Anda di halaman 1dari 17

1

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN


KULTUR ORGANISASI TERHADAP
KOMUNIKASI DALAM
TIM AUDIT

Widyawaty dan Deasy Ariyanti Rahayuningsih


Trisakti School of Management

The purpose of the research is to investigate the effect of the public accountant
leadership style and organizational culture to communication in audit team. The research uses
sample of 16 public accounting firms including big four and non big four located in Jakarta
area with purposive random sampling, and auditor who have position in supervisor, manager,
and partner. This research examine three variables using simple and multiple regression. The
data is collected with distributed 180 questionnaires and 136 (76%) questionnaires are
obtained and 56 (31%) of the questionnaires are valid for research. The result of the research
finding can be summarized as follows. First, the leadership style has a significant effect to
organizational culture. Second, the organizational culture has no significant effect to
communication in audit team. Third, the leadership style has no significant effect to
communication in audit team.

Keywords : Leadership Style, Organizational Culture and Communication in Audit


Team.

PENDAHULUAN

Dalam divisi pengauditan suatu Kantor Akuntan Publik, suatu tim audit merupakan
unit operasi dasar pekerjaan pengauditan. Pengauditan ini sangat ditentukan oleh tim audit
yang terdiri dari auditor junior, auditor senior, supervisi dan manajer. Staf yang tergabung
dalam tim audit bertanggung jawab atas pekerjaan yang ditentukan oleh supervisor timnya
dan saling bekerja sama untuk mengkoordinasikan pekerjaan yang ditugaskan. Salah satu
aktivitas mendasar yang sangat berpengaruh terhadap suatu kerja tim adalah komunikasi
untuk menyampaikan informasi yang akurat kepada rekan yang tergabung dalam timnya.
Faktor yang mempengaruhi komunikasi yang lancar antara auditor dalam tim audit adalah
kultur organisasi yang menjadi salah satu faktor penentu dalam mendorong keefektifan
proses komunikasi dalam rangka menggabungkan berbagai informasi untuk menghasilkan
opini audit yang berkualitas. Faktor yang mempengaruhi kepuasan dan perilaku auditor
dalam aktivitas pengauditan adalah gaya kepemimpinan.
Kelancaran komunikasi antar anggota dalam suatu tim audit sangat penting
keberadaannya dalam upaya menghindari terjadinya perilaku penurunan kualitas audit (Audit
Quality Reduction Behavior) yang dilakukan oleh auditor. Perilaku penurunan kualitas audit
biasanya dilakukan dengan mengurangi perolehan bukti secara tidak efektif, yaitu bukti audit
belum mencukupi sample size pembuktian transaksi dan mengakhiri pelaksanaan audit
dengan lebih awal (premature audit). Terjadinya permasalahan tersebut sangat dimungkinkan
oleh kurangnya penerapan komunikasi yang efektif antar staf dalam tim audit.
Komunikasi yang terjalin di antara anggota tim audit menjadi aktivitas yang sangat
fundamental untuk mencapai hasil akhir, yaitu opini audit yang berkualitas. Kesuksesan kerja
tim sangat dipengaruhi oleh komunikasi penyampaian informasi dalam tim audit. Dengan
2

adanya kelancaran komunikasi dalam tim audit maka kecenderungan perilaku penurunan
kualitas audit yang dilakukan oleh auditor dalam penugasan audit dapat diperkecil atau
dihindari. Menurut penelitian (Rudolph dan Walker, 1980) menunjukkan bahwa terdapat
korelasi antara struktur tim audit dengan komunikasi antar staf dalam tim audit.
Kualitas dan kuantitas pertukaran informasi atau kelancaran komunikasi yang terjadi
dalam tim audit sangat ditentukan oleh gaya kepemimpinan dan kultur organisasi yang
melekat dalam KAP. Harvey dan Brown (1996) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan
kultur organisasi menentukan arah untuk seluruh organisasi dan mempengaruhi komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola kepemimpinan dari seluruh sistem.
Menurut Utaminingsih (2005) menemukan adanya keterkaitan antara gaya
kepemimpinan dengan budaya organisasi didasarkan pada kenyataan bahwa manajer hidup
dalam berbagai budaya dan seringkali merupakan instrumen dalam mengkreasi dan
mengembangkan budaya. Sudarto (2004) menyatakan bahwa kreasi, perubahan dan
manajemen budaya adalah implikasi suatu gaya kepemimpinan. Block (2003) menjelaskan
bahwa gaya kepemimpinan atasan langsung berhubungan secara signifikan dengan persepsi
karyawan tentang budaya organisasi.
Peneliti tertarik meneliti masalah ini karena gaya kepemimpinan dalam KAP
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan dan perilaku auditor dalam
aktivitas pengauditan (Safriliana, 2001) dan kultur organisasi merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap situasi dalam suatu organisasi, serta komunikasi merupakan salah satu
aktivitas yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kerja tim audit untuk menghasilkan
opini audit yang berkualitas.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Nugraheni (2005) yang melihat pengaruh
kultur Kantor Akuntan Publik terhadap komunikasi dalam tim audit, dimana peneliti ingin
menambahkan variabel independen yaitu gaya kepemimpinan. Alasan peneliti menambahkan
variabel independen untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komunikasi
dalam tim audit secara langsung maupun melalui kultur organisasi, juga bertujuan untuk
mengkonfirmasi penelitian Halimatusyadiah (2003) yang menyatakan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan kultur organisasi terhadap
komunikasi dalam tim audit. Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti lebih dalam mengenai
pengaruh variabel gaya kepemimpinan dan kultur organisasi terhadap komunikasi dalam tim
audit. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena mengingat peranan auditor dalam tim
pengauditan yang melakukan pemeriksaan dan penyajian laporan keuangan hasil audit yang
berkualitas selalu memerlukan komunikasi penyampaian informasi yang akurat antar staf
dalam tim audit. Peranan pimpinan sangat penting terhadap kelancaran komunikasi dalam tim
audit untuk menghasilkan audit yang berkualitas.

KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan sebagai suatu proses, dimana seseorang dalam kelompok


mempengaruhi kelompoknya untuk mencapai tujuan yang umum. Gardner dalam Jacob dan
Jacques (1990) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses untuk mempengaruhi aktivitas
dari seorang individu atau kelompok sebagai usaha untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Jacques dan Clement (1994) juga mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses yang
menentukan tujuan jangka panjang dengan cara menggerakkan anggota secara bersama-sama
dengan perintah pimpinan.
Bass (1990) dalam Utaminingsih (2005) telah melakukan pendekatan kepemimpinan
dalam tiga bentuk gaya kepemimpinan, yaitu: kepemimpinan transaksional, kepemimpinan
3

transformasional dan kepemimpinan laissez-faire. Dalam menerapkan suatu gaya


kepemimpinan, ada anggapan bahwa tidak satupun gaya kepemimpinan yang dianggap paling
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena gaya kepemimpinan
pada situasi tertentu belum tentu sesuai dengan situasi lain. Di era globalisasi, dimana
segalanya dapat mengalami perubahan secara cepat diperlukan corak gaya kepemimpinan
yang responsif, adaptif, dan tangguh menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi,
untuk dapat mempengaruhi pengikutnya (bawahan) secara bersama-sama dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi.
Chonger (1991), juga mendeskripsikan kepemimpinan dalam bentuk seseorang yang
menetapkan perintah untuk kelompok pegawai atau individu, dikatakan juga bahwa
pemimpin bertugas memotivasi anggota kelompok guna memperoleh komitmen kelompok
terhadap perintah yang telah ditentukan. AECC (Accounting Education Change Commission)
menyarankan rincian aktivitas yang berhubungan dengan sikap kepemimpinan dan
mentoring, yaitu:
1. Supervisor sering memberikan feedback yang jujur, terbuka dan interaktif kepada akuntan
pemula di bawah supervisinya.
2. Supervisor memperhatikan pesan-pesan tak langsung dari akuntan pemula dan jika yang
disampaikan adalah ketidakpuasan, secara langsung supervisor menanyakan keadaan dan
penyebabnya.
3. Supervisor meningkatkan konseling dan mentoring, misalnya dengan memberikan pujian
terhadap kinerja yang baik, memperlakukan akuntan pemula sebagai profesional,
membantu akuntan pemula untuk mengenali peluang kerja masa datang dan
memperdulikan minat serta rencana akuntan pemula.
4. Supervisor dituntut mampu menjadi panutan sebagai profesional di bidangnya, mampu
menumbuhkan kebanggaan akan profesi dan mampu menunjukkan kepada klien dan
masyarakat akan peran penting profesi yang digeluti tersebut.
Menurut Artanti (2004), keefektifan pemimpin secara khusus diukur dengan
pencapaian dari satu atau beberapa kombinasi tujuan-tujuan. Individu dapat memandang
pemimpinnya efektif atau tidak, berdasarkan kepuasan yang mereka dapatkan dari
pengalaman kerja keseluruhan. Pada kenyataannya, diterimanya arahan atau permintaan sang
pemimpin sebagian besar tergantung pada harapan pengikutnya bahwa suatu respon yang
tepat dapat mengarah pada hasil akhir yang menarik.
Bukti empiris tentang gaya kepemimpinan dalam KAP menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan konsiderasi yang tinggi akan menimbulkan behavior disfunctional oleh
auditor (CAR Report, 1978; Kelley, 1988; Raghunathan, 1991). Part dan Jiambalvo (1982)
menginvestigasi penentuan gaya kepemimpinan konsiderasi dan struktur inisiatif, mereka
menggunakan path-goal theory dalam menguji hubungan antara perilaku manajer partner
dengan kepuasan kerja dan motivasi bawahan. Hasilnya terdapat pengaruh interaksi yang
signifikan antara perilaku konsiderasi dan kompleksitas tugas. Gaya kepemimpinan
konsiderasi lebih memuaskan bawahan dalam kompleksitas tugas yang rendah, sedangkan
interaksi antara perilaku struktur inisiatif dengan kompleksitas tugas tidak signifikan karena
perilaku struktur inisiatif dapat digunakan dalam kompleksitas tugas yang tinggi.
Outley dan Pierce (1995) serta Murdianingrum (2000) dalam Halimatusyadiah (2003)
menguji gaya kepemimpinan di KAP dengan perilaku disfungsional, sedangkan Safriliana
(2001) menguji gaya kepemimpinan dengan perilaku penurunan kualitas audit. Gaya
kepemimpinan yang digunakan adalah struktur inisiatif dan konsiderasi. Mereka
membedakan gaya kepemimpinan tersebut tinggi dan rendah.. Hasil penelitian Outley dan
Pierce (1995) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan struktur inisiatif cenderung
mengurangi perilaku disfungsional, sedangkan Murdianingrum (2000) menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan konsiderasi cenderung mengurangi perilaku disfungsional. Demikian
4

juga hasil Safriliana (2001) bahwa gaya kepemimpinan struktur inisiatif lebih berpengaruh
dalam mengurangi perilaku penurunan kualitas audit dibanding dengan gaya kepemimpinan
konsiderasi.

Kultur Organisasi

Attwood (1990) mendefinisikan kultur organisasi sebagai suatu sistem pertukaran


nilai dan keyakinan yang diterapkan dalam berinteraksi antar individu, struktur dan sistem
untuk menghasilkan norma yang dianut perusahaan. Hood dan Koberg (1991) mendefinisikan
kultur sebagai seperangkat nilai, norma, persepsi, dan pola perilaku yang diciptakan atau
dikembangkan dalam sebuah perusahaan untuk mengatasi masalah-masalah, baik masalah
mengenai adaptasi secara eksternal maupun masalah integrasi secara internal.
Menurut Murtanto dan Djasmin (2005), kultur organisasi merupakan persepsi umum
yang dimiliki oleh seluruh anggota organisasi, sehingga setiap karyawan yang menjadi
anggota organisasi akan mempunyai nilai, keyakinan dan perilaku yang sesuai dengan
organisasi. Kultur organisasi merupakan bagian dari kehidupan organisasi yang
mempengaruhi perilaku, sikap dan efektivitas seluruh karyawan. Kultur organisasi yang kuat
diperlukan oleh setiap organisasi agar kepuasan kerja dan kinerja karyawan meningkat,
sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Untuk membentuk kultur
organisasi yang kuat, organisasi perlu menyebarluaskan nilai-nilai organisasi kepada seluruh
karyawan. Penyebaran dapat dilakukan melalui rancangan dan strategi organisasi, lingkungan
kerja, kepemimpinan dan sistem penghargaan.
Kultur organisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur yang
dikembangkan oleh Wallach (1983) yang membagi kultur organisasi dalam tiga kategori,
yaitu: kultur birokrasi adalah kultur yang kondisinya memerlukan susunan, perintah dan
aturan, kultur inovatif adalah kultur yang menarik dan dinamis dan kultur suportif adalah
kultur yang hangat dan menyenangkan untuk bekerja, budaya yang mengutamakan nilai
kekeluargaan, seperti harmonis, keterbukaan, persahabatan, kerjasama dan kepercayaan.
Cirinya adalah lingkungan kerja yang bersahabat, pekerja cenderung bersifat fair dan saling
membantu satu dengan yang lain. Budaya ini memiliki kondisi yang berorientasi pada
keadilan, sosial dan hubungan.
Kategori kultur Kantor Akuntan Publik yang digunakan oleh Hood dan Koberg
(1991), yaitu kultur birokratis, inovatif dan suportif mengacu pada tipologi yang mempunyai
konstruk kultur yang dapat diukur. Kultur birokratis cenderung membatasi kreativitas,
sementara kreativitas akan muncul dalam suasana yang tidak mengikat atau membatasi
kebebasan untuk berpikir dan menyatakan pikiran, kebebasan berkomunikasi dan mencipta
(Munandar, 1983:90). Dengan demikian kultur birokratis cenderung mengikat dan membatasi
kebebasan berkomunikasi sehingga kultur birokratis akan lebih mendominasi di level akuntan
senior atau junior dan manajer atau supervisor dibandingkan level partner karena mereka
dihadapkan pada penugasan audit yang mengikuti aturan-aturan baku dan sistematis, dan
dibawah pengawasan untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu.
Rachma (2000) mengemukakan adanya kemungkinan kultur KAP mempengaruhi
penyampaian informasi dalam tim audit yang dilakukan auditor. Hasil penelitiannya
menemukan adanya pengaruh signifikan kultur KAP terhadap komunikasi penyampaian
informasi dalam tim audit khususnya boundary spanning dan kepuasan atas pengawasan.
Penelitian Cushing, Loebecke, Bamber dan Bylinski dalam Hood dan Koberg (1991)
menyatakan bahwa kultur birokrasi akan lebih mendominasi di level akuntan senior atau
junior dan manajer atau supervisor dibandingkan dengan level partner karena mereka
dihadapkan pada penugasan audit yang mengikuti aturan-aturan baku dan sistematis, dan
dibawah pengawasan untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Kultur
5

organisasi memiliki pengaruh yang kuat dalam suatu organisasi melalui penanaman nilai-
nilai, pengharapan dan perilaku, yang kemudian mempengaruhi individu, kelompok dan
proses organisasi (Gibson, 2000). Penelitian OReilly (1989) menunjukkan bahwa kultur
perusahaan mempunyai pengaruh terhadap efektivitas suatu perusahaan, terutama pada
perusahaan yang mempunyai kultur yang sesuai dengan strategi dan dapat meningkatkan
komitmen karyawan terhadap perusahaan.
Umumnya kultur organisasi dibawakan atau diciptakan pertama kali oleh pendiri
organisasi atau lapisan pimpinan paling atas (top management), sehingga kultur organisasi
tidak dapat dipisahkan dengan kepemimpinan. Kotter dan Heskett (1992) menyatakan bahwa
budaya organisasi bersumber dari beberapa orang, lebih sering hanya dari satu orang pendiri
perusahaan, orang tersebut akan mengembangkan strategi sesuai lingkungan bisnis yang
dikelolanya, yang pada akhirnya akan menjadi kultur di perusahaan. Higginson dan Waxler
(1993), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan kultur organisasi merupakan refleksi
personalitas CEO-nya. Pendapat lainnya yang menyatakan adanya hubungan antara
kepemimpinan dan kultur organisasi adalah Dessler (1995) menyatakan bahwa kultur
organisasi merupakan salah satu variabel penting bagi seorang pemimpin, karena kultur
organisasi mencerminkan nilai-nilai yang diakui dan menjadi pedoman bagi perilaku anggota
organisasi.
Carlson dan Perrewe (1995) menyatakan bahwa perilaku pemimpin memberikan
kontribusi yang cukup besar pada terbentuknya kultur organisasi. Astuti (1995) yang meneliti
tentang analisis kepemimpinan dalam pembentukan budaya perusahaan di Hotel
Ambarrukmo, hasilnya menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara gaya
kepemimpinan dengan budaya perusahaan. Demikian juga Praningrum (1997) meneliti gaya
kepemimpinan dan budaya organisasi pada industri kecil, menemukan bahwa gaya
kepemimpinan mempengaruhi budaya organisasi.
Keterkaitan antara gaya kepemimpinan dengan budaya organisasi didasarkan pada
kenyataan bahwa manajer hidup dalam berbagai budaya dan seringkali merupakan instrumen
dalam mengkreasi dan mengembangkan budaya. Oleh sebab itu, salah satu kewajiban
manajer adalah memahami apa yang dihadapi dan apa yang dikerjakan jika mencoba untuk
mengelola budaya, sedangkan kewajiban bagi pimpinan adalah menciptakan dan
memodifikasi budaya. Menurut Block (2003) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan atasan
langsung berhubungan secara signifikan dengan persepsi karyawan tentang budaya
organisasi. Atasan langsung memiliki pengaruh yang lebih tinggi terhadap persepsi karyawan
tentang budaya organisasi daripada pimpinan pada level yang lain.
Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis alternatif sebagai berikut:
Ha1: Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kultur organisasi dalam tim audit.

Komunikasi Dalam Tim Audit

Menurut Ivancevich dan Matteson (1987) dalam Nugraheni (2005), komunikasi dalam
suatu kelompok adalah pengiriman informasi oleh salah seorang anggota kelompok kepada
anggota yang lain dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Profesi akuntan publik tidak
terlepas dari proses komunikasi karena akuntan publik selalu dituntut untuk melakukan
komunikasi yang baik dengan klien maupun dengan karyawan professional dan klerikal
dalam perusahaan. Putusnya komunikasi antar akuntan dapat memberi pengaruh kurang baik
terhadap kinerja akuntan, selain itu dapat menimbulkan konsekuensi yang membahayakan
perusahaan dan juga menghambat kemampuan akuntan untuk menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik, seperti yang dikemukakan oleh Hammer dan Galvin (1983) dalam Rachma
(2000). Di dalam proses komunikasi, ada beberapa elemen kunci yang harus diperhatikan
agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, yaitu: berfikir (thinking), pencatatan
6

(encoding), menyalurkan (transmitting), merasakan (perceiving), menguraikan (deciding).


pemahaman (understanding).
Komunikasi menurut Scott dan Mitchell (1976) dalam Ibrahim (2001), menjalankan
empat fungsi utama di dalam suatu kelompok atau organisasi, yaitu:
1. Kendali (kontrol atau pengawasan).
Komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku anggota dalam beberapa cara.
Misalnya, bila para karyawan diminta untuk terlebih dahulu mengkomunikasikan setiap
keluhan yang berkaitan dengan pekerjaan kepada atasan langsungnya, sesuai dengan
uraian tugasnya, atau sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan, maka komunikasi itu
menjalankan suatu fungsi kontrol.
2. Motivasi.
Komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada para
karyawan apa yang harus dilakukan, bagaimana mereka bekerja dengan baik dan apa
yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja jika itu dibawah standar.
3. Pengungkapan Emosional.
Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan mekanisme fundamental
dengan mana anggota-anggota menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka. Oleh
karena itu, komunikasi menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan
kebutuhan sosial.
4. Informasi.
Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk
mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenali dan menilai pilihan-
pilihan alternatif.
Komunikasi yang terjalin diantara anggota tim audit menjadi aktivitas yang sangat
fundamental untuk mencapai hasil akhir, yaitu opini audit. Kesuksesan kerja tim audit
dipengaruhi oleh komunikasi penyampaian informasi dalam tim audit. Komunikasi yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah komunikasi yang digunakan oleh Rudolph dan
Welker (1998) yang terdiri dari empat dimensi, yaitu: kecukupan informasi, boundary
spanning, kepuasan terhadap pengawasan, keakuratan informasi.
Kultur merupakan proses pertukaran pemahaman antar staf dalam suatu organisasi
sehingga mereka dapat bekerja sama (Rachma, 2000). Gaya kepemimpinan dan kultur
organisasi merupakan dua faktor yang memiliki pengaruh kuat dalam menentukan
keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan. Brown dan Starkey (1994)
mengemukakan bahwa kultur organisasi merupakan instrumen penting dalam memberikan
kerangka acuan tentang bagaimana komunikasi dan informasi dikelola oleh manajemen.
Begitu juga Harvey dan Brown (1996) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan kultur
organisasi menentukan arah untuk seluruh organisasi dan mempengaruhi komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola kepemimpinan dari seluruh sistem.
Rachma (2000) meneliti pengaruh kultur terhadap komunikasi penyampaian informasi
dalam tim audit. Hasil penelitiannya menemukan bahwa adanya pengaruh signifikan kultur
KAP terhadap proses komunikasi dalam tim audit. Diantara ketiga kategori kultur yang ada
(birokratis, suportif dan inovatif) maka kultur birokratis dan suportif yang paling berpengaruh
terhadap variabel komunikasi, khususnya boundary spanning dan kepuasan terhadap
pengawasan.
Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis alternatif sebagai berikut:
Ha2: Terdapat pengaruh kultur organisasi terhadap komunikasi dalam tim audit.

Manajer menghabiskan antara 50 sampai 90 persen waktunya untuk berkomunikasi.


Waktu ini digunakan untuk menyampaikan informasi kepada atasan dan menerima informasi
dari bawahan. Komunikasi menjadi alat manajemen untuk menyatukan kegiatan organisasi
7

yang mana sasaran perusahaan dapat dicapai (Harry, 1978 dalam Timpe, 1991). Dalam
pelaksanaan audit, supervisi selalu melakukan komunikasi dengan bawahan mengenai
instruksi tugas dan tujuan dari tugas yang diberikan kepada bawahan, pemberian saran yang
dapat membantu bawahan dalam menjalankan tugasnya (Hall, 1996). Tanpa adanya
komunikasi yang cukup antara supervisi dan bawahan, maka auditor akan mengalami
kesulitan dalam melaksanakan tugas dan menangani tugas-tugas penting yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas dan interpretasi terhadap informasi yang berkenaan dengan audit
yang dilakukan. Pentingnya komunikasi dalam organisasi didukung penelitian Miles et al.,
(1996) dalam Wardhani (2000) yang menemukan bahwa komunikasi yang efektif dari
supervisor mengenai pekerjaan dapat mengurangi role ambiguity dan role conflict.
Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis alternatif sebagai berikut:
Ha3: Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komunikasi dalam tim audit melalui
kultur organisasi sebagai variabel intervening.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan
Publik dengan kriteria sebagai berikut:
1. Auditor yang berada di beberapa wilayah Jakarta dengan pengambilan sampel
berdasarkan purposive random sampling dengan cara mengumpulkan data kuesioner
secara acak dengan menggunakan pertimbangan tertentu yaitu peneliti hanya mempunyai
contact person di daerah Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
2. Pendidikan auditor minimal D3 Akuntansi berdasarkan job performance dan pengalaman
kerja auditor tersebut, sehingga auditor tersebut dianggap telah memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memimpin suatu organisasi di dalam suatu KAP dan mampu
mempengaruhi bawahannya.
3. Auditor yang berada di divisi pengauditan dalam KAP yang ukurannya besar, sedang dan
kecil dengan pengalaman kerja minimal 3 tahun karena auditor tersebut dianggap telah
memahami hal-hal yang berkaitan dengan kondisi lingkungan audit.
4. Auditor yang mempunyai jabatan sebagai supervisor, manajer dan partner karena
supervisor, manajer dan partner adalah pemimpin dalam tim audit, sehingga dapat
mempengaruhi kinerja dan perilaku bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi serta
supervisor, manajer dan partner mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan
yang tepat.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner disebarkan secara
langsung ke tempat responden bekerja, melalui email dan melalui perantara. Dari 180
kuesioner yang disebarkan, sebanyak 136 kuesioner dapat dikumpulkan kembali. Setelah
diseleksi, dari 136 kuesioner yang terkumpul, hanya 56 kuesioner yang memenuhi syarat
untuk diolah. Sisanya 80 kuesioner tidak sesuai dengan sampel penelitian.

Pengukuran Variabel

Terdapat tiga variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Satu variabel dependen yaitu
komunikasi dalam tim audit, satu variabel independen yaitu gaya kepemimpinan, dan satu
variabel intervening yaitu gaya kepemimpinan. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing
variabel dan pengukurannya:
8

1. Komunikasi dalam tim audit


Komunikasi dalam tim audit terdiri dari empat dimensi, yaitu kecukupan informasi,
boundary spanning, kepuasan terhadap pengawasan dan keakuratan informasi yang
diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Rudolph dan Welker (1998) dengan
lima skala likert, mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju).

2. Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan terdiri dari dua dimensi, yaitu struktur inisiatif (initiating structure)
dan konsiderasi (consideration) yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin,
mulai dari 1 (tidak pernah) sampai 5 (hampir selalu) yang berisi 20 pertanyaan yang
berkaitan dengan perilaku manajer KAP. 10 pertanyaan merefleksikan perilaku struktur
inisiatif, sedangkan 10 pertanyaan merefleksikan perilaku konsiderasi.

3. Kultur organisasi
Kultur organisasi terdiri dari tiga dimensi, yaitu birokrasi, inovatif dan suportif yang
diukur dengan menggunakan lima skala likert, mulai dari 1 (tidak menggambarkan)
sampai 5 (benar menggambarkan).

Metode Analisis Data

Pada penelitian ini, pengujian dan analisis data menggunakan Statistical Program for
Social Science (SPSS) 11.5 for windows. Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan
metode statistik regresi sederhana (simple regression) untuk hipotesis 1 dan regresi berganda
(multiple regression) untuk hipotesis 2 dan 3. Persamaan regresi yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Model penelitian untuk variabel kultur organisasi
KO = a + b1GK + e
2. Model penelitian untuk variabel komunikasi dalam tim audit
KDTA = a + b1GK + b2KO + e
Keterangan :
KDTA = Komunikasi dalam tim audit
GK = Gaya kepemimpinan
KO = Kultur organisasi
e = Error

ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

Statistik Deskriptif

Tabel di bawah ini menampilkan hasil statistik deskriptif yang diuji dalam penelitian ini.

TABEL 1.
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel Mean Standar Deviasi
Gaya Kepemimpinan 80.55 8.113
Kultur Organisasi 94.64 10.256
Komunikasi Dalam Tim Audit 49.71 7.834
9

Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas untuk pertanyaan 5 dan 10 gaya kepemimpinan menunjukkan hasil


signifikansi (2-tailed) sebesar 0.068 dan 0.547 yang berarti pertanyaan tersebut tidak valid
sehingga dibuang, maka sisa delapan belas pertanyaan gaya kepemimpinan. Dari delapan
belas pertanyaan gaya kepemimpinan tersebut menunjukkan nilai signifikansi (2-tailed)
sebesar 0.000 yang lebih kecil dari 0.05 yang berarti pertanyaan-pertanyaan tersebut valid.
Uji validitas untuk pertanyaan 4 kultur organisasi menunjukkan hasil signifikansi (2-
tailed) sebesar 0.108 yang berarti pertanyaan tersebut tidak valid sehingga dibuang, maka sisa
dua puluh tiga pertanyaan kultur organisasi. Dari dua puluh tiga pertanyaan kultur organisasi
tersebut menunjukkan nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0.000 yang lebih kecil dari 0.05
yang berarti pertanyaan-pertanyaan tersebut valid.
Uji validitas untuk pertanyaan 4 dan 15 komunikasi dalam tim audit menunjukkan
hasil signifikansi (2-tailed) sebesar 0.989 dan 0.434 yang berarti pertanyaan tersebut tidak
valid sehingga dibuang, maka sisa empat belas pertanyaan komunikasi dalam tim audit. Dari
empat belas pertanyaan komunikasi dalam tim audit tersebut menunjukkan nilai signifikansi
(2-tailed) sebesar 0.000 yang lebih kecil dari 0.05 yang berarti pertanyaan-pertanyaan
tersebut valid.
Hasil uji reliabilitas untuk variabel gaya kepemimpinan menyatakan nilai cronbachs
alpha (0.8998) lebih besar dari 0.60 jadi dapat disimpulkan bahwa reliabilitas dari variabel
gaya kepemimpinan tinggi. Hasil uji reliabilitas untuk variabel kultur organisasi menyatakan
nilai cronbachs alpha (0.8948) lebih besar dari 0.60 jadi dapat disimpulkan bahwa
reliabilitas dari variabel kultur organisasi tinggi. Hasil uji reliabilitas untuk variabel
komunikasi dalam tim audit menyatakan nilai cronbachs alpha (0.8667) lebih besar dari
0.60 jadi dapat disimpulkan bahwa reliabilitas dari variabel komunikasi dalam tim audit
tinggi. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini:

TABEL 2.
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach Alpha Hasil
Gaya Kepemimpinan 0.8998 Reliabel
Kultur Organisasi 0.8948 Reliabel
Komunikasi Dalam Tim Audit 0.8667 Reliabel

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikoliniearitas
Pada output SPSS tampak bahwa nilai tolerance lebih besar dari 0.1 dan nilai variance
inflation factor (VIF) tiap masing-masing variabel lebih kecil dari 10. Hal ini berarti dalam
model regresi tidak terjadi multikoliniearitas.

2. Hasil Uji Autokorelasi


Pada output SPSS tampak bahwa untuk Ha1 nilai Durbin-Watson sebesar 1.745. Jika
menggunakan tingkat signifikan ( = 5%), jumlah sampel sebanyak 56 data serta jumlah
variabel bebas (independen) adalah 1, maka dari tabel D-W diperoleh batas atas/upper bound
(du) sebesar 1.616 dan nilai bawah/lower bound (dl) sebesar 1.549. Dengan demikian, maka
didapatkan nilai (4-du) sebesar 2.384 dan nilai (4-dl) sebesar 2.451. Berdasarkan hasil uji
Durbin-Watson di atas, tampak bahwa nilai DW sebesar 1.745 terletak diantara du dan 4-du.
10

Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif, atau
dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
Pada output SPSS tampak bahwa untuk Ha2 dan Ha3 nilai Durbin-Watson sebesar
1.295. Jika menggunakan tingkat signifikan ( = 5%), jumlah sampel sebanyak 56 data serta
jumlah variabel bebas (independen) adalah 2, maka dari tabel D-W diperoleh batas atas/upper
bound (du) sebesar 1.652 dan nilai bawah/lower bound (dl) sebesar 1.514. Dengan demikian,
maka didapatkan nilai (4-du) sebesar 2.348 dan nilai (4-dl) sebesar 2.486. Berdasarkan hasil
uji Durbin-Watson di atas, tampak bahwa nilai DW sebesar 1.295 terletak diantara 0 dan dl.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi positif.

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas


Berdasarkan grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED memperlihatkan titik-titik
menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas serta tersebar baik
diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi heteroskedastisitas.

4. Uji Normalitas
Uji normalitas terhadap data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini
menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada tingkat signifikansi 5%. Pada
output SPSS tampak bahwa nilai signifikansi lebih besar dari 5% sehingga data berdistribusi
normal.

Uji Hipotesis
Pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 11.5. Hasil
uji hipotesis dapat dilihat pada persamaan regresi dibawah ini:
1. Kultur organisasi = 54,641 + 0,506 gaya kepemimpinan.
Artinya konstanta sebesar 54,641 menyatakan bahwa jika variabel independen (gaya
kepemimpinan) dianggap konstan, maka kultur organisasi adalah sebesar 54,641.
Koefisien regresi sebesar 0,506 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% pada gaya
kepemimpinan maka kultur organisasi akan naik sebesar 0,506%.
2. Komunikasi dalam tim audit = 48,938 0,132 gaya kepemimpinan + 0,044 kultur
organisasi.
Artinya konstanta sebesar 48,938 menyatakan bahwa jika variabel independen (gaya
kepemimpinan dan kultur organisasi) dianggap konstan, maka komunikasi dalam tim
audit adalah sebesar 48,938. Koefisien regresi sebesar 0,132 menyatakan bahwa
setiap penambahan 1% pada gaya kepemimpinan maka komunikasi dalam tim audit
akan turun sebesar 0,132%. Koefisien regresi sebesar 0,044 menyatakan bahwa setiap
penambahan 1% pada kultur organisasi maka komunikasi dalam tim audit akan naik
sebesar 0,044%.
Hasil uji koefisien korelasi (R) dan koefisien determinasi (adjusted R square) dapat dilihat
pada tabel 3 dan tabel 4 dibawah ini:

TABEL 3.
Hasil Uji R dan Adjusted R square

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .407(a) .166 .150 9.283
a. Predictors: (Constant), TTL_GK
b. Dependent Variable: TTL_KO
11

TABEL 4.
Hasil Uji R dan Adjusted R square

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .125(a) .016 -.021 7.877
a. Predictors: (Constant), TTL_KO, TTL_GK
b. Dependent Variable: TTL_KDTA
Berdasarkan tabel 3 diatas, nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.407 menunjukkan
bahwa korelasi atau hubungan antara variabel dependen (kultur organisasi) dengan variabel
independennya (gaya kepemimpinan) adalah rendah karena memiliki nilai koefisien korelasi
lebih kecil dari 0.5. Nilai koefisien determinasi (adjusted R square) adalah 0.150 yang berarti
bahwa variasi dari variabel kultur organisasi dapat dijelaskan oleh variabel gaya
kepemimpinan sebesar 15%, sedangkan sisanya sebesar 85% dijelaskan oleh faktor-faktor
lain diluar penelitian.
Berdasarkan tabel 4 diatas, nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.125 menunjukkan
bahwa korelasi atau hubungan antara variabel dependen (komunikasi dalam tim audit)
dengan variabel independennya (gaya kepemimpinan dan kultur organisasi) adalah sangat
rendah karena memiliki nilai koefisien korelasi lebih kecil dari 0.5. Nilai koefisien
determinasi (adjusted R square) adalah -0.021. Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali
(2006:83) menjelaskan bahwa jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R square negatif,
maka nilai adjusted R square dianggap bernilai nol atau biasanya hanya melihat R2, dalam
hal ini R2 bernilai 0,016 yang berarti bahwa variasi dari variabel komunikasi dalam tim audit
dapat dijelaskan oleh variabel gaya kepemimpinan dan kultur organisasi sebesar 1.6%,
sedangkan sisanya sebesar 98.4% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar penelitian.
Hasil uji F dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6 dibawah ini:
TABEL 5.
Hasil Uji F

Sum of Mean
Model Squares Df Square F Sig.
1 Regression 924.272 1 924.272 10.725 .002(a)
Residual 4653.567 54 86.177
Total 5577.839 55
a. Predictors: (Constant), TTL_GK
b. Dependent Variable: TTL_KO

TABEL 6.
Hasil Uji F

Sum of Mean
Model Squares Df Square F Sig.
1 Regression 52.463 2 26.231 .423 .657(a)
Residual 3288.394 53 62.045
Total 3340.857 55
a. Predictors: (Constant), TTL_KO, TTL_GK
b. Dependent Variable: TTL_KDTA
12

Berdasarkan tabel 5 diatas, nilai uji F sebesar 10.725 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0.002 karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 5% maka berarti Ha1 diterima,
bahwa variabel independen (gaya kepemimpinan) secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen (kultur organisasi). Hasil penelitian ini konsisten
dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu Halimatusyadiah (2003).
Berdasarkan tabel 6 diatas, nilai uji F sebesar 0.423 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0.657 karena tingkat signifikansi lebih besar dari 5% maka berarti Ha3 gagal
diterima, bahwa variabel independen (gaya kepemimpinan dan kultur organisasi) secara
bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (komunikasi dalam
tim audit).
Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 7 dan tabel 8 dibawah ini:
TABEL 7.
Hasil Uji t

Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 54.641 11.307 4.833 .000
TTL_GK .506 .155 .407 3.275 .002
a. Dependent Variable: TTL_KO
TABEL 8.
Hasil Uji t

Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 48.938 11.483 4.262 .000
TTL_KO .044 .115 .057 .381 .705
TTL_GK -.132 .144 -.137 -.920 .362

a. Dependent Variable: TTL_KDTA


Berdasarkan tabel 7 diatas, nilai uji t untuk gaya kepemimpinan diperoleh sebesar
3.275 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.002. Dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil
dari 5% maka Ha1 yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kultur organisasi diterima. Jadi dapat dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap kultur organisasi. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu Halimatusyadiah (2003).
Berdasarkan tabel 8 diatas, nilai uji t untuk kultur organisasi diperoleh sebesar 0.381
dengan tingkat signifikansi sebesar 0.705. Dengan tingkat signifikansi yang lebih besar dari
5% maka Ha2 yang menyatakan bahwa kultur organisasi mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap komunikasi dalam tim audit gagal diterima. Jadi dapat dikatakan bahwa
kultur organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap komunikasi dalam tim audit.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu Nugraheni
(2005) karena sasaran penelitian ini adalah auditor dengan pengalaman kerja minimal 3
tahun, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan auditor dengan pengalaman kerja
kurang dari 3 tahun sehingga terjadi perbedaan kultur organisasi di Kantor Akuntan Publik
yang menyebabkan ketidak efektifan proses komunikasi dalam rangka menggabungkan
berbagai informasi untuk menghasilkan opini audit yang berkualitas di dalam suatu tim audit.
13

Nilai uji t untuk gaya kepemimpinan diperoleh sebesar -0.920 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0.362. Dengan tingkat signifikansi yang lebih besar dari 5% maka Ha3
yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
komunikasi dalam tim audit gagal diterima. Jadi dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap komunikasi dalam tim audit. Hasil penelitian ini
tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu Halimatusyadiah (2003) karena
penelitian ini menggunakan sampel penelitian yaitu auditor dengan jabatan supervisor,
manajer dan partner, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan staf auditor yang telah
berpengalaman minimal 1 tahun sehingga terjadi perbedaan gaya kepemimpinan yang
digunakan yang menyebabkan ketidak lancaran komunikasi dalam tim audit. Tanpa adanya
komunikasi yang cukup antara supervisi dan bawahan, maka auditor akan mengalami
kesulitan dalam melaksanakan dan menangani tugas-tugas penting yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas dan interpretasi terhadap informasi yang berkenaan dengan audit yang
dilakukan.
Hasil uji hipotesis ketiga mengenai pengaruh gaya kepemimpinan berpengaruh
terhadap komunikasi dalam tim audit secara langsung maupun tidak langsung melalui kultur
organisasi dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini:
Gambar 1.
Hasil Uji Hipotesis Ketiga

Kultur
Organisasi
0.057
0.407

Gaya
Komunikasi
Kepemimpinan -0.137 dalam Tim Audit
Nilai standardized beta gaya kepemimpinan pada persamaan (1) sebesar 0.407 dan
nilai signifikansi 0.002 yang berarti gaya kepemimpinan mempengaruhi kultur organisasi.
Nilai standardized beta gaya kepemimpinan pada persamaan (2) sebesar -0.137 dan kultur
organisasi sebesar 0.057 yang berarti gaya kepemimpinan dan kultur organisasi tidak
mempengaruhi komunikasi dalam tim audit. Gaya kepemimpinan dapat berpengaruh secara
langsung ke komunikasi dalam tim audit dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu
gaya kepemimpinan ke kultur organisasi (sebagai variabel intervening) lalu ke komunikasi
dalam tim audit. Besarnya pengaruh langsung adalah -0.137 sedangkan besarnya pengaruh
tidak langsung harus dihitung dengan mengalikan koefisien tidak langsungnya yaitu (0.407) x
(0.057) = 0.023 sedangkan pengaruh gaya kepemimpinan ke komunikasi dalam tim audit
= -0.137 + (0.407 x 0.057) = -0.114.

PENUTUP

Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan dan kultur
organisasi berpengaruh signifikan terhadap komunikasi dalam tim audit. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kultur organisasi.
2. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kultur organisasi terhadap komunikasi
dalam tim audit.
3. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap komunikasi
dalam tim audit melalui kultur organisasi sebagai variabel intervening.
14

Keterbatasan
Dalam melakukan penelitian ini peneliti merasakan bahwa penelitian ini masih kurang
mendapat respon yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari pengisian kuesioner bahwa
tingkat pengembalian kuesioner ini hanya 76% dari 180 kuesioner yang disebarkan, ada
beberapa kuesioner yang dikembalikan tanpa diisi dan ada yang diisi tidak sesuai dengan
kriteria objek, sehingga yang digunakan hanya 56 kuesioner (31%). Waktu yang ada dirasa
sangat kurang bagi peneliti, maka pengumpulan data menggunakan purposive random
sampling, dimana kuesioner yang disebarkan hanya ke KAP yang mudah dijangkau oleh
peneliti dan melalui contact person yang bekerja di KAP, melalui email dan mendatangi KAP
tersebut.
Karena data yang dikumpulkan melalui contact person, maka ada kemungkinan yang
mengisi kuesioner bukanlah responden yang dikehendaki. Yang menjadi objek penelitian ini
terbatas yaitu supervisor, manajer dan partner karena para responden pada sibuk dan KAP big
four tidak dimasukan ke dalam sampel penelitian.

5.3. Rekomendasi
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan jumlah
responden yang lebih banyak lagi dan cara penyebaran kuesioner yang lebih baik agar
mendapat hasil yang lebih akurat. Penelitian selanjutnya diharapkan dalam menyebarkan
kuesioner sebaiknya menyediakan waktu yang cukup panjang untuk memperoleh kembali
kuesioner yang disebarkan karena mengingat kesibukan dari para responden. Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat mendatangi responden yang diharapkan untuk mengisi
kuesioner.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel baru yaitu struktur
organisasi sesuai penelitian. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan objek
penelitian sehingga tidak hanya terbatas pada wilayah Jakarta dan KAP big four dapat
dimasukkan ke dalam sampel penelitian.

DAFTAR REFERENSI

Artanti, Yessy, Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Transaksional dan Kepemimpinan


Transformasional terhadap Organizational Citizenship Behavior dengan
Pemberdayaan Psikologis dan Substitut Kepemimpinan sebagai Variabel
Pemoderasi, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Volume 6 No. 3, Desember 2004,
pp. 250-272.

Emilisa, Netania, Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan,


Media Riset Bisnis dan Manajemen, Volume 6 No. 3, Desember 2006, pp. 285-
301.

Ghozali, Imam, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Universitas


Diponegoro, Semarang, 2005.

Hair, Joseph F., William C. Black, Barry J. Babin, Rolph E. Anderson, and Ronald L.
Tatham, Multivariate Data Analysis, Sixth Edition, Prentice Hall International
Inc., 2006.
15

Halimatusyadiah, Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kultur Organisasi terhadap


Komunikasi dalam Tim Audit, Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya,
2003.

Hodgetts, Richard M., Fred Luthans, and Jonathan P. Doh, International Management-
Culture, Strategy, and Behavior, Sixth Edition. McGraw Hill Co. Inc., 2006.

Ibrahim, Syafei, Komunikasi sebagai Faktor Determinan dalam Organisasi, Mediator,


Volume 2 No. 2, 2001, pp. 291-301.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen, Edisi Pertama, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Yogyakarta,
Yogyakarta, 2002.

Mayangsari, Sekar, Kos Transaksi dan Kultur Organisasi : Perspektif Pertukaran pada
Kantor Akuntan Publik , Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi,
Volume 2 No.1, April 2002, pp. 47-65.

Muhammad, Rifqi, Pengaruh Struktur Organisasi terhadap Komunikasi dalam Tim Audit,
Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Volume 9 No. 2, Desember 2005, pp.
167-188.

Murtanto, dan Melva Djasmin, Analisa Hubungan Tindakan Supervisi dan Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Individual Akuntan Yunior di Kantor Akuntan
Publik dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening, Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, Volume 7 No. 1, April 2005, pp. 84-109.

Nahar, Aida, Pengaruh Gaya Evaluasi Atasan terhadap Tekanan dan Kepuasan Kerja
Bawahan dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel Moderating, Jurnal
MAKSI, Volume 4, Januari 2004, pp. 1-19.

Nugraheni, Peni, Pengaruh Kultur Kantor Akuntan Publik terhadap Komunikasi dalam Tim
Audit, Jurnal Akuntansi dan Investasi, Volume 6 No.1, Januari 2005, pp. 67-
79.

Payamta, Gaya Kepemimpinan : Perkembangan dan Kepemimpinan dalam Era Globalisasi,


Telaah Jurnal Manajemen, Ekonomi, dan Bisnis, Volume 2 No. 1, Mei 1998,
pp. 11-23.

Riyadiningsih, Hening, dan Ratna Pujiastuti, Analisis Tipe Kepemimpinan dalam


Meningkatkan Kinerja Organisasi, Jurnal Bisnis dan Manajemen, Volume 7
No. 2, 2007, pp. 147-156.

Robbins, Stephen P., Organizational Behavior, Eleventh Edition, Prentice Hall International
Inc., 2005.
16

Santoso, Singgih, Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat, PT. Elex Media Komputindo,
Gramedia, Jakarta, 2001.

Supartha, Wayan Gede, Pengaruh Kebijakan dan Kepemimpinan Pemerintah Daerah


terhadap Budaya Organisasi, Disiplin Pegawai dan Kinerja Puskesmas, Jurnal
Bisnis dan Manajemen, Volume 6 No. 2, 2006, pp. 121-140.

Tampubolon, Manahan P., Perilaku Keorganisasian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.

Utaminingsih, Alifiulahtin, Budaya Organisasi sebagai Faktor Determinan Gaya


Kepemimpinan, Kepercayaan dan Komitmen pada Organisasi. Jurnal Ekonomi
UNMER, Volume 9 No.3, Oktober 2005, pp. 659-674.

Yukl, Gary, Leadership In Organizations, Sixth Edition, Pearson Education Inc., New
Jersey, 2006.
17

Anda mungkin juga menyukai