Anda di halaman 1dari 4

Kegiatan Belajar 1

Metode Ilmiah

Ilmu mengalami perkembangan. Perkembangan ilmu ini dapat terwujud karena adanya
aktivitas yang berupa penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan. Beberapa ahli filsafat,
diantaranya Francis Bacon (1561-1620) dan Karl Popper, telah melakukan pengamatan atas
aktivitas atau cara kerja ilmuwan tersebut. Para pengamat yang bukan ilmuwan IPA menyebut
cara kerja ini sebagai metode ilmiah.

Francis Bacon mengemukakan bahwa untuk mengembangkan ilmunya, para ilmuwan


mengumpulkan secara sistematis semua informasi yang relevan tentang suatu subjek dan
mengaturnya pada satu tabel. Karl Popper merumuskan cara-cara melakukan penelitian ilmiah
yang dinamakan sistem hipothetico-decuctive. Mulai dengan suatu hipotesis kemudian
melakukan serangkaian pengamatan yang dirancang untuk menyangkal hipotesis tersebut.
Popper berpendapat bahwa tugas ilmuwan adalah menyangkal hipotesis karena yang
memungkinkan adalah menyangkal, tetapi tidak mungkin untuk membuktikan kebenaran suatu
hipotesis.

Suriasumantri (1990) mengemukakan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan


manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Pertama, manusia mampu
mengomunikasikan informasi melalui bahasa. Kedua, manusia mempunyai kemampuan
berpikir yang disebut penalaran yang memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu (a) penalaran merupakan
proses berpikir logis, seperti berpikir menurut pola atau logika tertentu (b) penalaran itu bersifat
analitik.

Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu. Untuk memperoleh ilmu diperlukan
syarat-syarat tertentu yang disebut metode ilmiah. Metode ilmiah adalah cara atau prosedur
yang digunakan dalam kegiatan untuk memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Pada umumnya
terdapat 5 (lima) langkah kegiatan metode ilmiah, yakni:

A. PENETAPAN ATAU PERUMUSAN MASALAH


Perumusan masalah di sini berarti membuat suatu pertanyaan yang
bersangkutan dengan objek empiris dengan batas-batas yang jelas serta memungkinkan
dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor yang terdapat dalam lingkupnya.
B. PENYUSUNAN KERANGKA BERPIKIR
Penyusunan kerangka berpikir tidak terlepas dari teori-teori atau premis-premis
yang telah ada dan telah diuji kebenaran ilmiahnya dengan memperhatikan faktor-
faktor empiris yang lebih relevan dengan permasalahannya.
C. PERUMUSAN HIPOTESIS
Hipotesis merupakan pernyataan yang berupa jawaban sementara. Suatu
hipotesis merupakan hasil pemikiran atau pernyataan rasional yang harus diuji
kebenarannya secara empiris melalui suatu penelitian.
D. PENGUJIAN HIPOTESIS
Dalam pengujian hipotesis terdapat dua pandangan, yakni pandangan Thomas
Kuhn (1922) dan Karl Popper (1902-1944). Thomas Kuhn menggunakan istilah
verifikasi, artinya apabila data empiris, mendukung hipotesis maka hipotesis diterima
dan apabila tidak, hipotesis ditolak. Adapun Karl Popper menggunakan istilah
falsifikasi, artinya penyangkalan atau ketidaksesuaian hipotesis terhadap data empiris
sebaliknya, jika terjadi kesesuaian maka dikatakan sebagai kebenaran korespondensi.
E. PENARIKAN KESIMPULAN
Setelah dilakukan pengujian hipotesis dapat diambil atau ditarik kesimpulan.
Apakah hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap suatu masalah yang diajukan
dapat menerima atau ditolak. Hipotesis yang hingga sekarang tidak ditolak dan
mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia, dikatakan memiliki validitas ilmiah atau
kesahihan ilmiah.

Urutan langkah-langkah kegiatan tersebut tidak bersifat mutlak, artinya hubungan


antara langkah yang satu dengan langkah yang lain tidak terikat atau bersifat statis, tetapi
bersifat dinamis dan lebih ditekankan pada logika berpikirnya.

Dalam membahas beberapa asas metodologi ilmiah, Fuad Hasan dan Kuntjaraningrat
(1980) berpendapat bahwa suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya
dengan objek studi dan bukan mencocokkan objek studi dengan metode.

Dalam kaitannya dengan penarikan kesimpulan, Didi Atmadilaga (1997) berpendapat


hipotesis yang telah diterima validitas ilmiahnya akan menambah kekayaan khazanah ilmu
yang pada gilirannya dapat menjadi premis baru sebagai sumber untuk pengembangan
hipotesis baru.
Tidak semua data dapat dikuantitatifkan dan dianalisis secara statistik. Misalnya, dalam
penelitian deskriptif eksploratif, studi kasus menggunakan wawancara atau angket dan tidak
harus menggunakan statistik. Metode penelitian seperti ini juga merupakan metode yang
ilmiah.

Kegiatan Belajar 2

A. KEBENARAN ILMIAH
Thomas Khun dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution (1970) metode
yang digunakan untuk mencari kebenaran dilandasi oleh paradigma tertentu.
Beberapa paradigma dalam mencari kebenaran sebagai berikut:
1. Paradigma Logika
Kegiatan yang dilakukan adalah analisis yang memandang bahwa kebenaran dapat
ditunjukkan apabila ada konsistensi dengan aksioma serta definisi yang berlaku.
2. Paradigma Ilmiah
Kegiatan dasar yang dilakukan adalah eksperimen. Kebenaran diperoleh setelah
hipotesis diverifikasi melalui eksperimen.
3. Paradigma Naturalistik
Teknik yang dilakukan adalah studi lapangan.
4. Paradigma Modus Operandi
Kebenaran diperoleh dengan melaksanakan pengujian secara periodik sehingga
didapat garis penyebab yang khas dari suatu peristiwa atau keadaan.
Paradigma ilmiah juga disebut paradigma positivistik. Konsep positivistik
merupakan pemikiran bahwa penyelesaian masalah dalam ilmu hanya dibatasi pada
aturan ilmu yang positif saja.
Paradigma naturalistis didasari oleh pandangan bahwa penelitian akan memberi
hasil yang sesuai dengan yang diharapkan oleh subjek penelitian.
B. SIKAP ILMIAH
Sikap ilmiah berperan sebagai kekuatan moral untuk memilih dan menggunakan
metode ilmiah dalam menemukan kebenaran ilmiah. Sikap-sikap ilmiah sebagai
berikut:
1. Kritis
Berpikir kritis erat hubungannya dengan logika atau diperlukan dalam
mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah. Metode berpikir kritis
berbeda dalam disiplin ilmu satu dengan yang lain. Berpikir kritis harus diilatihkan
guru melalui disiplin-disiplin tertentu.
2. Inkuiri
Inkuiri merupakan sikap selalu ingin menyelidiki atau meneliti apabila
menghadapi fenomena tertentu. Inkuiri merupakan sikap naluriah yang dibawa anak
sejak lahir. Apabila sikap ini tetap dibina, artinya diberikan peluang maka seorang
anak akan gemar meneliti sehingga dapat menemukan (to discover) sesuatu dan
menemukan (to invent) suatu karya.
3. Tekun dan Teliti
Ketekunan merupakan senjata ampuh bagi ilmuwan karena tanpa ketekunan dan
ketelitian, eksperimen tidak akan memberikan hasil yang diinginkan.
4. Skeptis
Skeptis berarti tidak mudah percaya, selalu meragukan sebelum sesuatu dapat
dibuktikan. Sikap skeptis akan mendorong seorang ilmuwan untuk meneliti
kembali pekerjaan ilmuwan sebelumnya.
5. Jujur dan Bertanggung jawab Terhadap Masyarakat
Seorang ilmuwan tidak boleh memanipulasi data. Apa pun hasil yang diperoleh
harus dikomunikasikan di depan sesama ilmuwan dengan penuh kejujuran.
6. Dapat Menerima Saran Orang Lain
Informasi tentang hasil penelitian biasanya memperoleh tanggapan atau saran
dari sesama ilmuwan. Kritik yang sifatnya membangun harus diterima dengan
lapang dada guna memperbaiki kesalahan dan kekurangan telitian yang sudah
dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai