Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

DI SUSUN OLEH:
1. AHMAD SIDIK 1514401042
2. DINI ERVINA 1514401051
3. LISTIANA RAHAYU 1514401060
4. RATIH ATMADEWI 1514401067
5. YULI IRMAWATI 1514401079

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia serta hidayahnya
Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul KEPERAWATAN
KOMPLEMENTER. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah keperawatan komplementer. Makalah ini tersusun berkat bantuan dari
beberapa pihak yang ikhlas bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dosen Pengajar Keperawatan Komplementer , Ibu DR. Aprina, S.Kp,
M.Kes
2. Orangtua yang selalu memberikan dukungan dan bantuan baik berupa
materil maupun moril
3. Teman-teman tingkat III/reguler 2 yang senantiasa memberikan semangat
dan dorongan selama penulisan makalah
Semua pihak yang telah ikut membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah.Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh
dari sempurna.oleh karena itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan kami dalam menulis makalah yang selanjutnya,
Penulis berharap makalah ini berguna bagi penulis, pihak-pihak yang membantu
serta para pembaca.

Bandar Lampung, 05 September 2017

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

Cover................................................................................................ 1
Kata Pengantar................................................................................ 2
Daftar Isi .......................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang ........................................................................... 4
1.2 Pokok Bahasan .......................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN
2.1Pengertian Komplementer ....................................................... 6
2.2 Peran Perawat dalam keperawatan komplementer .............. 7
2.3 Kebijakan Nasional tentang keperawatan komplementer..... 7
2.4 Legal Etik dalam praktik keperawatan komplementer . 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................... 13
3.2 Saran ........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan


banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian
penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya
(Snyder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang
adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi
praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi
peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33%
pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder
& Lindquis, 2002).

Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan.


Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu
adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi
komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan
keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan
sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping
dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi
komplementer (Snyder & Lindquis, 2002).

Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan


masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien
bertanya tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan
seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk
penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien
ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga
apabila keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini
dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi
komplementer.

1.2 Pokok Bahasan


a.Pengertian Komplementer
b.Peran Perawat dalam keperawatan komplementer
c.Kebijakan Nasional tentang keperawatan dan terapi komplementer
/alternatif diindonesia

4
d.Legal etik dalam praktik keperawatan komplementer

1.3 Tujuan
a. mengetahui dan memahami tentang keperawatan komplementer
b. mengetahui dan memahami tentang peran perawat dalam terapi
komplementer
c. mengetahui dan memahami tentang kebijakan nasional tentang pengobatan
komplementer atau alternative
d. mengetahui dan memahami legal etik keperawatan komplementer

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komplementer


Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi
tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi
ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan
pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001).
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan
holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi
individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk
mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et
al., 2004).

Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai


sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem
kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan,
dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di
masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative
medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997 dalam Snyder &
Lindquis, 2002). Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya
seluruh praktik dan ide yang didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan
atau pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan.

Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan


terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang
mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan
spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji
klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai
dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk
yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).

Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan perawat


dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi

6
komplementer. Penerapan terapi komplementer pada keperawatan perlu
mengacu kembali pada teori-teori yang mendasari praktik keperawatan.
Misalnya teori Rogers yang memandang manusia sebagai sistem terbuka,
kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi. Teori ini dapat
mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energi misalnya
tai chi, chikung, dan reiki.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam
mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang
dalam praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-
lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan Florence Nightingale yang
telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk
penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses
penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan kesempatan
perawat dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder & Lindquis, 2007)
2.2 Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi
komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti,
pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai
konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi
apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil keputusan.
Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih
dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor, 2001). Peran
perawat sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian
yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya
dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi
komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Perawat lebih banyak berinteraksi
dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga
sangat penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan
dokter yang merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat
perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan
komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif (Smith et
al.,2004).
2.3Kebijakan Nasional Tentang Keperawatan Dan Terapi Komplementer
/Alternative Di Indonesia
Pemerintah telah menerbitkan kebijakan Nasional tentang keperawatan
dan terapi komplementer / alternative di Indonesia dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1109 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan
komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut aturan itu,

7
pelayanan komplementer-alternatif dapat dilaksanakan secara sinergi,
terintegrasi, dan mandiri di fasilitas pelayanan kesehatan. Pengobatan itu harus
aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji institusi berwenang sesuai dengan
ketentuan berlaku.
Selain itu, dalam Permenkes RI No 1186/Menkes/Per/XI/1996 diatur
tentang pemanfaatan akupunktur pelayanan kesehatan pada umumnya. Di
dalam pasal lain disebutkan bahwa pengobatan tradisional akupunktur dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian/keterampilan di
bidang akupunktur atau oleh tenaga lain yang telah memperoleh pendidikan
dan pelatihan akupunktur. Sementara pendidikan dan pelatihan akupunktur
dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Sementara itu, Keputusan Menkes RI No 1076/Menkes/SK/VII/2003
mengatur tentang penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Di dalam peraturan
tersebut diuraikan cara- cara mendapatkan izin praktek pengobatan tradisional
beserta syarat- syaratnya. Khusus untuk obat herbal, pemerintah mengeluarkan
Keputusan Menkes RI Nomor 121 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Medik Herbal. Untuk terapi SPA (Solus Per Aqua) atau dalam bahasa Indonesia
sering diartikan sebagai terapi Sehat Pakai Air, diatur dalamPermenkes RI No.
1205/ Menkes/Per/X/2004 tentang pedoman persyaratan kesehatan pelayanan
Sehat Pakai Air (SPA).
2.4 Legal Etik Dalam Praktik Keperawatan Komplementer

1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


a. Pasal 1 butir 16 Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan
atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
b. Pasal 48 Pelayanan kesehatan tradisional
c. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisonal
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1076/Menkes/SK/2003 tentang
pengobatan tradisional.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas
pelayanan kesehatan.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang
standar pelayanan hiperbarik

8
5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No.
HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode
pengobatan komplementer alternatif yang dapat diintegrasikan di
fasilitas pelayanan kesehatan
Dalam pelaksanaan Legal etik keperawatan Aspek etik dalam terapi
komplementer alternatif dan tradisional terdapat beberapa aspek etik yang
dilakukan atau terjadi, diantaranya adalah (Kerry, 2003; Silva & Ludwick,
2001) :
a. Aspek kejujuran dan integritas
Dalam aspek ini praktisi terapi komplementer di tuntut untuk dapat
membuktikan khasiat dari tindakan yang mereka berikan kepada klien.
Perlu adanya pembuktian karena ini bersangkutan dengan nyawa
seseorang. misalkan saja pemberian obat multivitamin tidak memiliki efek
samping akan tetapi tidak menyembuhkan suatu penyakit dan itu telah di
buktikan secara klinis. Pada terapi komplementer yang biasanya
memberikannjaminan kesehatan pada kliennya juga harus dapat
membuktikan khasiat terapi yang diberikan.
b. Beneficience, non-maleficiance dan konsen
Ketika memberikan pengobatan berupa obat kepada klien seorang
pemberi kesehatan harus mengetahui kandungan dalam obat itu sendiri
dan apakah obat itu benar-benar efektif dalam mengobati penyakit yang
diderita klien atau tidak. Biasanya obat yang ada dipasaran telah di uji
terlebih dahulu sebelum dipasarkan untuk mengobati sakit pada manusia.
Obat-obat ini melewati pengujian pada hewan dan dalam pengujian ini
dilihat apakah obat benar-benar efektif atau tidak, dan adakah efek
samping yang ditimbulkan oleh obat ini atau tidak. Sedangkan pada
pengobatan terapi komplementer obat-obat yang diberikan banyak yang
belum melewati proses pengujian ini oleh karena itu memungkinkan
terjadinya reaksi yang tidak diinginkan terjadi dan ini dapat merugikan
klien sebagai pasien. Ketika mendapatkan pengobatan praktisi terapi
komplementer harus menginformasikan segi keberhasilan terapi ini dan
klien berhak mendapatkan informasi yang sesuai mengenai pengobatan
yang diterimanya apakah benar terapi yang didapat klien ini efektif dan
menerima rasa aman bahwa pengobatan yang diterimanya bukanlah
placebo karena biasanya klien yang datang ke terapi alternatif memiliki
penyakit kronis, dimana mereka mereka telah mencoba pengobatan
konvensional dan belum menemukan kesembuhan sehingga apabila terapi
komplementer yang biasanya memberikan jaminan untuk kesehatan pada
klien ini tidak dapat membuktikan keefektifannya maka nukan tidak
mungkin menyebabkan klien menjadi depresi.

9
c. Conflict of interest
Adanya motif lain yang mungkin melatarbelakangi pemberian
terapi selain Beneficient pada klien juga harus dilihat, karena ini mungkin
teradi pada terapi komplementer, misalkan saja terapi bebas biaya yang
diberikan pada beberapa tempat terapi alternatif apakah terapi yang
diberikan benar-benar tidak memiliki motif lain selain memberikan
kesehatan pada klien atau mungkin ada motif lain seperti membeli produk-
produk dari terapi komplementer ini.

d. Justice
Pemberi pelayanan kesehatan dituntut memberikan keadilan dalam
pelanan kesehatannya maksudnya adala klien harus mendapatkan
pelayanan yang terbaik dan pemberi pelayanan harus menggunakan suber-
sumber yang tersedia denagn baik. Misalkan saa pada pemberian obat,
apabila masih ada obat generik yang memiliki efek pengobatan yang sama
baiknya dengan obat yang bukan generik maka pemberi pelayanan harus
menggunakan obat generik lebih dahulu karena efeknya sama dan
harganya lebih murah. Sedangkan pada terpi komplementer pengobatan
yang diberikan memungkinkan hanya placebo dan klien tetap harus
membayar tanpa mengetahui apakah pengobatan ini benar-benar efektif
atau tidak.
2.5 Tren Isu Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional
Perkembangan budaya barat, membawa kedokteran konvensional
menguatkan tentang metode untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.
Banyak terapi-terapi komplementer yang berasal dari sistem perawatan
kesehatan tradisional dengan berbagai macam latar belakang budaya dan
selalu berhubungan dengan filosofi dan nilai religius sebagai kekuatan utama,
tubuh sebagai penyembuh sendiri dan holistik (Hilsden dan Verhoef., 1999).

Terapi komplementer dan alternatif dimarginalkan oleh praktisi-praktisi


kedokteran konvensional , mereka mempertanyakan dan berasumsi bahwa hal
tersebut di bawah pemikiran kedokteran. Akan tetapi karena perkembangan
dari terapi komplementer dan alternatif membawa kedokteran konvensional
untuk mengadopsi beberapa premis dan keuntungan yang mungkin (LaValley
and Verhoef., 1995).

10
Profesi keperawatan secara tradisional bertujuan untuk membuat suatu
perkembangan dalam proses penyembuhan dan banyak perawat-perawat yang
saat ini yang menerima terapi komplementer dan alternatif yang efektif dalam
proses penyembuhan yang berdasarkan ilmu kedokteran.Saaat ini perawat-
perawat menampakkan perkembangan yang kompleks untuk menemukan jalan
untuk memasukkan terapi komplementer dan alternatif dalam perawatan
kesehatan personal (Thome., 2001).

Perkembangan interest dan penggunaan terapi komplementer dan alternatif


dapat direfleksikan secara fundamental dalam orientasi sosial untuk kesehatan
dan penyembuhan.

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menjadi trend:


1. Meningkatnya akses dalam informasi kesehatan
2. Meningkatnya prevalensi dari penyakit kronis
3. Meningkatnmya rasa membutuhkan suatu kualitas hidup
4. Menurunnya semangat/keinginan dalam scientific breakthroughs
5. Berkurang nya toleransi dalam paternalistik
6. Meningkatnya interest tentang spiritualitas (Jonas, 1998).

Saat ini penggunaan terapi komplementer mulai menggeliat. Hal ini tentu akan
terkait dengan tren isu yang berkembang tentang terapi komplementer. Namun
keselamatan pasien tetap harus dipenuhi.
Keselamatan adalah hal yang esensi dalam pelayanan kesehatan. Dalam
makalah ini keselamatan akan dibahas mengenai hal-hal yang menajdi dasar
patient safety dari conventional medicine dan akan dibandingkan dengan terapi
komplementer yang telah ada.
Secara garis besar prinsip praktik terapi komplementer menurut Curtis (2004)
untuk mengurangi terjadinya hal yang tidak diinginkan adalah :
1. Menghargai otonomi pasien
2. Menghargai etnis, umur dan status social
3. Tingkat sensitivitas terhadap pasien harus tinggi, terkait keinginan dan
penolakan terhadap terapi komplementer
4. Berhati-hati terhadap pasien yang tidak pernah konsul ke medis terkait
penyakitnya.

11
5. Menganjurkan pasien untuk hati-hati dalam setiap keputusannya dan tetap
menjalani terapi medis konvensional.
6. Dorong pasien untuk lebih selektif dalam memilih terapi
Dalam pelaksanaan praktik komplementer, terapis menggunakan
pendekatan seperti tenaga kesehatan, dengan anamesis dan penegakan masalah
yang disebut dengan diagnosa. Serta pemberian resep ataupun intervensi
komplementer.
Aspek keselamatan pada diagnosa suatu penyakit merupakan hal mendasar
dalam terapi konvensional. Dalam penerapan aspek keselamatan dalam penegakan
diagnosa dalam komplementer juga menjadi hal yang mendasar. Dalam penerapan
ini memang perlu standart dalam aspek keselamatan (Curtis,2004). Permaasalahan
di Indonesia masih jarang terapis dalam praktek terapi komplementer yang
menggunakan standart penjaminan mutu dalam penanganan pasien, diagnosa
belum punya standart dan masih berbeda-beda, sangat tergantung terhadap
perkataan guru bukan berdasar standart yang baku. Penyusunan protap sangat
perlu menjadi hal mendasar serta pengawasan dari dinas kesehatan. Masalah
terapi komplementer di Indonesia ini masih perlu adanya jaminan mutu pasien
dan perlindungan pasien terkait dengan diagnostic yang digunakan oleh terapis.
Aspek keselamatan juga sangat diperlukan terhadap pemberian terapy.
Banyaknya terapi komplementer yang menggunakan pendekatan herbal menjadi
hal yang sangat penting untuk dibahas. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
herbal memang menjadi dua sisi mata pisau, disisi lain dapat meningkatkan
sugesti, namun disisi lain kepercayaan yang berlebihan, rasa ingin tahu akan isi
dan efek samping obat konsumen kurang dan menyebabkan banyak kejadian
jangka pendek dan atau panjang yang terjadi. Pemahaman terapis dan konsumen
akan obat-obatan herbal sangat diperlukan untuk keselamatan pasien.
Berdasarkan Curtis (2004) beberapa hal yang harus diperhatikan terkait
menurunkan resiko terjadinya hal yang tidak diinginkan dalam obat herbal adalah
a. Kontaminasi : dalam penyajian dan pengemasan obat herbal masih sangat
dipertanyakan, resiko kontaminasi perlu menjadi perhatian atas munculnya
obat-obatan herbal.
b. Bioavaibility : perubahan fungsi dari zat yang terkandung dalam obat herbal
perlu diperhatikan terkait proses kimia dari pengemasan.
c. Dosis : penelitian tentang herbal masih sangat jarang. Seringkali yang terjadi
adalah kelebihan dosis, meskipun berasal dari herbal namun dapat
membahayakan pasien.
d. Alergi : alergi juga terkadang muncul akibat produk-produk herbal.
e. Keracunan : terkadang kandungan dalam obat herbal juga dapat menjadi toxic.

12
Bentuk terapi komplementer lain yang perlu diperhatikan dalam terkait aspek
keselamatan antara lain terapi fisik, seperti massase, spa, terapi akupuntur dan
terapi homeophaty. Terapi komplementer pada terapi fisik sangatlah berkaitan
langsng dengan pasien, beberapa penelitian telah mampu menemukan beberapa
eek samping dari terapi komplementer Yang menggunakan terapi fisik ini.
Permasalahan mendasar adalah, bagaimana penelitian di Indonesia, bagaimana
pengetahuan terapis di Indonesia, hal ini menjadi PR besar bagi kementrian
kesehatan. Jurnal luar negeri telah banyak mengungkap, namun pengetahuan
terapis mengenai perkembangan ini juga harus di tingkatkan. Penelitian tentang
terapi komplementer di Indonesia juga perlu di tingkatkan, mengingat
karakteristik orang di luar negeri dan di Indonesia berbeda.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern
(Andrews et al., 1999). Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter
sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan
terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis,
psikologis, dan spiritual.
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi
komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi
pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat.
Pemerintah telah menerbitkan kebijakan Nasional tentang keperawatan dan terapi
komplementer / alternative di Indonesia dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1109 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-
alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut aturan itu, pelayanan
komplementer-alternatif dapat dilaksanakan secara sinergi, terintegrasi, dan
mandiri di fasilitas pelayanan kesehatan. Pengobatan itu harus aman, bermanfaat,
bermutu, dan dikaji institusi berwenang.

3.2 Saran

13
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pihak demi sempurnanya
makalah ini. Saran yang dapat penulis berikan adalah agar teman-teman dapat
memahami tentang apa yang telah di sampaikan oleh kelompok.Dan pada
makalah berikutnya menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis, J.A., & Johnson, P.H. (1999).
Nurses handbook of alternative and complementary therapies. Pennsylvania:
Springhouse
Buckle, S. (2003). Aromatherapy. http// .www.naturalhealthweb.com/articles,
diperoleh 25 Januari 2008.
Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical nursing skills: Basic to
advanced skills. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative therapies in
nursing. 4th ed. New York:
file:///D:/MATERI%20KULIAH%20SEMESTER%20IV/download/200-556-1-
PB.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai