Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi

Cheryl, L. et al. (2009) mendefnisikan penyakit Buerger sebagai

peradangan nonatherosklerotik, keadaan bendungan yang menganggu sirkulasi

pada kaki dan tangan, menyebabkan lesi segmental dan pembentukan thrombus

pada arteri kecil dan sedang, kadang-kadang pada vena. Penyakit ini mempunyai

insiden terbanyak pada laki-laki muda dengan riwayat pengguna tembakau.

Penyakit Buerger (Tromboangitis obliterans) adalah penyumbatan pada

arteri dan vena yang berukuran kecil sampai sedang, akibat peradangan yang

dipicu oleh merokok. Berdasarkan studi cohort, pria perokok sigaret berusia 20-40

tahun lebih banyak yang menderita penyakit Buerger dibandingkan dengan

siapapun.

Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah suatu

penyakit vaskulitis dari pembuluh darah yang paling sering ditemukan pada

perokok pria yang berusia pertengahan. Sering ditemukan feblitis superficial

rekurens, sedangkan vena-vena dalam jarang terkena. Penyakit pembuluh darah

arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat

dalam.

Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali

terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah
mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi

dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.

2.1.2 Etiologi

Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta

tidak ada hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini

umumnya perokok berat karena kemungkinan adanya reaksi hipersensitifitas

terhadap nikotin yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada

usia sekolah. Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada

penyakit ini.Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu

hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat

disangkal. Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam

mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan penyakit

autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki sebuah predisposisi

genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti

mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem

imun. Selain penyakit sistem imun diduga ada hubungan dengan penyakit

Raynauld.

2.1.3 Klasifikasi

a. Sumbatan arteri trombotik

1) Arteri yang sakit

a) ASO

b) TAO
c) arteritides

2) Arteri normal

a) Keadaan hiperkoagulasi

b) Kelainan mielopro literatif

c) Penyakit usus ulseratif

3) Trombosis arteri sederhana idiopatik

a) Trauma kontusio atau rusaknya arteri yang parah

b) Diseksi aorta

b. Sumbatan arteri embolik

Arteri besar, sedang, dan kecil bisa disumbat oleh emboli yang muncul dari :

1) Jantung

a) Penyakit jantung reumatik.

b) IMA

c) Payah jantung dari semua sebab.

d) Endokardtis infeksiosa.

e) Miksoma artirum kiri.

2) Arteri kecil dan arteriola bisa disumbat oleh debris ateromatosa dari plak

ateromatosa proksmal atau trombus mural dalam aneursma arteri (embolisasi

ateromatosa atau kolesterol)

c. Jenis lain dari siumbatan arteri akut:

1) Spasme arteri, sekunder terhadap:

a) Ergotisme

b) DOB (4 bromo-2,5dimetoksiamfetamin), obat jalanan

c) Trauma tumpul
d) Suntikan intra arteri

2) Benda asing

a) Kawat pembimbing dan kateter.

b) Embolisme bullient

2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi

beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi

yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar

thrombus. Pasien dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada

injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat

sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial

antibody sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer.

Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau

pada pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.

Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan

terjadi perubahan patologis :

a. otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis

b. tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi

tulang yang berkembang menjadi osteomielitis

c. terjadi kontraktur dan atrofi

d. kulit menjadi atrofi

e. fibrosis perineural dan perivaskular

f. ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.


2.1.5 Tanda dan Gejala

a. Rasa Nyeri

1) Klaukadikasio intermiten, yaitu bila pasien jalan, pada jarak tertentu akan

merasa nyeri pada ekstremitas, dan setelah istirahat sebentar dapat berjalan lagi.

Gejala tersebut biasanya progresif.

2) Nyeri spontan berupa rasa nyeri yang hebat pada jari dan daerah

sekitarnya, lebih hebat pada waktu malam. Biasanya merupakan tanda awal akan

terjadinya ulserasi dan gangren.Rasa nyeri ini lebih hebat bila ekstremitas

ditinggikan dan berkurang bila direndahkan.

3) Bila terjadi osteoporosis kaki akan sakit bila diinjakkan. Karena saraf juga

terganggu, akan ada perasaan hipererestesia.

b. Pulsasi arteri pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior biasanya

menghilang.

c. Terjadi perubahan warna pada jari - jari yang terkena menjadi merah,

normal, atau sianotik, tergantung dari lanjutnya penyakit.

d. Suhu kulit pada daerah yang terkena akan lebih rendah pada palpasi.

e. Ulserasi dan gangren, sering terjadi spontan atau karena mikrotrauma.

Gangren biasanya unilateral dan terdapat pada ujung jari.

f. Tromboflebitis superfisial biasanya mengenai vena kecil dan sedang.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Rontgen anggota gerak untuk melihat :

1) Tanda tanda osteoporosis tulang tulang.

2) Tanda tanda klasifikasi arteri


b. Arteriografi

Ciri khas dari gambaran arteriografi pada tromboangitis obliterans yaitu

bersifat segmental, artinya sumbatan terdapat pada beberapa tempat, tapi segmen

diantara tempat yang tersumbat itu normal. Pada kasus lanjut, biasanya terjadi

kolateralisasi.

c. Pemeriksaan Doppler

Dapat membantu mengetahui kecepatan aliran darah dalam

pembuluh.Metode penggambaran secara modern, seperti computerize tomography

(CT) dan Magnetic resonance imaging (MRI) Pada pasien dengan ulkus kaki yang

dicurigai Tromboangitis Obliterans, Allen test sebaiknya dilakukan untuk

mengetahui sirkulasi darah pada tangan dan kaki.

d. Angiografi

2.1.7 Penatalaksanaan

a. Tindakan untuk menghentikan progresifitas penyakit, antara lain pasien

mutlak harus berhenti merokok.

b. Tindakan untuk menimbulkan vasodilatasi:

1) Simpatektomi lumbal, yaitu dengan mengangkat 2-3 buah ganglion

simpatik LI dan LIII (LI LIV).Tindakan ini masih kontroversi.

2) Mencegah vasokontriksi dengan menjaga suhu.

3) Bagian kepala dari tempat tidur dapat ditinggikan 15-20 cm diatas balok,

sehingga gaya gravitasi membantu mengalirkan darah menuju arteri-arteri.

c. Tindakan untuk menghilangkan rasa nyeri pada klaudikasio intermiten ialah

dengan jangan banyak jalan.


d. Pencegahan dan pengobatan terhadap ulserasi/ gangren dengan cara:

1) Mencegah trauma /infeksi penting untuk memelihara kebersihan kaki.

2) Direndam dengan larutan permanganat kallikus 1/5000 selama 20 menit

setiap hari.

3) Antibiotik.

e. Pengobatan spesifik.

Dari pengobatan spesifik yang telah ditemukan belum ada yang diterima

secara luas, walaupun antikoagulan, dekstran, fenilbutazon, piridinolkarbanat,

inositol niasinat dan steroid direkomendasikan. Lebih baru lagi dikatakan terapi

dengan prostaglandin (PGA1 ) dan defibrotide sama baiknya dengan zat pencegah

agregasi platelete.

Iskemia tangan yang berat akibat trombosis akut pada tromboangitis

obliterans, secara dramatis membaik dengan infus Urokinase intra arteri yang

dilanjutkan dengan angioplasty dengan kateter balon. Pada pembuluh darah kecil

dan pemberian antikoagulasi.

f. Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif pada lula-luka ektremis

untuk menghindari infeksi

g. Penderita dengan gangren, luka-luka atau nyeri ketika beristirahat, perlu

menjalani tirah baring.

h. Penderita harus melindungi kakinya dengan pembalut yang memiliki

bantalan tumit atau dengan sepatu boot yang terbuat dari karet.

i. Penderita juga harus menghindari:

1) Pemaparan terhadap dingin


2) Cedera karena panas, dingin atau bahan (seperti iodine atau asam) yang

digunakan untuk mengobati kutil dan kapalan

3) Cedera karena sepatu yang longgar/sempit atau pembedahan minor

4) Infeksi jamur

5) Obat-obat yang dapat mempersempit pembuluh darah.


2.2 Konsep Hiperbarik

2.2.1 Pengertian Terapi Hiperbarik

Hiperbarik adalah sebuah terapi oksigen yang dilakukan dalam sebuah

chamber atau ruangan bertekanan udara tinggi yaitu lebih dari 1 atmosfer. Pasien

berada di dalam chamber selama beberapa jam untuk menghirup oksigen murni.

Pasien diberikan 3x30 menit untuk menghirup oksigen. Awalnya terapi hiperbarik

ini hanya dilakukan oleh penyelam dan digunakan oleh angkatan laut. Saat ini

terapi hiperbarik sudah dilakukan untuk menyembuhkan berbagai macam

penyakit lain, seperti luka bakar, kanker, diabetes, tetanus, stroke, dan lain-lain.

Terapi hiperbarik juga digunakan untuk kebugaran, kecantikan dan keperkasaan.

Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis di bidang kedokteran, yang

memiliki dasar keilmuan kedokteran (Evident Base Medicine) dan telah terbukti

secara klinis dengan cara menghirup oksigen murni didalam suatu ruangan

bertekanan tinggi.

2.2.2 Sejarah Hiperbarik Oksigen

Sejak tahun 1662 waktu Dr. Henshaw (Inggris) menciptakan Domicilium,

suatu prototype dari Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT), untuk meneliti

kegunaan tekanan tinggi pada penyembuhan kasus-kasus klinis, yang kemudian

ternyata gagal karena tidak ditemukannya dasar ilmiah yang tepat. Lalu pada

tahun 1771 ketika Joseph Priestley (Inggris) menemukan oksigen dan tahun 1780

Dr. Thomas Beddoes (Inggris) menggabungkan keduanya dengan menyatakan /

mendemonstrasikan bahwa pernafasan dengan udara yang kaya akan oksigen

dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan minta tolong kepada James Watt
(Inggris) penemu mesin uap untuk merancang suatu RUBT baginya. Sesudah itu

RUBT mengalami pasang surut dalam dunia kedokteran dan hingga sekarang ini

sudah ada lebih dari 60 macam kasus klinis yang pernah dilaporkan berhasil

dibantu penyembuhannya oleh RUBT.

Tahun 1834 Junod (Perancis) memasukkan pasien-pasiennya ke dalam

RUBT bertekanan 4 atmosfer dan merasakan nyaman di sana. Junod menerangkan

ini sebagai akibat perbaikan aliran darah otak dan alat-alat dalam.

Tahun 1837 Pravaz (Perancis) membuat RUBT dengan kapasitas 12 orang

dan ia menulis hasil-hasil RUBT dalam Bulletin of the Academic of Medicine

(Paris). Selanjutnya RUBT maju pesat di Eropa Barat. Tahun 1860 dibuat RUBT

pertama di benua Amerika, yaitu di Otawa (Kanada).

Tahun 1870 Fontaine membuat RUBT beroda yang dapat ditarik kemana-

mana dan di dalamnya ia melakukan tindakan-tindakan pembedahan. Ia

merupakan orang pertama yang melakukan operasi di dalam RUBT.

Tahun 1880 Paul Bert mengemukakan penelitiannya tentang keracunan

oksigen (the Paul Berts effect). Tahun 1918 J. Cunningham di Kansas City, AS,

berhasil menolong pasien dengan influenza berat (waktu itu berjangkit wabah

influenza di AS). Ia begitu aktif di dalam RUBT dan terus membangun RUBT

baru. RUBTnya yang kedua dapat diisi 72 orang dan yang ketiga berupa suatu

rumah sakit tingkat lima dari bola besi seluruhnya bertekanan tinggi. Sayang

rumah sakit ini gagal dijalankan. Ia menggunakan RUBT untuk terapi penyakit

paru-paru menahun, sifilis (era prapenisilin), hipertensi, arthritis, penyakit

jantung, demam rematik akut dan penyakit kencing manis. Tahun 1930 Edgar End

(Milwauke, AS) meneliti problematik penyelaman.


2.2.3 Fungsi Perawatan HBOT (Hiperbaryc Oxygen Theraphy)

a. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan

pada aliran darah yang berkurang.

b. Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran

darah pada sirkulasi yang berkurang.

c. Menyebabkan pelebaran arteri rebound sehingga meningkatkan diameter

pembuluh darah, dibanding pada permulaan terapi.

d. Merangsang fungsi adaptif pada peningkatan superoxido dismutase (SOD),

merupakan salah satu anti oksidan dalam tubuh untuk pertahanan terhadap radikal

bebas dan bertujuan mengatasi infeksi dengan meningkatkan kerja sel darah putih

sebagai anti biotik pembunuh kuman.

2.2.4 Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik

a. Kelainan atau penyakit penyelaman

Terapi HBO digunakan untuk kelainan atau penyakit penyelaman seperti

dekompresi, emboli gas dan keracunan gas.

b. Luka penderita kencing manis

Luka pada penderita kencing manis merupakan salah satu komplikasi yang paling

ditakuti karena sulit disembuhkan. Paling sering terjadi pada kaki dan disebabkan

oleh bakteri anaerob. Pemberian terapi HBO dapat membunuh bakteri tersebut

dan mempercepat penyembuhan luka.

c. Sudden Deafness
Sudden Deafness adalah penyakit tiba-tiba tuli atau tidak mendengar, hal ini bisa

terjadi karena infeksi (panas terlebih dahulu), bunyi-bunyian yang keras atau

penyebab lain yang tidak diketahui. Dengan melakukan terapi hiperbarik oksigen

dapat segera sembuh atau terhindar dari tuli permanen.

d. Manfaat Lain dari Terapi Hiperbarik Oksigen

1) Keracunan gas CO2.

2) Cangkokan kulit.

3) Osteomyelitis.

4) Ujung amputasi yang tidak sembuh.

5) Rehabilitasi paska stroke.

6) Radionokrosis.

7) Meningkatkan motilitas sperma pada kasus infertilitas.

8) Alergi.

2.2.5 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik

Kelainan yang merupakan indikasi terapi oksigen hiperbarik

dikelompokkan menurut kategmengorisasi yang dibuat oleh Commiittee of

Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society yang

telah mengalami revisi pada tahun 1986 dan 1988 (LAKESLA, 2009).

Penyakit-penyakit yang termasuk kategori yang diterima adalah

sebagai berikut :

a. Aktinomikosis

b. Emboli udara

c. Anemia karena kehilangan banyak darah


d. Insufisiensi arteri perifer kaut

e. Infeksi bakteri

f. Keracunan CO

g. Keracunan sianida

h. Penyakit dekompresi

i. Gas gangrene

j. Cangkok kulit

k. Osteoradinekrosis

l. Radionekrosis jaringan lunak

m. Sistitis akibat radiasi

n. Ekstraksi gigi pada rahang yang diobati dengan radiasi

o. Kanidiobolus koronotus

p. Mukomikosis

q. Osteomielitis

r. Ujung amputasi yang tidak sembuh

s. Ulkus doiabetic

t. Ulkus stasis refraktori

u. Tromboangitis obliterans

v. Luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma lama

w. Inhalasi asap

x. Luka bakar

y. Ulkus yang terkait vaskulitis (LAKESLA, 20099).


2.2.6 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik

a. Kontraindikasi Absolut

Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum dirawat, kecuali

bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk

mengatasi pneumothorax tersebut (LAKESLA, 2009).

b. Kontraindikasi Relatif

Beberapa kondisi yang memerlukan perhatian jika akan melakukan terapi

hiperbarik, tetapi bukan merupakan kontraindikasi absolut adalah:

1) ISPA

2) Sinusitis kronis

3) Penyakit kejang

4) Emfisema yang disertai retensi CO2

5) Panas tinggi yang tidak terkontrol

6) Riwayat pneumothorax spontan

7) Riwayat operasi dada

8) Riwayat operasi telinga

9) Infeksi virus

10) Spherositosis kongenital

11) Riwayat neuritis optik

12) Kerusakan paru asimptomatik yang ditentukan pada penerangan dengan

sinar X (LAKESLA, 2009).


2.2.7 Mekanisme Terapi Oksigen Hiperbarik pada Penyembuhan Luka

Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan respon imun host dengan

meningkatkan aktifitas bakterisidal leukosit, neutrophile oxidative burst dan

leukocyte killing dari organisme aerob gram negatif. Oksigen bersifat sitotoksik

terhadap bakteri anaerob. Sehingga mungkin menurunkan morbiditas, mortalitas

dan kebutuhan untuk intervensi operasi pada berbagai macam infeksi yang

ternekrotisasi. Oksigen hiperbarik juga meningkatkan transport antibiotik

amynoglycoside (gentamycin, tobramycin, amykacin, dll) melewati dinding sel

bakteri, meningkatkan efektivitas dari obat-obat ini yang mungkin dapat dihambat

secara in vivo oleh keadaan hipoksia yang banyak terjadi pada pasien dengan luka

yang parah (Falabella, 2005).

Terapi hiperbarik oksigen mengurangi edema lokal jaringan melalui

vasokontriksi arterial disamping juga mengatur pengiriman oksigen yang lebih

banyak ke jaringan luka. Oksigen hiperbarik mencegah post iskemik reperfusion

injury yang dimediasi oleh leukosit dengan cara mencegah perlekatan leukosit

pada dinding venul sehingga membatasi produksi radikal bebas oksigen yang

menyebabkan vasokontriksi arteriol. Selain itu, sudah sejak lama hiperbarik

diketahui dapat meningkatkan deposisi kolagen di jaringan hipoksia sebaik

meningkatkan angiogenesis (Falabella, 2005).

Perlekatan leukosit pada endotel pembuluh darah merupakan langkah awal

yang penting dalam proses inflamasi, akan tetapi hal ini dapat membawa

konsekuensi yang destruktif Adherence moleculle yang tampak, akan

memperantarai interaksi antara sel-sel endothelium dan inflamasi. Sepasang

receptor-counterreceptor ligand menghubungkan adesi, sehingga keterikatan


antara ligand ini merupakan langkah penting yang menimbulkan injury organ

setelah aliran darah dihambat disebut injuri reperfusi. Mekanisme pemanfaatan

oksigen hiperbarik dalam injury reperfusi dapat menyebabkan terhambatnya

perlekatan leukosit pada endothelium dari sel basal membrane vaskuler yang

mengalami reperfusi. Oksign hiperbarik dapat mencegah injuri melalui

penghambatan keterikatan leukosit pad aendotel pembuluh darah dan lebih terkait

dengan PMN daripada sel endothelium (Herawati, 2002).

Meningkatnya oksigen tidak digunakan untuk metabolisme seluler, tetapi

lebih untuk dikonsumsi oleh sel-sel radang untuk mempercepat perbaikan jaringan

dan melawan infeksi. Sel radang menggunakan oksigen sebagian besar untuk

memproduksi oksidan. Oksigen sudah diketahui sangat penting untuk sintesis

kolagen, epitelisasi, angiogenesis dan bacterial kiling. Oksigen dibutuhkan pada

konsentrasi yang relative tinggi untuk melakukan proses-proses tersebut dan

oksidan adalah sinyal utama untuk growth factors yang mengatur proses

penyembuhan luka (Falabella, 2005).


2.3 Asuhan Keperawatan Oksigen Hiperbarik

a. Pengkajian

1) Identitas

2) Keluhan Utama

3) Riwayat Penyakit Sekarang

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Penelusuran terhadap beberapa penyakit yang menjadi kontraindikasi terapi

hiperbarik oksigen

5) Pemeriksaan Fisik

a) Observasi TTV

b) Kepala, mata, telinga, hidung dan tenggorokan

c) Neurologi

d) Pernafasan

e) Kardiovaskuler

f) Pencernaan

g) Perkemihan

h) Muskuloskeletal

i) Integumen

6) Pengkajian Pra HBO

a) Observasi TTV

b) Evaluasi tanda-tanda flu

c) Auskultsi suara nafas

d) Lakuka uji gula darah pada pasien dengan IDDM

e) Observasi cedera orthopedic umum dalam luka trauma


f) Uji ketajaman penglihatan

g) Mengkaji tingkat nyeri

h) Penilaian status nutrisi

7) Pengkajian Intra HBO

a) Mengamati tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen, komplikasi

ataupun efek samping terapi

b) Mendorong pasien untuk menggunakan teknik falsafah selama dekompresi

c) Jika pasien mengalami nyeri, hentikan dekompresi, apsien harus

dikeluarkan dan diperiksa di poli THT

d) Ajak ngobrol pasien agar pasien tidak tertidur

e) Memonitor pasien selama dekompresi terutama dekompresi darurat

f) Segera periksa gula darah jika terdapat tanda hipoglikemia

8) Pengkajian pasca HBO

a) Untuk pasien dengan tanda-tanda barotrauma, uji antalogis harus

dilakukan

b) Tes gula darah untuk pasien dengan IDDM

c) Pasien dengan iskemia trauma akut, sindrom compartemen nekrotik dam

pasca implantasi harus dilakukan penilaian status neurovaskuler dan luka

d) Pasien dengan keracunan CO mungkin memerlukan tes psikometri atau

tingkat carboxyhemoglobin

e) Pasien dengan insufisiensi arteri akut memerlukan hasil pemeriksaan

yangluar

b. Diagnosa Keperawatan pada Terapi Oksigen Hiperbarik


1) Kecemasan b.d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik dan

prosedur perawatan

2) Resiko tinggi cidera yang berkatian dengan pasien transfer dari ruang

peralatan, kebakaran

3) Resti barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru-paru atau emboli cerebral

b.d perubahan tekanan udara di dalam hiperbarik oksigen

4) Resti toksisitas oksigen b .d pemberian opksigen 100% pada tekanan

atmosfer

5) Resti pengiriman gas tidak memadai b.d sistem pengiriman kebutuhan

pasien/keterbatasan

6) Kecemasan dan ketakutan b.d perasaan cemas terkait dengan ruang

oksigen hiperbarik

7) Koping individu tidak efektif b.d stres mengatasi penyakit atau sistem

dukungan psikososial

8) Rasa sakit yang terkait dengan masalah medis yang terkait

9) Ketidaknyamanan b.d perubahan suhu dan kelembaban diruang hiperbarik

oksigen

10) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d keracunan C02, dekompresi,

infeksi akut

11) Resti perubahan kenyamanan cairan dan elektrolit b.d mual, muntah

12) Defisit pemeliharaan kesehatan b.d defisit pengetahuan untuk manajemen

luka, kronis
DAFTAR PUSTAKA

Baughman,Diane C.2000.Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta:EGC.

Bell, C.N.A, Gill.2004.Hyperbaric Oxygen: its uses, mechanisms of action and

outcomes.Oxford Journals,no 397,pp.385-395

Fallabela, Anna.Kirsner, Robert et al.2005.Wound Healing (Basic and Clinical

Dermatology). Boca Raton:Taylor&Francis.

Herawati, Etty.2002.Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap Sel Radang

Akibat Luka Bakar Karena Air Panas.Surabaya:Program Pasca Sarjana

Universitas Airlangga

Judith M.Wilkinson.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi

NIC dan Kriteria Hasil NOC.Jakarta:EGC.

Jennifer P.Kowalak,William Welsh, Brenna Mayer.2001.Buku Ajar

Patofisiologi.Jakarta:EGC.

LAKESLA.2009.Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.Surabaya:Lembaga

Kesehatan Kelautan TNI AL.

Tim Penerjemah EGC. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Zamboni, William A. 2003.Hyperbaric Oxygen and Wound Healing.30:67-75.Las

Vegas: Elsevier Science

Anda mungkin juga menyukai