BAB I
PENDAHULUAN
dkk., 2007). Hingga saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab
kematian terbesar di dunia. Hampir 17 juta orang meninggal lebih awal setiap
Penyebab terjadinya penyakit degeneratif adalah pola hidup yang tidak sehat
seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, pola makan, aktivitas fisik yang
kurang, stres, dan pencemaran lingkungan. Pola hidup tidak sehat dapat
menimbulkan senyawa radikal bebas yang bersifat reaktif terhadap sel dan
menyerang sel tubuh setiap hari (Valko dkk., 2004). Senyawa radikal bebas yang
kardiovaskuler, kanker, penyakit paru obstruksi kronik, dan diabetes (Hunter dan
1
2
kasus kematian paling tinggi di dunia (Santulli, 2013). Pada tahun 2010, The
dikarenakan oleh penyakit kardiovaskuler, sekitar dua kali jumlah kasus kematian
akibat kanker (Nichols dkk., 2014). Insiden penyakit kanker secara global
diprediksi akan meningkat dari 12,8 juta kasus baru pada tahun 2008 menjadi
22,2 juta pada tahun 2030 (American Association for Cancer Research, 2013). Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat penderita baru dari setiap seratus
kematian setelah penyakit jantung dan paru (Nugroho dkk., 2000). Penyakit
kanker membutuhkan waktu terapi lama dan biaya yang mahal (Soeksmanto dkk.,
2007).
Konsumsi buah-buahan, sayur, dan makanan dari tumbuhan yang kaya nutrisi
dapat mengurangi risiko penyakit yang terkait dengan senyawa radikal bebas
dkk., 2004). Kandungan senyawa bioaktif alami dapat mencegah kerusakan sel
dan deoxyribonucleic acid (DNA) yang disebabkan oleh radikal bebas dan
anti bakteri, dan antivirus (Lampe, 1999). Bukti kuat efek proteksi risiko kanker
dari konsumsi sayur dan buah didapatkan dari case-control studies. Studi
menyatakan sayur yang mentah dan segar menunjukkan proteksi yang konsisten
3
pada selada, dedaunan hijau, bawang putih, tomat, dan buah jeruk, dengan sekitar
70% studi melaporkan adanya efek proteksi (La Vecchia dkk., 2001).
Kemampuan senyawa bioaktif yang terdapat dalam buah dan sayuran dalam
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil kromatografi lapis tipis ekstrak etanolik buah jambu biji
merah?
2. Apakah ekstrak etanolik buah jambu biji merah mampu memberikan aktivitas
power assay?
3. Apakah ekstrak etanolik buah jambu biji merah mampu memberikan aktivitas
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui profil kromatografi lapis tipis ekstrak etanolik buah jambu biji
merah.
dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH dan reducing power assay.
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
1. Penyakit degeneratif
proses awal terjadinya penyakit degeneratif di dalam tubuh manusia, yaitu: (1)
testosteron untuk laki-laki dan estrogen untuk perempuan yang mulai tampak pada
usia 65 tahun ke atas, (3) pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke
maupun pola hidup, dan (4) kelebihan gizi yang mengakibatkan tingginya
Faktor resiko penyakit degeneratif dapat berasal dari diri sendiri maupun
(2009), yaitu: (1) kurangnya aktivitas fisik seperti berolahraga, (2) merokok, (3)
konsumsi alkohol, dan (4) pola makan yang tidak sehat, seperti makan makanan
berlemak secara berlebih serta kurang konsumsi sayur dan buah. Faktor dari
penyakit degeneratif.
1993). Proses penuaan dapat berupa penurunan fungsi sistem dalam tubuh.
sel dan komponen jaringan. Contoh penyakit ini adalah berbagai penyakit
terjadinya abnormalitas pada sel seperti sel hiperplastik yang dapat berujung pada
kanker (Campisi dkk., 2011). Penyakit degeneratif ini salah satunya disebabkan
degeneratif, yaitu:
aritmia, disfungsi denyut jantung, dan infark miokard. Radikal bebas pada
membran multi subunit), nitric oxide synthetase (NOS), dan sitokrom pada
b. Kanker. Radikal bebas dapat menyerang dan mengoksidasi DNA sel tubuh,
nukleus, jumlah protein transkripsi dan gen yang terlibat dalam cel cycle dan
menghasilkan radikal bebas untuk mem-bunuh sel asing. Radikal bebas yang
Alzheimer. Adanya peptida -amiloid yang diinisiasi oleh radikal bebas dapat
penumpukan ion kalsium (Ca2+) serta dapat berujung pada kematian sel saraf
2. Radikal bebas
Radikal bebas adalah molekul yang pada orbit terluarnya mempunyai satu
atau lebih elektron tidak berpasangan (Chen dkk., 1996). Elektron tidak ber-
pasangan pada radikal bebas bersifat tidak stabil dan reaktif (Valko dkk., 2007).
Radikal bebas dapat bersumber dari dalam tubuh (endogen) yang dihasilkan oleh
proses respirasi aerobik sel mitokondria, fagositosis sel asing, sel peroksisom, dan
enzim sitokrom P450 (Ames dkk., 1993). Radikal bebas dapat berupa reactive
oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) (Valko dkk., 2007).
yang unik dan bersifat radikal. Penambahan satu elektron pada molekul
disebut sebagai ROS primer. Senyawa ROS primer yang bersifat reaktif akan
2007).
radikal lemah dengan waktu paruh yang lama (Ryter dkk., 2007). Dengan
adanya katalis logam seperti Fe, tingkat ketoksikan H2O2 terhadap sel
menjadi lebih tinggi karena diubah menjadi molekul yang lebih reaktif (Mates
b. Reactive nitrogen species (RNS). Senyawa NO. dihasilkan oleh nitric oxide
sitrulin (Sugamura dan Keany, 2011). NO. berperan sebagai molekul sinyal
darah, mekanisme pertahanan tubuh, relaksasi otot polos, dan regulasi sistem
imun. Waktu paruh senyawa NO. hanya beberapa detik pada media air.
rendah. Senyawa NO. mudah larut baik dalam air dan lemak, sehingga mudah
yang lebih reaktif. Bentuk derivatisasi dari senyawa NO. seperti peroksi nitrit
sel. Produksi RNS berlebih disebut sebagai keadaan stres nitrosatif (Brown
Selain dari dalam tubuh (endogen), radikal bebas juga dapat bersumber dari
luar tubuh (eksogen). Radikal bebas eksogen berasal dari menghirup asap rokok,
paparan ozon, hiperoksia, radiasi sinar pengion, dan ion logam berat (Birben dkk.,
2012).
a. Kerusakan DNA. Senyawa radikal dapat merusak basa DNA, memecah rantai
DNA dan atom hidrogen senyawa gula yang terikat pada basa DNA. Atom
C4-C5 basa pirimidin sangat sensitif terhadap serangan radikal bebas. Reaksi
Reaksi oksidasi basa purin oleh radikal bebas dapat menghasilkan senyawa
genesis dan digunakan sebagai marker adanya oksidasi DNA (Nisha dan
enzim poli ADP-ribosa sintetase yang berfungsi dalam sistem repair DNA.
Adanya kerusakan yang parah pada DNA membuat sel tidak dapat berfungsi
b. Peroksidasi membran lipid. Senyawa radikal bebas seperti ROS dan RNS
fosfolipid mengandung asam lemak tak jenuh yang peka terhadap serangan
radikal bebas. Proses oksidasi lipid terdiri dari (1) inisiasi, yaitu pembentukan
radikal asam lemak tak jenuh oleh senyawa radikal bebas, (2) propagasi,
radikal asam lemak tak jenuh bereaksi baik dengan oksigen maupun asam
lemak lain membentuk peroksida lipid, dan (3) terminasi, pembentukan asam
lemak non-radikal akibat adanya dua radikal asam lemak yang bereaksi
molekul protein. Reaksi antara protein dan radikal bebas dapat membentuk
Senyawa radikal bebas lebih lanjut dapat menimbulkan kematian sel baik secara
3. Antioksidan
maupun aksinya (Sies, 1996 cit Sharma, 2014). Menurut Halliwell (2001),
zat teroksidasi, yang dapat menunda atau mencegah proses oksidasi zat
teroksidasi. Efek antioksidan senyawa dari tanaman terdiri dari dua mekanisme
baik secara langsung yakni dengan (1) penangkapan radikal bebas, maupun tidak
langsung yakni (2) induksi enzim yang berperan sebagai antioksidan, dan (3)
memberikan perlindungan terhadap proses komunikasi antar sel (Yoo dkk., 2008).
Radikal berupa elektron dapat ditangkap oleh senyawa antioksidan. Terdapat tiga
menghambat pembentukan radikal bebas, dan (3) antioksidan tersier yang dapat
melindungi diri dari senyawa oksidan reaktif dan dari dampak yang ditimbulkan.
reductase (DHAR), and glutathione reductase (GR) (Noctor dan Foyer, 1998).
SOD merupakan enzim yang terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria sel, yang
SOD, yaitu: SOD ekstraseluler (EC SOD), SOD tembaga/seng intraseluler (Cu/Zn
SOD), dan SOD mangan (Mn SOD) (Mates dkk., 1999). SOD merupakan
oksidan reaktif menjadi H2O2. Senyawa H2O2 kemudian diubah oleh enzim CAT,
APX dan GPX menjadi H2O (Sharma, 2012). Reaksi penetralan radikal bebas
oleh enzim terdapat pada persamaan (2), (3), dan (4) (Kulbacka dkk., 2003 dalam
El-Missiry, 2012).
SOD
O2 - + O2 - + 2H+ H2O2 + O2 (2)
CAT
2H2O2 2H2O + O2 (3)
GPX
H2O2 + 2GSH 2H2O + GSSG (4)
atas senyawa yang memiliki aktivitas menangkap radikal bebas seperti vitamin E,
polifenol, kurkumin dari kunyit dan kafein dari teh atau kopi (Krimmel dkk.,
pada konsentrasi rendah, cukup larut dalam produk yang teroksidasi, tidak toksik,
tidak iritan saat disimpan pada jangka waktu lama, harus tidak berbau, dan tidak
mempunyai rasa. Produk hasil dekomposisi antioksidan harus tidak toksik dan
tidak iritan, stabil pada range pH yang luas, netral dan tidak bereaksi dengan
berbagai penyakit degeneratif (Chen dkk., 1996). Senyawa antioksidan dari luar
DPPH, lipid peroksidase, nitrit oksida dengan reagen Griess, FRAP ( Ferric
4. Flavonoid
dalam tanaman. Flavonoid dapat berbentuk bebas dan dapat terikat dengan
14
Senyawa flavonoid glikosida terdiri dari dua bagian, yaitu bagian senyawa
berasal dari bahasa Latin flavous yang berarti warna kuning. Struktur flavonoid
terdiri atas kerangka utama C6C3C6 dengan cincin piran pada cincin
antikanker, dan antiviral (Kumar dan Panday, 2013). Flavonoid memiliki bentuk
radikal yang cukup stabil dan kurang reaktif setelah bereaksi dengan radikal
bebas. Stabilisasi bentuk radikal flavonoid terjadi akibat proses konjugasi elektron
pada molekul flavonoid (Han dkk., 2012) dan membentuk struktur kuinon (Amic
15
dkk., 2007). Gugus yang berperan penting pada penangkapan radikal bebas adalah
gugus hidroksi pada cincin B. Semakin banyak gugus hidroksi pada cincin B,
semakin besar pula kapasitas penangkapan radikal bebas yang dimiliki. Minimal
harus terdapat dua gugus hidroksi pada cincin B untuk menghasilkan aktivitas
Klasifikasi tanaman jambu biji merah adalah sebagai berikut (Anonim, 2012) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Buah jambu biji merah selain digunakan sebagai asupan makanan, juga
menunjukkan bahwa buah jambu biji merah digunakan untuk treatment beberapa
Buah jambu biji merah dikenal memiliki banyak kandungan vitamin dan
mineral yang tinggi. Buah jambu biji merah memiliki kandungan vitamin C
empat kali lebih banyak daripada buah jeruk. Buah jambu biji merah dikenal
dkk., 2005). Buah jambu biji merah banyak mengandung senyawa tanin, fenol,
kondisi yang sesuai untuk proses kromatografi kolom, dan analisis fraksi
merupakan metode yang murah dan banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang
karena mudah, reliabel dan dapat menganalisis secara cepat (Dickson dkk., 2004).
Kromatografi lapis tipis terdiri dari dua fase, yaitu fase gerak (mobile phase) dan
a. Fase gerak. Fase gerak pada kromatografi lapis tipis berupa zat cair. Fase
gerak didapatkan baik dari literatur maupun dengan trial and error. Fase
gerak memiliki variasi kepolaran yang berbeda-beda dari yang bersifat non
polar seperti n-heksan sampai polar seperti asam asetat dan air. Kepolaran
17
fase gerak dapat ditentukan dengan menghitung solvent strength (0) (Hahn-
Deinstrop, 2007).
b. Fase diam. Fase diam dalam kromatografi lapis tipis bersifat lebih polar
daripada fase gerak, kecuali pada reversed phase. Fase diam pada
kromatografi lapis tipis berupa alumina (Al2O3.xH2O)n atau silika gel (SiO2.
membuat fase diam bersifat sangat polar dan mempunyai afinitas yang tinggi
Senyawa yang dielusi akan terbawa oleh fase gerak dan akan berinteraksi
dengan fase diam (Spangenberg dkk., 2011). Jarak yang ditempuh senyawa saat
proses elusi disebut sebagai retardation factor (Rf). Nilai Rf dihitung dengan
rumus:
Rf = (5)
Senyawa yang semakin polar akan berinteraksi secara kuat dengan fase diam,
hydrogen atom transfer (HAT) dan electron transfer (ET) (Prior dkk., 2005).
(ungu) (kuning)
Gambar 2. Reaksi antara senyawa DPPH dengan antioksidan (A) (Pisochi dkk., 2009)
senyawa radikal bebas lain. Proses delokalisasi ini memberikan warna ungu gelap
yang dikarakterisasi oleh pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang
gelombang 520 nm. Ketika DPPH direaksikan dengan senyawa yang dapat
mendonasikan atom hidrogen, maka warna ungu tersebut akan memudar yang
menggeser pita seapan menuju panjang gelombang lebih kecil menjadikan warna
hasil uji DPPH diantaranya adalah IC50. Nilai IC50 didefinisikan sebagai
50% yang dilihat dari pengurangan intensitas warna ungu (Molyneux, 2004).
Semakin tinggi aktivitas antioksidan, maka nilai parameter IC50 akan semakin
reducing power assay didasarkan pada electron transfer (ET) dan tidak didasarkan
untuk dapat memberikan hasil dari proses HAT, seperti DPPH dan ORAC assay
menjadi aktif dengan medium berupa bufer fosfat (Barzegar, 2012). Ferosianida
Prussian Blue yang memiliki absorbansi maksimum pada panjang gelombang 700
nm (Ferreira dkk., 2007). Suasana asam digunakan untuk menjaga kelarutan besi
(Prior dkk., 2005). Reaksi yang terjadi pada uji reducing power terdapat pada
pH 6,6
3- -
[Fe (CN)6] + e [Fe (CN)6]4- (6)
H+ (suasana asam)
3+ 4-
4Fe + 3[Fe (CN)6] Fe4[Fe (CN)6]3 (7)
kompleks berwarna Perls
Prussian Blue
dihasilkan. Hal ini diakibatkan oleh semakin banyak kompleks yang terbentuk.
absorbansi 0,5 yang dihitung dari grafik antara konsentrasi ekstrak dan absorbansi
9. Sel Vero
Sel Vero dihasilkan dari ginjal monyet hijau Afrika (Cercopithecus aethiops)
yang telah dewasa dan normal yang banyak digunakan dalam penelitian
(Ammerman dkk., 2008). Sel Vero telah digunakan untuk memproduksi berbagai
vaksin virus. Sel Vero juga telah digunakan dalam mempelajari proses replikasi
virus dan plaque assay (Kistner dkk., 2007). Sel Vero merupakan sel monolayer
berbentuk poligonal dan pipih. Sel Vero yang dibiakkan secara in vitro
merupakan sel epithelial-like (Ammerman dkk., 2008). Sel ini digunakan sebagai
model sel epitel di kulit seperti sel sebosit yang mengeluarkan lipid dan sel epitel
Proses adhesi yang terjadi antara sel dan permukaan padat polistiren
disebabkan oleh adanya interaksi kation divalen dengan protein basa. Dengan
adanya kondisi yang optimal, sel dapat melekat dan menyebar pada carrier dan
Gambar 3. Morfologi sel Vero dengan perbesaran 400x (Athmanathan dkk., 2002)
21
Sel Vero merupakan sel normal yang dapat mengalami kematian saat jumlah
sel terlalu banyak. Proses subkultur sel Vero perlu dimonitor agar menjadi
monolayer dengan jumlah yang cukup. Kultur sel Vero membelah menjadi dua
dalam 24 jam (Nahapetian dkk., 1986). Untuk menjaga sel dari kontaminasi
rendah. Antibiotik tidak dapat dipakai jika penelitian menggunakan sel Vero yang
diinfeksi bakteri. Konsentrasi sel dalam suspensi sel dapat dihitung dengan
berbagai kerusakan baik pada sel maupun jaringan. Tubuh mempunyai sistem
Perlindungan secara enzimatik dapat berupa enzim-enzim dalam tubuh yang dapat
mengubah senyawa radikal bebas menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi
tubuh. Enzim katalase dapat mengubah hidrogen peroksida yang bersifat radikal
menjadi air dan oksigen (Kang dkk., 2006). Perlindungan secara non-enzimatik
bebas seperti senyawa polifenol, asam askorbat dan karotenoid (Yoo dkk., 2008).
aktivitas melindungi sel hepatosit dari H2O2 dan CCl4 secara in vitro (Zhao dan
Zhang, 2009 cit Minari, 2012). Salah satu mekanisme perlindungan sel yaitu
22
kerusakan membran, mencegah sel mengalami lisis dan mati (Iwalewa dkk.,
Naito, 2002).
Jika antioksidan dalam tubuh tidak dapat mengimbangi radikal bebas yang
berada dalam tubuh maka dapat terjadi kerusakan pada sel maupun jaringan tubuh
diperlukan untuk menjaga sel-sel tubuh dari kerusakan. Antioksidan yang terdapat
dalam makanan dapat berupa baik alami yang berasal dari buah dan sayur maupun
sintetik seperti butyl hydroxy anilin (BHA), butyl hydroxy toluen (BHT), propyl
stresor penginduksi toksisitas pada sel. Adanya sel yang berhasil hidup
garam tetrazolium yang berwarna kuning. Senyawa yang terlibat dalam proses
reduksi menghasilkan kristal formazan ungu yang tidak larut. Proses ini dapat
terjadi jika sel masih dapat beraktivitas (Barahuie dkk., 2014). Metode ini dapat
digunakan untuk menentukan jumlah sel yang masih hidup yang ditentukan
Gambar 4. Reaksi reduksi MTT menjadi formazan oleh enzim mitokondrial reduktase
(Barahuie dkk., 2014)
F. Landasan Teori
Kerusakan ini dapat mengarah pada timbulnya penuaan dini dan penyakit-
penyakit degeneratif. Konsumsi senyawa antioksidan yang terdapat pada buah dan
karotenoid dan fiber (Chiari dkk., 2012). Senyawa tersebut berperan dalam
menetralkan radikal bebas di dalam tubuh. Buah jambu biji merah berpotensi
menangkap radikal bebas dalam tubuh dan melindungi sel-sel tubuh dari
menggunakan metode penangkapan radikal bebas seperti DPPH. Dengan uji ini
yang dapat menangkap radikal bebas. Uji penangkapan radikal bebas DPPH buah
jambu biji merah pernah dilakukan oleh Djanis dan Hanafi. Uji penangkapan
radikal bebas DPPH oleh Djanis dan Hanafi (2009) menggunakan sampel daging
buah jambu biji merah tanpa kulit yang menghasilkan nilai IC50 sebesar 314,96
mg/L. Uji penangkapan radikal bebas DPPH buah jambu biji merah juga
dilakukan oleh Beh dkk. Uji penangkapan radikal bebas DPPH oleh Beh dkk.
(2012) menggunakan buah jambu biji merah segar yang diekstraksi dengan
pelarut metanol menghasilkan nilai IC50 0,156 mg/mL. Bahan yang digunakan
oleh penulis adalah buah jambu biji merah segar utuh yang diekstraksi
menggunakan etanol 70%, sehingga berbeda dengan penelitian Djanis dan Hanafi
serta berbeda dengan penelitian Beh dkk. Aktivitas antioksidan dapat ditentukan
dengan metode reducing power assay (Ferreira dkk., 2007). Metode reducing
power berdasarkan pada transfer elektron, bukan transfer hidrogen seperti metode
assay buah jambu biji merah pernah dilakukan oleh Ahmed dkk. (2013)
menghasilkan nilai sebesar 2,39 mg ekuivalen asam askorbat (AA) per gram
ekstrak. Perbedaan uji reducing power yang digunakan Ahmed dkk. dan penulis
adalah sampel buah jambu biji merah yang digunakan oleh Ahmed dkk. tidak
disertai kulit buah, sementara sampel uji penulis disertai kulit buah.
25
perlindungan sel-sel tubuh dari radikal bebas oleh senyawa dalam ekstrak. Buah
jambu biji merah memiliki aktivitas sitoprotektif terhadap H2O2 pada sel kanker
G. Hipotesis
assay.