Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Bahasa Indonesia

Sebagai negara kepulauan dengan banyak suku dan adat di dalamnya, Indonesia juga
memiliki beragam bahasa yang unik kepada setiap suku. Dari bahasa-bahasa yang banyak
tadi juga masih terbagi-bagi lagi menjadi dialek-dialek yang berbeda. Perbedaan ini, jika
tidak ditanggapi secara serius akan menimbulkan ke tidak harmonisan komunikasi antara satu
daerah dengan daerah lainnya, karena itulah muncul bahasa nasional yang bersamanya juga
membawa sejarah bahasa Indonesia yang diperjuangkan mati-matian pada era kebangkitan
bangsa beberapa puluh tahun yang lalu.

Awal Mula Bahasa Indonesia. Mungkin sejarah bahasa Indonesia pertama ditemukan di
sekitar pesisir pulau Sumatera bagian tenggara, dimana yang di temukan adalah aksara
pertama bahasa Melayu atau Jawi. Temuan tersebut kemudian mengindikasikan adanya
penyebaran bahasa ini ke hampir seluruh tempat di Nusantara dari tempatnya ditemukan. Hal
ini tidak lepas dari campur tangan kerajaan Sriwijaya yang saat itu menjadi penguasa jalur
perdagangan di area Nusantara.

Nama Melayu muncul dari nama sebuah kerajaan yang didirikan di Jambi tepatnya di
Batang Hari, bernama kerajaan Malayu. Di kerajaan ini, diketahui bahwa bahasa Melayu
masyarakat Jambi secara keseluruhan menggunakan dialek o, dimana akhir kalimat yang
diakhiri dengan alfabet a akan diubah menjadi o seperti misalnya kemano yang merupakan
dialek o dari kata kemana. Nantinya, dialek Melayu ini akan terus berkembang dan menjadi
semakin banyak ragamnya seiring semakin banyaknya tempat yang menggunakan dialek ini.
Dalam perkembangannya, penggunaan kata Melayu sendiri akhirnya menjadi jauh lebih
luas dibandingkan daerah kerajaan Malayu yang hanya mencakup sebagian kecil dari pulau
Sumatera. Hal ini disebut dalam Kakawin Negarakertagama sebagai asal-usul mengapa pulau
Sumatera memiliki sebutan lain sebagai Bumi Melayu.

Sejarah bahasa Indonesia baru menjadi resmi ketika pada awal abad ke-20, mulai ada
perpecahan bentuk baku tulisan pada bahasa Melayu. Pada tahun 1901, Indonesia yang masih
menjadi Hindia-Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan Persekutuan Tanah Melayu
yang nantinya menjadi bagian dari Malaysia mengadopsi ejaan Wilkinson 3 tahun setelahnya.

Commissie Voor de Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat (KRB) dibentuk


pemerintah Belanda sebagai bentuk intervensi pada tahun 1908 dan nantinya akan berubah
nama menjadi nama yang dikenal baik sebagai Balai Poestaka. Dengan D.A. Rinkes sebagai
pimpinannya, KRB menjalankan sebuah program pada tahun 1910, yaitu pembuatan
perpustakaan kecil di tiap sekolah pribumi dan fasilitas-fasilitas pemerintah yang diberi nama
program Taman Poestaka.

Akibat program Taman Poestaka yang diluncurkan oleh pemerintah Belanda, terjadi
perkembangan yag pesat dimana 700 perpustakaan telah terbangun pada tahun 1912. Program
ini melahirkan berbagai anak bangsa yang hobi mencari ilmu dan membaca yang akhirnya
menuntun pada terjadinya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Sumpah Pemuda memainkan peran penting dalam sejarah bahasa Indonesia, terutama
penggunaannya sebagai bahasa Nasional. Sumpah Pemuda sendiri sebenarnya adalah hasil
putusan yang diterima dari Kongres Pemuda Kedua pada tanggal 87 dan 28 Oktober 1928.
Dalam salah satu isi Sumpah Pemuda tertuliskan bahwa pemuda dan pemudi Indonesia
memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa. Pada
kongres ini juga Muhammad Yamin mengatakan bahwa ada dua kemungkinan bahasa yang
bisa menjadi bahasa persatuan yaitu Jawa dan Melayu, dan Yamin berpendapat bahwa bahasa
Melayu yang akan menjadi bahasa pergaulan. Penyempurnaan Ejaan
Bahasa Indonesia mengalami beberapa kali pengubahan ejaan, dimana ejaan pertama diberi
nama ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini merupakan ejaan Melayu yang dituliskan menggunakan
huruf Latin, dan disusun oleh Charles van Ophuijsen serta Nawawi Soetan Mamoer &
Moehammad Taib Soetan Ibrahim sebagai pembantunya dalam penyusunan ejaan ini pada
tahun 1896. Ciri khas ejaan ini adalah:

Ejaan ini menggunakan sebagai pembeda huruf i yang digunakan untuk akhiran serta
sebagai pengganti huruf y.
Penggunaan huruf j sebagai pengganti y dalam kata-kata: jang, sajang, pajah, dan
lainnya.
Penggunaan huruf oe sebagai pengganti u dalam kata-kata: goeroe, boeang, dan
semacamnya.
Penggunaan diakritik seperti petik satu untuk mengganti huruf k seperti misalnya
pada: mamoer, ta, pa, dan lain-lain.

Ejaan pengganti Ophuijsen adalah ejaan Republik yang dikenal juga dengan nama ejaan
Soewandi. Ejaan ini diresmikan pada 19 Maret 1947 dan memiliki ciri sebagai berikut:
Huruf oe tidak lagi digunakan, dan mulai menggunakan huruf u.
Penggunaan petik satu untuk bunyi sentak digantikan dengan huruf k seperti
misalnya: sentak, tidak, tak, dan lain sebagainya.
Penggunaan angka 2 untuk kata yang diulang seperti: main2, makan2, dan lain-lain.
Tidak adanya perbedaan antara awalan di- dengan kata depan di.

Ejaan yang Disempurnakan (EYD) diresmikan pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh
Presiden dan menjadi dasar penulisan yang berlaku hingga saat ini. Dalam ejaan ini, ada
beberapa hal berubah:

Penggunaan huruf c yang menggantikan tj seperti misalnya pada kata-kata: tjontoh,


tjandra, tjatjing, dan lainnya.
Dj digantikan dengan huruf j.
Penggantian ch menjadi kh.
Pengubahan penulisan nj menjadi ny.
Perubahan sj menjadi sy, dan yang terakhir
Perubahan j menjadi y.

Sejarah bahasa Indonesia merupakan sebuah sejarah perjuangan suatu bangsa untuk
menetapkan eksistensinya di mata negara lain. Perjuangan bangsa Indonesia untuk
menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional bukanlah perkara mudah, mengingat
Indonesia sempat dijajah berkali-kali, dan hal itu mengubah cara pengejaan kata per kata
meskipun tidak begitu signifikan.

Anda mungkin juga menyukai