Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Pestisida terhadap Kesehatan Pekerja Petani

Calista Paramitha, Ance Novita Simbolon, Esti Oktafani, Manda Malia Ubra, John
Junior, Chandra Medianto

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Abstrak : Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama, dan cide yang berarti membunuh. Jadi
pestisida adalah sesuatu yang mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad
hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya. Tenaga kerja terutama di bidang
pertanian juga menghadapi berbagai penyakit akibat dari pekerjaannya, salah satunya dari
penggunaan pestisida. Secara luas, pestisida dapat diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat
racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, kesehatan, mempengaruhi
hormon, dan lainnya yang mempengaruhi kemampuan kerja petani. Pengetahuan tentang
penggunaan pestisida dapat mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan pada para pengguna
pestisida.

Kata kunci: pestisida, kesehatan, pekerja

Abstract :Pesticide is derived from the word of pest, and cide which means kill. So pesticide is
something that contain toxic materials that we used to kill any life forms that harms plant, livestock,
and many things. Labor especially in agriculture also facing many occupational diseases, one of them
is from using the pesticide. In general, pesticide can be described as a substances that is toxic, inhibit
growth and developments, behavior, health, can affect hormones, and many more that can affect
farmers work capability. Knowledge about using the pesticide can reduce the risk of any unwanted
incident for the one that using the pesticide.

Key words: Pesticide, health, labor

1
Pendahuluan
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Kebiasaan petani
dalam menggunakan pestisida kadang-kadang menyalahi aturan, selain dosis yang
digunakan melebihi takaran, petani juga sering mencampur beberapa jenis pestisida,
dengan alasan untuk meningkatkan daya racunnya pada hama tanaman. Tindakan yang
demikian sebenarnya sangat merugikan, karena dapat menyebabkan semakin tinggi
tingkat pencemaran pada lingkungan oleh pestisida. Walaupun banyak petani yang pintar
membaca, tetapi terkadang mereka mengacuhkan peringatan yang tertulis di tempat
pestisida tersebut. Sebagian besar mereka tidak peduli untuk membaca atau mengikuti
petunjuk penggunaannya.1

Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan banyak


dampak, diantaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu timbulnya keracunan pada
petani yang dapat dilakukan dengan jalan memeriksa aktifitas kholinesterase darah.
Faktor yang berpengaruh dengan terjadinya keracunan pestisida adalah faktor dari dalam
tubuh (internal) dan dari luar tubuh (eksternal).2

Faktor dari dalam tubuh antara lain umur, jenis kelamin, genetik, status gizi, kadar
hemoglobin, tingkat pengetahuan dan status kesehatan. Sedangkan faktor dari luar tubuh
mempunyai peranan yang besar. Faktor tersebut antara lain banyaknya jenis pestisida
yang digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, masa kerja
menjadi penyemprot, lama menyemprot, pemakaian alat pelindung diri, cara penanganan
pestisida, kontak terakhir dengan pestisida, ketinggian tanaman, suhu lingkungan, waktu
menyemprot dan tindakan terhadap arah angina.3

Racun Hama (Pestisida) dalam Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan.

Racun hama atau pestisida adalah bahan kimia yang dipergunakan untuk membasmi
hama seperti serangga, tikus, jamur, dan tumbuhan. Racun serangga di sebut insektisida
yang terdiri dari tiga golongan ialah golongan halogen hidrokarbon, golongan esterfosfat,
dan golongan racun serangga lainnya. Racun tikus disebut rodentisida, yakni bahan kimia
yang dapat membunuh tikus. Fungisida adalah nama lain untuk racun jamur. Racun
tanaman atau disebut juga herbisida antara lain dipergunakan untuk membasmi alang-
alang.4 Pestisida sangat penting dalam pertanian, perkebunan, dan kehutanan untuk

2
mencegah atau memberantas pengaruh buruk dari hama, sehingga dapat diperoleh hasil
pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang sebaik-baiknya, dalam hal kualitas maupun
kuantititas.3

Jalan Masuk Pestisida


Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal), pernafasan (inhalasi)
atau mulut (oral). Pestisida akan segera diabsorpsi jika kontak melalui kulit atau mata.
Absorpsi ini akan terus berlangsung selama pestisida masih ada pada kulit. Kecepatan
absorpsi berbeda pada tiap bagian tubuh. Perpindahan residu pestisida dan suatu bagian
tubuh ke bagian lain sangat mudah. Jika hal ini terjadi maka akan menambah potensi
keracunan. Residu dapat pindah dari tangan ke dahi yang berkeringat atau daerah genital.
Pada daerah ini kecepatan absorpsi sangat tinggi sehingga dapat lebih berbahaya dari pada
tertelan. Paparan melalui oral dapat berakibat serius, luka berat atau bahkan kematian jika
tertelan. Pestisida dapat tertelan karena kecelakaan, kelalaian atau dengan sengaja.4
Efek Pestisida pada Sistem Tubuh

Sifat bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau
mempengaruhi organ tertentu dalam tubuh, diantaranya sebagai berikut :

Paru dan Sistem Pernafasan

Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau


pneumonitis).5 Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat
menyebabkan udem pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian
bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas
yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek.
Kondisi jangka panjang akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-
paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.6
Hati
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan
kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia
yang berpotensi merusak sel-sel hati.5 Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat
menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit
kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.3
Ginjal dan Saluran Kencing

3
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia
terhadap ginjal meliputi gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau
kanker kandung kemih.5
Sistem Saraf
Bahan kimia yang dapat menyerang saraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap
bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak.3 Gejala-gejala yang diperoleh
adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya
kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang
dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke saraf adalah pestisida. Akibat dari efek
toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh).6 Di samping itu
ada bahan kimia lain yang dapat secara perlahan meracuni saraf yang menuju tangan dan
kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.
Darah dan Sumsum Tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang
menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan
organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.2
Jantung dan Pembuluh Darah
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan
fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan
peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.5
Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat
menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat,
hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker
kulit.3
Sistem Reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam
percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat
mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi
seksual.5
Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar
tertentu seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan
peningkatan fungsi hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan
hematologik, meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan
kadar ureum dalam darah.3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida

4
Keracunan pestisida tejadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau masuk
ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. 7 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keracunan pestisida antara lain :
Faktor dari dalam tubuh :
Usia. Usia adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka umurpun akan
bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak yang dialaminya, dan
semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya umur seseorang
maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat menurunnya aktifitas
kholinesterase darahnya sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida.
Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat,
semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan
semakin berkurang.7
Jenis Kelamin. Kadar kholin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata
sekitar 4,4g/ml. Kaum perempuan rata-rata mempunyai aktifitas khlinesterase darah lebih
tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita
menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase
cenderung turun.2
Status Kesehatan. Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan menekan aktifitas
kholinesterase dalam plasma yang dapat berguna dalam menetapkan over exposure
terhadap zat ini. Pada orang-orang yang selalu terpapar pestisida menyebabkan naiknya
tekanan darah dan kholesterol.3
Status Gizi. Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan: 1)
kelemahan fisik dan daya tahan tubuh; 2) mengurangi inisiatif dan meningkatkan
kelambanan dan; 3) meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan lain-lain jenis penyakit.
Semakin buruk status gizi seseorang akan semakin mudah terjadi keracunan, dengan kata
lain petani yang mempunyai status gizi yang baik cenderung memiliki aktifitas
kholinesterase yang lebih baik.2
Anemia. Kadar hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang memiliki gugus hem
dimana pembentukannya melalui proses reduksi dengan bantuan NADH, sedangkan
kadara kholinesterase dalam kerjanya menghidrolisa membutuhkan energi, dimana pada
saat pembentukan energi membutuhkan NADH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
pemeriksaan darah petani penyemprot menunjukkan bahwa 95 % petani penyemprot
menderita anemia (< 13gr/dl).5

5
Genetik. Beberapa kejadian pada hemoglobin yang abnormal seperti hemoglobin S.
Kelainan homozigot dapat mengakibatkan kematian pada usia muda sedangkan yang
heterozigot dapat mengalami anemia ringan. Pada ras tertentu ada yang mempunyai
kelainan genetik, sehingga aktifitas kholinesterase darahnya rendah dibandingkan dengan
kebanyakan orang.3
Tingkat Pengetahuan. Pengetahuan yang cukup tentang pestisida sangat penting
dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot, karena dengan pengetahuan yang cukup
diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik
pula, sehingga risiko terjadinya keracunan dapat dihindari.5 Hasil penelitian menunjukkan
bahwa untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida pada petani beberapa hal yang
harus menjadi perhatian selain dari tatalaksana penyemprotan adalah cara penyimpanan
pestisida , cara mencampur pestisida dan cara membuang kemasan pestisida.6

Faktor dari luar tubuh :


Suhu Lingkungan. Suhu lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot, matahari
semakin terik atau semakin siang maka suhu akan semakin panas. Kondisi demikian akan
mempengaruhi efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit petani
penyemprot.8
Cara Penanganan Pestisida. Penanganan pestisida sejak dari pembelian,
penyimpanan, pencampuran, cara menyemprot hingga penanganan setelah penyemprotan
berpengaruh terhadap resiko keracunan bila tidak memenuhi ketentuan.1
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pestisida umumnya adalah racun bersifat
kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot
sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian alat
pelindung diri lengkap ada 7 macam yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker,
topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan
mengurangi terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak
langsung dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam
tubuh melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindar.9
Dosis Pestisida. Semua jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar maka
akan semakin besar terjadinya keracunan pestisida. Karena bila dosis penggunaan
pestisida bertambah, maka efek dari pestisida juga akan bertambah. Dosis pestisida yang
tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat petani
penyemprot. Dosis yang tidak sesuai mempunyai risiko empat kali untuk terjadi keracunan
dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan dosis aturan.10

6
Jumlah Jenis Pestisida. Masing-masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang
berbeda-beda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut.
Pada saat penyemprotan penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan
pada petani. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya
paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh.9
Lama menyemprot. Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih
dari 3 jam, bila melebihi maka resiko keracunan akan semakin besar. Seandainya masih
harus menyelesaikan pekerjaannya hendaklah istirahat dulu untuk beberapa saat untuk
memberi kesempatan pada tubuh untuk terbebas dari pemaparan pestisida. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas
kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada
petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah menjadi
normal (87,50%). Sedangkan petani dengan keracunan sedang memerlukan waktu istirahat
yang lebih lama untuk mencapai aktivitas kholinesterase normal.1
Frekuensi Penyemprotan. Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan,
maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai
dengan ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida
maksimal 2 kali dalam seminggu.8
Tindakan Penyemprotan pada Arah Angin. Penyemprotan yang baik searah dengan
arah angin dan penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan apabila angin
berubah.10
Waktu Menyemprot. Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan
penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat
menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu
penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida melalui
kulit.9
Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan gejala keracunan pestisida adalah
bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat
umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti
pusing, mual dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu penyakit yang
tidak memerlukan terapi khusus.3

Upaya Preventif terhadap Pestisida (Racun Hama)


Upaya pencegahan keracunan oleh pestisida yang mungkin terjadi pada pekerja
pertanian, perkebunan, dan kehutanan meliputi hal-hal berikut :

7
Penyimpanan Pestisida. Pestisida harus di simpan dalam wadah yang di berikan
tanda, sebaiknya tertutup dan dalam lemari terkunci. Tempat bekas menyimpan pestisida
yang telah tidak dipakai lagi harus di bakar, agar sisa racun musnah sama sekali.
Penyimpanan dalam wadah untuk makanan atau minuman seperti dalam botol sangat besar
bahayanya.9
Pemakaian Alat Pelindung. Masker harus dipakai dan ventilasi keluar setempat
harus dihidupkan selama melakukan pencampuran kering bahan pestisida. Pakaian kerja
dan alat pelindung diri kacamata dan sarung tangan yang terbuat dari neopren harus
dipakai, jika pekerjaan dimaksudkan untuk mencampur pestisida dengan minyak atau
pelarut organis. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna sebelum
makan.11
Upaya Pencegahan Lainnya. Menyemprot harus kearah bertiupnya angin yang tidak
memungkinkan angin membawa pestisida kearah penyemprot, sehingga pestisida tidak
terhirup atau tidak mengenai kulit pekerja yang bersangkutan.1 Jangan di semprot tempat-
tempat yang sebagian tubuh manusia akan bersentuhan dengan pestisida.4

Pada pekerjaan yang menggunakan pestisida telah ada ketentuan yang merupakan
pedoman dan petunjuk bagaimana mencegah keracunan pestisida sebagai berikut :
Semua pestisida adalah racun tetapi bahayanya dapat di perkecil bila diketahui cara-
cara bekerja dengan aman agar tidak menganggu kesehatan. Bahaya pestisida terhadap
pekerja lapangan ialah ada waktu persiapan larutan atau campuran sesuai dengan
konsentrasi yang dibutuhkan. Pada waktu dan selama menyemprot. Pada waktu
memindahkan pestisida dari tempat yang besar kepada tempat yang kecil untuk diangkat
dari gudang ke tempat bekerja.6
Mengingat hal-hal tersebut diatas maka perlu mendapat perhatian yang intensif seperti
pekerja yang bekerja dengan pestisida harus diberi tahu akan bahaya yang di hadapinya
atau mungkin terjadi dan menerima serta memperhatikan pedoman dan petunjuk tentang
cara bekerja yang aman sehingga pestisida tidak mengganggu kesehatan. Harus ada
pengawasan teknis dan medis yang cukup. Penyemprot diharuskan menggunakan tutup
kepala atau masker yang tidak tembus pestisida, dan alat pelindungan keselamatan
tersebut di cuci dengan baik secara berkala.1
Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat yang mungkin terkena
pestisida, dalam hal ini yang bersangkutan tidak di perkenankan bekerja dengan pestisida

8
karena keadaan seperti itu akan mempermudah masuknya pestisida tersebut kedalam
tubuh.3 Bahaya terbesar terdapat pada waktu bekerja dengan konsentrat, karenanya perlu
diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut :
Pekerja selain menggunakan alat pelindung seperti pada penyemprot harus juga
menggunakan skort dan sarung tangan yang tidak dapat tembus pestisida. Mengisi bak
pencampur harus sedemikian, sehingga bahaya percikan dapat ditiadakan atau terjadi
seminim mungkin. Memindahkan konsentrat dari satu tempat atau wadah ke tempat lain
harus memakai alat yang cukup panjang.9
Harus di penuhi ketentuan dalam wadah pestisida yang telah kosong atau hampir
kosong yaitu wadah harus dikembalikan kegudang selanjutnya di bakar atau di rusak dan
kemudian di kubur. Wadah dapat pula didekontaminasikan dengan memenuhi persyaratan
tertentu.11
Adapun pengobatan keracunan pestisida dapat juga diberikan antidotumnya seperti
atrofin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg dan
Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan organofosfat.7

Kesimpulan
Kejadian paparan pestisida pada pekerja petani disebabkan oleh beberapa faktor
determinan, yaitu perilaku (pengetahuan, sikap dan praktek) petani penyemprot, frekuensi
penyemprotan, selang waktu kontak penyemprotan, pemakaian alat pelindung diri, dosis
pestisida dan lama penyemprotan. Kejadian paparan pestisida pada petani dapat diketahui
melalui pengukuran kadar kolinesterase darah.
Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara yaitu : Pertama absorpsi
melalui kulit berlangsung terus selama pestisida masih ada dikulit. Kedua melalui mulut
(tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan mengakibatkan
keracunan berat hingga mengakibatkan kematian. Ketiga melalui pernafasan dapat berupa
bubuk, droplet atau uap dapat meyebabkan kerusakan serius pada hidung, tenggorokan
jika terhisap cukup banyak.

Daftar pustaka

1. Raini M, Dwiprahasto I. Sikap dan perilaku buruh penyemprot yang keracunan


pestisida organofosfat di Kecamatan Pacet. Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan; 2004. Vol.9(2). h 21-5.
2. Raini M. Pengaruh istirahat terhadap aktivitas kolinesterase petani penyemprot
pestisida organofosfat di kecamatan Pacet. Bulletin Penelitian Kesehatan; 2004.
9
Vol.32 No.3. h 105-10.

3. Koesyanto H. Penyakit akibat kerja. Semarang: Badan Penerbit Universitas


Diponegoro; 2014. h 35-44.

4. Lu FC. Toksikologi dasar. Ed. 2. Jakarta: UI Press; 2006. h 328-30.

5. Palupi W, Monika E. Bahaya bahan kimia pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h 128-41.

6. Ladou J. Occupational and environmental medicine. 4 ed. California departement of


health: Mc. Graw hill medical; 2007.h 532-47.

7. Priyanto. Toksikologi, mekanisme, terapi, antidotom dan penilaian resiko. Jakarta:


Leskonfi ; 2009.

8. Jeyaratnam J, David K. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Buku kedokteran
EGC; 2010. h 351-60.

9. Djojosumarto P. Teknik aplikasi pestisida pertanian. Yogyakarta: Kanisius. 2008. h 23,


25, 27, 379, 1889.
10. Wudianto R. Petunjuk penggunaan pestida. Jakarta: Swadaya. 2007.

11. Sumanur P. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta : Segung
Seto; 2008. h 460-8.

10

Anda mungkin juga menyukai