Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EKONOMI

Mengkaji Realisasi Penyerapan APBN

Oleh :

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 BANDUNG


JALAN BELITUNG NO 8
2014
Puji kami syukur panjatkan ke hadirat Allah AWT, yang atas limpahan rahmatNya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Mengkaji Realisasi Penyerapan
APBN dengan lancar. Makalah ini disusun penulis sebagai tugas mata kuliah Hukum
Keuangan Negara.
Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kealpaan. Karena itu, kritik dan saran yang membangun akan selalu saya
sambut dengan baik.
Makalah ini tidak akan berarti tanpa keterlibatan pihak-pihak yang membantu
penyelesaiannya. Atas segala bentuk dukungan yang diberikan, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Allah SWT.
2. Bapak Ibnu Ikhwanusshofa selaku dosen mata kuliah Hukum Keuangan
Negara.
3. Kawan-kawan Kelas 2B DIII Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
4. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Magelang, 1 Agustus 2014

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................... i

Kata Pengantar..................................................................................................................ii

Daftar Isi............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian APBN........................................................................................................ 3

2.2 Struktur APBN............................................................................................................ 4

2.3 Fungsi APBN.............................................................................................................. 4

2.4 Penyerapan Anggaran................................................................................................ 5

2.5 Realisasi APBN 2014................................................................................................... 7

2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan APBN................................................ 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................................. 12

3.2 Saran........................................................................................................................... 13

Daftar Pustaka................................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rendahnya tingkat penyerapan anggaran di Indonesia merupakan fenomena yang


hampir selalu terjadi setiap tahun. Kendatipun undang-undang tentang keuangan
negara telah dihasilkan lima tahun yang lalu, dan perangkat undang-undang tentang
perbendaharaan negara yaitu UU No. 1 tahun 2004 telah dipraktekan dalam empat
tahun terakhir ini, namun masalah lambatnya penyerapan dana APBN oleh kementerian
negara/lembaga dan satker-satker di bawahnya masih saja terus terjadi.

Dana yang sudah dianggarkan di APBN-P tidak semuanya dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat, hal ini berarti adanya iddle money. Bisa dibayangkan, bila
dana tersebut dapat diserap dengan lebih baik, maka akan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pembangunan di Indonesia. Rendahnya
tingkat realisasi penyerapan anggaran ini tentu menimbulkan lambatnya penerimaan
hasil pembangunan oleh masyarakat. Lambatnya hasil pembangunan yang diterima
masyarakat akan dapat berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah selaku pelaksana pembangunan. Menurunnya tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan dapat berdampak terhadap kondisi
politik di Indonesia.

Bisa dilihat data tentang penyerapan anggaran di setiap tahun, rata-rata penyerapan
anggaran sangat rendah di awal tahun, bahkan ketika melewati triwulan kedua, realisasi
belanja negara masih rendah. Sayangnya, banyak instansi pemerintah yang terlalu
berhati-hati ketika melakukan pengeluaran anggarannya, terutama untuk belanja modal.
Sehingga terkesan lambat dan tidak optimal dalam memanfaatkan waktu. Tahun
anggaran yang dua belas bulan seakan akan hanya efektif selama 5 - 6 bulan. Banyak
satuan kerja yang baru bekerja pada triwulan kedua, dan ini selalu berulang setiap
tahunnya.

Realisasi pendapatan negara dan hibah sampai dengan akhir Mei 2014 telah mencapai
Rp572 triliun, atau 34,3 persen dari target dalam APBN 2014 yang sebesar Rp1.667,1
triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, realisasi pendapatan negara dan hibah baru
mencapai sekitar 32,8 persen atau Rp502,2 triliun, dari target dalam APBN 2013 yang
sebesar Rp1.529,7 triliun.

Sementara itu, dari sisi belanja, hingga akhir Mei 2014, realisasi belanja negara telah
mencapai Rp605,7 triliun. Angka ini sekitar 32,9 persen dari target yang ditetapkan
dalam APBN 2014 sebesar Rp1.842,5 triliun. Sebagai perbandingan, realisasi belanja
negara pada periode yang sama tahun 2013 baru mencapai Rp528,1 triliun, atau sekitar
31,4 persen dari target APBN 2013 yang sebesar Rp1.683 triliun. Dalam hal ini realisasi
pendapatan dan belanja negara pada tahun 2014 lebih baik daripada tahun lalu.

Dalam hal ini, penulis berkeinginan untuk membahas lebih lanjut mengenai realisasi
penyerapan APBN melalui makalah ini. Hal ini diperlukan untuk menambah pemahaman
pembaca dan penulis sendiri tentang penganggaran dan pemanfaatannya dalam
aktivitas pemerintahan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan tujuan penyusunan anggaran pemerintah?
2. Bagaimana tingkat penyerapan anggaran di Indonesia?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar pembaca bisa lebih memahami mengenai realisasi
penyerapan anggaran di Indonesia, dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Hal ini
dapat menjadi pembelajaran dan evaluasi bagi kita mengenai pemanfaatan anggaran
kedepannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian APBN
Budget atau anggaran dalam pengertian umum diartikan sebagai suatu rencana kerja
untuk suatu periode yang akan datang yang telah dinilai dengan uang. Kata budget yang
digunakan di Inggris sendiri merupakan serapan dari istilah bahasa Perancis yaitu bouge
atau bougette yang berarti tas di pinggang yang terbuat dari kulit, yang kemudian di
Inggris kata budget ini berkembang artinya menjadi tempat surat yang terbuat dari kulit,
khususnya tas tersebut dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk menyimpan surat-
surat anggaran. Sementara di negeri Belanda, anggaran disebut begrooting, yang berasal
dari bahasa Belanda kuno yakni groten yang berarti memperkirakan.
Di Indonesia sendiri, pada awal mulanya (pada jaman Hindia-Belanda) secara resmi
digunakan istilah begrooting untuk menyatakan pengertian anggaran. Namun sejak
Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja dipakai
secara resmi dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945, dan di dalam perkembangan selanjutnya
ditambahkan kata Negara untuk melengkapinya sehingga menjadi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31
Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun
ditetapkan dengan Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara penyusunan
APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD
1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk
dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang
diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah
berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk
melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk
mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam),
Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU
tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
.2 Struktur APBN
Secara sederhana, struktur APBN terdiri atas :
A. Pendapatan dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Pajak
2. Penerimaan Bukan Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
1. Pengeluaran Rutin
2. Pengeluaran Pembangunan
II. Dana Perimbangan
III. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
E. Pembiayaan
I. Dalam Negeri
II. Luar Negeri
.3 Fungsi APBN

APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan


stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus
penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun
anggaran berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan
demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada
rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu
pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-
rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan
dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar.
Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut
agar bisa berjalan dengan lancar.
3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah
tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu
dibenarkan atau tidak.
4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan
efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan
6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
.4 Penyerapan Anggaran
Para pengamat ekonomi seringkali menyoroti masalah rendahnya tingkat penyerapan
anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi. Dalam kerangka penganggaran
berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran bukan merupakan target alokasi
anggaran. Perfomance Based Budget lebih menitikberatkan pada kinerja ketimbang
penyerapan itu sendiri. Hanya saja, kondisi perekonomian kita saat ini variabel dominan
pendorong pertumbuhannya adalah faktor konsumsi, sehingga belanja pemerintah yang
merupakan konsumsi pemerintah turut menjadi penentu pertumbuhan tersebut.
Kegagalan target penyerapan anggaran memang akan berakibat hilangnya manfaat
belanja. Karena dana yang telah dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat
dimanfaatkan yang berarti terjadi iddle money. Padahal apabila pengalokasian anggaran
efisien, maka keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk
mendanai kegiatan strategis. Dalam konsep dasar ilmu ekonomi, basic problem yang
dihadapi oleh manusia adalah keterbatasan sumber dana sebagai alat pemenuhan
kebutuhan dihadapkan pada kebutuhan yang jumlahnya tak terbatas. Basic problem ini
juga dihadapi oleh suatu negara termasuk Indonesia. Sumber-sumber penerimaan
negara yang terbatas, dihadapkan pada kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas,
mengharuskan Pemerintah menyusun prioritas kegiatan dan pengalokasian anggaran
yang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, ketika penyerapan anggaran gagal memenuhi
target, berarti telah terjadi infesiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran. Namun,
dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja atau Performance Based Budget,
pencapaian target penyerapan anggaran bukan merupakan indikator
kinerja (performance indicator).
Apabila kita ilustrasikan negara sebagai suatu perusahaan, maka dalam konsepsi
Ekonomi Mikro, indikator kinerja dapat dipersamakan dengan peningkatan biaya yang
harus dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan atau yang lebih dikenal dengan
istilah Marginal Revenue (MR) yang dirumuskan :

Tentu semua perusahaan menginginkan pencapaian laba maksimum. Dan pencapaian


laba maksimum tersebut ditandai dengan nilai MR = MC (Marginal Cost), dimana
besaran MC dapat diperoleh dari :
Berdasarkan pada teori Ekomoni Mikro diatas, maka kinerja dapat dipersamakan dengan
pencapaian laba maksimum. Dalam konsepsi penyelenggaraan birokrasi, berarti MR =
MC dicapai manakala tambahan manfaat yang diperoleh dari suatu output kegiatan
sudah sama besar dengan tambahan biaya untuk menghasilkan tambahan manfaat
output tersebut. Atau MO (marginal outcome) = MC (marginal cost).
2.5 Realisasi APBN 2014
Tabel yang disajikan di bawah merupakan laporan Realisasi APBN tahun 2014 periode 1
Januari-31 Juni.
Tabel di bawah merupakan perkiraan APBNP semester 1 tahun 2014 yang realisasinya
sudah digambarkan di tabel sebelumnya.

Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) periode 1 Januari sampai
dengan 30 Juni 2014 mengalami peningkatan jika dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Hal tersebut terlihat dari realisasi pendapatan dan hibah, realisasi belanja,
defisit anggaran serta realisasi pembiayaan.

Realisasi pendapatan dan hibah sampai dengan 30 Juni 2014 adalah sebesar Rp 712,72
triliun yang merupakan 42,8% dari pagu APBN. Pada periode yang sama tahun 2013,
realisasi mencapai Rp 623,24 triliun atau 40,7% dari pagu APBN 2013.

Peningkatan ini disebabkan persentase realisasi penerimaan perpajakan lebih tinggi


1,4% dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lebih tinggi 3,4% dari persentase
realisasi tahun lalu.

Dari segi realisasi belanja, pada periode ini dilaporkan mencapai sebesar Rp 759,9 triliun
yang merupakan 41,2% dari pagu APBN. Sedangkan pada periode yang sama tahun
2013, realisasi mencapai Rp677,71 triliun atau 40,3% dari pagu APBN 2013.
Hal ini disebabkan persentase realisasi belanja pemerintah pusat pada tahun ini lebih
tinggi 1% dan realisasi transfer daerah lebih tinggi 0,6% dibandingkan persentase
realisasi tahun lalu.

Sementara itu, defisit anggaran mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Pada
periode ini, defisit anggaran sebesar Rp47,23 Triliun atau sebesar 26,9% dari pagu
APBN, sedangkan tahun lalu defisit sebesar Rp 54,47 Triliun atau 35,5% dari pagu APBN
2013.

Adapun realisasi pembiayaan mencapai Rp138,84 Triliun yang merupakan 79,2% dari
pagu APBN. Pada periode yang sama tahun 2013, realisasi mencapai Rp 82, 13 Triliun
atau sebesar 53,6% dari pagu APBN 2013. Hal ini disebabkan pada tahun 2014 kebijakan
pembiayaan Pemerintah bersifat front loading dimana pembiayaan bersumber dari
penerbitan SBN dilakukan pada awal tahun anggaran.

Walaupun terdapat peningkatan dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja


Negara, namun pemerintah merasa perlu merevisi penerimaan negara yang semula
ditargetkan dalam APBN 2014 sebesar Rp 1.667,1 triliun. Revisi dari sisi penerimaan
dilakukan dengan mempertimbangkan resiko tidak tercapainya penerimaan dari sektor
perpajakan yang semula ditargetkan sebesar Rp. 1.280,4 triliun.

Menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, berpengaruh atas realisasi penerimaan


sektor perpajakan di tahun 2014. Karena itu, direvisinya target penerimaan Negara
dinilai akan berdampak pada penyesuaian dari sisi pengeluaran agar defisit anggaran
sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu tidak
boleh melampui dari 3 persen dari PDB.
Untuk menjaga fiskal tetap sehat, pemerintah memilih melakukan upaya penghematan
belanja pada 86 kementrian/Lembaga. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun
2014, ditargetkan adanya penghematan sebesar Rp. 100 triliun dari APBN 2014.
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan menjamin, meski dilakukan
penghematan anggaran, program-program yang memiliki dampak langsung pada
penciptaan lapangan kerja dan pengurangan angka kemiskinan tetap menjadi prioritas
belanja negara pada 2014.Sehingga anggaran K/L menjadi sebesar Rp. 539,3 triliun
dalam rancangan APBN Perubahan (APBN-P) dari sebelumnya sebesar Rp. 637,8 triliun.
Penghematan dan pemotongan anggaran tidak dilakukan terhadap anggaran pendidikan
untuk memenuhi 20 persen amanat konstitusi, anggaran yang bersumber dari hibah dan
pinjaman, dan anggaran yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak badan
layanan umum (PNBP-BLU).
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan mengemukakan, perumusan
APBN-P yang segera diajukan oleh Pemerintah ke DPR-RI untuk mendapatkan
pembahasan akan memasukkan revisi asumsi indikator makroekonomi, revisi
penerimaan dan revisi belanja negara. Revisi ini dilakukan agar postur anggaran negara
lebih realistis, tetap fokus, lebih berdampak, dan sebagai langkah respon sekaligus
antisipatif atas perubahan kondisi perekonomian dunia.

Dari keterangan dan penjelasan di atas, bisa dilihat bahwa tingkat realisasi penyerapan
anggaran di Indonesia pada tahun 2014 relatif masih rendah, dengan rata-rata
penyerapan di bawah 50%. Rendahnya penyerapan anggaran disebabkan pada dasarnya
karena keterlambatan pencairan dana, keterlambatan penetapan KPA dan Pejabat
Pengelola Kegiatan.Keterlambatan tersebut terjadi hampir di setiap satuan kerja
(Satker), baik pusat maupun daerah. Di bawah ini adalah grafik yang menggambarkan 10
Kementerian/Lembaga dengan daya serap terbesar.

2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Anggaran


Secara garis besar penyerapan belanja kementerian/lembaga dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal kementerian/lembaga, seperti antara lain :
a. Keterlambatan penetapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan pengelola kegiatan di
hampir semua Satker Pusat dan daerah,
b. Reorganisasi,
c. Penyempurnaan business process, dan
d. Faktor kehati-hatian kementerian/lembaga.
Selain itu mekanisme pengadaan barang dan jasa, seperti antara lain :
a. Banyaknya sanggahan dalam proses lelang,
b. Banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan, dan
c. Masalah pengadaan lahan/tanah.

Faktor lain seperti keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelolaan


anggaran pada satuan kerja perangkat daerah, faktor geografis dan iklim.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Secara sederhana, struktur APBN dapat ditunjukkan sebagai
Penerimaan Dalam Negeri.
Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, alat pengendalian, alat kebijakan fiskal,
alat politik, alat koordinasi dan komunikasi, alat penilaian kinerja, alat motivasi, alat
untuk menciptakan ruang publik
Dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran
bukan merupakan target alokasi anggaran. Padahal apabila pengalokasian anggaran
efisien, maka keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk
mendanai kegiatan strategis.
Secara garis besar penyerapan belanja kementerian/lembaga dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal kementerian/lembaga, seperti antara lain :
a. Keterlambatan penetapan kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pengelola kegiatan di
hampir semua Satker Pusat dan daerah,
b. Reorganisasi,
c. Penyempurnaan business process, dan
d. Faktor kehati-hatian kementerian/lembaga.
Selain itu mekanisme pengadaan barang dan jasa, seperti antara lain :
d. Banyaknya sanggahan dalam proses lelang,
e. Banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan, dan
f. Masalah pengadaan lahan/tanah.

Faktor lain seperti keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelolaan


anggaran pada satuan kerja perangkat daerah, dan faktor geografis dan iklim.

Secara umum, tingkat realisasi penyerapan anggaran di Indonesia pada tahun 2014
relatif masih rendah, dengan rata-rata penyerapan di bawah 50%. Rendahnya
penyerapan anggaran disebabkan pada dasarnya karena keterlambatan pencairan dana,
keterlambatan penetapan KPA dan Pejabat Pengelola Kegiatan.Keterlambatan tersebut
terjadi hampir di setiap satuan kerja (Satker), baik pusat maupun daerah.
3.2 Saran

Dengan melihat kondisi yang selalu berulang setiap tahun kiranya ada beberapa hal
yang perlu dievaluasi agar kondisi yang demikian tidak terjadi lagi atau minimal dapat
dikurangi. Dalam pelaksanaan program dan anggaran pembangunan, pemerintah telah
berupaya dengan berbagai cara, termasuk diantaranya dibentuknya institusi-institusi
yang bertugas mengurusi hal tersebut (mungkin di Bappenas, Kemenku, atau juga
UKP4), meskipun hasilnya juga masih seperti yang dirilis dalam Laporan Realisasi
Semester I dan Proyeksi Semester II Pelaksanaan APBN TA 2014.

Institusi yang ada tersebut diyakini telah melakukan pemantauan secara seksama dalam
pelaksanaan penyerapan anggaran APBN. Mereka telah bekerja keras menyukseskan
pelaksanaan program pemerintah, agar pelaksanaannya sesuai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.

Namun demikian, bagaimanapun para pelaksana program dan anggaran pembangunan


adalah manusia. Sesungguhnya manusia itu berada dalam keadaan merugi. Hal ini
bisa diartikan bahwa manusia tidak akan mau mengerjakan apa-apa atau hanya
menghabiskan waktunya dengan sia-sia, kecuali mereka orang-orang yang taat
(beriman), orang-orang yang mau beramal (saleh), dan orang-orang yang mau saling
menasehati supaya saling mentaati kebenaran. Artinya bahwa apabila melaksanakan
pekerjaan, sangat perlu untuk saling mengingatkan. Kondisi ini termasuk dalam
pelaksanaan penyerapan anggaran.

Para pejabat yang terkait perlu lagi memutar otak untuk lebih proaktif dengan
memberdayakan seluruh sumberdaya yang ada untuk selalu dan mengingatkan kepada
para pelaksana khususnya di tingkat K/L. Tidak ada salahnya setiap bulan memanggil
dan mengecek secara langsung bagaimana pelaksanaan dan rencana selanjutnya dalam
penyerapan anggaran di K/L dan bahkan bisa sampai ketingkat para Eselon I, Eselon II
termasuk seluruh level pelaksana di semua institusi.
Controlling tidak hanya dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan program, tetapi yang
paling penting adalah dengan mengawal selama program tersebut dilaksanakan. Selain
diawasi, pelaksanaan program dan penyerapan anggaran sangat penting untuk
dikendalikan. Hal ini tentu sangat baik dilaksanakan. Disamping bermanfaat untuk
mempercepat pelaksanaan program dan penyerapan anggarannya, juga sangat efektif
untuk mengurangi adanya penyimpangan melalui deteksi secara dini selama program
dalam pelaksanaan.

Apabila saat ini dirasakan belum ada institusi yang bertanggung jawab terhadap
pengendalian pelaksanaan program pembangunan maka tidak ada salahnya jika di
negeri ini dibentuk suatu lembaga yang mengurusi masalah pengendalian tersebut.
Lembaga ini selain mengendalikan pelaksanaan program pembangunan juga
berkewajiban mengecek secara langsung manfaat apa yang diterima oleh masyarakat,
serta apa rencana bulan berikutnya. Setelah adanya jadwal pelaksanaan program dan
penyerapan anggaran, maka jadwal ini harus dijaga betul untuk dapat dilaksanakan. Jika
tidak dilaksanakan maka harus dikonfirmasi mengapa tidak dilaksanakan. Jika ada
hambatan maka lembaga tersebut harus berusaha membantu sehingga program
pembangunan segera dapat dilaksanakan sesuai yang dijadwalkan. Tidak kalah
pentingnya adalah mengingatkan tentang apa yang harus dipersiapkan untuk
melaksanakan program pembangunan yang akan dilakukan bulan berikutnya.

Masyarakat hanya perlu manfaat yang diterimanya, bukan hanya program selesai
dilaksanakan. Pemimpin perlu mengecek sampai dengan outcome, dampak,
dan benefide dari program pembangunan, tidak hanya menerima laporan
tentang output kegiatan. Gagasan ini mungkin tidak seratus persen dapat
menyelesaikan persoalan tetapi setidaknya akan dapat membantu mengurangi
persoalan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang APBNP 2014
Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester 1 Tahun 2014
http://aguspurwowicaksono.wordpress.com/2013/09/20/solusi-rendahnya-penyerapan-
anggaran-pembangunan/ diakses tanggal 30 Juli 2014
http://www.kemenkeu.go.id/Publikasi/laporan-pemerintah-tentang-pelaksanaan-apbn-
semester-i-tahun-2014 diakses tanggal 30 Juli 2014
http://m.bisnis.com/finansial/read/20140618/10/237075/dpr-setujui-ruu-apbn-p-2014-
pendapatan-negara-rp164-triliun diakses tanggal 31 Juli 2014
http://m.bisnis.com/finansial/read/20140611/9/235030/realisasi-apbn-2014-
pendapatan-naik-belanja-turun diakses tanggal 31 Juli 2014
http://www.investor.co.id/home/mengubah-wajah-apbn/24322 diakses tanggal 30 Juli
2014
http://www.setkab.go.id/berita-13166-prof-firmanzah-mau-tidak-mau-apbn-2014-harus-
direvisi.html diakses tanggal 31 Juli 2014

Anda mungkin juga menyukai