Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di


Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan
nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di negara Asia
Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan prediksi Biro
Sensus Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun
2015 dengan jumlah kehamilan berisiko sebesar 15-20 % dari seluruh kehamilan.1
Kematian ibu dibagi menjadi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian ibu
langsung adalah komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Kematian ibu tidak
langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul
sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan. Secara global 80% kematian
ibu tergolong pada kematian ibu langsung yaitu perdarahan, sepsis, hipertensi dalam
kehamilan, partus macet, komplikasi aborsi tidak aman, dan sebab-sebab lain.2

Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklampsia 7x lebih
tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di negara
maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Kecenderungan
yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata
terhadap insiden preeklampsia.1

Preeklampsia merupakan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan.


Diperlukan diagnosis dini agar preeklampsia tidak berlanjut menjadi eklampsia. Hal ini
hanya bisa dikenali bila ibu hamil memeriksakan dirinya selama hamil.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah umur kehamilan 20 minggu


disertai dengan proteinuria. Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.1

2.2 Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu
disebut penyakit teori; namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan (1) mengapa frekuensi tinggi pada
primigravida, kehamilan ganda, hidraamnion, mola hidatidosa, dan triwulan III, (2)
mengapa terjadi perbaikan penyakit bila terjadi KJDK, (3) mengapa frekuensi lebih rendah
pada kehamilan selanjutnya, dan (4) penyebab hipertensi, proteinuria, dan konvulsi. Dari
hal-hal di atas, jelaslah bahwa bukan hanya 1 faktor, melainkan banyak faktor yang dapat
menyebabkan preeklampsia.3

2.3 Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus,
hidrops fetalis, dan bayi besar.
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas.2

2
2.4 Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang kini banyak
dianut adalah:

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium
berupa arteri arkuata yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan bercabang menjadi arteri spiralis.
Dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis
yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks
menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami dilatasi. Vasodilatasi
arteri spiralis memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular
dan peningkatan aliran darah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses tersebut dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dan keras, sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan terjadi vasodilatasi.
Akibatnya terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga terjadi hipoksia dan
iskemi plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang
dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal
bebas), terutama hidroksil yang sangat toksis terhadap endotel pembuluh darah. Oksidan
ini akan mengubah asam lemak tak jenuh pada membran sel endotel menjadi peroksida
lemak yang destruktif terhadap membran sel, bahkan inti sel. Pada hipertensi dalam
kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan meningkat sedangkan antioksidan (misalkan
vitamin E) menurun sehingga dominasi kadar oksidan peroksida lemak relatif tinggi.

3
Sel endotel yang terpapar peroksida lemak akan rusak dan menyebabkan gangguan
fungsi bahkan seluruh struktur endotel (endothelial dysfunction), yang ditandai dengan:

a. Gangguan produksi prostaglandin (terutama prostasiklin) yang merupakan vasodilator


kuat
b. Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang rusak diikuti produksi tromboksan
(TXA2) yang merupakan vasokonstriktor kuat. Kadar tromboksan akan jauh lebh tinggi
dibandingkan prostasiklin sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang diikuti
peningkatan tekanan darah.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis)
d. Peningkatan permeabilitas kapiler
e. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, seperti: endotelin dengan penurunan
vasodilator (NO).
f. Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leucocyte antigen protein G (HLA-
G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak
hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis
oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G (human leukocyte antigen- protein G) sehingga menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua dan mengurangi proteksi trofoblas dari lisis oleh sel NK
ibu.

4. Teori adaptasi kardiovaskular genetik

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor akibat
dari sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter pembuluh darah terhadap vasopressor disertai
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor yang diteliti sudah terjadi pada
trimester I kehamilan. Peningkatan kepekaan pada kehamilan akan menjadi hipertensi
dalam kehamilan, sudah ditemukan pada kehamilan 20 minggu sebagai prediksi akan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori defisiensi gizi

4
Penelitian yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet
pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang dunia II. Suasana serba sulit
mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden
hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian membuktikkan konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko


preeklampsia karena mengandung asam lemak tak jenuh yang dapat menghambat agregasi
trombosit, mengurangi produksi tromboksan, serta mencegah vasokonstriksi vaskular.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia-eklampsia. Penelitian di Equador Andes
menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang
mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.

6. Teori genetik

Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan
hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.

7. Teori stimulus inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah
debris trofoblas masih dalam batas wajar. Pada preeklampsia terjadi peningkatan stress
oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin
banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar maka reaksi oksidatif akan
sangat meningkat yang meningkatkan beban inflamasi yang lebih besar.. Respon inflamasi
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga
terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.2

2.5 Perubahan Sistem Organ Pada Preeklampsia

1. Volume plasma
Peningatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan
32- 34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeklampsia terjadi
penurunan volume plasma antara 30%-40% dibanding hamil normal. Hipovolemia
diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang

5
menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting. Preeklampsia sangat peka
terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan banyak.2 Pemberian cairan
agresif kepada wanita dengan preeklampsia berat menyebabkan tekanan pengisian sisi kiri
jantung meningkat, sementara curah jantung yang sudah normal meningkat menjadi
supranormal.4 Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah
sewaktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.2

2. Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria bahkan
anuria
b. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis
sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
c. Terjadi glomerular capillary enditheliosis akibat sel endotel membegkak disertai
deposit fibrin
d. GGA akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua korteks ginjal
mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat ireversibel.
e. Kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah.
f. Peningkatan asam urat serum umumnya meningkat 5mg/cc dan kreatinin plasma
1mg/cc akibat menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi asam urat
dan kreatinin.
3. Elektrolit

Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan asam


basa. Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama dengan kadar hamil normal, yaitu
sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak
berubah pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti
pada preeklampsia tidak perlu restriksi konsumsi garam.

4. Tekanan osmotik koloid plasma


Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu.
Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan
peningkatan permeabilitas vaskular.
5. Koagulasi dan fibrinolisis

6
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang yang berat,
tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP, penurunan anti-
trombin III, dan peningkatan fibronektin.
7. Viskositas darah

Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnta


resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.

8. Hematokrit

Pada preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan


beratnya preeklampsia.

9. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan
peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan
disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah
epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.
10. Neurologik
Perubahan berupa:
a. Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
b. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus berupa
pandangan kabur, skotoma, amaurosis, dan ablasio retina.
c. Hiperrefleksi sering pada preeklampsia berat.
d. Kejang eklamptik.
e. Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia.
11. Kardiovaskular dan paru
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia. Penderita preeklampsia
berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh
payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan
menurunnya diuresis.
12. Janin

7
Preeklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh
menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta. Pada janin dapat terjadi Intrauterine growth restriction (IUGR),
prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.2

2.6 Diagnosis
1. Penegakkan diagnosis hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160
mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter
air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau
tensimeter otomatis yang sudah divalidasi. Laporan terbaru menunjukkan pengukuran
tekanan darah menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.
Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam
15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran
dilakukan pada posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik
diukur dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang
sesuai dan kalibrasi alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah
yang tepat. Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus
dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi.
2. Penentuan proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau
tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang
akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin
sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Pemeriksaan tes urin
dipstik memiliki angka positif palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown,
dengan tingkat positif palsu 67-83%.8 Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh
vagina, cairan pembersih, dan urin yang bersifat basa. Konsensus Australian Society for
the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh
Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan
proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan angka positif palsu
yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24
jam atau rasio protein banding kreatinin.

8
3. Penegakkan diagnosis preeklampsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan/di atas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
a. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
b. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
c. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
d. Edema Paru
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
f. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya Absent or
Reversed end Diastolic Velocity (ARDV).
4. Penegakkan diagnosis preeklampsia berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia,
dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang
menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu
dibawah ini:
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada
dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
b. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
c. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
d. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
e. Edema Paru
f. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.

9
g. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan Absent or Reversed
end Diastolic Velocity (ARDV).1

2.7 Penatalaksanaan

1. Terhadap penderita

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi. Monitoring input cairan (melalui oral ataupun
infus) dan output cairan (melalui urin) sangat penting. Cairan yang diberikan berupa (1)
Ringer-dekstrose 5% atau cairan garam faali jumlah jumlah tetesan: < 125cc/jam atau (2)
Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya dielingi dengan infus RL (60-125cc/jam) 500cc. Pasang
kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin. Diberikan antasida untuk menetrlisir asam
lambung sehingga bila mendadak kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung.

Pemberian obat antikejang yaitu MgSO4. Selain MgSO4 pilihan lain adalah diazepam
dan fenitoin. Pemberian MgSO4 sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin,
berdasar Cochrane Review terhadap 6 uji klinik, yang melibatkan 897 penderita
eklampsia.2 Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk
mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan
mortalitas maternal serta perinatal.1 MgSO4 menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolim pada rangsangan serat saraf dengan menghambat tranmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian MgSO4
akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).2 Pemberian magnesium sulfat tidak
direkomendasikan untuk diberikan secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak
didapatkan gejala pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat).1 Pemberian MgSO4
dihentikan jika terjadi intoksikasi dan setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah
kejang terakhir. Cara pemberian MgSO4 adalah:

a. Loading dose: initial dose 4 gr MgSO4 iv selama 15 menit.


b. Maintenance dose: diberikan 6 gr MgSO4 dalam RL/6 jam atau 4-5 gr im.
Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gr im tiap 4-6 jam.
Syarat pemberian MgSO4 adalah:
a. Harus tersedia antidotum yaitu kalsium glukona 10% diberikan iv 3 menit

10
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda distres pernafasan.2
Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk
keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular. Meskipun demikian,
penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap tidak lebih dari 25% penurunan dalam
waktu 1 jam. Hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter.
Dari hasil metaanalisis menunjukkan pemberian anti hipertensi meningkatkan
kemungkinan terjadinya pertumbuhan janin terhambat sebanding dengan penurunan
tekanan arteri rata-rata. Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel.
Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium channel blocker dapat
mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya minimal. Pemberian
calcium channel blocker dapat memberikan efek samping maternal, diantaranya takikardia,
palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai akibat efek lokal mikrovaskular serta
retensi cairan. Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah
digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan
sebagai antihipertensi. Berdasarkan RCT, penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan
darah lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah awal
pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang selektif dan
bersifat natriuretik, dan meningkatkan produksi urin. Dibandingkan dengan labetalol yang
tidak berpengaruh pada indeks kardiak, nifedipin meningkatkan indeks kardiak yang
berguna pada preeklampsia berat. Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul
oral, diulang tiap 15-30 menit. Penggunaan berlebihan calcium channel blocker dilaporkan
dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini disebabkan akibat hipotensi relatif
setelah pemberian calcium channel blocker. Beta-blocker Atenolol merupakan beta-
blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor P1 dibandingkan P2). Atenolol dapat
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, terutama pada digunakan untuk jangka waktu
yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester pertama, sehingga
penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi lainnya tidak efektif.
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah obat
antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis.
Digunakan sejak tahun 1960, metildopa mempunyai safety margin yang luas (paling
aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem saraf pusat, namun juga
memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah

11
arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh.
Efek samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi
postural, anemia hemolitik, dan drug-induced hepatitis. Metildopa biasanya dimulai pada
dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek
obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum
diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500
mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat
melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.

2. Terhadap kehamilan
Sikap terhadap kehamilan dibagi menjadi:4

a. Aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi


bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
b. Konservatif (ekspetatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran perinatal
dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa
membahayakan ibu.
Manajemen ekspektatif preeklampsia tanpa gejala berat:1
Preeklampsia

Usia Kehamilan 37 mgg atau Usia 34 mgg dengan: ya


- Persalinan atau ketuban pecah
- Perburukan kondisi Ibu dan Janin Lakukan persalinan
- Pertumbuhan janin terhambat
- Didapatkan solusio plasenta
tidak
Usia Kehamilan < 37 mgg
Perawatan poliklinis
- Evaluasi Ibu 2 kali dalam seminggu
- Evaluasi kesejahteraan janin janin 2 kali dalam
seminggu

Usia Kehamilan 37 mgg ya


Perburukan kondisi ibu dan janin
Persalinan atau ketuban pecah

12
Manajemen ekspektatif preeklampsia berat:1

Preeklampsia dengan gejala berat


Evaluasi di kamar bersalin dalam 24 48 jam
Kortikosteroid untuk pematangan paru, Magnesium
sulfat profilaksis, antiipertensi
USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan
pemeriksaan laboratorium

Kontraindikasi perawatan ekspektatif :


Eklampsia Gawat janin
Edema paru Solusio plasenta
DIC IUFD
HT berat, tidak terkontrol Janin tidak viabel

Komplikasi perawatan ekspektatif: Ya


Gejala persisten Reversed end diastolic flow
Sindrom HELLP KPP atau inpartu Lakukan Persalinan setelah stabil
Gangguan renal berat Severe olygohydramnion
Pertumbuhan janin terhambat

Perawatan ekspektatif: Ya
Tersedia fasilitas perawatan maternal dan neonatal
Pemberian Kortikosteroid
intensif
pematangan paru
Usia kehamilan : janin viabel 34 minggu
Persalinan setelah 48 jam
Rawat inap
Stop magnesium sulfat dalam 24 jam
Evaluasi Ibu dan janin setiap hari

Usia kehamilan 34 minggu Ya


KPP atau inpartu
Perburukan maternal fetal Lakukan persalinan
Adanya salah satu gejala kontraindikasi perawatan
ekspektatif

13
Kriteria teriminasi kehamilan pada preeklampsia berat:1

1. Data maternal:

- Hipertensi berat yang tidak terkontrol


- Gejala preeklampsia berat yang tidak berkurang (nyeri kepala, pandangan kabur,
dsbnya)
- Penuruan fungsi ginjal progresif
- Trombositopenia persisten atau HELLP Syndrome
- Usia kehamilan 34 minggu
- Oligohidramnion persisten
- Edema paru
- Eklampsia Solusio Plasenta Persalinan atau ketuban pecah

2. Data janin:
- Usia kehamilan 34 minggu
- Pertumbuhan janin terhambat
- Oligohidramnion persisten
- Profil biofisik < 4
- Deselerasi variabel dan lambat pada NST
- Doppler a. umbilikalis: reversed end diastolic flow
- Kematian janin

Apabila diagnosis preeklampsia berat sudah ditegakkan, kecenderungannya adalah


pelahiran janin segera. Induksi persalinan untuk melahirkan janin pervaginam secara
tradisional dianggap tindakan terbaik bagi ibu. Beberapa kekhawatiran, antara lain serviks
yang kurang siap sehingga induksi persalinan sulit berhasil, adanya perasaan darurat
karena keparahan preeklampsia, dan perlunya mengkoordinasikan perawatan neonatal,
mendorong sebagian dokter untuk menganjurkaan sectio sesarea. Bagi wanita yang
kehamilannya menjelang aterm dengan serviks lunak dan sebagian telah mendatar, bahkan
preeklampsia derajat ringan pun menimbulkan risiko yang lebih besar pada ibu dan janin
bayi daripada risiko induksi persalinan dengan oksitosin yang dipantau ketat. Namun, tidak
demikian halnya apabila preeklampsianya ringan tetapi serviks kaku dan tertutup, yang
mengisyaratkan seksio sesarea apabila kehamilan akan diterminasi. Bahaya seksio sesarea
mungkin lebih besar daripada apabila kehamilan dibiarkan berlanjut dengan pengawasan
ketat sampai serviks lebih layak untuk diinduksi.4

14
2.8 Pencegahan
1. Pencegahan primer
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala dan tanda,
namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat. Pencegahan primer merupakan
yang terbaik namun hanya dapat dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas
sehingga memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab
tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya preeklampsia masih belum
diketahui. Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap wanita
hamil sejak awal kehamilannya. Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi
faktor risiko preeklampsia dan mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan
pencegahan primer.1 Peningkatan kunjungan pranatal selama trimester ketiga
memungkinkan deteksi dini preeklampsia. Wanita dengan hipertensi nyata ( 140/90
mmHg) sering dirawatinapkan selama 2-3 hari untuk dievaluasi keparahan hipertensi
kehamilannya yang baru muncul.4 Faktor risiko yang dapat dinilai pada kunjungan
antenatal pertama umur > 40 tahun, nulipara, multipara dengan riwayat preeklampsia
sebelumnya, multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru, multipara yang jarak
kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih, riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
perempuan, kehamilan multipel , IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus), hipertensi
kronik, penyakit ginjal, sindrom antifosfolipid (APS), kehamilan dengan inseminasi donor
sperma, oosit atau embrio, obesitas sebelum hamil, indeks masa tubuh > 35, tekanan darah
diastolik > 80 mmHg, proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam
atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam).
2. Pencegahan sekunder
a. Istirahat
Berdasarkan telaah 2 studi kecil yang didapat dari Cochrane, istirahat di rumah 4
jam/hari bermakna menurunkan risiko preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan
aktivitas. Istirahat dirumah 15 menit 2x/hari ditambah suplementasi nutrisi juga
menurunkan risiko preeklampsia.1 Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung
minyak ikan dengan asam lemak tidak jenuh, zinc, dan kalsium. Restriksi garam tidak
terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia.2
b. Aspirin
Berbagai Randomized Controlled Trial (RCT) menyelidiki efek penggunaan aspirin
dosis rendah (60-80 mg) dalam mencegah terjadinya preeklampsia. Beberapa studi
menunjukkan hasil penurunan kejadian preeklampsia pada kelompok yang mendapat

15
aspirin. Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan dengan
penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi
kecil masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder berhubungan dengan
penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37 minggu dan berat badan lahir <
2500 g. Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk prevensi
preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi. Apirin dosis rendah sebagai prevensi
preeklampsia sebaiknya mulai digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu.
c. Suplementasi kalsium
Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan kejadian hipertensi dan
preeklampsia, terutama pada populasi dengan risiko Tidak ada efek samping yang tercatat
dari suplementasi ini. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan terutama
pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah. Pemberian vitamin C dan E tidak
direkomendasikan untuk diberikan dalam pencegahan preeklampsia.1

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksana Pre-Eklampsia. Available at:
pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/. [Accessed on 21th December 2016].
2. Angsar, M.D., 2009.Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Saifuddin, A.B. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 4: 530-537
3. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri. Edisi 2 dalam Bab : Toksemia Gravidarum.
Jakarta. EGC. 1998. Hal 198-208.
4. Cunningham. F dkk : Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan, Williams Obstetric
21 Ed, Vol. 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2006.

17
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS IBU HAMIL

Anamnesis Pribadi

Nama : Ny. S

Umur : 24 tahun

Suku Bangsa : Batak

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Dusun V

Status : Menikah

Tanggal masuk : 7 Desember 2016

Anamnesis Penyakit
Autoanamnesis
Keluhan Utama: Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
Hal ini dialami Os lebih kurang 1 minggu ini sebelum masuk rumah sakit. Riwayat
tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan
(+) disadari os sejak 2 bulan yang lalu . Riwayat pandangan kabur (+), riwayat kejang (-),
riwayat kejang sebelum kehamilan (-), riwayat nyeri ulu hati (+), mulas mau melahirkan (-
), riwayat keluar lendir darah (-), riwayat keluar air dari kemaluan (-). Ibu sebelumnya
memeriksakan diri ke klinik luar dengan diagnosa hipertensi dalam kehamilan dan
kemudian dirujuk ke RS Dr. Pirngadi Medan. BAB (+) normal, BAK (+) normal.
Riwayat Penyakit Dahulu : DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat yang sama
Riwayat Pengobatan : OS belum mengkonsumsi obat apapun sejak timbul keluhan

18
Riwayat Psikososial : Pola makan teratur, merokok dan alkohol disangkal
Riwayat operasi : (-)

Riwayat Menstruasi

1. HPHT : ?/03/2016
2. TTP : ?/12/2016
3. ANC : Bidan 8 X

Riwayat Persalinan

1. Hamil Ini

Pemeriksaan Fisik

STATUS PRESENS

Sensorium : komposmetis Anemis : (-)


TD : 170/110 mmHg Ikterus : (-)
HR : 80x/I Edema : (-)
RR : 20x/I Sianosis : (-)
T : 36,70C Dypsnoe : (-)

STATUS GENERALISATA

Kepala : Mata : Konjungtiva anemis(-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Refleks pupil (+/+), isokor, ka=ki

Leher : Pembesaran KGB (-/-) TVJ R-2 cmH2O

Thorax : SP: vesicular

ST: Ronki (-), wheezing (-)

Abdomen : lihat status obstetri

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema pretibial (+/+)

19
STATUS OBSTETRI

Abdomen : membesar asimetris


TFU : 3 jari di bawah prosesus xipoideus
Teregang : kanan
Terbawah : kepala
Gerak : (+)
His : (-)
DJJ : 144x/i

STATUS GINEKOLOGI

VT : Setelah MgSO4 masuk, cx tertutup

USG TAS

1. Janin tunggal, intrauterin, anak hidup


2. Fetal movement (+) , fetal heart rate (+)
3. BPD (biparietal diameter) 92 mm
4. FL (femur leangth) 71 mm ; AC (abdomen circumfrence) 29,8 cm
5. Plasenta korpus posterior grade III
6. Air ketuban cukup
7. EBW (Estimasi Babe Weight) : 2591 gr
8. Kesan : IUP ( 36 37) minggu + Presentasi Kepala + Anak Hidup

Laboratorium

7 Desember 2016

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil


Hemoglobin 12 mg/dl SGOT/SGPT 19/16 u/l
Hematokrit 36 % D-Dimer 920
Eritrosit 3,9 10^6 l Fibrinogen 671 mg/
Leukosit 11.700 l Proteinuria ++++
Trombosit 151.000 /ml

20
Diagnosis Sementara

PEB + PG + KDR (36-37) minggu + PK + AH

Terapi

1. Pasang infus
2. Pasang Kateter dan pantau UOP
3. Loading dose MgSO4 20% (10cc) bolus perlahan (selama 15 menit)
4. Maintenance dose MgSo4 1gr/jam 40 % (15cc) dalam 500 cc RL 28 gtt/i selama 6 jam.
5. Nifedipine tab 4 x 10 mg (apabila TD 160/110 mmHg, diberikan 10 mg setiap
setengah jam dan dosis maksimal 120 mg/24 jam)

Rencana

1. SC
2. Awasi vital sign dan UOP
3. Konsul Anestesi
4. Konsul perinatologi

Laporan Sectio Caesaria

Tanggal Operasi : 7 Desember 2016, pukul 22.30 WIB


Diagnosa Pra bedah : PEB + PG + KDR (36-37) minggu + PK + AH
Diagnosa Pasca Bedah : Post SC a/I PEB
Tindakan : Seksio sesarea

Uraian Pembedahan

Bayi lahir , BBL 2500 gr, PB 47 cm, Apgar Score 7/8, Anus (+)

1. Dibawah spinal anasthesi, ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter
terpasang dengan baik.
2. Dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik pada lapangan operasi dengan betadine dan
alkohol 70%, lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.
3. Dilakukan insisi pfannensteil mulai dari kutis dan subkutis sepanjang 10cm
4. Dengan menyisipkan pinset anatomis di bawahnya, fasia digunting ke kiri dan kanan
kemudian otot dikuakkan secara tumpul.

21
5. Peritoneum diklem dan dijepit diantaranya kemudian digunting dan dilebarkan ke atas
dan ke bawah, dipasang hack blast.
6. Tampak uterus gravidarum sesuia usia kehamilan, identifikasi SBR dan ligamentum
rotundum.
7. Kemudian plika vesikouterina digunting ke kiri dan ke kanan dibebaskan ke bawah kea
rah blast secukupnya.
8. Selanjutnya dinding uterus diinsisi secara konkaf sampai menembus sub-endometrium
kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan.
9. Dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki dengan BB 2500 gr, PB 47 cm, AS 7/8, dan
anus (+).
10. Tali pusat diklem di dua tempat dan digunting di antaranya.
11. Plasenta dilahirkan secara PTT, kesan : lengkap.
12. Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem kemudian kavum
uteri dibersihkan dengan kassa steril hingga bersih.
13. Kemudian lapisan abdomen dijahit lapis demi lapis mulai dari uterus, peritoneum,
otot, fascia, subkutis, dan kutis.
14. Luka operasi ditutup dengan supratule, kassa steril, dan hipafix.
15. Liang vagina dibersihkan sampai bersih.
16. Keadaan umum ibu post SC stabil.

TERAPI POST SC

1. IVFD RL + oksitosin 10-10-5-5 20 gtt/i


2. IVFD RL + MgSO4 40% (15cc) 28 gtt/i
3. Nifedipine 4x10mg (apabila TD 160/110 mmHg, diberikan 10 mg setiap setengah jam
dan dosis maksimal 120 mg).

4. Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam

5. Inj. Ketorolac 30mg/8 jam

6. Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam

RENCANA

1. Awasi KALA IV : vital sign, kontraksi, dan tanda-tanda perdarahan.

2. Cek darah lengkap 2 jam post operasi.

22
Pemantauan Post SC

Jam ( WIB ) 06.00 06.15 06.30 07.00 07.30


Nadi permenit 85 90 90 88 85
TD ( mmHg ) 150/90 150/90 160/90 160/90 160/100
Pernafasan 24 24 20 22 22
Perdarahan 10 cc 10 cc 10 cc 10 cc 10 cc
Permenit
Kontraksi Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat

FOLLOW UP PASIEN

8 Desember 2016

Hasil Laboratorium 2 jam Post SC

Hb : 11,7 gr/dl N : 12-14 gr/dl

Erytrocyte : 3.820.000 / mm3 N : 4,00-5,40 x 106 / uL

Leukocyte : 15.740/ mm3 N : 4000-11000 /uL

Hematocrit : 35.2 % N : 36,0-42,0 %

Trombocyte : 108.000 / mm3 N : 150.000-440.000 /uL

8 Desember 2016

S Nyeri bekas operasi (+)

O Status Present :

Sensorium : Composmentis Anemis :-

TD : 150 / 110 mmHg Dispnoea :-

HR : 88 x/i Edema :-

23
RR : 20 x/i Ikterik :-

T : 36,7 oC Sianosis :-

Status Lokalisata :

Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (-/-),

sclera ikterik (-/-)

Telinga/ Hidung/ Mulut : dalam batas normal

Paru : SP: vesikuler ; ST: -

Status Obstetrikus :

Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) normal

TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+)

L/O : tertutup verban , kesan: kering

P/V : (-) lochia rubra (+)

BAK : (+) via kateter 50 cc/jam, kuning jernih

BAB : (-) flatus (+)

A Post SC a/i Preeklampsia Berat + NH0

P - IVFD RL + Oxytocin 10-10-5-5 IU 20 gtt/menit


- IVFD RL + MgSO4 40% 15 cc 28 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam


- Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam
- Inj Asam Tranexamat 500mg/ 8 jam (24 jam)
- Tab Nifedipine 4x10mg (apabila TD 160/110 mmHg, diberikan
10 mg setiap setengah jam dan dosis maksimal 120 mg/24 jam)

24
9 Desember 2016

O Status Present :

Sensorium : Composmentis Anemis :-

TD : 150 / 90 mmHg Dispnoea :-

HR : 82 x/i Edema :-

RR : 22 x/i Ikterik :-

T : 36,6 oC Sianosis :-

Status Lokalisata :

Kepala : konjungtiva palpebra pucat (-/-),

sclera ikterik (-/-)

Telinga/ Hidung/ Mulut : dalam batas normal

Paru : SP: vesikuler ; ST: -

Status Obstetrikus :

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) normal

TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+)

L/O : tertutup verban , kesan: kering

P/V : (-) lochia rubra (+)

BAK : (+) via kateter 55 cc/jam, kuning jernih

BAB : (-) flatus (+)

A Post SC a/i Preeklampsia berat + NH1

P - IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

25
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam
- Tab Nifedipine 4x10mg (apabila TD 160/110 mmHg, diberikan
10 mg setiap setengah jam dan dosis maksimal 120 mg/24 jam)
10 Desember 2016

O Status Present :

Sensorium : komposmentis Anemis :-

TD : 120 / 80 mmHg Dispnoea :-

HR : 78 x/I Edema :-

RR : 22 x/i Ikterik :-

T : 37,0 oC Sianosis :-

Status Lokalisata :

Kepala : konjungtiva palpebra pucat (-/-),

sclera ikterik (-/-)

Telinga/ Hidung/ Mulut : dalam batas normal

Paru : SP: vesikuler ; ST: -

Status Obstetrikus :

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) normal

TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+)

L/O : tertutup verban , kesan: kering

P/V : (-) lochia rubra (+)

BAK : (+) via kateter 60cc/ jam, kuning normal

BAB : (-) flatus (+)

26
A Post SC a/i Preeklamsia Berat+ NH2

P Cefadroxil 2x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
Vit. Compleks 2x1
R/ Aff infus
R/ Aff kateter
11 Desember 2016

S -

O Status Present :

Sensorium : Composmentis Anemis :-

TD : 120 / 80 mmHg Dispnoea :-

HR : 76 x/i Edema :-

RR : 20 x/i Ikterik :-

T : 36,9 oC Sianosis :-

Status Lokalisata :

Kepala : konjungtiva palpebra pucat (-/-),

sclera ikterik (-/-)

Telinga/ Hidung/ Mulut : dalam batas normal

Paru : SP: vesikuler ; ST: -

Status Obstetrikus :

Abdomen : Soepel, Peristaltik (+)

TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat

L/O : tertutup verban , kesan kering

P/V : (-) lochia rubra (+)

27
BAK : spontan

BAB : (-) flatus (+)

A Post SC a/i Preeklamsia Berat + NH3

P Cefadroxil 2x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
Vit. Compleks 2x1
R/ PBJ dari Obgyn

28
BAB IV

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS

Sindroma ini terjadi selama kehamilan, dimana Pada pasien ini sindroma
gejala klinis timbul pada kehamilan setelah 20 preeklampsia baru timbul pada
minggu atau segera setelah persalinan. minggu ke 36 kehamilannya.

Faktor risiko Faktor risiko yang di dapatkan pada


pasien:
- Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
- Kehamilan multiple - Nulipara/ kehamilan pertama
- Penyakit yang menyertai kehamilan pada pasangan baru
a. Hipertensi kronik
b. DM
c. Penyakit ginjal kronik
d. Anti phosfolipid syndrome
- IMT 35
- Penyakit vascular dan pembuluh darah
- Usia ibu 40 tahun
- Nulipara/ kehamilan pertama pada
pasangan baru
- Riwayat PE pada ibu dan saudara
perempuan os
- Kehamilan dgn inseminasi donor, sperma,
atau embrio
Gejala Klinis Pada pemeriksaan pertama
saat pasien datang tekanan
Tekanan darah sistolik/diastolik 160/110
darah terukur mencapai
mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali
170/110 mmHg
pemeriksaan.
Proteinuria +4 dari hasil
Proteinuria > 5 gram/24 jam
urinalisis yang dilakukan
nyeri kepala persisten,
Oliguria < 400 ml / 24 jam.
pandangan kabur, nyeri

29
Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 epigastrium dialami oleh
mg/dl. pasien ini
Gangguan visus dan serebral : penurunan
kesadaran, nyeri kepala persisten, skotoma,
dan pandangan kabur.
Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas
abdomen akibat teregangnya kapsula
glisson.
Edema paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangipatik karena
meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
Trombositopenia berat (trombosit <
100.000 mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat)
Oligohidroamnion, pertumbuhan janin
terhambat, dan abrupsio plasenta.
Gangguan fungsi hepar (kerusakan
hepatoselular) : peningkatan kadar alanin
dan aspartate aminotransferase.
Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated
Liver Enzyme, Trombositopenia)

Penatalaksanaan pada kasus Penatalaksanaan yang di berikan:

Penderita preeklamsia berat harus segera - Urin kateter terpasang


masuk rumah sakit untuk rawat inap dan - Infus terpasang
dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri). - Inj. MgSO4 20% 20 cc
Dipasang foley catheter untuk mengukur Bolus
pengeluaran urin. - IVFD RL + MgSO4 40% 15
Pemberian obat anti kejang cc 28 gtt/i
Obat anti kejang yang banyak dipakai di - Nifedipine 4 x 10 mg Jika
Indonesia adalah Magnesium sulfat TD 160/110 mmHg berikan
(MgSO4) Nifedipin 10 mg/30 menit,

30
Cara pemberian : dosis maksimal 120 mg/24
Magnesium sulfat regimen jam
- Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 intravena, (40 %
dalam 10 cc) selama 15 menit.
- Maintenance dose :
Diberikan infus 6 gram dalam
larutan Ringer/6 jam
Pemberian antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan
sistolik 160 mmHg dan atau tekanan
diastolik 110 mmHg.
- Antihipertensi lini pertama
Nifedipine
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi
setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam.

Cara persalinan: Cara persalinan pada kasus dengan


cara seksio sesaria karena:
Sedapat mungkin persalianan diarahkan ke
pervaginam o Setelah pemberian MgSO4
o Penderita belum inpartu; dilakukan vt dan hasilnya cx
Dilakukan induksi persalinan bila skor tertutup
Bishop lebih dari 8 o Os adalah primigravida
Beberapa kekhawatiran, antara lain
serviks yang kurang siap sehingga
induksi persalinan sulit berhasil,
adanya perasaan darurat karena
keparahan preeklampsia, dan perlunya
mengkoordinasikan perawatan
neonatal, mendorong sebagian dokter
untuk menganjurkaan sectio sesarea.
Apabila preeklampsianya ringan tetapi

31
serviks kaku dan tertutup, yang
mengisyaratkan seksio sesarea apabila
kehamilan akan diterminasi, bahaya
seksio sesarea mungkin lebih besar
daripada apabila kehamilan dibiarkan
berlanjut dengan pengawasan ketat
sampai serviks lebih layak untuk
diinduksi.

o Primigravida direkomendsikan
pembedahan caesar
Anastesia: regional anastesi dan
epidural anastesi, tidak dianjurkan
general anastesi

32
BAB V

PERMASALAHAN

1. Sebagai dokter umum, apabila menemukan kasus seperti ini di Puskesmas, apa yang
harus dilakukan dan sampai mana kompetensi dokter umum dalam menangani kasus
Pre-eklampsia berat ?

2. Apakah tindakan penanganan terhadap kasus diatas sudah tepat?

33
30

Anda mungkin juga menyukai