Anda di halaman 1dari 19

Responsi Kasus

SKABIES

Oleh:
Muhammad Arief Luthfi Parama
G99152077

Pembimbing:
dr. Ammarilis Murastami, Sp. KK.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR.MOEWARDI
SURAKARTA
2017
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing : dr. Ammarilis Murastami, Sp. KK.
Nama Mahasiswa : Muhammad Arief Luthfi Parama
NIM : G99152077
SKABIES

1. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (telur, feses).1,2
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina,
famili Sarcoptidae. Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke kulit
maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei,
bantal dan lain - lain).3

2. EPIDEMIOLOGI
Skabies mempengaruhi semua umur, ras, dan tingkat sosial ekonomi di
seluruh dunia. Prevalensi penderita scabies sangat bervariasi dengan beberapa
negara terbelakang memiliki tingkat dari 4% sampai 100% populasi umum.
Sebuah host yang terinfestasi biasanya menampung antara 3 dan 50 tungau betina,
namun jumlahnya mungkin sangat bervariasi di antara individu-individu.4
Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies di negara
berkembang terkait dengan kemiskinan yang diasosiasikan dengan rendahnya
tingkat kebersihan, akses air yang sulit, dan kepadatan hunian. Oleh karena itu,
prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan
kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara, panti asuhan,
dan pondok pesantren.5
Tingginya prevalensi skabies di negara berkembang disebabkan oleh
kemiskinan, status gizi buruk, tuna wisma, dan kebersihan yang buruk. Di negara
berkembang, prevalensi skabies lebih tinggi pada anak-anak dan remaja
diabndingkan orang dewasa Skabies pada laki-laki sama dengan pada
perempuan.6
Prevalensi skabies di Indonesia menurut Depkes RI berdasarkan data dari
puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. Skabies di
Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Insiden dan
prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia terutama pada lingkungan
masyarakat pesantren.7 Di Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk
muslim terbanyak di dunia, terdapat 14.798 pondok pesantren dengan prevalensi
skabies cukup tinggi. Pada tahun 2003, prevalensi skabies di 12 pondok pesantren
di Kabupaten Lamongan adalah 48,8%13 dan di Pesantren An-Najach Magelang
pada tahun 2008 prevalensi skabies adalah 43%.5

3. ETIOLOGI
Skabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei. Secara morfologik
merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian
perutnya rata (Gambar 1). Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250 350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
dengan alat perekat.2
Orang dengan sistem imun yang menurun dapat juga meningkatkan risiko
terkena skabies seperti pada orang yang sudah tua dan orang dengan penyakit
HIV/AIDS, limfoma, leukemia. Selain itu, orang dengan post transplantasi organ
juga berisiko tinggi.8
Gambar 1. Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei betina

4. PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira
sebulan setelah infestasi.2
Skabies adalah gangguan pruritus yang sangat intens yang disebabkan oleh
respons imun alergi terhadap infestasi kulit oleh tungau Sarcoptes scabiei. Tungau
betina menembus kulit dan menggali liang di daerah stratum korneum / epidermal.
Selama 2-3 minggu berikutnya, ia meletakkan 3-4 butir telur setiap hari, yang
menetas setelah 3-4 hari. Larva baru menetas keluar dari liang dan muncul di
permukaan kulit dan berkembang sampai mencapai tahap dewasa.6
Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes scabie

Liang betina ditemukan terutama di daerah hiperkeratotik di sisi tangan


dan jari, pada pergelangan tangan, juga pada siku, kaki (terutama bayi), alat
kelamin, bokong, di sekitar puting susu dan di aksila.4,6
Respons alergi biasanya dimulai 3-4 minggu setelah infestasi awal dengan
tungau dan disertai dengan pruritus. Rasa gatal dapat mempengaruhi seluruh
bagian tubuh dan semakin hebat pada malam hari. Penderita yang telah terinfeksi
lebih dari sekali mulai menunjukkan gejala dalam satu atau dua hari.
Infeksi sekunder sering terjadi. Lesi nodular berkembang pada sekitar 7%
pasien skabietik. Lesi muncul saat skabies aktif dan terdiri dari nodul, bulat,
coklat kemerahan, halus, berdiameter 5-8 mm dan gatal. Nodul tersebut dapat
berkembang pada lipatan depan aksila dan selangkangan. Nodul telah dianggap
sebagai reaksi sistem retikuloendotelial terhadap antigen tungau.6

5. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies,
yaitu :2
a. Pruritus Nocturna
Artinya adalah gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.1 Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih
lembab dan panas.2
b. Menyerang Manusia secara Berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu
pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Di
dalamkelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi,
walaupun terinfestasi oleh parasit, namun tidak menimbulkan keluhan
klinis akan tetapi menjadi pembawa(carrier) bagi individu lain.2
c. Adanya Terowongan (Kunikulus)
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan
papul atau vesikel (Gambar 3). Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dll). Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu:
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong,
genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.2
Gambar 3. Terowongan pada penderita skabies11

Gambar 4.Gambaran klasik Skabies3


d. Menemukan Sarcoptes scabiei
Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik.Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.Akan tetapi, kriteria
yang keempat ini agak sulit ditemukan karena hampir sebagian besar
penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan
tidak spesifik.2,3

Gambar 5. Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei12


6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti
sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan
dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menemukan tungau dan produknya yaitu :2, 13, 14, 15
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau
KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan skalpel steril
yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan
pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup
lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung
lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung
jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah
dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30
menit.Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut
akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena
akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakanpositif bila terbetuk
gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk S.
d. Membuat biopsi irisan (Epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial menggunakan
pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan
tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral
yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop. Biopsi irisan dengan
pewarnaan Hematoksilin and Eosin. (Gambar 8)
Gambar 7. Sarcoptes scabiei dalam epidermis
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari
lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning
keemasan pada kanalikuli.

7. PENATALAKSANAAN
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dimulai dari leher ke bawah hingga ke
jari-jari kaki, dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area
lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies
berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal.
Karena gejala skabies disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap tungau dan
feses, pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi
skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 2
minggu, meskipun tungau dan telur telah mati. Jika tidak diberikan penjelasan,
pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan
kemudian akan menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Jika gatal masih
menetap lebih dari 2-4 minggu setelah pengobatan atau jika muncul terowongan
baru atau lesi ruam seperti jerawat terus muncul, maka dibutuhkan pengobatan
ulang.Pasangan seksual dan orang lain yang memiliki riwayat kontak skin to skin
dengan pasien pengidap skabies dalam waktu 1 bulan sebaiknya diperiksakan dan
jika terbukti maka diobati. Semua orang yang berisiko sebaiknya diobati dalam
waktu yang sama untuk mencegah reinfestasi.9
1. Penatalaksanaan Non-medikamentosa
Edukasi pada pasien skabies :
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan skabisid topikal yang dioleskan di seluruh kulit, kecuali
wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur
c. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan
d. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas karena tungau akan
mati pada suhu 130C
e. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah
f. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid dan
tidak boleh mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah
seminggu sampai dengan 4 minggu yang akan dating
g. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan
yang sama dan ikut menjaga kebersihan9
2. Penatalaksanaan medikamentosa
a. Permethrin 5% cream.
b. Lindane (gamma benzene hexachloride) 1% lotion or cream.
c. Benzyl benzoate 10% and 25% lotion or emulsion.
d. Malathion 0.5% lotion.
e. Monosulfiram 25% lotion.
f. Crotamiton 10% cream.
g. Precipitated sulphur 2%10% ointment.
h. Esdepallethrine 0.63% aerosol.
i. Ivermectin 0.8% lotion.
j. Oral drug : Ivermectin.

Tabel 1. Pengobatan Skabies


Jenis Obat Dosis Keterangan

Krim Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di


Permetrin 5% diulangi selama 7 hari. Amerika Serikat dan
kehamilan kategori B.
Lotio Lindan Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada
1% setelah itu dibersihkan, anak umur 2 tahun kebawah,
olesan kedua diberikan 1 wanita selama masa
minggu kemudian. kehamilan dan laktasi.
Krotamiton Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus
10% berturut-turut, lalu diulangi tetapi efektifitasnya tidak
dalam 5 hari. sebaik topikal lainnya.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari
presipitat 5- dibersihkan. 2 bulan dan wanita dalam
10% masa kehamilan dan laktasi,
tetapi tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data
efisiensi obat ini masih
kurang.
Lotio Benzil Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat
Benzoat 10% dibersihkan menyebabkan dermatitis pada
wajah
Ivermektin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang
mcg/kg diulangi pada hari ke-14 tinggi dan aman. Dapat
digunakan bersama bahan
topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus skabies
berkrusta dan skabies
resisten.

8. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.10
Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies,
jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan
eksema akan sembuh. Namun pada penderita skabies juga dapat terjadi infeksi
bakteri sekunder dengan Streptococci dan Staphylococci dan dapat menyebabkan
komplikasi serius dan berpotensi fatal, termasuk infeksi bakteri invasif, gagal
ginjal, dan jantung rematik kronis.16
DAFTAR PUSTAKA

1. Currie JB, McCarthy JS. Permetrin dan Ivermektin untuk Skabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.
2. Handoko,PR. Skabies. In: Djuanda, Adi, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-3.
3. Chosidow O. Skabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-23.
4. Burkhart, CN. Scabies. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatricks Dermatology in Gerneral
Medicine 8th edition. New York: Mc Graw Hill. 2012; pp: 2569-72.
5. Sungkar S dan Ratnasari AF. Prevalensi Skabies. Jurnal UI. 2014; Vol. 2,
No. 1, April 2014.
6. Mumcuogly KY, Gilead L. Treatment of scabies infestations. Parasite
Journal. 2008 pp 248-251.
7. Setyaningrum YI. Skabies Penyakit Kulit yang Terabaikan: Prevalensi,
Tantangan dan Pendidikan Sebagai Solusi Pencegahan; Seminar Nasional
X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
8. AAD. Scabies: Who gets and causes. American Academy of
Dermatology[online]. https://www.aad.org/public/diseases/contagious-
skin-diseases/scabies#causes - Diakses Juli 2017
9. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate
Med J. 2005; 81: p. 8 10
10. Burkhart, CN. Scabies. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatricks Dermatology in Gerneral
Medicine 8th edition. New York: Mc Graw Hill. 2012; pp: 2569-72..
11. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19:
p. 12-16.
12. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771
13. Mutiara M dan Syailindra F. Skabies. Majority 2016; 5(2): 37-42.
14. Tan ST, Angelina J, dan Krisnataligan. Scabies: Terapi berdasarkan siklus
hidup. CDK-254 2017; 44(7): 507-510
15. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas
kedokteran universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.
16. Haar K, dkk. Scabies community prevalence and mass drug administration
in two Fijian villages. International Journal of Dermatology. 2013 pp 1-7
LAPORAN KASUS
SKABIES

A. ANAMNESIS
1. Identitas
Nama : An. M
Usia : 10 tahun
Alamat : Laweyan, Surakarta
Pekerjaan : Pelajar
No RM : 01332xxx
Tanggal Pemeriksaan : 24 Juli 2017

2. Keluhan Utama
Gatal di kaki dan tangan

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSDM dengan
keluhan gatal pada kaki dan tangan sejak 5 bulan yang lalu. Awal mulanya
gatal dirasakan di pergelangan tangan, lalu kemudian menjalar pada lengan
dan kemudian di sela-sela jari kaki dan selangkangan. Gatal dirasakan terus
menerus dan gatal memberat pada malam hari sehingga pasien sering
menggaruki tubuhnya dan merasa sulit tidur. Akibat garukan tersebut saat
ini pasien mengatakan terdapat luka di lengan atasnya dan sedikit berdarah.
Pasien merupakan anak yatim piatu. Ibu pasein meninggal kareana
HIV/AIDS. Pasien saat ini tinggal di Yayasan Lentera Surakarta. Pasien juga
didiagnosis dengan HIV/AIDS dan sudah menjalani pengobatan ARV
selama kurang lebih 1 tahun. Pasien tinggal bersama 12 anak lainnya yang
memiliki penyakit HIV/AIDS juga. Salah satu teman pasien juga memiliki
keluhan gatal serupa dengan pasien.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat penyakit kulit lain: Disangkal
Riwayat HIV/AIDS : (+) sudah menjalani terapi ARV 1 tahun

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : (+) teman sekamar pasien
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat penyakit kulit lain: Disangkal
Riwayat HIV/AIDS : (+) ibu kandung pasien sekarang sudah
meninggal

6. Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien merupakan pasien BPJS. Pasien merupakan seorang anak
yatim piatu yang tinggal di sebuah yayasan. Pasien tinggal serumah bersama
12 orang temannya. Lingkungan tempat tinggal pasien tidak kumuh. Pasien
jarang mengganti sprei rumahnya dan jarang menjemur kasur.
Pasien makan 3x sehari dengan lauk pauk barvariasi. Pasien mandi
2x sehari dan ganti baju setelah mandi.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Composmentis, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup
Vital Sign : TD : 100/80 mmHg T : 36,7 oC
HR : 84x/menit BB : 27 kg
RR : 20x/menit TB : 130 cm
Kepala : Dalam Batas Normal
Wajah : Lihat Status Dermatologis
Mata : Dalam Batas Normal
Telinga : Dalam Batas Normal
Leher : Dalam Batas Normal
Thorax : Dalam Batas Normal
Abdomen : Dalam Batas Normal
Ekstermitas Atas : Lihat Status Dermatologis
Ekstermitas Bawah : Lihat Status Dermatologis
Genitalia : Lihat Status Dermatologis

2. Status Dermatologis
Regio Generalisata:
tampak papul eritem dan patch hiperpigmentasi multiple dengan
sebagian eksoriasi (+)

Gambar 1.
Regio facialis tak tampak kelainan
Gambar 2.
Regio ekstermitas supeior tampak papul eritem dan patch hiperpigmentasi
multiple dengan sebagian eksoriasi (+)

Gambar 3.
Regio ekstremitas inferior tampak papul eritem dan patch hiperpigentasi
multiple dengan sebagian eksoriasi(+)

C. DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
2. Dermatitis Atopik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan KOH jari tangan : (-)
2. Pemeriksaan KOH kaki : (-)

E. DIAGNOSIS KERJA
Skabies

F. TERAPI
1. Non- Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit, rencana terapi, dan
prognosis
b. Perbaikan hygiene pasien : mencuci selimut, handuk, dan pakaian 3 hari
terakhir dengan merendam terlebih dahulu menggunakan air panas
c. Menjemur sprei, kasur, sofa, bantal, guling, dan pakaian 3 hari terakhir
di bawah sinar matahari secara langsung
d. Mengganti sprei dan handuk penderita minimal 1 minggu sekali.
e. Pisahkan sprei, handuk, dan baju penderita dengan anggota keluarga
yang lain
f. Mengobati semua anggota keluarga yang berkontak dengan penderita
yang juga mengalami keluhan yang sama maupun tanpa keluhan, semua
harus diberi pengobatan secara serentak
g. Hindari menggaruk lesi agar infeksi sekunder tidak bertambah

2. Medikamentosa
a. Permethrin krim 5 % dioles seluruh tubuh pada malam hari, setelah 10-
12 jam dibilas.
b. Cetirizine syr 1x1 cth

G. PLANNING
Kontrol 7 hari lagi
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Kosmetikum : Bonam

Anda mungkin juga menyukai