Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf Akhlaqi
I. Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus dijalani seorang sufi. Takhalli
adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Salah satu akhlak
tercela yang paling banyak membawa pengaruh terhadap timbulnya akhlak jelek
lainnya adalah ketergantungan pada kelezatan duniawi. Hal ini dapat dicapai dengan
jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha
melenyapkan dorongan hawa nafsu.
Dalam menanamkan rasa benci terhadap kehidupan duniawi serta mematikan
hawa nafsu, para sufi berbeda pendapat. Sekelompok sufi yang moderat berpendapat
bahwa rasa kebencian terhadap kehidupan duniawi cukup sekedar tidak melupakan
tujuan hidupnya dan tidak meninggalkan duniawi sama sekali. Demikian pula dengan
pematian hawa nafsu ini, cukup sekedar dikuasai melalui pengaturan disiplin
kehidupan. Aliran ini tidak meminta agar manusia secara total melarikan diri dari
problema dunia dan tidak pula menyuruh menghilangkan hawa nafsu. Golongan ini
tetap memanfaatkan dunia sekedar kebutuhannya dengan menekan dan mengontrol
dorongan nafsu yang dapat mengganggu stabilitas akal dan perasaan.
Sementara itu sekolompok sufi yang ekstrim berkeyakinan bahwa kehidupan
bahwa kehidupan duniawi benar benar sebagai racun pembunuh kelangsungan cita
cita sufi. Persoalan duniawi adalah penghalang perjalanan, karena nafsu yang
bertendensi duniawi harus dimatikan agar manusia bebas berjalan menuju tujuan,
yaitu memperoleh kebahagian spiritual yang hakiki. Bagi mereka cara memperoleh
keridhoan Tuhan tidak sama dengan cara memperoleh kenikmatan material.
Pengingkaran ego dengan cara merasapkan diri dari pada kemauan Tuhan adalah
perbuatan utama.
Sikap mental yang tidak sehat sebenarnya diakibatkan oleh keterikatan kepada
kehidupan duniawi. Bentuk keterikatan itu, menurut pandangan sufi bermacam
macam, antara lain yang dipandang sangat berbahaya adalah sikap mental riya.
Sifat yang ingin disanjung dan diagungkan, menurut Al-Ghazali sulit untuk menerima
kebesaran orang lain, termasuk untuk menerima keagungan Allah. Sebab, hasrat ingin
disanjung itu sebenarnya tidak lepas dari adanya perasaan paling unggul, rasa
superioritas dan ingin menang sendiri. Kesombongan dianggap sebagai dosa besar
kepada Allah. Oleh karena itu Al-Ghazali menyatakan bahwa kesombongan sama
dengan penyembahan diri, satu macam dari politeisme.