Disusun oleh:
Nisa Akmalia Thori
NIM: 011400392
Program Studi D-IV Teknokimia Nuklir
Jurusan Teknokimia Nuklir
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
Kartini Megasari
NIP. 19671130 199001 1 001
1
LEMBAR PENGESAHAN INSTANSI
di
Disusun oleh:
NIM. 011400392
Mengetahui,
a.n. Kepala BBTPPI
Kepala Bagian Tata Usaha Pembimbing Instansi
2
Tri Indah Agustin, SE, MM Yohan Kaleb Setiadi, S.T
NIP. 19600817 198303 2 003 NIP. 19851205 201012 001
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik ini. Shalawat serta salam
semoga senantiasa Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Atas kehendak dan izin Allah SWT, laporan kerja praktik yang berjudul Perentuan
Konsentrasi Sulfur dioksida (SO2) dengan Metode Pararosanilin dapat terselesaikan dengan
baik. Laporan ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab penulis setelah melaksanakan
kerja praktik, serta syarat untuk menyelesaikan diploma-IV di program studi Teknokimia
Nuklir.
Kerja praktik ini tidak mungkin dapat selesai tanpa pihak-pihak yang terus
memberikan bimbingan serta dukungannya. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Allah Subhanahu Wa Taala yang senantiasa memberi nikmat, rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan kerja praktik di Balai Besar
Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang
2. Ibu Setiyowati dan Bapak Mathori selaku orang tua penulis yang sangat penulis cintai
yang telah memberikan semangat, motivasi, pelajaran hidup, ilmu agama, kasih sayang
serta doa yang tidak ada putusnya untuk kesehatan, keselamatan dan kesuksesan
putranya.
3. Ibu Ir Titik Purwati Widowati, M.P selaku kepala Balai Besar Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri yang telah mengizinkan saya melakukan kerja praktik.
4. Bapak Yohan Kaleb Setiadi, ST selaku pembimbing instansi yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan, dan arahan untuk pelaksanaan Kerja Praktik di Laboratorium
Gas, Kebisingan dan Pencemaran di Balai Besar Pencegahan Pencemaran Industri
Semarang
6. Bapak Prof. Dr. Kris Tri Basuki selaku pembimbing kerja praktik yang telah memberikan
ilmu , arahan, nasehat, dan mendukung penulis .
7. Mbak Dila yang telah berbagi ilmu pengetahuan mengenai analisis kimia
4
8. Kak Inayah dan Kak Ari yang telah berbagi ilmu pengetahuan, dan pengalaman kerja
praktik
9. Lutfiani Nurul Amanah selaku sahabat penulis yang selalu mendukung dalam keadaan
apapun, kapanpun dan dimanapun
10. Amanda Wilis, Bilqis Latifah, Sely Anggi dan Nurhalisa sebagai teman seperjuangan
yang selalu membantu dan menyemangati penulis.
11. Teman-teman Teknokimia Nuklir angkatan 2014 Sekolah Tinggi Teknokimia Nuklir
Yogyakarta yang telah membantu memberikan semangat dan motivasi untuk segera
menyelesaikan Tugas Khusus.
12. Semua pihak yang belum dapat tersebutkan namanya satu per satu yang telah membantu
dan memberikan semangat dalam melaksanakan Kerja Praktik.
Penulis menyadari dalam penyusunan Kerja Praktik ini tidak terlepas dari
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan,
Semoga Laporan ini bermanfaat. Amin
5
DAFTAR ISI
6
4.2 Pengolahan Data..................................................................................................................52
4.3 Pembahasan........................................................................................................................54
BAB V...................................................................................................................................................56
PENUTUP.............................................................................................................................................56
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................................56
4.4 Saran....................................................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................57
7
BAB I
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dengan
pesat. Hal ini bisa dilihat dari munculnya pembangunan dan industri-industri baru di
Indonesia. Tantangan yang sekarang harus mampu dihadapi adalah persaingan kerja yang
tajam sehingga dibutuhkan sumber daya manusia handal dan profesional.
Dalam hal ini, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) - BATAN Yogyakarta telah
menyiapkan suatu program yaitu kerja praktik yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa.
Kerja praktik merupakan mata kuliah yang mempunyai bobot 3 satuan kredit studi (sks)
dan wajib ditempuh sebagai syarat kelulusan mahasiswa program D-IV program studi
Teknokimia Nuklir. Dengan demikian mahasiswa diharapkan dapat memahami bidangnya
secara lebih mendalam serta dapat menjadi calon tenaga kerja yang mempunyai
pengetahuan luas, pengalaman, keterampilan dan keahlian, serta etos kerja yang tinggi.
8
Pencemaran udara adalah kehadiran substansi fisik, kimia atau biologi di atmosfer
dalam jumlah yang dapat membahayakan mahkluk hidup serta dapat merusak benda-
benda lainnya. Salah satu pencemaran udara adalah Sulfur dioksida. Sulfur dioksida
adalah polutan udara yang menyebabkan batuk dan sesak nafas. Dalam jumlah besar,
polutan ini mengakibatkan gangguan pernapasan hingga kematian. Sumber utama SO 2 di
udara berasal dari proses pembakaran ( batubara atau diesel), industri metalurgi, dan
industri asam sulfat. Gas SO2 juga merupakan penyebab terjadinya hujan asam dan kabut
fotokimia atau katalitik di atmosfer. Sulfur trioksida dapat membentuk asam sulfat bila
bereaksi dengan uap air. Campuran oksida sulfur, partikulat dan uap air menimbulkan
efek perusakan paling berat yang diakibatkan oleh polusi udara, yaitu hujan asam.
Kadar SO2 di udara dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai jenis metode,
diantaranya adalah metode pararosanilin dengan penjerap TCM (Tetrakloromerkurat).
Gas SO2 di udara akan dijerap menggunakan TCM setelah itu dianalisis menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis untuk mengetahui kadar SO2 yang terjerap.
Dalam penelitian ini akan membandingkan kadar SO 2 gas standar yang sudah
diketahui kadarnya dengan kadar SO2 yang terjerap oleh TCM dengan metode
Pararosanilin
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Kerja praktik ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung pekerjaan dan
kegiatan yang ada pada Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
(BBTPPI) Semarang. Dengan demikian, dapat menambah ilmu pengetahuan dan
teknologi baru dari dunia kerja, sekaligus sebagai pengemban tugas baik di
lembaga maupun di industri nantinya.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus kerja praktik ini adalah:
9
c. Membantu melaksanakan tugas-tugas dan kegiatan proses pengujian kadar SO2
dalam udara ambien
d. Menyelidiki suatu kasus yang ditemukan dalam pekerjaan dan mencari jalan
keluar pemecahan terbaik.
g. Membuat laporan kerja praktik industri untuk memenuhi syarat wajib membuat
laporan setelah kerja praktik selesai.
1.3 Manfaat
Kegiatan kerja praktik ini dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2017 sampai dengan
tanggal 31 Agustus 2017 di Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
(BBTPPI), Semarang.
Penulisan Laporan Kerja Praktek ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :
1. Melakukan pengambilan sampel uji berupa gas SO2 standar menggunakan
serangkaian alat penjerap SO2
2. Pembuatan kurva kalibrasi SO2 ambien yang akan digunakan sebagai acuan untuk
pembacaan sampel
3. Hasil analisis akan dijadikan perbandingan dengan hasil teoritis
Pengumpulan data dalam penyusunan laporan kerja praktik ini menggunakan dua
metode, yaitu.
a. Metode Eksperimen
10
Metode ini dilakukan dengan percobaan.
Metode ini dilakukan dengan mencari referensireferensi yang mendukung laporan kerja
praktik.
BAB II
11
2.1 Nama dan lokasi Tempat Kerja Praktik
2.3.1 Tugas
Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, standardisasi,
pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan kompetensi dalam
teknologi pencegahan pencemaran industri sesuai kebijakan teknis
yang ditetapkan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri
12
2.3.2 Fungsi
2.3.2.1 Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dalam teknologi bahan
baku, badan pembantu, proses produk, peralatan, dan pencegahan
pencemaran industri.
2.3.2.2 Pelaksanaan rancang bangun dan perekayasaan peralatan proses
dan teknologi dan konsultansi untuk membantu pengembangan
industri guna meminimalkan dan mencegah pencemaran akibat
industri
2.3.2.3 Pelaksanaan layanan teknis pengujian mutu bahan baku, bahan
pembantu, produk akhir, hasil ikutn dan limbah industri serta
sertifikasi dan kalibrasi.
2.3.2.4 Pelaksanaan pemasaran, kerjasama, pengembangan dan
pemanfaatan teknologi informasi
2.3.2.5 Pelaksanaan pelayananan administrasi kepada semua unsur di
lingkungan BBTPPI, serta penyusunan laporan dan evaluasi hasi
hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.
2.4.1 Visi
Visi Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang yakni
menjadi pusat unggulan (centre of excellence). Layanan Teknis, Litbang
Teknologi dan Proses dibidang Pencegahan Pencemaran Industri.
2.4.2 Misi
2.4.2.1 Melakukan pengkajian, penelitian, dan pengembagnan
teknologi dan proses pencegahan pencemaran industri untuk
mendukung pembangunan industri yang berwawasan
lingkungan (Industri Hijau).
2.4.2.2 Memberikan layanan teknis dalam mendukung pengembangan
industri yang berorientasi pada teknologi ramah lingkungan
melalui penelitian dan pengembangan, pengujian, konsultasi ,
standardisasi, kalibrasi, sertifikasi, dan audiit lingkungan
2.4.2.3 Mendukung pemerintah pusat dalam rangka melaksanakan
kebijakan pengembangan industri nasional
2.4.3 Strategi
13
2.4.3.1 Penguasaan teknologi proses produksi bersih dan pengelolaan
limbah untuk menghasilkan paket teknologi yang teruji dan
siap pakai.
14
2.5.2 Tata Kerja BBTPPI
2.5.2.1 Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala BBTPPI, Kepala Bagian,
Kepala Subbagian, Kepala Bidang, Kepala Seksi, dan Kelompok
Jabatan Fungsional di lingkungan BBTPPI wajib menerapkan
prinsip koordinasi, integritas, dan sinkronisasi di lingkungan
internal dan atau dengan instansi lain di luar BBTPPI sesuai
dengan bidang tugasnya.
2.5.2.3 Setiap laporan yang diterima oleh Kepala BBTPPI, wajib diolah dn
dipergunakan sebagai bahan untuk menyusun laporan lebih lanjut
dan untuk memeberikan petunjuk kepad bawahan.
15
2.5.2.5 Dalam melaksanakan tuganya, setiap pimpinan satuan organisasi di
lingkungan BBTPPI dibantu oleh pimpinan stuan organisasi
dibawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada
bawahannya, masing-masing satuan organisasi wajib mengadakan
rapat berkala.
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pengolahan Industri terdiri dari bagian Tata
Usaha, Bidang Pengembangan Jasa Teknik, Bidang Penelitian dan Pengembangan,
Bidang Penilaian Kesesuaian, dan Kelompok Jabatan Fungsional yang masing-masing
mempunyai tugas sebagai berikut:
16
1. Bagian Tata Usaha terdiri dari :
17
serta pelaksanaan kalibrasi peralatan, evaluasi hasil kalibrasi, penyiapan
penertiban sertifikat kalibrasi, dan melaksanakan kalibrasi ulang.
18
Produk yang wajib disertifiaksi adalah produk yang dalam pemakaiannya
atau penggunaannya berkaiatan dengan keselamatan jiwa manusia, isalnya air
minum, garam, semen, dan lain-lain.
5. Industri tekstil.
19
6. Industri perikanan dan hasil laut.
5. Obat-obatan.
6. Penyedia kelistrikan.
20
2.8.2 Jasa Penelitian Teknis
2.8.2.1 Proses Produksi
2.8.2.1.1 Pembuatan garam beryodium pada industri kecil menengah
dan sistem monitoring mutu garam dari tingkat produksi
dan perdagangan
2.8.2.1.2 Teknologi proses pembuatan garam bahan baku dengan
media isolator (paten) No P 00201100879
2.8.2.1.3 Teknik inovasi proses produksi untuk tahu yang
berwawasan lingkungan.
2.8.2.1.4 Teknologi proses pemanfaatan biji/buah manggis menjadi
tepung sebagai bahan pangan
2.8.2.1.5 Proses pembuatan obat tradisional dalam rangka
meningkatkan daya serap
2.8.3 Teknologi Pencegahan Pencemaran
2.8.3.1 Teknologi pengendalian limbah cair industry tingkat supervisor
2.8.3.2 Operator IPAL Industri
2.8.3.3 Pengelolaan limbah B3
2.8.3.4 Teknologi Produksi Bersih
2.8.3.5 Pengelolaan emisi gas industri
2.8.4 Sistem Manajemen
2.8.4.1 Pemahaman dan penerapan system manajemen mutu ISO 9001 2008
2.8.4.2 Pemahaman dan penerapan SML ISO 14001 untuk industri
2.8.4.3 Konversi energi dan air
2.8.4.4 Pemahaman penerapan good house keeping di IKM
2.8.4.5 Pengelolaan bahan kimia dan B3
2.8.4.6 Manajemen proper lingkungan
2.8.4.7 Manajemen K3 laboratorium
2.8.5 Jasa Pengujian
2.8.5.1 Pengujian Kualitas Produk Industri
2.8.5.1.1 Garam
2.8.5.1.2 Air minum dalam kemasan
2.8.5.1.3 Rokok, pupuk, tepung
2.8.5.1.4 Mie, kecap, sirup, saos, madu
2.8.5.1.5 Furniture
2.8.5.1.6 Bahan bangunan dan mineral
2.8.5.2 Pengujian Kualitas Lingkungan Industri
2.8.5.2.1 Emisi; udara ambient dan ruangan kerja
2.8.5.2.2 Kebisingan; getaran;kebauan
2.8.5.2.3 Air limbah dan air permukaan
2.8.5.2.4 Limbah padat dan limbah B3
2.8.5.2.5 Biotek air, flora, dan fauna
2.8.6 Jasa Konsultasi
2.8.6.1 Rancangan bangunan pengolahan emisi gas buang
2.8.6.2 Pengolahan limbah cair dan gas
2.8.6.3 Pengelolaan lingkungan dan B3
2.8.6.4 Jasa Standardisasi dan Pengawasan Mutu Produk
2.8.7 Jasa Kalibrasi
21
2.8.7.1 Kalibrasi massa (neraca analitik dengan rentang sampai 2 kg)
2.8.7.2 Kalibrasi suhu (suhu dengan rentang hingga 3000C)
2.8.8 Jasa Sertifikasi
2.8.8.1 Sertifikasi produk; SPPT SNI (AMDK, garam, tepung terigu, mie
instan, biskuit, furniture, teh dalam kemasan). (akreditasi KAN : LS
Pr-016-IDN)
2.8.8.2 Sertifikasi ISO 9001 (akreditasi KAN: LSSM-007-IIDN)
2.8.8.3 Sertifikasi ISO14001 (akreditasi KAN : LSSML-005-IDN)
2.8.9 Jasa Penanganan Pencemaran
2.8.10 Jasa Audit Energi, Audit Lingkungan, dan Social Mapping
BAB III
3.1.1 Udara
3.1.1.1. Udara Ambien
Berdasarkan Peraturan Pemerintah N.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara, definisi udara Ambien adalah udara bebas di permukaan bumi
pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yuridiksi Republik indonesia
yang dibutuhkan dan mempengaruhinya kesehatan manusia, mahkluk hidup dan
unsur lingkungan hidup lainnya.
Sedangkan baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi
dan atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unusr pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
22
Oksida nitrogen 1 Jam g Saltzman
400
24 jam m3
1 Thn g
150 3
m
g
100 3
m
Oksida 1 jam g Chemiluminescent
235 3
1 Thn m
g
50 3
m
HC 3 Jam g Flamed Ionization
160 3
(Hidrokarbon) m
PM10 (Partikel 24 Jam g Gravimetri
150 3
<10mm) m
TSP 24 jam g Gravimetri
230 3
(Debu) 1 Thn m
g
90 3
m
Timah hitam (Pb) 24 jam g Gravimetri
2 3
90 hari m Ekstraktif
g Pengabuan
1 3
m
Dustfall 30 hari 10 Ton/km2/Bulan Gravimetri
(Debu Jatuh)
(Pemukiman)
10 Ton/km2/Bulan
(industri)
Total Fluorides 24 Jam g Specific Ion
3 3
90 hari m
(F) Electrode
g
0,5 3
m
Flour Indeks 30 hari 40 g Colourimetric
2 dari
100 cm
kertas limed filter
Khlorine 24 jam g Specific Ion
150 3
&Khlorine m Electrode
dioksida
Sulphat Indeks 30 hari 1 mg SO3/100cm3 Colourimetric
dari Lead
Peroksida
23
Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya zat pencemar ke dalam
atmosfer atau berubahnya komposisi udara baik oleh proses alami maupun akibat
kegiatan manusia sehingga menurunkan kualitas udara hingga tidak berfungsi sesuai
peruntukkannya, yang diatur oleh UU-RI No. 4 Tahun 1982 tentang lingkungan hidup
dan Keputusan Menteri No. KEP-02/MENKLH/I/1988 tentang pedoman penetapan
baku mutu lingkungan. Pencemaran udara terjadi bila penambahan bahan atau zat ke
dalam udara dalam konsentrasi dan jumlah tertentu sehingga mengakibatkan efek
negatif yang dapat diukur pada organisme atau benda. Dari beberapa pengertian
mengenai pencemaran udara tersebut diatas, dapat diartikan bahwa untuk mengetahui
apakah lingkungan udara sudah tercemar atau belum dapat dilakukan perbandingan
antara kondisi udara ideal dan kondisi udara aktual. Setiap unsur gas di udara dapat
dibandingkan dengan unsur gas yang sama yang terdapat pada komposisi udara
normal
Secara umum, terdapat 2 sumber pencemaran udara, yaitu pencemaran akibat
sumber alamiah (natural resources), seperti letusan gunung berapi, dan yang berasal
dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), seperti yang berasal dari transportasi,
emisi pabrik, dll. Di dunia, dikenal 6 jenis zaat pencemar udara utama yang berasal
dari kegiatan manusia, yaitu Karbon monoksida, (CO), oksida sulfur (SOx), Oksida
nitrogen (NOx), partikulat, hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia, termasuk ozon.
Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi, polusi cahaya
dan limbah pabrik yang menguap diangap sebagai polusi udara. Sifat alami udara
mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional,
maupun global.
3.1.1.3. Jenis-jenis Pencemaran Udara
1. Pencemaran primer
2. Pencemaran sekunder
24
dinamik, dan rapuh. Belakangan ini pertumbuhan keprihatinan akan efek dari emisi
polusi udara dalam konteks global dan hubungannya dengan pemanasan global
(global warming) dan deplesi ozon di stratosfer semakin meningkat.
25
Partikulat
26
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) digunakan sebagai masukan bagi
pengambilan tindakan dalam upaya pengendalian pencemaran udara. ISPU
adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi
kualitas udara lingkungan di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada
dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya.
Berikut tabel ISPU
27
Sangat tidak sehat 200-299 Tingkat udara yang dapat
merugikan kesehatan
pada sejumlah segmen
populasi yang terpapar
Berbahaya 300-lebih Tingkat kualitas udara
berbahaya yang secara
umum dapat merugikan
kesehatan yang serius
pada populasi
28
dengan material lain yang dapat membentuk sulfur trioksida, asam sulfur, dan garam
dari asam sulfur.
gas SO3, yang secara bersama-sama dengan gas SO 2 lebih dikenal sebagai gas SOx
(sulfur oksida).
Secara umum, proses pembentukan gas sulfur oksida hasil pembakaran bahan
bakar fosil mengikuti mekanisme reaksi sebagai berikut :
S +O2 SO 2
2 SO 2 +O2 2 SO 3
Dari hasil pembakaran ini, jumlah SO2 selalu akan lebih besar dari jumlah
SO3, karena pembentukan SO3 sangat dipengaruhi oleh kondisi reaksi seperti suhu
dan jumlah O2, dan biasanya tidak lebih dari 10 % jumlah pembentukan gas Sulfur
oksida.
Meskipun pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan salah satu
sumber emisi SO2 ke udara, namun diperkirakan jumlah emisi ini hanya sepertiga
dari total emisi SO2 yang ada. Penyumbang terbesar dari polutan ini adalah berasal
dari aktivitas alam seperti dari letusan gunung berapi yang menghasilkan gas H2S.
Melalui proses oksidasi di udara, selanjutnya gas H 2S ini berubah menjadi gas SO2.
Selain sumber-sumber emisi dari hasil pembakaran bahan bakar fosil di atas, industri
pengolahan hasil tambang, seperti Industri peleburan baja merupakan industri terbesar
yang menghasilkan SOX. Hal ini disebabkan karena elemen yang penting secara
alami terdapat dalam bentuk logam sulfida seperti tembaga (CuFeS 2 dan Cu2S), Seng
(ZnS), merkuri (HgS), dan timbal (PbS). Di samping itu sulfur merupakan
kontaminan yang tidak dikehendaki dalam logam dan biasanya lebih mudah
menghilangkan sulfur dari permukaan logam yang kasar dibandingkan
menghilangkannya dari produk metal yang lain.
29
Beberapa reaksi yang terjadi pada proses peleburan logam adalah sbb :
Untuk produksi tembaga, penanganan CuS akan membentuk metal melalui reaksi :
Dari reaksi ini tampak bahwa, SO2 juga dihasilkan dari hasil samping industri logam.
Lebih jauh, gas SO2 ini telah menimbulkan hujan asam sebagai hasil reaksi :
30
8-12
jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan
20
- Jumlah minimum yang mengakibatkan iritasi pada mata
- Dapat menyebabkan batuk
- Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk paparan yang lama
50-100
Jumlah maksimum yang dibolehkan untuk paparan yang singkat ( + 30
menit)
400-500
Sudah berbahaya walaupun dalam paparan yang singkat
Sumber : Philip Kristanto, Ekologi Industri, Edisi Pertama cetakan pertama, 2002.(2)
Rute Pejanan SO2 ke tubuh manusia yang utama adalah melalui inhalasi. SO2
mudah larut dalam air sehingga dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar
juga ke saluran pernapasan. Partikulat slfat dalam gas buang kendaraan bermotor
berukuran kecil sehingga pertikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli
paru paru dan bagian lain yang sempit. SO 2 dapat menyebabkan iritasi terhadap
saluran pernapasan, membengkaknya membran mukosa, dapat menghambat aliran
udara pada saluran pernapasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok
yang rentan seperti penderita penyakit jantung atau paru paru dan para lanjut usia.
(satiyo, 2008)
Selain melalui inhalasi, gas ini juga dapat memajan manusia melalui kulit dan
mata terutama di kondisi lingkungan yang lembab. Gejala dari iritasi kulit oleh SO 2
31
adalah rasa gatal, nyeri dan kulit menjadi kemerahan. Apabila gas ini mengiritasi mata
maka akan menyebabkan nyeri dan peradagan pada mata dan juga berpotensi pada
kebutaan.
Nilai baku mutu SO2 salam udara ambien berdasarkan WHO adalah rata-rata
per 24 jam 20 g /m3 atau 0,008 ppm dan rata-rata per 10 menit 500 g /m
3
atau
0,20 ppm.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar SO2 secara
nasional adalah:
a. Membuat program reduksi konsentrasi SO2 dengan mengadopsi baku mutu yang
ditetapkan EPA atau WHO dan secara periodik mengevalusi konsentrasi SO 2 di
udara
b. Mengurangi emisi SO2 ke udara dengan menggunakan kendaraan yang mirim
polusi dan bahan bakar alternatif.
Sedangkan untuk mengurangi konsentrasi SO2 yang dapat dilakukan di rumah adalah:
3.1.3 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah fotometer (suatu peralatan untuk mengukur
intensitas cahaya) yang dapat mengukur intensitas sebagai fungsi dari satu
warna atau bahkan secara spesifik mengukur panjang gelombang suatu
cahaya. Ada dua kelas utama sistem spektrofotometer, yaitu: Pertama yang
sering disebut dengan spektrofotomer berkas tunggal (single beam) dan
spektrofotometer berkas rangkap (double beam). Spektrofotometer berkas
rangkap mengukur rasio intensitas cahaya pada dua saluran cahaya yang
berbeda sedang spektrofotometer berkas tunggal mengukur intensitas cahaya
secara absolut. Walaupun pengukuran intensitas dengan cara perbandingan
biasanya lebih mudah dan stabil, tetapi pengukuran dengan cara absolut atau
32
berkas tunggal mempunyai keunggulan misalnya dalam hal kisaran dinamik
yang lebih luas.
3.1.3.1 Spektrofotometer Uv-Vis
Spektrofotometri UV-Visible (ultra violet dan tampak, atau sering
dikatakan dengan spektrofotometri UV-Vis) adalah salah satu metode
pengukuran radiasi sinar UV dekat sampai pada sinar tampak (cahaya).
Pengukuran energi radiasi ini merupakan fungsi dari panjang gelombang ().
Cakupan panjang gelombang UV dekat sampai sinar tampak, adalah
pada kisaran =200 nm sampai 800 nm. Kata foto pada spektrofotometri,
berarti cahaya atau sinar tampak. daerah sinar tampak meliputi pada 390
nm sampai 800 nm, seperti pada Gambar 1
Hukum Lambert Beer adalah dasar dari metode analisis kuantitatif dalam
spektrofotometri. Hukum Lambert Beer, juga dikenal sebagai hukum Beer
atau hukum Beer-Lambert-Bouguer adalah merupakan suatu hubungan
empiris antara absorpsi dari suatu cahaya dengan sifat materi yang dilalui
cahaya. Pada dasarnya Hukum Lambert Beer terdiri atas dua hukum yaitu:
33
Gambar 2. Hubungan Antara Absorpsi Radiasi dengan Ketebalan Sel
Keterangan:
I0 = intensitas sinar yang datang;
I = intensitas sinar yang ditransmisikan;
c = konsentrasi larutan (kg/m3);
= absorpsivitas (m3.kg-1.m-1);
x = tebal kuvet (m).
Bila suatu berkas cahaya monokromatik diarahkan melewati medium
penyerap homogen yang lapisan-lapisannya sama dengan ketebalan lapisan yang
sama pula, dan bila diketahui tiap lapisan menyerap bagian yang sama dari radiasi
atau tiap lapisan menyerap energi radiasi cahaya dengan bagian yang sama, maka
bila lapisan ke-1 menyerap separuh dari radiasi yang jatuh di atasnya, maka lapisan
ke-2 akan menyerap seperempat dari energi semula, lapisan ke-3 akan menyerap
seperdelapan dan seterusnya.
b. Hukum Beer
Hukum ini menggambarkan hubungan antara konsentrasi zat penyerap dengan
besarnya absorpsi
c. Hukum gabungan Lambert-Beer
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum lambert beer adalah
hubungan empirik antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya
larutan dan hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat
Io
A=log =a . x . c
I
Dimana
a : koefisien absorbsi
x : ketebalan materi yang dilalui sinar
34
c : konsentrasi
35
1. Sumber cahaya
2. Monokromator
3. Wadah Sampel
Tempat sampel sering disebut kuvet. Kuvet ini terbuat dapat terbuat
dari kuarsa atau silikon leleh bila dipakai pada daerah < 300 nm atau ultra
violet, dan terbuat dari gelas silika untuk daerah kerja sinar tampak dan infra
merah (350 nm - 2000 nm). Sidik jari, lemak atau zat pengotor pada dinding
sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel ini harus benar-benar bersih dan
36
selama
4. Detektor
37
Gambar 6. Sistem Berkas Ganda
3.1.4 XRF
XRF (X-ray fluorescence spectrometry) merupakan teknik analisa
non-destruktif yang digunakan untuk identifikasi serta penentuan konsentrasi
elemen yang ada pada padatan, bubuk ataupun sample cair. XRF mampu
mengukur elemen dari berilium (Be) hingga Uranium pada level trace element,
bahkan dibawah level ppm. Secara umum, XRF spektrometer mengukur
panjang gelombang komponen material secara individu dari emisi flourosensi
yang dihasilkan sampel saat diradiasi dengan sinar-X (PANalytical, 2009).
Analisis unsur dilakukan secara kuantitatif maupun kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan untuk menganalisis jenis unsur yang terkandung
dalam bahan, dan analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan konsentrasi
unsur dalam bahan.
Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi
unsur suatu material. Karena metode ini cepat dan tidak merusak sampel,
metode ini dipilih untuk aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol
material. Tergantung pada penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya
oleh sinar-X tetapi juga sumber eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa,
proton atau sumber elektron dengan energi yang tinggi (Viklund,2008).
3.1.4.1 Prinsip Kerja XRF
Apabila terjadi eksitasi sinar-X primer yang berasal dari tabung X ray atau
sumber radioaktif mengenai sampel, sinar-X dapat diabsorpsi atau
dihamburkan oleh material. Proses dimana sinar-X diabsorpsi oleh atom
dengan mentransfer energinya pada elektron yang terdapat pada kulit yang
lebih dalam disebut efek fotolistrik. Selama proses ini, bila sinar-X primer
memiliki cukup energi, elektron pindah dari kulit yang di dalam menimbulkan
kekosongan. Kekosongan ini menghasilkan keadaan atom yang tidak stabil.
Apabila atom kembali pada keadaan stabil, elektron dari kulit luar pindah ke
38
kulit yang lebih dalam dan proses ini menghasilkan energi sinar-X yang
tertentu dan berbeda antara dua energi ikatan pada kulit tersebut. Emisi sinar-
Kondisi pengukuran yang optimal dari tiap tiap elemen dapat diprogram.
39
Sensitivitas yang sangat tinggi dan limit deteksi yang sangat rendah
40
menjadi impuls elektrik. Amplitudo dari impuls elektrik tersebut bersesuaian
dengan energi dari foton foton yang diterima detektor. Impuls kemudian
menuju sebuah perangkat yang dinamakan MCA (Multi-Channel Analyzer)
yang akan memproses impuls tersebut. Sehingga akan terbaca dalam memori
komputer sebagai channel. Channel tersebut yang akan memberikan nilai
spesifik terhadap sampel yang dianalisa. Pada XRF jenis ini, membutuhkan
biaya yang relatif rendah, namun keakuratan berkurang. (Gosseau,2009).
WDXRF EDXRF
Lebih besar, lebih kompleks,menggunakan Lebih kecil, lebih sederhana, tidak
water chiller (pendingin tabung X-Ray) menggunakan water chiller
41
Analisa B-U(92), lebih sensitive, lebih Analisa Na-U(92), menggunakan pompa
akurat, menggunakan pompa vakum vakum (opsional), Analisa unsur berat (K-
U) hasil hampir sama dengan WDXRF
Menggunakan gas p10(Argon-Methane), He Mengggunakan He(optional, untuk unsur
(opsional untuk analisa cairan) ringan Na-Cl)
4. Pressed powder
Tipe sampel yang dapat dibentuk press powder seperti batuan, semen,
lumpur, alumina, fly ash, dll
42
dengan nomer atom kurang dari 60 hanya bisa memberikan informasi
kualitatif saja.
3. Metode XRF ini cocok untuk penentuan metal dan metaloid dalam
sampel debu dengan massa maksimum kurang lebih 0,5 mg ketika
disimpan di filter dengan D 25 mm atau 1 mg dalam filter dengan D
37 mm.
4. Hasil analisis dihitung dengan asumsi bahwa ada hubungan linier
antara intensitas XRF dan massa unsur dalam filter. Semakin
bertambah massa nya, deviasi linearitas semakin bertambah.
Penambahan deviasi ini berkaitan dengan komposisi sampel.
Walaupun penyimpangan yang signifikan tidak biasanya ditemukan
dalam debu dengan massa 1 mg sampai 25 mg dalam filter. Tapi,
secara perhitungan teoritis dibatasi untuk massa maksimum sample
adalah 0,5 mg.
5. Analisis XRF dengan sampel udara dikumpulkan pada filter dan tidak
memerlukan preparasi sampel sebelum analisis.
43
terkena sinar X. Penggunaan membran filter direkomendasikan karena
partikel udara disimpan pada permukaan dengan lapisan tipis.
4. Flow meter portable yang dikalibrasi dengan standar primer dengan
pengukuran ketidaktelitian kurang dari 2%
5. Tabung plastik elastis dengan diameter yang sesuai untuk mencegah
kebocoran dari kepala pompa
3.1.4.6 Analisis Sampel
1. Atur program kalibrasi menggunakan pengaturan spektrometer
yang telah dipilih untuk logam atau metaloid yang akan dianalisa
2. Masukkan filter kalibrasi ke dalam wadah sample dan hitung laju
cacahan sinar X pada puncaknya dan panjang gelombang blanko
nya
3. Hitung laju cacahan dari logam dan metaloid dari sampel.
4. Masukkan masa logam atau metaloid pada filter kalibrasi ke
komputer. Dari sini dapat dihitung secara akurat massa dari unsur
yang terkumpul dalam filter. Kemudian di plot kan untuk
mendapatkan kurva klibrasi
5. Kurva kalibrasi harus linear. Kemudian, dihitung slope nya yang
akan dinyatakan dalam cacahan sinar X (per detik per g
unsur dalam filter dan intersep nya. Slope dan intersep dari kurva
kalibrasi dapat digunakan untuk analisis sampel dari sampel yang
tidak diketahui kandungannya.
3.1.4.7 Menentukan Konsentrasi Logam atau Metaloid dalam Udara
Untuk menentukan konsentrasi logam atau metaloid dalam udara, dapat
digunakan persamaan sebagai berikut:
1. Hitunglah volume (V), dalam liter dari sampel udara dengan
mengkalikan rata-rata laju udara volumetrik (L/min) dengan waktu
sampling (menit)
2. Perhitungan konsentrasi logam atau metaloid dalam udara p(E),d
alam mg/m3 menggunakan pers berikut:
[ m(E)1m( E)0 ]
p ( E )=
V
Dimana m(E)1 adlah massa( g dari logam atau metaloid
dalam filter sampel
m(E)0 adalah massa rata-rata ( g dari logam atau metaloid
pada filter kosong
V adalah volume dalam sampel udara (L)
3.1.4.8 Kelebihan dan Kekurangan XRF
Berikut ini adalah beberapa kelebihan dan kekurangan XRF:
Kelebihan:
44
Cukup mudah, murah dan analisanya cepat
Dapat digunakan untuk analisa elemen mayor (Si, Ti, Al, Fe, Mn, Mg, Ca,
Na, K, P) maupun trace elemen (>1 ppm; Ba, Ce, Co, Cr, Cu, Ga, La, Nb,
Ni, Rb, Sc, Sr, Rh, U, V, Y, Zr, Zn)
Kekurangan :
Analisa sampel cair membutuhkan Volume gas helium yang cukup besar
45
2. Masukkan larutan penjerap SO2 sebanyak 10 mL ke masing
masing botol penjerap.
3. Hidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir
0,1L/menit
4. Lakukan pengambilan contoh uji selama 0,5;1;1,5;2;2,5 menit.
5. Ulangi langkah 1sampai 4 untuk 3 kali pengulangan
3.2.2.2. Persiapan Pengujian Sampel
1. Pembuatan larutan penjerap tetrakloromerkurat (TCM)
0,04 M
a. Larutkan 10,86 gr merkuri(II) klorida (HgCl2) degnan 800 ml
air suling ke dalam gelas piala 1000 ml
b. Tambahkan berturut turur 5,96 g kalium klorida (KCl) dan
0,066 g EDTA, lalu aduk sampai homogen
c. Pindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml, encerkan dengan air
suling hinga tanda tera lalu homogekan
46
a. Masukkan dalam gelas piala 250 ml berturut turut 0,4 gr kanji
dan 0,002 gr merkuri (II) iodida (HgI2)
b.Larutkan secara hati-hati dengan air mendidih sampai volume
larutan mencapai 200 ml
c. Panaskan larutan tersebut sampai larutan jernih, lalu dinginkan
dan pindahkan dalam botol pereaksi
7. Pembuatan larutan asam klorida (HCl)(1+10)
Encerkan 10 ml HCl pekat dengan 100 ml air suling dalma gelas piasal
250 ml
8. Pembuatan larutan induk natrium tio sulfat (Na 2S2O3) 0,1
N
a. Larutkan 24,82 gr Na2S2O3.5H2O dengan 200 ml air suling
dingin yang telah dididihkan ke dalam gelas piala 250 ml dan
tambahkan 0,1 gr natrium karbonat
b. Pindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml kemudian encerkan
dengan air suling sampai tanda tera dan homogenkan.
c. Diamkan larutan ini selama 1 hari sebelum dilakukan
standarisasi
9. Larutan Na2S2O3 0,01 N
a. Pipet 50 ml larutan induk Na2S2O3 , masukkan ke dalam labu
ukur 500 mL
b. Encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu
homogenkan.
10. Pembuatan Larutan asam klorida (HCl) 1M
a. Masukkan 83 mL HCl 37% ( 1,19 g/mL) ke dalam labu
ukur 1000 ml yang berisi kurang lebih 300 mL air suling
b. Encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu homogenkan
11. Pembuatan larutan asam sulfamat (NH2SO3H) 0,6% b/v
47
Larutkan 0,2 gr pararosanilin hidroklorida ke dalam labu ukur
100 mL, encerkan dengan larutan HCl 1 M sampai tanda tera, lalu
homogenkan.
14. Penentuan kemurnian pararosanilin
a. Pipet 1 mL induk pararosanilin masukkan ke dalam labu ukur 100
mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu
homogenkan.
b. Pipet 5 mL larutan diatas dan 5 mL larutan penyangga asetat ke
dalam labu ukur 50 mL dan encerkan dengan air suling sampai
tanda tera, lalu homogenkan.
c. Setelah 1 jam ukur serapannya pada panjang gelombang 540 nm
dengan spektrofotometer
d. Hitung kemurnian larutan induk pararosanilin dengan rumus
sebagai berikut:
A x 21,3
M=
W
Dengan pengertian :
M adalah kemurnian pararosanilin (%)
A adalah serapan larutan pararosanilin
W adalah berat pararosanilin yang digunakan untuk membuat 50
mL larutan induk pararosanilin (g)
21,3 adalah tetapan untuk mengubah serapan ke barat
48
b. Tambahkan 5,7 mL asam asetat glasial (CH 3COOH), dan
encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu
homogenkan.
3.2.2.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan
alat
2. Masukkan masing-masing 0,0 mL; 1,0 mL; 2,0 mL;3,0 mL dan
4,0 mL larutan standar Na2S2O5 ke dalam tabung uji 25 mL
dengan menggunakan pipet volum atau buret mikro
3. Tambahkan larutan penjearap sampai volum 10 mL
4. Tambahkan 1 mL larutan asam sulfamat 0,6% dan tunggu
sampai 10 menit
5. Tambahkan 2,0 mL larutan formaldehida 0,2%
6. Tambahkan 5,0 mL larutan pararosanilin
7. Tepatkan dengan air suling sampai volum 25 mL, lalu
homogenkan dan tunggu sampai 30-60 menit
8. Ukur serapan masing-masing larutan standar dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm
9. Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2
3.2.2.4. Analisis Sampel SO2 ambien
1. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan
alat
2. Tambahkan 1 mL larutan asam sulfamat pada sampel 0,6% dan
tunggu sampai 10 menit
3. Tambahkan 2,0 mL larutan formaldehida 0,2%
4. Tambahkan 5,0 mL larutan pararosanilin
5. Tepatkan dengan air suling sampai volum 25 mL, lalu
homogenkan dan tunggu sampai 30-60 menit
6. Ukur serapan masing-masing larutan standar dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm
7. Analisis SO2 dan catat konsentrasi dan absorbansinya.
BAB IV
49
HASIL PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN
Sample Conc
ID (ppm) Absorbansi
BLANKO 0 0
STD 1,0 6,451 0,105
STD 2,0 12,902 0,266
STD 3,0 19,354 0,43
STD 4,0 25,805 0,602
0.6
f(x) = 0.02x - 0.03
0.5 R = 0.99
Absorbansi
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi(ppm)
50
Dari grafik dapat diketahui persamaan garisnya adalah y = 0,0237x-0,0252 dengan R 2 =
0,9931 dan R = 0,9961425. Berdasarkan SNI thn 2017, syarat R yang bisa digunakan
untuk menganalisa sampel adalah 0,995. Sehingga, R = 0,9961425 sudah dapat diterima
dan dapat digunakan untuk analisis sampel.
51
133,68 3,143
2,5B
136,37 3,207
2,5C
52
0,5 65,395 26,529 40,56
1 130,79 85,58 65,43
1,5 196,185 105,668 53,86
2 261,58 128,477 49,11
2,5 326,975 135,318 41,38
Rata-rata 50,07
Dalam uji fisher kali ini, dibandingkan antara varian dari konsentrasi dengan
regresi linear 0,99293 dan varian dari konsentrasi dengan regresi linear 0,999
Tabel 10 : Hasil Uji Signifikansi Analisis SO2 Ambien
Kons
(ppm) Kons (ppm)
No R2=0,992 R2=0,999
1 25,51 20,69
2 27,62 22,51
3 26,46 21,51
4 85,31 71,19
5 84,48 70,48
6 86,95 72,58
7 104,71 87,57
8 106,51 89,07
9 105,78 88,46
10 129,34 108,34
11 127,83 107,05
12 128,27 107,45
13 135,90 113,89
14 133,68 112,00
53
15 136,37 114,28
std dev 40,44 34,13
varians
i 1635,55 1165,05
Kons
(ppm) Kons (ppm)
No R2=0,992 R2=0,999
1 25,51 20,69
2 27,62 22,51
3 26,46 21,51
4 85,31 71,19
5 84,48 70,48
6 86,95 72,58
7 104,71 87,57
8 106,51 89,07
9 105,78 88,46
10 129,34 108,34
11 127,83 107,05
12 128,27 107,45
13 135,90 113,89
14 133,68 112,00
15 136,37 114,28
std dev 40,44 34,13
varians
i 1635,55 1165,05
variansi
gabungan 1400,30
stdev gab 37,42
uji t to 0,03
t tabel 2,04 pada tk 95%
54
4.3 Pembahasan
Regresi linear (R) kurva kalibrasi yang didapatkan dari hasil analisa adalah
0,996. Berdasarkan pada SNI 2005, syarat linearitas suatu kurva dapat diterima
apabila R 0,999 sedangkan pada SNI 2017 syarat linearitas kurva dapat diterima
apabila R 0,995 . Sehingga berdasarkan acuan tersebut, kurva kalibrasi hasil
analisis dapat diterima dan dapat dijadikan acuan untuk analisis sampel. Sampel
yang dianalisis selanjutnya dilakukan uji signifikansi (uji fisher) dan uji variansi
rata-rata (uji T) dari data kadar SO 2 yang memiliki R 0,996 dengan data kadar SO 2
yang memiliki R 0,999.
Dari hasil uji signifikansi (uji fisher), nilai uji fisher < nilai fisher, maka varian
dari kedua data setara dan selanjutnya dilakukan uji variansi rata-rata (Uji T).
Berdasarkan pengolahan data sampel, didapatkan nilai T tabel> Uji T yang dapat
diartikan bahwa rata-rata pada regresi 0,996 dengan rata-rata pada regresi 0,999
tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa syarat
linearitas (R) pada SNI 2005 maupun pada SNI 2017, keduanya sama-sama dapat
digunakan.
Dari tabel di atas dapat dilihat perbandingan hasil perhitungan secara teoritis
dengan hasil analisa data memiliki perbedaan yang signifikan. Beberapa hal yang
dapat menjadi salah satu faktor dari perbedaan tersebut adalah, pertama pada saat
pengambilan sampel, laju alir pengambilan sampel menjadi salah satu faktor yang
akan berpengaruh terhadap hasil analisis. Laju alir sampel harus dijaga konstan
0,1L/min. Akan tetapi, karena selama pengambilan sampel laju alir tidak dapat
55
dijaga tepat konstan pada 0,1/min, hal ini dapat dimungkinkan menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan hasil analisis berbeda dengan hasil teoritis.
Selanjutnya adalah pada saat analisis sampel. Setelah pengambilan sampel, sampel
direaksikan dengan asam sulfamat, formaldehida dan pararosanilin. Berdasarkan
SNI, setelah sampel ditambah dengan asam sulfamat, sampel dibiarkan selama 10
menit, kemudian direaksikan dengan formaldehida dan larutan kerja pararosanilin,
dan ditunggu selama 30-60 menit untuk setelah itu dibaca menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis. Ketidaktepatan waktu pereaksian (ditunggu 10 menit dan
30 menit), ketidaksempurnaan saat terjadi reaksi dan juga penggunaan
spektrofotometer Uv-Vis yang sangat sensitif juga dapat menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan hasil penelitian sangat berbeda dengan hasil teoritis.
56
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kurva kalibrasi yang diperoleh dari hasil penelitian memiliki regresi linier (R 2)
sebesar 0,99293 dengan R 0,99645. Berdasarkan persyaratan SNI 2017, R minimum
yang menjadi persyaratan untuk bisa dilakukan analisis adalah 0,995. Sehingga, dengan
didapatkan R 0,99645 sudah memenuhi persyaratan dan dapat digunakan untuk
menganalisa sampel.
Dari hasil analisis menggunakan persyaratan SNI 2005 dengan R 0,999 maupun
SNI 2017 dengan R 0,995 keduanya tidak memiliki perbedaan varian rata-rata yang
signifikan, sehingga baik SNI 2005 ataupun SNI 2017 persyaratan R nya sama-sama
dapat digunakan.
Dari hasil analisis juga disimpulkan bahwa kadar Sulfur dioksida hasil penelitian
dengan kadar sulfur dioksida hasil teoritis memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
4.4 Saran
Dalam melakukan sampling dan analisis Sulfur dioksida, perlu dilakukan peningkatan
efisiensi alat agar analisis yang didapatkan tidak memiliki perbedaan yang signifikan
dengan hasil teoritis.
57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian
58
Persiapan Alat dan Bahan
Analisis Data
59
500 ppm gas SO2
Mr SO2 : 64
Tekanan (atm) : 298 K
500 ppm gas SO2 :
60