkan faktor usia dan aktifitas fisik yang
berpengaruh terhadap kadar gula darah sewaktu. Oleh itu, perlu diberi penerangan kepada
masyarakat tentang menjaga aktifitas fisik untuk mengelakkan peningkatan kadar gula darah
sewaktu yang akan menyebabkan terjadinya diabetes mellitus. Menurut penelitian ini, factor
ndeks massa tubuh tidak menjadi factor yang mempengaruhi kadar gula darah sewaktu.
Namun begitu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena hasilnya bertentangan dengan
teori yang telah dikemukakan sebelum ini.

8
Daftar Pustaka

1. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe-2 di


Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2006. Hal 1-10
2. Satoto. Reposisioning pangan sebagai strategi KIE penanggulangan masalah gizi
ganda. Dalam: Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Gizi dan
kualitas hidup. Semarang: Lembaga Penelitian UNDIP; 1997. Hal 1-4.
3. Sri K, Obesitas dan penatalaksanaan program diit. Semarang : PAM Gizi Depkes RI
Semarang; 1996. Hal 1-4.
4. Radio Putro Wicaksono. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan kejadian
diabetes mellitus tipe 2. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran ; Hal 1-22
5. Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di
Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis
Universitas Indonesia.
6. Sunjaya, I Nyoman. 2009. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor
Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan. Jurnal Skala Husada Vol. 6 No.1 ; hal 75-
81.
7. Shara Kurnia Trisnawati, Soedijono Setyorogo. 2013. Faktor Risiko Kejadian
Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Ilmiah Kesehatan ; hal 1-6.
8. Teixeria-Lemos. 2011. Regular physical exercise training assists in preventing type 2
diabetes development: focus on its antioxidant and anti-inflammantory properties.
Biomed Central Cardiovascular Diabetology 10: 1-15
9. Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Padmomartono FS. Naskah lengkap
diabetes melitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro; 2007.
10. Bacchi E, Negri C, Bonora E, Moghetti P. Influence of acute vouts of exercise on
blood glucose in type 2 diabetic patients, as measured by continuous glucose
monitoring systems. J Diabetes Metab. 2013;4(9):1-8.

Anda mungkin juga menyukai