Anda di halaman 1dari 14

https://www.scribd.

com/upload-
document?archive_doc=259128577&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A%22archive_vi
ew_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22%3Afalse%2C%22logged_in%2
2%3Atrue%2C%22platform%22%3A%22web%22%7D

Undescencus Testiculorum atau Undescencus Testis atau Undescended Testicle atau Sanglir

Posted on May 28, 2010 by dokterugm

Ketika skrotum anak tidak dijumpai testis, orang tuanya akan dihantui kebimbangan tentang kelelakian
anaknya. Dokter akan berpikir sekitar kanker testis, dan yang paling penting lagi anak akan malu dan
cemas dalam pergaulan. Pemahaman masalah kriptorkismus secara holistik akan membimbing dokter ,
orang tua dan anak dalam menyikapi kelainan yang ada. Dokter akan memberikan pelayanan yang
optimal ditengah kontroversi penanganan yang masih berlangsung. Orang tua akan memahami kondisi
anak dan kemungkinan yang dapat terjadi di kelak hari, sehingga anak akan mendapat penerimaan
kondisi kelainan oleh lingkungan pergaulannya, sehingga psikologi anak tidak terganggu, juga mendapat
penanganan medis yang adekuat. Dalam menangani kriptorkismus, dokter tidak hanya memperbaiki
anatomi saja, tetapi juga memperhatikan faktor psikologis / emosional baik pada anak maupun orang
tuanya.

Embriologi

Ketika mesonepros mengalami degenerasi, suatu ligamen yang disebut gubernakulumakan turun pada
masing-masing sisi abdomen dari pole bawah gonal melintas oblik pada dinding abdomen (yang kelak
menjadi kanalis inguinalis) dan melekat pada labioscrotal swelling ( yang kelak menjadi skrotum atau
labia majora). Kemudian kantong peritoneum yang disebut processus vaginalis berkembang pada
masing-masing sisi ventral gubernakulum dan mengalami herniasi melalui dinding abdomen bawah
sepanjang jalur yang dibentuk oleh gubernakulum. Masing-masing processua vaginalis membawa
perluasan dari lapisan pembentuk dinding abdomen, bersama-sama membentuk funikulus spermatikus.
Lubang yang ditembus oleh processus vaginalis pada fascia transversalis menjadi anulus inguinalis
internus, sedang lubang pada aponeurosis m. obliquus abdominis externus membentuk anulus inguinalis
eksternus.

Sekitar minggu ke-28 intrauterine, testis turun dari dinding posterior abdomen menuju anulus inguinalis
internus. Perubahan ini terjadi akibat pembesaran ukuran pelvis dan pemanjangan ukuran tubuh,
karena gubernakulum tumbuh tidak sesuai proporsinya, mengakibatkan testis berubah posisi, jadi
penurunannya adalah proporsi relatif terhadap pertumbuhan dinding abdomen. Peranan gubernakulum
pada awalnya adalah membentuk jalan untuk processus vaginalis selama pembentukan kanalis
inguinalis, kemudian gubernakulum juga sebagai jangkar/ pengikat testis ke skrotum. Massa
gubernakulum yang besar akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong
skrotum gubernakulum akan diresorbbsi (Backhouse, 1966) Umumnya dipercaya bahwa gubenakulum
tidak menarik testis ke skrotum. Perjalanan testis melalui kanalis inguinalis dibantu oleh peningkatan
tekanan intra abdomen akibat dari pertumbuhan viscera abdomen.

Mekanisme yang berperan dalam proses turunnya testis belum sepenuhnya dimengerti, dibuktikan
untuk turunnya testis ke skrotum memerlukan aksi androgen yang memerlukan aksis hipotolamus-
hipofise-testis yang normal. Mekanisme aksi androgen untuk merangsang turunnya testis tidak
diketahui, tetapi diduga organ sasaran androgen kemungkinan gubernakulum, suatu pita fibromuskuler
yang membentang dari pole bawah testis ke bagian bawah dinding skrotum yang pada minggu-minggu
terakhir intrauterin akan berkontraksi dan menarik testis ke skrotum. Posisi testis saat turun berada di
posterior processus vaginalis (retroperitoneal) sekitar 4 minggu kemudian (umur 32 minggu) testis
masuk skrotum. Ketika turun, testis membawa serta duktus deferens dan vasanya sehingga ketika testis
turun, mereka terbungkus oleh perluasan dinding abdomen. Perluasan fascia transversalis membentuk
fascia spermatica interna, m. obliqus abdominal membentuk fascia kremaster dan musculus kremaster
dan apponeurosis m. obliqus abdomenus eksternal membentuk fascia spermatica externus di dalam
skrotum. Masuknya testis di skrotum di ikuti dengan kontraksi kanalis inguinalis yang menyelubungi
funikulus spermatikus. Selama periode perinatal processus vaginalis mengalami obliterasi, mengisolasi
suatu tunica vaginalis yang membentuk suatu kantong yang menutupi testis.

Pada umumnya testis turun pada skrotum secara sempurna pada akhir tahun pertama. Kegagalan testis
turun tetapi masih pada jalur normalnya disebut UDT. Testis dapat berada sepanjang jalur penurunan. (
Gb IA ) Kadang setelah melewati canalis inguinalis testis menyimpang dari jalur yang seharusnya, dan
menempati lokasi abnormal. Hal ini disebut testis ektopik. Testis bisa terletak di interstitial (superfisial
dari m. obliquus abdominis externus) di paha sisi medial, dorsal penis atau kontralateralnya. Diduga
disebabkan oleh bagian gubernakulum yang melewati lokasi abnormal, dan testis kemudian
mengikutinya. (Lihat gambar 1B) .

Gbr. 1A.
UDT G
br. 1B. Testis
Ektopik

Kriptorkismus
berasal dari
kata cryptos (Yuna
ni) yang berarti
tersembunyi
dan orchis(latin)
yang berarti
testis. Nama lain
dari kriptorkismus adalah undescended testis,tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud
kriptorkismus murni, testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni adalah suatu
keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada didalam kantong skrotum,
tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur
normal disebut testis ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak didalam skrotum dan dapat
didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokritorkismus atau testis
retraktil

Epidemiologi

Besar insidensi UDT berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi baru lahir (3 6%), satu bulan (1,8%), 3 bulan
(1,5%), Satu tahun (0,5 0,8%). Bayi lahir cukup bulan 3% diantaranya kriptorkismus, sedang lahir
kurang bulan sekitar 33% . Pada berat badan bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram insidensi UDT 7,7% BBL
2000-2500 (2,5%), dan BBL diatas 2500 (1,41%) Insidensi kriptorkismus unilateral lebih tinggi dibanding
kriptorkismus bilateral. Sedang insidensi sisi kiri lebih besar (kiri 52,1% vs kanan 47,9%). Di Inggris,
insidensinya meningkat lebih dari 50% pada kurun waktu 1965 1985. di FKUI RSUPCM kurun waktu
1987 1993 terdapat 82 anak kriptorkismus, sedang di FKUSU RSUP. Adam Malik Medan kurun waktu
1994 1999 terdapat 15 kasus.

Etiologi

Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan adalah

A. Abnormalitas gubernakulum testis

Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar akan mendilatasi jalan
testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan menempatkan testis dalam kantong
skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966)
Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan maldesensus testis.

B. Defek intrinsik testis

Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat testis tidak sensitif
terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus
unilateral. Juga untuk menerangkan mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril
ketika diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus yang secara
histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi / disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan
jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.

C.Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin

Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus inkomplet. Hal ini memperjelas
kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap
dalam kadar rendah sampai 2 minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada
kriptorkismus unilateral. Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak adequatnya
HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari imaturnya sel Leydig dan imaturnya
aksis hipothalamus-hipofisis-testis. Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak
terjadi pada mamalia yang hipofisenya telah diangkat .
Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh androgen yang diatur lebih tinggi
oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu kadar dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan
hasil testis mempunyai akses yang bebas ke skrotum . Toppari & Kaleva menyebut defek dari aksis
hipotalamus-pituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis. Hormon utama yang mengatur
testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh sel basofilik di pituitary anterior yang diatur oleh LHRH.
FSH akan mempengaruhi mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada
kelainan testis

Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia kongenital mungkin
berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan OConnor, Perreh dan ORourke melaporkan beberapa
generasi kriptorkismus dalam satu keluarga2. Juga ada penelitian yang menunjukkan tak aktifnya
hormon Insulin Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3 diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang diduga berperan ialah
berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus genitofemoralis

Faktor Resiko

Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat mendeteksi faktor resikonya.
Antara lain :

1. BBLR (kurang 2500 mg)

2. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama

3. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)

4. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)

5. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.

6. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT

PATOGENESIS

Skrotum adalah regulator suhu yang efektif untuk testis, dimana suhu dipertahankan sekitat 1 derajat
Celsius (1,8 derajat Fahrenheit) lebih dingin dibanding core body temperature. Sel spermatogenesis
sangat sensitif terhadap temperatur badan. Mininberg, Rodger dan Bedford (1982) mempelajari
ultrastruktur kriptorkismus dan mendapatkan perubahan pada kurun satu tahun kehidupan. Pada umur
4 tahun didapatkan deposit kolagen masif. Kesimpulan mereka adalah testis harus di skrotum pada
umur 1 tahun

Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan dimana epitel
germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk 2 tahun pertama kehidupan. Sementara
umur 4 tahun terdapat penurunan spermatogonia sekitar 75 % sehingga menjadi subfertil / infertil
Setelah umur 6 tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus seminiferus mengecil, jumlah
spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis di antara tubulus testis. Pada kriptorkismus
pascapubertas mungkin testis berukuran normal, tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen
spermatogenik sehingga pasien menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh suhu
tubuh dan biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus. Sehingga impotensi karena
faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus Penelitian dengan biopsi jaringan testis yang
mengalami kriptorkismus menunjukkan tidak terjadi abnormalitas kromosom. Maldescensus dan
degenerasi maligna tidak dapat disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami UDT

Klasifikasi

Kriptorkismus dapat diklasifikasikan berdasar etiopatogenesis dan lokasi. Berdasar etiopatogenesis


kriptorkismus dapat dibagi menjadi :

Mekanik/anatomik : perlekatan, kelainan kanalis inguinalis

1. Endokrin/hormonal: kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis

2. Disgenesis : kelainan interseks multipel

3. Herediter/genetik

Berdasarkan lokasi :

1. Skrotum tinggi (supraskrotal) : 40%

2. Intrakanalikuli (inguinal) : 20 %

3. Intraabdominal (abdomen) : 10 %

4. Terobstruksi : 30%

Ada juga yang membagi lokasi sebagai berikut : (1) intraabdominal (2) Inguinal (3) Preskrotal (4)
Skrotal (5). Retraktil

Major , 1974 membagi kriptorkismus (dalam pengertian umum) membagi menjadi

1. Retensio Testis (dystopy of testicle) Diklasifikasikan sesuai tempatnya

1. a. Abdominal testicle (retensi abdominal)

1. Canalicular testicle ( retensio canalicularis superior et inferior ): testis benar-


benar tak teraba

2. Inguinal testicle ( retensio inguinalis) : testis teraba di depan anulus inguinalis


eksternus
3. Testis reflexus (superfisial inguinal ectopy): bentuk paling umum. Testis
sebenarnya tidak melenceng dari alur normal. Gubernakulum memandu testis
menuju bagian bawah skrotum. Testis hanya bertempat di anterior aponeurosis
muskulus obliquus abdominis eksternus dan sesungguhnya ini bukan suatu
testis ektopik

2. The True Ectopic Testis

Di sini testis melewati canalis inguinalis tetapi kemudian menempati daerah perineum, suprapubic
dorsal pangkal penis, bawah kulit pangkal femur sisi medial.

3. The Floating Testicle

Pada anak-anak kontraksi muskulus kremaster dapat mengangkat testis dari posisis normal menuju
kanalis inguinalis. Refleks ini dipicu oleh rangsang dingin atau sentuhan. Jangan keliru menganggap
posisi ini dengan retensi testis. Tipe ini dibagi menjadi :

a. The Slidding Testicle ( Uper retractile type)

Testis dapat teraba dengan baikdari midskrotum ke atas sampai di depan aponeurosis muskulus
obliquus abdominis eksternus di atas anulus inguinalis eksternus.

b. The Pendulant testicle (Lower Retractile Type)

Testis bergerak bolak-balik antar bagian terbawah skrotum dan anulus inguinalis eksternus.

Diagnosis

Anamnesis

Diagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter pemeriksa pertama. Umumnya diawali
orangtua membawa anak ke dokter dengan keluhan skrotum anaknya kecil. Dan bila disertai dengan
hernia inguinalis akan dijumpai pembengkakan atau nyeri berulang pada skrotum. Anamnesis
ditanyakan :

1. Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum.

2. Ada tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks, prunne belly
syndroma, dan kelainan endokrin lain

3. Ada tidaknya riwayat UDT dalam keluarga

Tanda kardinal UDT ialah tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien dapat mengeluh nyeri
testis karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis pubis. Pada dewasa keluhan UDT sering
dihubungkan dengan infertilitas

Pemeriksaan Fisik
1. 1. Penentuan lokasi testis

Beberapa posisi anak saat diperiksa : supine, squatting, sitting . Pemeriksaan testis harus dilakukan
dengan tangan hangat. Pada posisi duduk dengan tungkai dilipat atau keadaan relaks pada posisi tidur.
Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan
di skrotum sedangkan tangan yang lain memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior
superior menyusuri inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis retraksi karena pada anak
refleks muskulus kremaster cukup aktif yang menyebabkan testis bergerak ke atas / retraktil sehingga
menyulitkan penilaian.

Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi karena berhubungan dengan
keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu terapi. Testis yang retraktil sudah turun saat lahir, tetapi
pada pemeriksaan tidak ditemukan di dalam skrotum kecuali anak relaks.

2. Penentuan apakah testis palpabel

1. Testis teraba

Bila testis palpable beberapa kemungkinan antara lain : (1) testis retraktil (2) UDT (3) Testis
ektopik (4). Ascending Testis Syndroma . Ascending Testis Syndroma ialah testis dalam skrotum
/retraktil, tetapi menjadi lebih tinggi karena pendeknya funikulus spermatikus. Biasanya baru diketahui
pada usia 8 -10 tahun. Bila testis teraba maka tentukan posisi, ukuran, dan konsistensi. Bandingkan
dengan testis kontralateralnya.

1. Bila impalpable testis

Kemungkinannya ialah : (1) intrakanalikuler, (2) intraabdominal, (3) Atrofi testis , (4) Agenesis. Kadang di
dalam skrotum terasa massa seperti testis atrofi. Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis
dan vas deferens yang bisa bersamaan dengan testis intraabdominal. Impalpable testis biasanya disertai
hernia inguinal. Pada bilateral impalpable testis sering berkaitan dengan anomali lain seperti
interseksual, prone belly syndrome

Berikut bagan kemungkinan abnormalitas testis :

Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang diperlukan.

1. Ultrasonografi (USG)

2. Merupakan modalitas pertama dalam menegakkan kriptorkismus.

Alasan :

a. Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga aksesibilitas USG cukup baik

b. Non invasif
c. Mudah didapat

d. Praktis/mudah dijadwalkan

e. Murah

Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas derajat ringan sampai sedang, dan
testis dewasa ekhogenitas derajat sedang.

USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke superfisial, dan tidak dapat
mendeteksi testis di intraabdominal 8 Di luar negeri keberhasilannya cukup tinggi (60-65%), sementara
FKUI hanya 5,9%3. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman operator.

1. CT Scan

Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat mendeteksi testis intraabdominal. Akurasi CT
Scan sama baiknya dengan USG pada testis letak inguinal. Sedang testis letak intraabdominal CT Scan
lebih unggul ( CT Scan 96% vs USG 91%). False positif / negatif biasanya akibat pembesaran limfonodi.
Dapat dibedakan dengan testis karena adanya lemak di sekeliling limfonodi.

1. MRI

Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus. Kelemahannya loop usus dan limfonodi
dapat menyerupai kriptorkismus

1. Angiografi

Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium dengan MRI lebih akurat dibanding MRI
tunggal

Penanganan

Tujuan dari penanganan UDT adalah :

1. Meningkatkan vertilitas

2. Mencegah torsio testis

3. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubik

4. Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia

5. Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis

6. Membentuk body image

Terapi non Bedah


Berupa terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral palpabel inguinal. Tidak diberikan pada
UDT unilateral letak tinggi atau intraabdomen. Efek terapi berupa peningkatan rugositas skrotum,
ukuran testis, vas deferens, memperbaiki suplay darah, dan diduga meningkatkan ukuran dan panjang
vasa funikulus spermatikus, serta menimbulkan efek kontraksi otot polos gubernakulum untuk
membantu turunnya testis. Dianjurkan sebelum anak usia 2 tahun , sebaiknya bulan 10 24. Di FKUI
terapi setelah usia 9 bulan karena hampir tidak dapat lagi terjadi penurunan spontan.

Hormon yang diberikan :

a. HCG

Hormon ini akan merangsang sel Leydig menproduksi testosteron. Dosis : Menurut Mosier (1984) : 1000
4000 IU, 3 kali seminggu selama 3 minggu. Garagorri (1982) : 500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang
sehari. Ahli lain memberikan 3300 IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan 500 IU 20 kali
dengan 3 kali seminggu. Injeksi HCH tidak boleh diberikan tiap hari untuk mencegah desensitisasi sel
Leydig terhadap HCG yang akan menyebabkan steroidogenic refractoriness.

Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap HCG, udem interstisial testis,
gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar testosteron diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada
respon dapat diulang 6 bulan berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi
hernia, orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada pasien sekaligus untuk
membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya 20% UDT dapat diturunkan sampai posisi normal,
dan 58% retraktil testis dapat normal.

b. LHRH

Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis secara komplet sebesar 30 64
%.

1. c. HCG kombinasi LHRH

Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, 4 minggu . Dilanjutkan HCG intramuskuler 5 kali pemberian selang
sehari. Usia kurang 2 tahun : 5 x 250 ug, 3 -5 tahun : 5 x 500 ug, di atas 5 tahun : 5 x 1000 ug.

Respon terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up 2 tahun kemudian keberhasilannya bertahan
70,6%.

Evaluasi terapi.

Berdasar waktu : akhir injeksi, 1 bulan, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Berdasar posisi : respon
komplet bila testis berada di skrotum, sedang respon inkomplet bila testis posisi inguinal rendah Efek
samping bersifat reversibel. Ujud kelainan berupa bertambah ukuran testis, pembesaran penis, ereksi,
meningkatnya rugositas skrotum, tumbuhnya rambut pubis hiperpigmentasi dan gangguan emosi

Terapi Bedah
Tujuan pembedahan adalah memobilisasi testis, adequatnya suplay vasa spermatika , fiksasi testis yang
adequat ke skrotum, dan operasi kelainan yang menyertainya seperti hernia.

Indikasi pembedahan :

1. Terapi hormonal gagal

2. Terjadi hernia yang potensial menimbulkan komplikasi

3. Dicurigai torsio testis

4. Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis.

5. Testis ektopik

Tahapan :satu tahap atau 2 tahap tergantung vasa spermatika apakah panjang atau pendek.

Tekinik operasi pada UDT :

1. Orchydopexy Standar

Prinsip dari orchidopexy meliputi 3 tahap

1. Funikulolisis

Adalah pelepasan funikulus spermatikus dari musculus kremester dan memungkinkan dapat
memperpanjang ukurannya. Vasa testicularis di bebaskan sejauh mungkin ke retroperitoneal dan
dimobilisasi lebih ke medial yang akan meluruskan dan memperpanjang vasa. Terdapat kesulitan ketika
memobilisasi vasa diatas vasa iliaca komunis

Beberapa metode yang digunakan untuk menurunkan testis ke skrotum antara lain Ombredonne, Bevas,
Torek, Cobot Nesbit, Longord, Gersung, Denis Browne. George Major menolak metode Mauclain
(menurunkan testis ke kontralateral), juga tidak setuju UDT bilateral dikerjakan sekaligus dalam satu
tahap oleh karena ancaman infeksi dari kesulitan fiksasi pada septum skrotum

Funikulolisis dikerjakan melalui insisi inguinal tinggi dan testis diturunkan dengan bantuan tarikan tali
(benang) transcrotal ke paha Bila pasien UDT disertai hernia inguinalis, kantung hernia kanan
dibebaskan dari ligasi seproximal mungkin, kantong vaginalis propria pada testis dan epidedimis
dipertahankan, karena serosa yang membungkus testis itu penting bagi spermatogenesis.

Teknik funikulolisis menurut Beran (1903) memotong vasa testis bila vasa tersebut sangat pendek dan
diharapkan vaskularisasi yang adequat dari vasa vas defferens. Tetapi teknik ini kurang bagus dengan
alasan maturasi normal memerlukan suplay vaskuler yang optimal.

Teknik operasi orchydopexy standar

Akses : Menurut Ombredonne lebih menguntungkan dengan insisi inguinal tinggi yang memungkinkan
mobilisasi vaskuler retroperitoneal dan menempatkan testis pada skrotum.
Funikulolisis :

setelah diseksi aponeurosis m. obliqus abdominis eksternus dan membebaskan anulus inguinal
eksternus dengan hati-hati untuk menghindari udema testis

pisahkan (split) dinding kanalis sesuai arah seratnya sampai dengan anulus inguinalis eksternus

bebaskan funikulus spermatikus dan testis beserta tunikanya dari fascia dan muskulus kremaster

Pada kasus UDT dengan hernia, pemisahan tunika vaginalis funikulus spermatikus secara hati-hati
dengan menghindari cedera vasa dan ductus deferens, dimana hal ini akan memperpanjang rentang
funikulus

sisihkan m. Oliqus Abdominis Internus dan m. Transversus Abdominis dengan retraktor ke


kraniomedial

diseksi funikulus spermatikus ke kranial sampai dengan lateral dari vasa epigastrika inferior

bila belum cukup panjang untuk memungkinkan testis ke skrotum tanpa tegang, vasa epigastrika
inferior dipotong, sehingga funikulus spermatikus dapat digeser lebih ke medial. Bila hal ini belum dapat
panjang berarti funikulus spermatikusnya memang pendek

sering kantong hernia kongenital atau prosesus vaginalis persisten menghambat mobilisasi
funikulus, maka lepaskan kantong secara hati-hati dan ligasi tinggi. Bila peritoneum terbuka jahit secara
atraumatik

pembebasan diatas akan lebih mudah bila gubernakulum dipotong lebih dulu kemudian dilanjut
dengan pembebasan testis

mobilisasi lanjut ke arah retroperitoneal dilakukan dengan memotong m. obliqus abdominis


internus dan m. transversus abdominis ke arah kranio lateral atau melepaskan ligamentum inguinalis

kemudian vasa spermatika interna dapat dibebaskan secara retroperitoneal ke kranial sampai
melewati vasa iliaka

setinggi promontorium vasa akan menyilang ureter. Hati-hati dalam membebaskannya

2. Pemindahan testis ke dalam skrotum (transposisi)

Bagian skrotum yang akan ditempati testis telah kosong dan menjadi lebih kecil dibanding ukuran
normal. Regangkan dinding skrotum dengan diseksi jari-jari sehingga menciptakan suatu ruangan. Traksi
ditempatkan pada gubernakulum Testis yang telah bebas dan funikulus spermatikusnya cukup panjang,
ditempatkan pada skrotum, bukan ditarik ke skrotum.

3. fiksasi testis dalam skrotum


Adalah hal prinsip bahwa testis berada di skrotum bukan karena tarikan dan testis tetap berada di
habitat barunya, sehingga menjadi kurang tepat bila keberadaan testis di skrotum itu karena tarikan dan
fiksasi testis.

Fiksasi testis tetap diperlukan.

Untuk mengikatnya tembuskan benang pada stumb ligamentum hunteri pada pole bawah testis
dengan benang nonabsorpable dan meninggalkan ujung benang yang panjang

perlebar skrotum dengan 2 jari, dengan bantuan jarum reverdin yang ditembuskan dari kulit skrotum
sisi luar dan mengambil ujung benang panjang tadi dan keluarkan lagi jarum .

Fiksasi kedua ujung benang pada sisi medial paha

Teknik lain yang sering di pakai adalah tehnik ombredanne yang menempatkan testis pada skrotum
kontralateral dan mengikatnya pada septum scroti.

1. Stephen Flower Orchidopexy

Merupakan modifikasi orchidopexy standar. Ketika arteri testikulariss tak cukup panjang mencapai
skrotum, arteri testikularis diligasi. Jadi testis hanya mengandalkan arteri vas deferens.

1. Orchydopexy bertahap

1. Bedah : Testis dibungkus dengan lembaran silastic dan difiksasi ke pubis pada tahap
I. Setelah 6-8 bulan dilakukan tahap II berupa eksplorasi dan memasukkan testis ke
skrotum

2. Laparoskopi : Menjepit arteri testikularis dengan laparoskopi dikerjakan pada tahap I


intuk UDT tipe abdomen. Setelah 6-8 bulan dikerjakan Stephen Flower Orchydopexy.

1. Autotransplantasi

Pembuluh darah testis dilakukan anastomosis pada vasa epigastrika inferior dengan teknik
mikrovaskuler.

1. Protesis Testis

Pemasangan implant testis silastik untuk knyamanan, kosmetik, dan psikis.

Komplikasi

Praoperasi

1. Hernia Inguinalis
Sekitar 90% penderita UDT mengalami hernia inguinalis lateralis ipsilateral yang disebabkan oleh
kegagalan penutupnan processus vaginalis. . Hernia repair dikerjakan saat orchydopexy . Hernia
inguinal yang menyertai UDT segera dioperasi untuk mencegah komplikasi

2. Torsio Testis

Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi testis yang bertambah sesuai
volume testis. Juga dipengaruhi abnormalitas jaringan penyangga testis sehingga testis lebih mobil

1. Trauma testis T

Testis yang terletak di superfisial tuberkulum pubik sering terkena trauma

4. Keganasan

Insiden tumor testis pada populasi normal 1 : 100.000, dan pada UDT 1 : 2550. Testis yang mengalami
UDT pada dekade 3-4 menpunyai kemungkinan keganasan 35-48 kali lebih besar . UDT intraabdominal 6
kali lebih besar terjadi keganasan dibanding letak intrakanalikuler. Jenis neoplasma pada umumnya ialah
seminoma. Jenis ini jarang muncul sebelum usia 10 tahun. Karena alasan ini maka ada pendapat yang
mengatakan UDT usia diatas 10 tahun lebih baik dilakukan orchydectomy dibandingkan orchydopexy(4).
Menurut Gilbert & Hamilton sekitar 0,2 0,4 % testis ektopik menjadi ganas. Sedang testis dystopik
angka keganasannya 8-15%. Campbell menyebut 0,23% untuk ektopik testis dan 11% untuk dystopik
testis. Sementara UDT intrabdominal keganasan 5% dan inguinal 1,2%.

Infertilitas

Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral 90%, sedang UDT unilateral 50%
(2). Lipschultz, 1976 menunjukkan adanya spermatogenesis yang abnormal post orchydopexy pada laki-
laki umur 21-35 tahun UDT unilateral. Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada UDT
unilateral

Psikologis

Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang muncul. Biasanya terjadi saat
menginjak usia remaja (adoloscence) orang tua biasanya mencemaskan akan fertilitas anaknya.

Pasca Operasi

1. 1. Infeksi

Sangat jarang bila tindakan a/antiseptik baik, diseksi yang smooth dan gentle akan meminimalkan
terjadinya hematom

1. 2. Atropi Testis

Karena funikulolisis tak adequat, traksi testis berlebihan, atau torsio funikulus spermatikus saat
tranposisi testis ke skrotum
PROGNOSIS

Menurut Docimo 10 kesuksesan operasi UDT letak distal anulus inguinalis internus sebesar 92%, letak
inguinal (89%), orchidopexy teknik mikrovaskuler (84%), orchidopexy abdominal standar (81%) staged
Fowler-Stephens orchidopexy (77%), Fowler-Stephens orchidopexy standar (67%)

UDT biasanya turun spontan tanpa intervensi pada tahun pertama kehidupan. Resiko terjadinya
keganasan lebih tinggi di banding testis normal. Fertilitas pada UDT bilateral: 50% punya anak, sedang
UDT unilateral 80%

Anda mungkin juga menyukai