Anda di halaman 1dari 3

OLEH FIDDIN ICHWANUL ALHAZ, Mahasiswa Jurusan Transportation Systems

Technische Universitt Mnchen, Penerima Beasiswa DAAD, melaporkan


dari Jerman

METRO bus di Jerman merupakan salah satu contoh yang sangat menarik untuk
dipedomani oleh Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh dalam menerapkan sistem
transportasi yang efektif dan efisien, mengingat beberapa hari lalu 16 bus baru
Transkoetaradja sudah tiba di Banda Aceh dan akan segera dioperasionalkan.

Di Munich dan Hamburg, Jerman, jaringan bus dalam kota terintegrasi ke dalam
sistem transportasi massal yang di dalamnya terdiri atas berbagai macam moda. Di
antaranya S-Bahn (kereta subregional), U-Bahn (kereta bawah tanah, di tempat lain
dinamakan Metro), dan Tram atau Streetcar. Cukup dengan satu tiket saja kita bisa
menikmati seluruh transportasi dalam kota di Jerman.

Menarik pula untuk diketahui bahwa seluruh armada bus di Jerman menggunakan low
floor bus, bus berlantai rendah. Konkretnya, tidak terdapat perbedaan tinggi antara
lantai bus atau deck dengan bus stop sebagai tempat naik turunnya penumpang.

Ada beberapa alasan mengapa low floor bus lebih disukai dibanding bus tipe lainnya.
Pertama, karena aksesibilitas transportasi publik harus mengakomodir semua
kalangan masyarakat. Bukan cuma warga yang sehat dan prima yang bisa
mengakses kendaraan umum, tapi juga para difabel, para manula, dan ibu-ibu dengan
stroller (kereta bayi) pun harus bisa dengan mudah dan mandiri naik turun bus.
Dalam keadaan normal, grade level antara lantai bus dengan permukaan tanah
berkisar antara 32 hingga 62 cm (Sumber: MAN dan Daimler/BMW) yang notabene-
nya sangat accessible untuk semua kalangan. Lebih hebatnya lagi, semua bus sudah
dilengkapi fitur kneeling function, yaitu teknologi mekanik dengan memanfaatkan
gravitasi bumi yang mampu merendahkan lantai bus hingga kurang dari 10 cm di
atas permukaan tanah (Sumber: MAN), sehingga warga yang lanjut usia dapat naik
bus tersebut tanpa bantuan orang lain.

Selain itu, dalam rangka mempermudah para pengguna kursi roda, di setiap lantai bus
yang berhadapan dengan pintu disediakan semacam pelat besi portable/ramp yang
berfungsi sebagai sarana untuk memudahkan para difabel naik dan turun dari bus.
Di Jerman, pengemudi bus bukan hanya bertugas mengoperasikan kendaraan, tetapi
juga wajib membantu dan memfasilitasi masyarakat yang berkebutuhan khusus ini.
Bus pun tak akan melaju sebelum seluruh penumpang, termasuk para orang tua dan
difabel, telah berada pada posisi duduk yang pas.

Desain interior bus pun mempertimbangkan kenyamanan bagi semua penumpang.


Bangku prioritas untuk orang sakit dan manula merupakan syarat mutlak yang harus
dimiliki sebuah bus. Ruang kosong yang didesain khusus untuk mengakomodir
pengguna kursi roda serta ibu-ibu dengan stroller pun tak luput dari perhatian. Sekitar
dua stroller dan sepasang kursi roda dapat masuk dalam waktu yang bersamaan ke
dalam bus, dilengkapi dengan bangku pilihan bagi pendampingnya.

Dengan penggunaan bus berlantai rendah berteknologi terkini, halte pun cukup dibuat
di atas trotoar tanpa diperlukan peninggian elevasi tanah. Halte model ini tentunya
memang sangat bersahabat bagi kaum difabel dan penduduk senior kota, sehingga
mereka bisa dengan mandiri menggunakan transportasi publik.

Jika fasilitas infratruktur yang ada sudah mampu melayani komunitas yang
berkebutuhan khusus dengan baik, tentunya warga biasa pun akan lebih mudah
menggunakan sarana tersebut.

Secara umum terdapat dua tipe bus stop di Jerman, yaitu dengan menggunakan
shelter atau terbuka (tanpa shelter). Untuk lokasi di mana demand tinggi, maka bus
stop dengan shelter dilengkapi dengan tempat duduk dan dynamic passanger
information (DPI). DPI merupakan papan display electronic yang menunjukkan waktu
ketibaan bus dan memberikan informasi kepada penumpang jika terjadi delay,
sehingga bus tak datang sesuai waktu yang sudah dijadwalkan

Sedangkan di daerah yang cukup sepi, bus stop hanya ditandai dengan sebuah tiang
berhuruf H yang berarti Haltestelle. Meski sederhana, bus stop tipe terbuka ini juga
dilengkapi jadwal keberangkatan. Selain itu, di halte bus tersedia peta situasi
bangunan dan jalan di sekitar halte bus tersebut. Hal ini sangat membantu
penumpang baru.

Selain di halte, seluruh informasi terkait operasional bus dan publik transportasi
lainnya juga tersedia di website. Menariknya, hampir seluruh operator publik
transportasi memiliki aplikasi atau yang lebih dikenal dengan App, sehingga para
penumpang dapat mengakases langsung seluruh informasi yang dibutuhkan melalui
smartphone.
Aplikasi ini memiliki fitur, mulai dari pencarian rute, jadwal keberangkatan hingga
pembelian tiket online. Cukup dengan menginput asal dan tujuan, maka sistem akan
mengarahkan bus nomor berapa yang harus kita tumpangi beserta waktu tempuh
perjalanan.

Di Jerman, metro bus beroperasi mulai pukul 4 pagi hingga 1 malam. Disesuaikan
dengan kebutuhan pada pengguna transportasi umum. Adapun interval
keberangkatan bus bervariasi, dari setiap lima menit di jam sibuk hingga 10 dan 20
menit di luar jam sibuk.

Pada hari libur pun bus tetap beroperasi, namun headway bisa mencapai setiap 20
menit. Ini diterapkan demi memaksimalkan efisiensi dan meminimalisir biaya
operasional. Mudah-mudahan, pelajaran dari Jerman ini berguna bagi Pemko Banda
Aceh yang akan mengoperasionalkan bus Transkoetaradja.
* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskahnya, termasuk foto dan identitas
Anda ke email redaksi@serambinews.com

Sumber :
http://aceh.tribunnews.com/2016/04/23/pesona-metro-bus-di-jerman?page=2

Anda mungkin juga menyukai