BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
LIMBAH PENGALENGAN IKAN
2.2 Potensi jenis limbah yang dihasilkan dari setiap tahapan proses pengalegan
Terdapat tahapan proses dalam pengalengan ikan yang memungkinkan munculnya berbagai
jenis limbah yaitu sebaagai berikut
1) Penerimaan bahan baku
Setiap bahan baku yang diperoleh harus diperiksa mutunya paling tidak secara organoleptik dan
ditangani sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higiene. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan
bahan baku harus ditolak. Untuk bahan baku segar harus segera dilakukan pencucian menggunakan air
mengalir dengan suhu maksimum 5oC. Bahan baku yang diterima dalam keadaan beku, apabila
menunggu proses penanganan selanjutnya maka harus disimpan dalam es yang bersuhu -25oC. Bahan
baku yang dalam keadaan segar apabila menunggu proses penanganan selanjutnya harus disimpan pada
suhu chilling (0C).
Jenis limbah : Limbah cair, penggunaan air mengalir untuk mencuci ikan segar.
2) Persiapan
10) Sterilisasi
Gambar 6. Proses sterilisasi
Sterilisasi dilakukan di dalam retort dengan nilai Fo sesuai dengan jenis dan ukuran kaleng,
media dan tipe produk dalam kemasan atau equivalent dengan nilai Fo > 2,8 menit pada suhu 120 oC.
Pada setiap sterilisasi harus dilakukan pencatatan suhu secara periodik.
Jenis limbah : Limbah cair, berupa air bekas medium pemanas.
11) Penurunan suhu dan pencucian
BAB. 3
LIMBAH PADAT
3.3 Penanganan
- Bagian tubuh ikan
Limbah padat yang dihasilkan dari proses pengalengan ikan ini umumnya sangat jarang
sekali dilakukan penanganan untuk dibuang ke badan air. Namun mengingat potensi dari limbah
padat yang masih memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomis yang tinggi, sehingga limbah
padat diolah menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomis tinggi. Pengolahan seperti itu juga
dapat meminimalkan limbah dari ikan pengalengan ikan tersebut. Pengolahannya juga dapat
menambah pemasukan industri tersebut.
- Kemasan
Daurulang kaleng menjadi kaleng yang dapat digunakan kembali, caranya dengan
melakukan peleburan dengan cara melelehkan kaleng dengan suhu 12000C dan kemudian
dilakukan pembentukan kembali.
Kaleng merupakan salah satu hasil produksi yang menggunakan alumunium sebagai bahan
bakunya. Gagasan yang diajukan untuk mengurangi jumlah sampah kaleng yaitu dengan
cara recovery, dimana lapisan aluminium dari sampah tersebut menjadi tawas. Pembuatan tawas
dari sampah ini sangat mudah. Kaleng dibakar untuk menghilangkan pengotor aluminium seperti
lapisan plastik, cat ataupun kertas. Jika sudah bersih, aluminium dipotong kecil-kecil dan
dilarutkan dalam KOH dengan perbandingan masa alumunium dan KOH sebesar 1 : 2. Jika
aluminium telah larut seluruhnya, larutan ini disaring dan filtratnya ditambah dengan H2SO4
sampai endapan larut. Jika endapan telah larut maka larutan terebut didiamkandan kristal tawas
akan segera terbentuk.Pembuatan tawas dengan metode ini dapat mengurangi biaya
produksiyang tinggi. Biaya produksi dapat ditekan lebih dari 50% dengan penggunaan bahan
baku sampah aluminium ini. Selain mengurangi biaya produksi, dengan metode ini limbah
aluminium dapat dikurangi karena hampir 99% sampah aluminium memiliki komposisi
aluminium yang sama dengan aluminium baru, sehingga kualitas produksi tidak akan turun.
BAB. 4
LIMBAH CAIR
Dengan asumsi diatas diketahui jumlah air yang digunaan dalam satu hari mencapai rata-
rata 14 m3/ton dalam satu kali produksi. Dengan jumlah yang sangat banyak ini tentu akan
menghasilkan limbah cair yang sangat banyak dan tentu tidak dapat langsung dibuang karena
dapat meningkatkan beban lingkungan.
4.13 Bahan tambahan
Dalam pengalengan ikan digunakan bahan tambahan yang berpotensi menimbukan limbah.
Limbah ini berasal dari air yang mengandung garam, campuran minyak kedelai, asam sorbat, kalium,
natrium sorbat, dan cairan yang mengandung zat zat organik hasil pengolahan. Selain itu limbah cair
juga dihasilkan dari medium pengalengan seperti saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur
(vegetable oil), air, sirup, minyak, atau larutan garam mendidih.
4.3 Penanganan
Desain Pengolahan Limbah
Jika dilihat dari karakteristik limbah cair industri pengolahan hasil ikan memiliki kadar
BOD 2,96 kg/ton ini berarti memiliki range yang cukup besar. Untuk membuat pengolahan
limbah harus diturunkan dahulu COD hingga mencapai 200 ppm atau disesuaikan dengan
ambang batas COD, dan biasanya menggunakan pengolahan sebagai berikut :
1. Penyaring, penyaring ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh limbah cair,
penyaringan ini dipasang sesuai kebutuhan.
2. Bak/Tangki Equalisasi, Tangki ekualisasi ini berfungsi untuk menampung limbah yang keluar
sebelum diolah sehingga kualitas limbah menjadi homogen.
3. Fixed Bed Reactor, merupakan peralatan pengolahan anaerob yang digunakan untuk COD diatas
6000 ppm.
4. Trikling Filter, merupakan peralatan poses biologi aerob fan anaerob yang biasa digunakan
untuk pengolahan limbah 4000 ppm.
5. Instalasi dan pompa, yang merupakan alat penunjang proses pengolahan sebelum dan sesudah.
Proses Pengolahan Limbah Cair
- Pengolahan Primer
Beberapa proses pengolahan primer yang biasa digunakan untuk mengolah limbah cair
adalah :
1. Equalisasi
Proses ini dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair agar supaya fluktuasi
kualitasnya dapat dikurangi. Proses ini sangat diperlukan apabila limbah cair akan mengalami
proses pengolahan berikutnya. Equalisasi dilakukan dalam suatu bak yang ukuran dan jenis
baknya sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah limbah cair yang diolah dan variabilitas
aliran air limbah cair. Bak equalisasi yang digunakan harus dapat menampung keseluruhan
jadwal proses dari suatu kegiatan produksi yang mungkin bervariasi dari segi debit limbah cair
yang dihasilkan.
Bak equalisasi ini dapat pula dipakai sebagai tempat pengkondisian limbah cair sebelum
mengalami proses pengolahan berikutnya. Secara sistematis, tujuan dilakukan proses di dalam
bak equalisasi adalah sebagi berikut :
a. Untuk menjaga terjadinya umpan kejutan (shock loading) pada system proses biologi.
b. Untuk mengontrol pH.
c. Untuk menjaga agar aliran limbah cair yang diolah pada sistem biologi dapat mengalir secara
kontinyu, khususnya apabila kegiatan produksi sedang diberhentikan.
d. Untuk mencegah konsentrasi tinggi dari bahan-bahan toksik yang mungkin dihasilkan dari
kegiatan produksi sebelum masuk ke sistem pengolahan biologi.
Bak equalisasi biasanya memerlukan mixer untuk menjamin homogenitas limbah cair.
Tambahan pula, mixer ini juga membantu terjadinya proses transfer oksigen dari udara ke dalam
limbah cair yang pada gilirannya akan mengurangi kadar BOD di dalam limbah.
- Netralisasi
Beberapa limbah cair industri makanan bersifat asam atau alkali. Kondisi ini memerlukan
langkah-langkah netralisasi sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuang ke badan air atau
dimasukkan ke dalam sistem pengolahan berikutnya, baik secara biologi maupun kimia.
2. Pengolahan Sekunder
Pada umumnya proses pengolahan sekunder terdiri dari proses aerobik dan anaerobik,
digunakan untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik yang terlarut di dalam limbah cair.
Proses pengolahan ini menggunakan mikrooganisme untuk mendegradasi bahan organik yang
terkandung di dalam limbah cair. Mikroorganisme yang digunakan pada umumnya diambil dari
sistem yang sudah berjalan, dan dapat diambil dari keluaran sistem maupun dari lumpur yang
terjadi. Di dalam prakteknya, mikrooorganisme awal yang biasa disebut sebagai starter, terlebih
dahulu harus dilakukan aklimatisasi untuk mengkondisikan kebiasaan hidupnya dengan
lingkungan yang baru.
- Proses Anaerobik
Dekomposisi bahan organik di dalam limbah cair akan menghasilkan gas metana dan
karbondioksida. Proses dekomposisi ini berjalan tanpa adanya oksigen. Walaupun secara
kinetika dan keseimbangan bahan sangat mirip dengan proses aerobik, tetapi beberapa syarat
dasar perlu mendapatkan perhatian dalam merancang unit anaerobik ini.
Pada proses ini konversi dari asam-asam organik yang akan membentuk gas metana
menghasilkan energi yang rendah. Akibat dari hal tersebut maka hasil pertumbuhan
mikroorganisme dan kecepatan degradasinya juga rendah. Konversi bahan organik menjadi gas
baik metana maupun karbondioksida dapat mencapai kisaran antara 80 90%. Untuk mencapai
efisiensi yang tinggi, diperlukan kenaikan temperatur. Tetapi hal ini perlu diperhitungkan dengan
matang, mengingat bahwa kenaikan temperatur ini akan menambah biaya operasional dari
penanganan limbah cair. Keuntungan dari proses ini adalah dihasilkannya gas metana yang
merupakan bahan bakar yang dapat digunakan sebagi sumber panas. Selain itu, keuntungan lain
adalah bahwa proses ini mampu untuk mendegradasi bahan organik yang tinggi di dalam limbah
cair. Kandungan bahan organik yang rendah tidak efisien untuk diolah secara anaerobik.
- Proses Aerobik
Proses aerasi bertujuan untuk memindahkan oksigen, baik oksigen murni maupun udara,
ke dalam proses pengolahan biologis. Aerasi dapat juga digunakan untuk membuang senyawa
yang mudah dari sejumlah limbah cair. Aerasi merupakan proses perpindahan (transfer) massa
antara gas (oksigen) dan cairan. Transfer oksigen ke dalam limbah cair dipengaruhi oleh variabel
fisik dan kimia, antara lain :
- Temperatur
- Pencampuran secara turbulen
- Kedalaman limbah cair
- Karakteristik limbah cair
Beberapa peralatan aerasi yang umum digunakan pada skala industri saat ini adalah unitair
diffusion yaitu sistem aerasi turbin dimana udara dilepaskan dari bawah baling-baling yang
berputar dan dari unit aerasi permukaan dimana akan terjadi perpindahan oksigen yang
memungkinkan terjadinya turbulensi yang tinggi dari permukaan limbah cair.
- Trickling Fillter (Unggun Percik)
Trickling Filter merupakan tumpukan media dimana limbah cair memercik dari bagian
atas media dan menembus sela-selanya. Dalam prosesnya, media akan diselimuti oleh lapisan
yang merupakan mikroorganisme. Saat limbah cair melintasi media ini, maka akan terjadi proses
degradasi bahan organik di dalam limbah cair. Media yang dipakai biasanya terbuat dari bahan
plastik. Untuk skala besar, tinggi media ini bisa sampai 12 m dengan laju pengumpanan sebesar
0,16 m3/(min.m2). Sistem ini mampu mencapai degradasi bahan organik sebesar 90%. Limbah
cair yang melalui tumpukan media memberikan nutrien kepada lapisan film yang adalah lapisan
mikroorganisme. Bersamaan dengan itu, oksigen juga terdifusi masuk ke dalam lapisan film
tersebut. Disinilah terjadi proses degradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair.
Dari proses degradasi ini lalu dihasilkan gas CO2 yang terdifusi keluar dari lapisan film. Apabila
lapisan film ini terlalu tebal, maka kemungkinan akan terjadi proses anaerobik pada bagian
lapisan film sebelah dalam. Hal ini mengingat bahwa oksigen tidak dapat menembus masuk jauh
ke dalam lapisan film tersebut.
Pada trickling filter ini, unjuk kerja akan erat berhubungan dengan terbentuknya lapisan
film pada permukaan media dan lama waktu kontak antara limbah cair dengan lapisan film
tersebut. Karena transfer oksigen ke dalam lapisan film berhubungan erat dengan turbulensi dari
limbah cair, maka transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh laju pengumpanan dan
konfigurasi dari media yang dipakai di dalam trickling filter. Apabilatrickling filter ini akan
dipakai untuk mendegradasi limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi, maka
konsentrasinya harus diperhatikan. Apabila konsentrasi bahan organik terlalu tinggi, maka akan
terjadi proses anaerobik di dalam trickling filter. Akibatnya, daritrickling filter ini akan timbul
bau busuk. Pada umumnya, bahan organik di dalam limbah cair yang diperkenankan untuk
diolah di dalam trickling filter mempunyai besaran BOD antara 600 sampai 1200 mg/l. Lebih
dari 1200 mg/l, prosesnya memerlukan resirkulasi untuk pengenceran konsentrasi dari limbah
cair umpan.Kondisi temperatur sangat mempengaruhi kinerja dari trickling filter. Pada
temperatur rendah, maka kecepatan degradasi akan berkurang, transfer oksigen ke dalam lapisan
film akan berkurang serta limbah cair akan cepat mencapai kejenuhan oksigen. Akibat dari
kondisi tersebut adalah menurunnya aktivitas dari
BAB. 6
PEMANFAATAN LIMBAH
Tulang ikan
Ossein
Ekstrak disaring
Pengecilan ukuran/penepungan
Gelatin
Gambar 9. Proses pembuatan gelatin tulang ikan
b. Pemanfaatan limbah tulang ikan menjadi tepung ikan dan minyak ikan dengan enzim papain.
Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin B. Protein ikan terdiri dari asam amino
yang tidak terdapat pada tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti
unggas, babi dan makanan ikan. Sementara minyak ikan yang dihasilkan dapat menjadi sumber omega-3
yang sangat baik bagi perkembagan otak.
Gambar 10. Diagram alir proses pengolahan limbah pengalengan ikan menjadi tepung ikan dan
minyak ikan
c. Berbagai produk lain yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah industri pengalengan ikan seperti
:
- Sebagai tepung hidrolisat protein
- Sumber kalsium
- Sebagai Pupuk organik
KESIMPULAN
1. Adapun karakteristik fisik limbah pengalengan yaitu secara fisik terdiri dari berwujud padat dan
cair, warnanya merah bata sampai cokelat, aroma bau amis,
2. Karakteristik kimia limbah pengalengan ikan yaitu pH 6-9, nilai BOD5 100 mg/L dan COD
sebesar 75 mg/L, kandungan logam berat, seperti Pb sebanyak 0,1 mg/L pada limbah
pengalengan ikan, dan kandungan lemak/minyak 10 mg/L.
3. Karakteristik biologi limbah pengalengan ikan yaitu berkaitan dengan penguraian bahan-bahan
organik yang dikukan oleh mikroorganime autotrof berupa proses nitrifikasi. Proses oksidasi
ammonium menjadi nitrit dilakukan oleh Nitrosomonas sp, dan oksidasi nitrit dilakukan
oleh Nitrobacter sp. Oleh karena itu pada limbah industri pengalengan ikan sering menimbulkan
bau amoniak dan biasanya dengan jumlah 1 mg/L.
4. Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan industri pengalengan ikan dapat berasal dari bagian
tubuh ikan yaitu ingsang, kepala, tulang, perut, ekor, sisik, sirip, dan kulit ikan. Selain itu limbah
padat juga diperoleh dari kemasan kaleng sisa dari pemotongan.
5. Adapun sumber limbah cair yaitu berasal dari darah ikan, proses pengolahan seperti
pencucian/pembersihan bahan baku, pembersihan isi perut ikan, pemasakan dan pembersihan
lokasi pabrik serta berasal dari bahan tambahan dalam proses pengalengan seperti air yang
mengandung garam, campuran minyak kedelai, asam sorbat, kalium, natrium sorbat, dan cairan
yang mengandung zat zat organik hasil pengolahan.
6. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan menggunakan penanganan primer berupa terdiri
dari proses equalisasi yaitu proses yan dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair
agar supaya fluktuasi kualitasnya dapat dikurangi. Proses ini sangat diperlukan apabila limbah
cair akan mengalami proses pengolahan berikutnya.Equalisasi dilakukan dalam suatu bak yang
ukuran dan jenis baknya sangat bervariasi.
7. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan menggunakan penanganan primer berupa terdiri
dari netralisasi, dimana beberapa limbah cair industri makanan bersifat asam atau alkali. Kondisi
ini memerlukan langkah-langkah netralisasi sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuang ke
badan air atau dimasukkan ke dalam sistem pengolahan berikutnya, baik secara biologi maupun
kimia.
8. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan menggunakan penanganan sekunder yaitu secara
aerob dengan menggunakan okesigen, secara anaerob tanpa melibatkan oksigen. Namun
penanganan limbah cair secara sekunder akan lebih efektif dengan menggunakan
metode trickling fillter merupakan tumpukan media dimana limbah cair memercik dari bagian
atas media dan menembus sela-selanya. Dalam prosesnya, media akan diselimuti oleh lapisan
yang merupakan mikroorganisme. Saat limbah cair melintasi media ini, maka akan terjadi proses
degradasi bahan organik di dalam limbah cair.
9. Limbah gas bersumber dari penanganan limbah padat dan limbah cair yang tidak tepat.
Perombakkan komponen-komponen bahan organik pada limbah yang dilakukan oleh
mikroorganisme menyebabkan munculnya senyawa yang meninbulkan bau busuk seperti
amoniak, H2S, gas metan, pospat, dan sebagainya.
10. Limbah padat merupakan limbah yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan menjadi berbagai
produk seperti tepung ikan, minyak ikan, gelatin tulang ikan, pupuk organik, pakan ternak, dan
sumber kalsium.
DAFTAR PUSTAKA
Hikamah, S R dan H. Mubarok. 2012. Studi deskriptif pengaruh limbah industri perikanan muncar,
banyuwangi terhadap lingkungan sekitar. Jurnal Bioshell. 1(1) : 1-12.
Billah, M. 2009. Pemanfaatan limbah ikan tuna melalui proses fermentasi anaerob menggunakan bakteri
ruminansia. Jurnal ilmiah teknik lingkungan. 1 (1) : 48 57.
Mahendra, T. N. 2005. Evaluasi resiko bahaya keamanan pangan (HACCP) tuna kaleng dengan
metode statistical process control. Skripsi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan Istitut Pertanian Bogor.
Purnomo, E. 2005. Pemanfaatan bahan sisa dalam upaya meminimisasi limbah padat. Tesis Program
Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Sahubaya, L. 2011. Analisis prediksi beban pencemaran limbah cair pabrik pengalengan ikan. J.
Manusia dan Lingkungan. Jurusan Ilmu Perikanan. Fakultas Pertanian. UGM. 18 (1) : 9-18.
Sulaefi. 2011,. Kinerja bisnis agroindustri pengolahan ikan di Jawa Timur. JBTI. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. 1(1) : 71-85.
Jenie, B. S. L. dan W. P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius, Yogyakarta.
Setiyono, dan S. Yudo. 2008. Potensi pencemaran dari limbah cair industri
pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, Kab. Bayuwangi. JAL. 4(2) : 136-145.
Billah, M. 1909. Pemanfaatan limbah ikan tuna melalui proses fermentasi anaerob menggunakan bakteri
ruminansia. Jurnal ilmiah teknik lingkungan. 1(1) : 48-57.
Kentaren, 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemah : H.
Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wijaya, Y. A. 2013. Pabrik pengalengan ikan tuna KUP mina jaya di sedangbiru. Artikel Ilmiah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Brawijaya. Fakultas Teknik, Malang.
Ibrahim, B. 2005. Kaji ulang sistem pengolahan limbah cair industri hasil perikanan secara biologis
dengan lumpur aktif. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 8(1) : 31-40.