Anda di halaman 1dari 13

Meningo ensefalitis

Otak manusia adalah pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan
terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Karena perannya yang begitu penting, otak
memiliki pelindung yang terdiri dari tengkorak, meningen, dan CSF. Meskipun memiliki
pelindung yang banyak, tetap saja otak tidak terhindar dari kemungkinan keruaskan
akibat infeksi bakteri, virus, ataupun jamur. Infeksi susunan saraf pusat (SSP) dapat
terbagi menjadi meningitis bacterial, meningitis viral, ensefalitis, infeksi fokal (abses
otak dan emphiema subdural), dan trombophlebitis infeksiosa. Perlu diketahui dan
dibedakan antara masing-masingnya untuk dapat memberikan penangananan yang tepat.

Anamnesis
- riwayat penyakit sekarang. Anak sakit kepala, rewel, gelisah, muntah,
demam 1-4 hari sebelumnya
- riwayat penyakit dahulu. Batuk, pilek 1-4 hari sebelumnya, herpes, campak,
rubella, atau infeksi pada salurang pernafasan dan telinga
- riwayat keluarga. Apakah ada yang pernah menderita hal yang sama,
merokok.
- Riwayat imunisasi. Ensefalitis dapat terjadi post imunisasi DPT *
- Lamanya kejang. Bedakan dengan epilepsy dimana kejang hanya
berlangsung sebentar. Lalu dengan kejang demam dimana anak tidak
mengalami penurunan kesadaran.

Pemeriksaan Fisik
- Panas mendadak, muntah
- Gejala-gejala neurologik
- kaku kuduk
- gangguan kepribadian
- refleks neurologik
Pemeriksaan Penunjang
- LCS- lumbal punksi
- Lab rutin
- PCR, ELISA
- Biakan LCS
- EEG
- CT scan, MRI. Dikerjakan untuk memastikan bahwa penyebab dari
timbulnya gejala bukan karena abses otak, stroke, atau kelainan struktural.

Etiologi
1. Streptococcus pneumonia. Merupakan penyebab meningitis tersering pada orang
dewasa dan kedua terbanyak pada bayi dan anak-anak. Biasanya menyebabkan
pneumonia dan infeksi telinga. Meningitis sering disertai dengan infeksi telinga,
dan tidak diketahui mana yang datang terlebih dahulu.
2. Neisseria meningitidis. Sering terdapat pada saluran napas bagian atas.
Merupakan penyebab terbanyak meningitis pada bayi dan anak-anak. Menular
dari orang ke orang melalui udara, maupun kontak.
3. Haemophilus influenzae. Sering disertai ISPA, OMA, dan sinusitis.
4. Mycobacterium tuberculosae.
5. Lysteria monocytogenes. Terdapat paling sering di udara, dan binatang peliharaan.
Menular melalui makanan yang tercemar. Mudah mati karena system imun dalam
tubuh manusia. Wanita hamil, manula dan bayi sangat rentan terhadap bakteri ini.
L. monocytogenes dapat menembus sawar placenta dan infeksi pada kehamilan
masa tua dapat menyebabkan kematian langsung pada bayi atau kematian tidak
lama setelah bayi itu lahir.
6. Virus RNA: morbili, rubella,
7. Virus DNA: Herpes, Varicella-Zooster, CMV. HSV1 yang sering menyebabkan
ensefalitis.
8. Arbovirus, biasanya dari nyamuk: EEE, WEE, St.Louis, West Nile virus, Japanese
encephalitis virus
9. Jamur. Jarang terjadi namun Cryptococcal meningitides sering terjadi pada orang-
orang dengan imunodefisiensi seperti pada AIDS dan juga diabetes.
10. Amuba. Jarang terjadi. Naegleria fowleri menyebabkan Primary Amoebic
Meningoencephalitis (PAM).* Pertama ditemukan pada tahun 1965, dengan kasus
kurang dari 100 di Amerika. PAM tidak menular dari orang ke orang, tetapi
masuk melalui saluran napas saat seseorang sedang menyelam, atau terjun ke air.
PAM dapat menyerang orang dengan system imun yang kuat, kebanyakan
menyerang orang muda. Tanpa penanganan yang adekuat, penderita dapat
meninggal dalam 3- 10 hari.

Meningitis
Adalah peradangan pada salah satu meningen atau seluruhnya dan CSF yang
menyebabkan eksudasi, sehingga sering disebut juga meningitis purulenta. Penyebab
tersering merupakan dari bakteri. Gejala meningitis berbeda pada masing-masing usia.
1. neonatus, bayi premature. Gejala tidak khas
- demam, pada 50% kasus saja
- tidak mau minum
- ikterus dan sepsis (sepsis pada neonatus selalu curigai meningitis)
- lemah, kesadaran menurun, napas tidak teratur, muntah-muntah
- UUB tegang dan membonjol

2. bayi 3 bln- 2 th
- demam, muntah-muntah, gelisah
- high-pitched cry
- kejang berulang

3. anak dan dewasa, tanda-tanda mulai khas


- demam, muntah, sakit kepala, fotofobi
- mengantuk, penurunan kesadaran sampai koma
- kejang
- kaku kuduk +, Brudzinski dan Kernig +
Berbeda dengan meningitis bakterialis, meningitis tuberkulosa memiliki 3 fase:
1. fase prodromal
- berlangsung 2-3 minggu
- demam tidak terlalu tinggi, malaise, muntah
- belum ada gangguan neurologist

2. fase tansisi/ meningitik


- saraf otak yang terkena: III, IV, VI, VII
- gejala neurologik nyata: meningismus, sefalgia, muntah-muntah, paresis,
klonus pada patella, sopor, Brudzinski dan Kernig +, refleks abdomen

3. fase paralitik
- fase percepatan penyakit
- penurunan kesadaran bisa sampai koma
- pupil tidak bereaksi
- spasme klonik pada ekstremitas
- demam tinggi, napas tidak teratur
- hidrosefalus pada 2/3 kasus
Ketiga fase tersebut tidak jelas batas-batasnya, biasanya berlangsung 3 minggu
sebelum terapi sebelum pasien meninggal.

Patogenesis
1. hematogen. Didahului infeksi awal dari tempat lain seperti faringitis, tonsillitis,
infeksi gigi, dan endokarditis
2. perkontinuitatum. Berasal dari sinusitis, mastoiditis, abses otak
3. implantasi langsung seperti pada trauma kepala terbuka, bedah otak, dan punksi
lumbal
4. pada neonatus dapat terjadi dari aspirasi cairan amnion atau juga transplasental.
Patofisiologi pada meningitis tuberkulosa agak berbeda dengan meningitis
bakterialis dan ensefalitis. Penyebaran basil secara hematogen, dari infeksi terutama
saluran napas, akan membentuk tuberkel di meningen atau medulla spinalis. Adanya
rangsangan seperti trauma, system imun yang turun, atau mungkin tanpa rangsangan,
akan menyebabkan tuberkel pecah sehingga basil dan antigennya masuk ke ruang
subaraknoid atau ventrikel, menyebabkan reaksi peradangan.
Diagnosa pasti dengan pemeriksaan CSF dengan punksi lumbal. Karena meningitis
bacterial bersifat progresif maka bisa didapatkan hasil normal. Namun perlu dilalukan
ulangan setelah 8 jam pada anak dengan sepsis dan demam tidak turun-turun serta
terdapat rangsang meningeal. Gambaran hari I, sel PMN dominant sampai 95%, protein
akan meningkat sampai 75%, serta glukosa bisa menurun sampai 20% atau negative.
Pada meningitis bakterialis diagnosa ditegakkan dengan gejala klinis, riwayat
kontak dengan pasien TBC, serta kultur CSF ditemukan BTA.

Epidemiologi
Kejadian meningitis bakteri diperkirakan sekitar 5 sampai 10 kasus per 100.000
orang per tahun.* Meningitis bakteri jauh lebih umum di negara-negara berkembang dan
di kawasan-kawasan geografis tertentu, seperti di Afrika, dimana kejadian yang diduga
adalah 70 kasus per 100.000 orang per tahun. Sejak tahun 1960, kejadian penyakit
meningococcal setiap tahun di Amerika Serikat adalah 0,9 sampai 1,5 per 100.000
penduduk. Kejadian ditemukan paling tinggi pada bayi-bayi yang berusia di bawah 1
tahun, dimana 7,1 kasus per 100.000 penduduk dilaporkan pada tahun 2001,
dibandingkan dengan hanya 1,8 per 100.000 orang yang berusia 1-4 tahun, 0,7 pada 5-17
tahun dan 0,7 pada 18-34 tahun.
Menurunnya tingkat meningitis bakterialis secara drastis dapat diperkirakan akibat
Hemophilus influenzae tipe b yang juga menurun secara dramatis sejak ditemukannya
vaksin H. influenzae.* Dengan meluasnya penggunaan vaksin konyugat H. influenzae
tipe b yang dimulai tahun 1990, kejadian penyakit infeksi H. influenzae tipe b diantara
anak-anak balita berkurang dari 100 kasus per 100.000 penduduk di era vaksin menjadi
0,3 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 1996. Pada tahun 1996, kejadian penyakit
invasif H. influenzae tipe b, seperti meningitis dan sepsis, pada anak-anak balita telah
berkurang lebih dari 99 persen.
Adapun faktor risiko tinggi ditemukan pada:
- anak-anak usia di bawah 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering daripada anak
perempuan. Anak dengan BBLR, prematur, dan malnutrisi lebih rentan
- orang-orang yang tinggal di suatu komunitas padat seperti asrama, kamp
militer, dan tempat penampungan anak
- kehamilan, dimana L. monocytogenes merupakan penyebab tersering dari
meningitis pada saat kehamilan. Partus lama, ketuban pecah dini (terlebih
jika ketuban berwarna hijau dan bau), infeksi pada masa akhir kehamilan
akan mempermudah terjadinya sepsis
- Orang-orang yang bekerja atau selalu terpapar dengan binatang
- Imunodefisiensi, atau pemberian imunosupresan

Tatalaksana
Meningitis bakterialis:
- antikonvulsi: Diazepam IV 0.2-0.5mg/kgBB. Bila kejang telah berhenti
dilanjutkan dengan Fenolbarbital IM 10-20mg/kgBB selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari. Bila kejang belum berhenti
dengan 2x diazepam, lanjutkan dengan Fenitoin IV 10-20mg/kgBB/menit,
dan 5mg/kgBB/hari 24 jam kemudian.
- Kortikosteroid: Dexamethasone IV 0.5mg/kgBB dilanjutkan dengan dosis
rumatan 0.5 mg/kgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 4 hari. Diberikan 30
menit sebelum pemberian antibiotika. Terbukti mengurangi mortalitas dan
kecacatan pada kasus ringan dan sedang.
- Antibiotik: sebelum ada hasil biakan, berikan Ampisilin 200-300mg/kgBB/
hari dan kloramfenikol 100mg/kgBB/hari pada anak dan 50mg/kgBB/hari
pada neonatus secara IV. Lama terapi pada bayi dan anak 10-14 hari,
sedangkan pada neonatus selama 21 hari. Setelah ada hasil biakan, sesuaikan
antibiotic dengan hasil tersebut.
- Suportif: cairan IV bila terdapat asidosis. Kompres atau Paracetamol
10mg/kgBB/hari untuk antipiretik.
Meningitis tuberkulosa:
- OAT: INH oral 10-20mg/kgBB/hari, maks 300g/hr, selama 12 bulan.
Rifampisin oral 10-20mg/kgBB/hr sebelum makan selama 12 bulan. PZA
oral 20-40mg/kgBB/hr, maks 2g/hr selama 2 bulan. Etambutol 15-
25mg/kgBB/hr, maks 2.5g/hr selama 12 bulan.
- Kortikosteroid sebagai terapi adjuvan: prednisone 1-2mg/kgBB/hr selama 4
minggu dan tapering off selama 4 minggu kemudian
- Terapi suportif

Upaya rehabilitasi medis, seperti terapi bicara, fisioterapi, terapi okupsi, perlu segera
dilakukan begitu memungkinkan.

Prognosis
Sangat tergantung dari factor resiko dan cepatnya penanganan yang tepat.
Prognosis pada pasien berumur <3th umumnya buruk. 18% dari kasus yang hidup
memiliki gejala2 neurologik, namun kecerdasan tetap normal.

Ensefalitis
Adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme seperti virus,
bakteri, jamur, protozoa, parasit. Namun penyebab terpentingnya adalah virus. Terdapat 2
macam ensefalitis, yaitu primer dan sekunder. Gejala ensefalitis terkenal dengan trias
ensefalitis yaitu demam, kejang, dan penurunan kesadaran. Selebihnya gejala-gejala
ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi kejang, delirium, bingung,
stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda
Babinski +, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
Sebelumnya, ensefalitis biasa diawali dengan gejala-gejala ISPA, atau penyakit GIT.
Apabila ditemukan gejala tersebut beserta gejala2 meningitis, kemungkinan
pasien terkena meningo-ensefalitis, dimana peradangan pada otak sudah meluas sampai
ke selaputnya.
Pemeriksaan Penunjang ensefalitis:
1. Biakan: Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Dari LCS akan didapat gambaran jenis kuman
dan sensitivitas terhadap antibiotika. Dari feses untuk jenis enterovirus sering
didapat hasil yang positif. Dari swap hidung dan tenggorokan juga sering didapat
hasil kultur positif.
2. Pemeriksaan serologis: uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh.
IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah: terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal: LCS sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit
peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran
yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah,
abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola
normal irama dan kecepatan
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa
pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes
simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus
frontal

Tekanan LCS Protein Hitung Sel Glukosa

Meningitis >50 PMN Rendah


bakterialis
Meningitis viral N N atau Lifosit N

Meningitis N atau Pleositosis atau Rendah


tuberculosis limfositosis
Ensefalitis N atau Limfositosis N

Patofisiologi
Virus masuk melalui gigitan nyamuk atau udara ke dalam tubuh manusia menuju
system limfatik dan berkembang biak. Selanjutnya virus melalui darah menuju SSP. Ada
yang menyebabkan destruksi langsung pada sel neuron, ada juga yang karena reaksi
antigen antibody jaringan saraf menyebabkan demyelinisasi, kerusakan vaskuler dan
perivaskuler. Keduanya akan menyebabkan timbulnya gejala2 neurologik.
Epidemiologi
Kasus ensefalitis ditemukan meningkat pada musim hujan, mengingat vector
penularan virus arbovirus dan entero virus merupakan nyamuk. Di Amerika dilaporkan
jumlah pasien ensefalitis sebanyak 0.59 per 100.000 penduduk dengan factor resiko anak
umur 5-14 tahun sebanyak 32%, 15-64 tahun 19% dan di atas 64 tahun sebanyak 12%.
(Farley, 2006) Sedangkan di Jepang dilaporkan pasien ensefalitis sebanyak 3.3 per
100.000 penduduk dan insiden ensefalitis post vaksinasi pada anak berumur di bawah 4
tahun sebanyak 6.6 per 100.000 penduduk. (Hom J, 2006)

Tatalaksana
- antikonvulsi: valium IV 0.3-0.5mg/kgBB, rectal 5 -10 mg, fenolbarbital 8-
10mg/kgBB/hari dosis awal dan dosis maintenance 4-5mg/kgBB/hari
- antipiretik: klorpromazine 2-4mg/kgBB/hari, kompres
- udem otak: dexametazon
- menurunkan TIK: manitol IV 1.5-2mg/kgBB selama 1 jam setiap 12 jam.
- Antibiotic bila didapatkan infeksi sekunder
- Suportif, seperti koreksi cairan dan elektrolit, serta makanan tinggi kalori
protein

Prognosis
Angka kematian 35-50% sedangkan pasien hidup dengan gejala sisa terdapat
sebanyak 20-40%. Gejala sisa dapat berupa parestesis/ paralysis, epilepsy, RM, gangguan
tinggah laku, korea, gangguan pengelihatan dan gangguan pendengaran.

Abses Otak
Merupakan timbunan nanah yang terlokalisasi dalam jaringan otak, baik disertai
pembentukan kapsul maupun tidak. Abses bisa berasal dari organisme aerobik gram +
(Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus) dan juga gram (E.coli, H. influenzae,
Pseudomonas), organisme anaerobic, jamur, dan parasit seperti E. hystolitica. Perlu
diperhatiknan pada abses otak sering terjadi peningkatan TIK sehingga pemeriksaan
dengan punksi lumbal biasanya tidak dilakukan karena bahaya herniasi. Penegakan
diagnosis sering dilakukan dari gejala klinik, lekositosis, peningkatan LED, serta dengan
CTscan dimana ada pelebaran sutura. Biopsy dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan tumor, sedangkan untuk mengetahui organisme penyebab.

Patogenesis
1. penyebaran langsung dari focus yang dekat otak
2. penyebaran hematogen dari focus yang jauh otak
3. trauma
4. pasca operasi kepala
5. idiopatik

Manifestasi Kinik
1. sakit kepala. Paling sering dijumpai, biasanya menetap.
2. muntah. Sering pada pagi hari karena selama tidur CO 2 meningkat menyebabkan
aliran darah meningkat dan TIK juga meningkat.
3. papiludem. Ditemukan pada 40% kasus. Tidak ditemukan pada pasien < 2th
4. kejang
5. iritabel, mengantuk, stupor, rangsang meningeal. Bila disertai penurunan
kesadaran, prognosis bisa menjadi buruk.
6. demam, lekositosis

Tumor otak
Beberapa jenis tumor otak jinak bisa tumbuh di dalam otak dan diberi nama
sesuai dengan sel atau jaringan asalnya:
- Schwannoma berasal dari sel Schwann yang membungkus persarafan
- Ependimoma berasal dari sel yang membatasi bagian dalam otak
- Meningioma berasal dari meningen
- Adenoma berasal dari sel-sel kelenjar
- Osteoma berasal dari struktur tulang pada tengkorak
- Hemangioblastoma berasal dari pembuluh darah.

Tumor otak jinak yang bisa merupakan kelainan bawaan adalah:


- Kraniofaringioma
- Kordoma
- Germinoma
- Teratoma
- Kista dermoid
- Angioma.

Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat. Sering ditemukan pada
wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan
muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.
Gejala dan kemungkinan diturunkannya tumor ini tergantung kepada ukuran, kecepatan
pertumbuhan dan lokasinya di otak.

Tumor otak primer berasal dari dalam otak, yang terdiri dari:
- Glioma berasal dari jaringan yang mengelilingi dan menyokong sel-sel saraf,
beberapa diantaranya bersifat ganas
- Glioblastoma multiformis merupakan jenis yang paling sering ditemukan
- Astrositoma anaplastik, pertumbuhannya sangat cepat
- Astrositoma, pertumbuhannya lambat
- Oligodendroglioma
- Meduloblastoma, jarang terjadi, biasanya menyerang anak-anak sebelum
mencapai pubertas
- Sarkoma dan adenosarkoma merupakan kanker yang jarang terjadi, yang tumbuh
dari struktur selain sel saraf.

Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan
lokasinya. Gejala awal dari tumor otak seringkali berupa sakit kepala. Gejala awal
lainnya yang sering ditemukan adalah gangguan keseimbangan dan koordinasi, pusing
dan penglihatan ganda. Gejala lanjut bisa berupa mual dan muntah, demam yang hilang-
timbul serta denyut nadi dan laju pernafasan yang abnormal cepat atau lambat. Dapat
terjadi fluktuasi hebat dari tekanan darah.
Beberapa tumor otak menyebabkan kejang. Kejang lebih sering terjadi pada tumor
otak jinak, meningioma dan kanker yang pertumbuhannya lambat. Tumor bisa
menyebabkan lengan atau tungkai pada salah satu sisi tubuh menjadi lemah atau lumpuh
dan bisa mempengaruhi kemampuan untuk merasakan panas, dingin, tekanan, sentuhan
ringan atau benda tajam. Tumor juga bisa mempengaruhi pendengaran, penglihatan dan
penciuman. Penekanan pada otak bisa menyebabkan perubahan kepribadian dan
menyebabkan penderita merasa mengantuk, linglung dan tidak mampu berfikir.
Gejala ini sangat serius dan memerlukan penanganan medis segera.
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup
setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan
oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah
pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih
dari 5 tahun.
Daftar Pustaka

1.

Anda mungkin juga menyukai