Refer at
Refer at
INTUBASI ENDOTRAKEAL
Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
KAUTSAR AKBAR
20164011032
Diajukan kepada
REFERAT
INTUBASI ENDOTRAKEAL
Desember 2016
Oleh
KAUTSAR AKBAR
20164011032
Disetujui oleh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul INTUBASI
ENDOTRAKEAL. Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Kepaniteraan
Klinik bagian Ilmu Anestesi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam penulisan referat ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang
tulus kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1. dr. Totok Kristiyono, Sp.An., selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu
Anestesi sekaligus pembimbing jurnal reading di RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo
yang telah berkenan memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan dari awal sampai
selesainya penulisan jurnal reading ini.
2. dr. Agung dan dr. Hendra, selaku dokter Residen Anastesi di RSUD KRT Setjonegoro
yang telah berkenan memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan dari awal sampai
selesainya Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Bedah.
3. Seluruh perawat, tenaga medis lainnya dan staf di Instalasi Bedah Sentral (IBS) yang
telah berkenan membantu berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Bedah.
4. Ayah dan Ibu masing-masing dari kami yang telah mencurahkan kasih sayang yang tiada
henti bagi kami dan telah memberikan dukungan financial dalam penyelesaian presus ini.
5. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dan membantu dalam selesainya
penulisan presus ini.
Semoga pengalaman dalam membuat referat ini dapat memberikan hikmah bagi semua
pihak. Mengingat penyusunan referat ini masih jauh dari kata sempurna, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang dapat menjadi masukan berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan
referat selanjutnya.
Wonosobo, Desember 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter anestesi
adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal tanpa pengaruh yang
berarti akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan nafas menjadi salah satu
bagian yang terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-
obatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan nafas
berjalan dengan baik. Salah satu usaha untuk menjaga jalan nafas adalah dengan
melakukan tindakan intubasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Intubasi
Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut atau
hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi
nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke
dalam trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea.
Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa nasal melalui nasal dan nasopharing
ke dalam oropharing sebelum laryngoscopy.
C. Tujuan Intubasi
Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui
hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea.
E. Kesulitan Intubasi
Klasifikasi Mallampati :
Selain sistem klasifikasi Mallampati, temuan fisik lainnya telah terbukti menjadi
prediktor yang baik dari kesulitan saluran nafas. Wilson dkk menggunakan
analisis diskriminan linier, dimasukkan lima variable : Berat badan, kepala dan
gerakan leher, gerakan rahang, sudut mandibula, dan gigi ke dalam sistem penilaian yang
diperkirakan 75% dari intubasi sulit pada kriteria risiko = 2. Faktor lain yang digunakan
untuk memprediksi kesulitan intubasi meliputi :
Lidah besar
Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
Mandibula menonjol
Maksila atau gigi depan menonjol
Mobilitas leher terbatas
Pertumbuhan gigi tidak lengkap
Langit-langit mulut sempit
Pembukaan mulut kecil
Anafilaksis saluran napas
Arthritis dan ankilosis cervical
Sindrom kongenital (Klippel-Feil (leher pendek, leher menyatu), Pierre
Robin (micrognathia, belahanlangit-langit, glossoptosis),Treacher Collins
(mandibulofacialdysostosis)
Endokrinopati (Kegemukan, Acromegali, Hipotiroid
macroglossia,Gondok)
Infeksi (Ludwig angina (abses pada dasar mulut), peritonsillar
abses, retropharyngeal abses,epiglottitis)
Massa pada mediastinum
Myopati menunjukkan myotoniaatau trismus
Jaringan parut luka bakar atau radiasi
Trauma dan hematoma
Tumor dan kista
Benda asing pada jalan napas
Kebocoran di sekitar masker wajah (edentulous, hidung datar, besar wajah
dan kepala, Kumis, jenggot
Nasogastrik tube
Kurangnya keterampilan, pengalaman, atau terburu-buru.
F. Persiapan intubasi
Scope
Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan laringoskop. Stestoskop untuk
mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat laring secara
langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik dan benar. Secara garis besar,
dikenal dua macam laringoskop:
Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah lampu
pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat.
Tube
Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa trakea
mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar
polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran milimeter. Bentuk
penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak
kecil di bawah usia lima tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat,
sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di bawah
lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk anak besar-dewasa
menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan lain adalah penggunaan kaf pada bayi-
anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan postintubation croup.
Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,
mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,
oksigenasi dan pengisapan.
yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif
untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta struktur
radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada tabung didapatkan
ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman pipa.
Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa endotrakea
yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat melalui rima
glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea berbentuk corong,
karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin sempit). Oleh
karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama adalah pipa tanpa
balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan
di faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar
tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila intubasi secara langsung (memakai
laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil, intubasi dilakukan secara tidak
langsung (tanpa melihat trakea) yang juga disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara
lain adalah dengan menggunakan laringoskop serat optic.
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai pipa
dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi pipa tanpa
balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai
karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu
besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak
besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai balon
tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak iritasif.
Airway
Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas yaitu
pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal
airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak
menyumbat jalan napas.
Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak
terdorong atau tercabut.
Introducer
Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus
plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve
mask ataupun peralatan anesthesia.
Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan lainnya.
G. Cara Intubasi
Intubasi Endotrakeal
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat
hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang hidung
yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas lebih gampang.
Tetes hidung phenylephrine (0,5 0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi
dan menyusutkan membran mukosa. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok
saraf dapat digunakan.
NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan ke
dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari turbin.
Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal dari NTT harus
ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-angsur dimasukan hingga ujungnya terlihat
di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat dimasukan pada trachea tanpa
kesulitan. Jika ditemukan kesulitan dapat diguankan forcep Magil. Penggunaannya
harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT
melalaui hidung berbahaya pada pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan
adanya resiko masuk ke intrakranial.
I. Komplikasi
Faktor pasien
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki
laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan napas.
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien
dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.
1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan yang
maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi
pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube
tersebut.
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik
berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan
tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di bagian
yang tidak tepat.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui
hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea. Tujuannya adalah
pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask, pemberian nafas
buatan secara mekanik (respirator) memungkinkan pengisapan secret secara adekuat,
mencegah aspirasi asam lambung dan pemberian oksigen dosis tinggi.
1. Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 .
Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta 1997
2. Dorland,Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29,
Jakarta:EGC,1765.
3. Pasca Anestesia, dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, BagianA
nestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, Jakarta, 2002, Hal :253-256.25
4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Airway Management. In : Morgan GE,
Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology 4th ed. USA, McGr
awHill Companies, Inc.2006, p. 9806.
5. Gail Hendrickson, RN, BS., (2002),
Intubation,http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1219.html3)
6. Gisele de Azevedo Prazeres,MD., (2002), Orotracheal Intubation,
http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html
7. Greenberg MS, Glick M. Burkets oral medicine diagnosis and treatment. 10
th ed. Ontario: BC Decker Inc, 2003: 94,126, 612
8. Samsoon GLT, Young JRB. Difficult tracheal intubation: A retrospective
study. Anaesthesia. 1987;42:487-490
9. Suyama H, Tsuno S, Takeyoshi S. The clinical usefulness of predicting
difficult endotracheal intubation. Masui. 1999;48:37-41
10. McAllistor JD, Gnauck KA. Rapid sequence induction of the pediatric patient:
Fundamentals of practice. Pediatr Clin North Am. 1999;46:1249-1284
11. Anestesia dan Critical Care volume 24,Penerbit Perhimpunan Dokter
Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia,Bandung,2006
12. Endotracheal Tube (Breathing Tube). Available at:http://www.suru.com/endo.htm. Accessed:
8thJuly 2012 GA, Riazi J. Classification and assessment of the difficult pediatric
airway. Anesth Clin North Am. 1998;16:729-741
13. Latief, Said A, Kartini A. Suryadi dan M. Ruswan Dachlan. 2001. Petunjuk
Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI:Jakarta.