Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak
menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa
dikatakan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos pada ovarium yang jinak.Walaupun
demikian tidak menutup kemungkinan untuk menjadi tumor ganas atau kanker.
Perjalanan penyakit ini sering disebut sillent killer atau secara diam diam
menyebabkan banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah terserang
kista ovarium dan hanya mengetahui pada saat kista sudah dapat teraba dari luar atau
membesar.
Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter anestesi
adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal, tanpa pengaruh
yang berarti akibat proses pembedahan. Pengelolaan jalan nafas menjadi salah satu
bagian yang terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari
obatobatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan
nafas berjalan dengan baik. Salah satu usaha untuk menjaga jalan nafas pasien adalah
dengan melakukan tindakan intubasi endotrakeal, yakni dengan memasukkan suatu
pipa kedalam saluran pernapasan bagian atas. Karena syarat utama yang harus
diperhatikan dalam anestesi umum adalah menjaga agar jalan nafas selalu bebas dan
nafas dapat berjalan dengan lancar serta teratur.
Anestesi umum endotrakeal merupakan teknik anestesia dengan
mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat
anestesia inhalasi dan memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam
trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara
inhalasi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anestesi


Anestesi adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat saraf tertentu yang
bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang. Analgesia adalah
suatu perasaan hilang, tetapi kesadaran tetap dapat berupa lokal atau regional.
Anestesi yang sempurna harus memenuhi 3 syarat (trias Anestesi) yaitu:
a. Hipnotik: tidur, hilang kesadaran
b. Analgetik: hilang perasaan/sakit
c. Relaksansia: relaks, relaksasi otot-otot
Anestesi terbagi atas tiga teknik, yaitu anestesi umum, anestesi regional, dan
anestesi lokal.

2.2 Anestesi Umum


Anestesi umum atau general anestesi merupakan suatu keadaan dimana
hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat
pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversibeL. Anestesi umum dapat
diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular.
Indikasi anestesi umum :
Pada bayi dan anak-anak
Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum lebih disukai oleh ahli
bedah walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal
Operasi besar
Pasien dengan gangguan mental
Pembedahan yang lama
Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan memuaskan
Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah mengalami alergi.

2
2.2.1 Kunjungan anastesi prabedah
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang
sebab-sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi
seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat menyiapkan
pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar. Tujuan utama
kunjungan pra anestesia ialah mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya
operasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Anamnesa
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian
khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas
pasca bedah, sehingga dapat merancang anestesia berikutnya dengan lebih baik
Obat yang kiranya menimbulkan masalah di masa lampau sebaiknya jangan
digunakan ulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya
untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi dan
mengaktifkan kerja silia jalan pernafasan.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar
sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Leher pendek dan kaku akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ
tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan
dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang
sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa

3
perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas
50 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto toraks dan EKG.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi
fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia
tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
- Kelas 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
- Kelas 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
- Kelas 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
- Kelas 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
- Kelas 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
kehidupannya tidak akan lebih dari 24 jam.
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicanrumkan huruf E.
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi lambung dn
kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada pasien-
pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua
pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi
anestesia.
Pada pasien dewasaa umumnya puada 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi
3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia.
Minum air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum, obat air
putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.

4
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia di antaranya:
- Meredakan kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi anestesi
- Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
- Meminimalkan jumlah obat anestetik
- Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
- Mengurangi mual-muntah pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi refleks yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapakn pada situasi yang
tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan
dan menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam
peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika disertai nyeri karena
penyakitnya dapat diberikan opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk
meminimalkan kejadian di atas dapat diberikan antagonis reseptr H2 histamin
misalnya oral simetidin 600 mg atau oral ranitidin 150 mg 1-2 Jm sebelum jadwal
operasi.
Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi
suntikan intramuskular untuk dewasa domperidon 2,5-5 g atau ondansetron 2-4 mg.
Obat-obat premedikasi yang sering digunakan:
Sulfas atropine
- Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg
- Merupakan golongan parasimpatolitik dengan cara kerja berkompetisi dengan
asetilkolin pada ujung-ujung saraf yang mempersarafi organ-organ post
ganglion kolinergik

5
- Efek terhadap SSP: dosis biasa merangsang pusat pernafasan di otak. Dosis
tinggi mendpresi pusat pernafasan.
- Efek terhadap saluran pernafasan: mencegah terjadi spasme bronkus dan
mengurangi sekresi saluran nafas atas.
- Efek terhadap kardiovaskular: takikardi dan vasodilatasi pembuluh darah
perifer.
- Efek terhadap istem pencernaan: menurunkan tonus usus.
- Efek lain: mengurangi sekresi kelenjar tubuh, menaikkan suhu tubuh, relaksasi
bronkus, dan bersifat vagotonik.
Valium
- Merupakan obat golongan transquilizer (obat penenang) dengan dosis 0,2-0,6
mg/kgBB
- Sebagai sedativa, amnesia, penenang, relaksasi otot, hipnotik kuat, analgesia
kurang, dan tidak mempengaruhi pernafasan. Efek lain adalah tromboflebitis
dan sakit pada daerah suntikan.
Pethidine
- Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB
- Efek farmakologi yakni sebagai analgetik 1/10 dari morfin terutma terhadap
otot polos), bersifat sedative (rasa ngantuk), mendepresi pusat pernafasan,
menaikkan tekanan CSF, menimbulkan vasodilatasi, pupil mengecil, dan mulut
kering.
- Efek lain adalah urtikaria pada daerah suntikan dan bisa menimbulkan
ketagihan.

2.2.1 Induksi anastesi


Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi
anestesia dapat dikerjakan dengan acara intravena, inhalasi, intramuskular, dan rektal.

6
Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan
pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai
induksi anestesia, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan,
sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih
baik.
Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS:
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah
atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun
dengan balon (cuffed).
A = Airway
Pipa mulut-faring (guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-
tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas.
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.
S = Suction
Penyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya.

7
Obat-obat yang sering digunakan dalam anestesi umum adalah:

Obat anestesia inhalasi

- N2O

N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak iritasi,
tak terbakar, dan pemberian anestesia dengan N2O harus disertai oksigen minimal
25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir anestesia
setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga
terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari
terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.

- Halotan

Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas, maka
sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N 2O. Halotan
merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan
tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah
anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol% dan
pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan klinis
pasien.

- Isofluran

Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan
pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam
kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk
mempercepat induksi.Tanda untuk mengamati kedalaman anestesia adalah
penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi
denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap oksigen, tetapi
meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.

- Desfluran

8
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah
singkat atau bedah rawat jalan.Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan
batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi.
Desfluran bersifat kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17
kali lebih poten dibanding N2O.

- Sevofluran

Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin.


Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat
untuk induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa.
Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat
dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
napas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi disamping halotan.
Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh.

Obat anestesia intravena

- Hipnosis

Golongan barbiturat (pentotal)

Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya
cepat (30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat
kerjanya habis, seperti zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan
kehilangan kesadaran dengan jalan memblok kontrol brainstem.

Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai
induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian
15-20 detik (untuk orang dewasa).
Benzodiazepin

9
Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat
toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman
yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.
Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai
premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring
anestesi. Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan
meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter
penghambat. Dosis : Diazepam untuk induksi 0,2 0,6 mg/kg IV, midazolam
untuk induksi : 0,15 0,45 mg/kg IV.
Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Efek anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran
dan neurotransmitter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-
aspartat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah
untuk sistem viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,
bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Dosis ketamin adalah 1-2
mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM.
Anestesia dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada
15 detik pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai
anestesia disosiatif. Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa
dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi, gerakan-gerakan tungkai spontan,
peningkatan tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit,
analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung sampai
1-2 jam.

10
- Analgetik
Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif,
yakni tidak begitu mempengaharui unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa
getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran; bahkan persepsi nyeri pun
tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi.
Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme; (1) morfin
meninggikan ambang rangsang nyeri; (2) morfin dapat mempengaharui
emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks serebri
pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus; (3)
morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri
meningkat.
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah
0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan
dapat diulang sesuai yamg diperlukan.
Fentanil
Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid sintetik
dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor . Fentanyl
banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak
analgesia lebih singkat, efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang
diberikan secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular.
Meridipin
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa
keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih
pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan
analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk menimbulkan
analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin kurang karena
menyebabkan depresi nafas pada janin.

11
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25
mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian
besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan
anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)
- Pelumpuh otot depolarisasi
Pelumpuh otot depolarisasi (nokompetitif, leptokurare) bekerja seperti
asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga
cukup lama berada di celah sipnatik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai
oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Yang termasuk golongan ini
adalah suksinilkolin dan dekametonium.
Di dalam vena suksinil-kolinn dimetabolisir oleh kolin-esterase-plasma,
pseudo-kolin-esterase, menjadi suksinil-monokolin. Obat anti kolinesterase
(prostigmin) dikontraindikasikan, karena menghambat kerja
pseudokolinesterase.
- Pelumpuh otot non-depolarisasi
Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik,
tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin
menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.
Tabel 2.1 Obat pelumpuh otot
Dosis (mg/kgBB) Durasi (menit)
Long acting
1. D-tubokurarin 0,4-0,6 30-60
2. Pankuronium 0,08-0,12 30-60
3. Metakurin 0,2-0,4 40-60
4. Pipekuronium 0,05-0,12 40-60
5. Doksakurium 0,02-0,08 45-60
6. Alkurium 0,15-0,3 40-60
Intermediate acting
1. Gallamin 4-6 30-60
2. Atrakurium 0,5-0,6 20-45
3. Vekuronium 0,1-0,2 25-45

12
4. Rokuronium 0,6-1,2 30-60
5. Cistacuronium 0,15-0,2 30-45
Short acting
1. Mivakurium 0,2-0,25 10-15
2. Ropacuronium 1,5-2 15-30

Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:


Cegukan (hiccup)
Dinding perut kaku
Ada tahanan pada inflasi paru

2.3 Intubasi Endotrakeal


2.3.1 Definisi
Intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari
portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu memberikan
anestesi secara inhalasi.

2.3.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal adalah untuk membersihkan
saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten,
mencegah aspirasi serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi
bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakeal adalah :

Mempermudah pemberian anesthesia.


Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernapasan.
Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung ( pada keadaan tidak
sadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk ).
Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial.

13
Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
Mengatasi obstruksi laring akut.

2.3.3 Indikasi
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakeal menurut Gisele tahun 2002
antara lain :
Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat yang tidak dapat dikoreksi
dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.
Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau
sebagai bronchial toilet.
Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang
gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
Trakeostomi.
Pada pasien dengan fiksasi vocal cord.

2.3.4 Penilaian pra intubasi endotrakeal


Penilaian saluran nafas merupakan langkah awal agar sukses dalam
melakukan manajemen saluran nafas. Beberapa manuver dapat dilakukan untuk
menilai kesulitan saat melakukan tindakan intubasi endotrakhea. Untuk menghindari
mortalitas dan morbiditas, seorang ahli anastesi haruslah dapat melakukan ventilasi
(dengan atau tanpa intubasi)1. Penilaian tersebut antara lain:
Pembukaan mulut : pada dewasa diharapkan jarak antara gigi seri atas dan bawah
3 cm atau lebih
Tes menggigit bibir atas : gigi bagian bawah diletakkan didepan gigi atas, hal ini
untuk menilai pergerakan dari sendi temporomandibula

14
Klasifikasi Mallampati : merupakan tes yang sering dilakukan untuk memeriksa
ukuran lidah didalam rongga mulut. Semakin besar lidah menghalangi pandangan
terhadap struktur faring, maka kemungkinan kesulitan intubasi akan semakin besar
Jarak Thyromental : jarak antara mental dan superior thyroid notch diharapkan
lebih dari 3 jari
Lingkar leher : lingkar leher lebih dari 27 inchi diduga akan kesulitan dalam
visualisasi glotis.
Klasifikasi Mallampati
Kelas I : palatum molle (soft palate), tenggorokan, uvula, dan pilar tonsil dapat
terlihat
Kelas II : palatum molle, tenggorokan dan uvula dapat terlihat
Kelas III : palatum molle dan dasar dari uvula dapat terlihat
Kelas IV : palatum molle tidak dapat terlihat

2.3.5 Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal


Laringoskop
Intubasi endotrakhea biasanya dilakukan dengan menggunakan laringoskop rigid.
Penggunaan laringoskop rigid disukai karena kemudahannya, tingkat kesuksesan
yang tinggi, dan dapat memberikan visualisasi yang baik34. Selain itu laringoskop
dapat juga dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan pada laring1,33. Gagang
(handle) dari laringoskop rigid biasanya berisi baterai untuk menghidupkan bola
lampu (bulb) yang terdapat pada ujung bilah (blade), ataupun pada ujung dari
gagang tersebut1,34. Bilah yang sering digunakan pada laringskop adalah bilah
Macintosh dan bilah Miller.
Bilah Macintosh adalah bilah yang lengkung yang ujungnya diletakkan pada
vallecula (ruang antara dasar lidah dan epiglotis). Bilah Macintosh memberikan
visualisasi yang cukup baik terhadap orofaring dan hipofaring, dan juga dapat
memberikan ruang yang cukup untuk masuknya pipa endotrakhea dengan

15
kemungkinan yang kecil terjadinya trauma pada epiglotis. Ukuran bilah ini dibuat
dari mulai bilah no.1 sampai no.4, dimana kebanyakan orang dewasa memakai
bilah no. 3.31,33 Bilah Miller adalah bilah yang lurus yang ujungnya diletakkan di
bawah epiglotis. Dengan bilah ini, epiglotis dapat diangkat untuk bisa melihat
vocal cords. Bilah Miller memberikan paparan yang baik terhadap glotis, namun
memberikan ruang yang lebih kecil untuk bisa melewati orofaring dan hipofaring.
Ukuran bilah ini dibuat dari bilah no. 1 sampai no. 4, dimana kebanyakan orang
dewasa memakai bilah no. 2 ataupun no. 3.

Gambar 2.1 Laringoskop

16
Selain itu, masih banyak bentuk modifikasi tertentu dari laringoskop (misalnya
Bullard, Upsher, Wu) dan juga bilah laringoskop (misalnya McCoy, Siker) yang
bisa digunakan untuk melakukan intubasi endotrakhea pada kondisi yang sulit
ataupun pada kondisi yang lain dari biasanya. Karena tidak ada bilah yang cocok
untuk segala situasi, maka setiap ahli anastesi haruslah terbiasa dengan berbagai
macam bentuk bilah.
Pipa Endotrakea
Pipa endotrakhea (Endotracheal Tube/ETT) biasanya terbuat dari polyvinyl
chloride (PVC). Panjang dari ETT diberi tanda dalam satuan centimeters.
Sedangkan ukuran diameter dalam (ID) dari ETT dalam satuan millimeters atau
bisa juga dengan skala French (diameter luar ETT dalam satuan millimeters dikali
tiga).
Tahanan terhadap aliran udara, utamanya bergantung pada diameter dari ETT,
namun dapat juga dipengaruhi oleh panjang dari ETT dan kelengkungannya.
Pilihan diameter yang dipakai adalah dengan memperhitungkan antara penggunaan
ukuran ETT yang besar agar aliran udara lebih maksimal, atau menggunakan ETT
dengan ukuran yang lebih kecil agar mengurangi resiko trauma pada saluran nafas.
Pada kebanyakan kasus, ETT yang digunakan pada wanita adalah ETT dengan
diameter internal 7.0 mm atau 7.5 mm, dan pada pria digunakan ETT dengan
diameter internal 8.0 mm.
ETT pada dewasa biasanya memiliki valve pada sistem inflasi cuff, balon pilot,
selang inflasi dan cuff. Valve berfungsi untuk mencegah keluarnya udara inflasi
pada cuff. Balon pilot berguna untuk memperkirakan tekanan yang ada pada cuff.
Selang inflasi menghubungkan valve dengan cuff. Dengan dikembangkannya cuff,
maka terjadilah tracheal seal. Dan dengan adanya tracheal seal tersebut, akan
mencegah terjadinya aspirasi dan akan memudahkan untuk memberikan ventilasi
tekanan positif.

17
Terdapat dua macam cuff pada ETT: high pressure (low volume), dan low pressure
(high volume). ETT cuff yang high pressure sering menyebabkan iskemik pada
mukosa trakhea dan kurang sesuai bila digunakan untuk intubasi jangka lama. ETT
cuff yang low pressure sering menyebabkan aspirasi, ekstubasi spontan, dan sore
throat oleh karena daerah mukosa yang kontak dengan cuff lebih luas. Namun,
karena insidensi yang rendah terjadinya iskemik pada mukosa trakhea maka ETT
cuff yang low pressure lebih sering digunakan.

Gambar 2.2 Pipa Endotrakeal

Tabel 2.2 Ukuran Pipa Endotrakeal

18
2.3.6 Persiapan dan cara intubasi endotrakeal
Posisi pasien untuk tindakan intubasi yang benar adalah leher dalam
keadaan fleksi ringan, sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai
Sniffing in the air position. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala
dan leher.

19
Gambar 2.3 Sniffing position
Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alatalat dan
memposisikan pasien. ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT
sebaiknya dites terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika menggunakan stylet
sebaiknya dimasukkan ke ETT.
Berhasilnya intubasi sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien harus
setentang dengan pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah
ketegangan pinggang selama laringoskopi. Persiapan untuk induksi dan intubasi juga
melibatkan preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan nafas yang dalam dengan oksig
en 100 %. Persiapan untuk intubasi antara lain:
Jalur intravena yang adekuat
Obatobatan yang tepat untuk induksi dan relaksasi otot
Pastikan alat suction tersedia dan berfungsi
Peralatan yang tepat untuk laringoskopi termasuk laryngoskop dengan
blade yang tepat, ETT dengan ukuran yang diinginkan, jelly, dan stylet
Pastikan lampu laringoskop hidup dan berfungsi serta cuff ETT berfungsi

20
Sumber oksigen, sungkup dengan ukuran yang tepat, ambu bag dan sirkuit anestesi
yang berfungsi
Monitor pasien termasuk elektrokardiografi, pulse oksimeter dan
tekanan darah noninvasive
Tempatkan pasien pada posisi Sniffing Position selama tidak ada
kontraindikasi
Alatalat untuk ventilasi
Alat monitoring karbon dioksida untuk memastikan ETT dalam posisi yang tepat.
Cara intubasi endotrakeal pertama sekali mulut pasien dibuka dengan tangan
kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop
dimasukkan dari sudut kanan dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop
didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan
akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan
tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang
tampak keputihan berbentuk huruf V. Jeratan bibir antara gigi dan blade laringoskop
sebaiknya dicegah. Tracheal tube diambil dengan tangan kanan dan
ujungnya dimasukkan melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita
suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring
ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan
jelas. Bila mengganggu, stylet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan
dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa
dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan
plester.
Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,
dilakukan auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri
sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi
intubasi endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat tandatanda berupa suara
nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadangkadang timbul suara

21
wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada
ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama.
Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrium ata
gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang
kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin
membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali
setelah diberikan oksigenasi yang cukup.

2.3.7 Komplikasi
Komplikasi dari tindakan laringoskopi dan intubasi berupa hipoksia,
hiperkarbi, trauma pada gigi dan saluran nafas, munculnya respon fisiologis akibat
dari instrumentasi pada saluran nafas, ataupun malfungsi dari ETT. Komplikasi-
komplikasi tersebut dapat terjadi saat dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi,
saat ETT sudah terpasang, ataupun setelah tindakan ekstubasi (komplikasi segera
ataupun lambat).
Saat dilakukan laringoskopi dan intubasi
Trauma pada jaringan lunak gigi dan mulut Disritmia jantung
Hipertensi sistemik dan takikardi Iskemik miokard
Aspirasi cairan lambung
Saat ETT terpasang
Obtruksi ETT Barotrauma paru
Intubasi bronkus Distensi gaster
Intubasi esophagus Terlepas dari mesin anastesi
ETT bocor Iskemik mukosa trakhea

Ekstubasi tanpa sengaja


Komplikasi segera dan komplikasi lambat setelah ekstubasi
Spasme Laring

22
Aspirasi cairan lambung
Faringitis (sore throath)
Laringitis Edema laring atau edema subglotis
Ulkus pada laring
Stenosis trakhea
Kelumpuhan vocal cord
Dislokasi tulang rawan arytenoid

2.3.8 Respon fisiologis akibat instrumentasi saluran nafas


Telah diketahui bahwa laringoskopi dan intubasi endotrakhea akan
menyebabkan munculnya respon simpatis yang akan melepaskan katekolamin, dan
akhirnya akan menimbulkan perubahan hemodinamik berupa hipertensi dan takikardi.
Peningkatan hemodinamik tersebut dapat dikurangi dengan pemberian intravena
lidokain, opioid, -blocker, ataupun dengan mendalamkan anastesi inhalasi sebelum
melakukan tindakan laringoskopi. Obat-obat hipotensif seperti sodium nitroprusside,
nitrogliserin, esmolol dan nikardipin juga efektif untuk mengurangi respon hipertensi
akibat laringoskopi dan intubasi.
Spasme laring merupakan spasme involunter otot-otot laring akibat
perangsangan sensoris dari nervus laringeal superior. Laringospasme dapat muncul
oleh karena adanya cairan pada faring, ataupun karena ETT melewati laring saat
ekstubasi. Spasme laring biasanya bisa dicegah dengan cara melakukan ekstubasi
dalam, ataupun ekstubasi sadar penuh. Penanganan pada spasme laring adalah dengan
memberikan ventilasi tekanan posistif dengan menggunakan oksigen 100%, atau
dengan memberikan lidokain (1-1.5mg/kgBB). Jika spasme laring masih menetap dan
terjadi hipoksia, diberikan suksinilkolin dosis kecil (0.25-0.5 mg/kgBB) dan dapat
ditambahkan propofol dosis kecil untuk relaksasi dari otot-otot laring sehingga dapat
melakukan kontrol ventilasi.1 Spasme bronkus juga merupakan reflek akibat intubasi
yang sering terjadi pada pasien penderita asma. Terjadinya spasme bronkus juga dapat
menjadi petunjuk terjadinya intubasi bronkus.

23
2.5 Kista Ovarium
2.5.1 Definisi
Kista ovarium adalah suatu kantong berisi cairan seperti balon berisi air yang
terdapat di ovarium. Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik
dan non neoplastik.Dalam kehamilan tumor ovarium yang paling sering dijumpai
ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Kista ovarium adalah tumor jinak
yang diduga timbul dari bagian ovum yang normalnya menghilang saat menstruasi,
asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel-sel embrional yang tidak
berdierensiasi, kista ini tumbuh lambat dan ditemukan selama pembedahan yang
mengandung material sebasea kental berwarna kuning yang timbul dari lapisan kulit.

2.5.2 Jenis dan Karakter Kista


Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu nonneoplastik dan
neoplastik. Kista nonneoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri
setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi,
namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya.
Kista ovarium neoplastik jinak diantaranya:
Kistoma Ovarii Simpleks
Kistoma ovarii simpleks merupakan kista yang permukaannya rata dan halus,
biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista
tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning. Penatalaksanaan
dengan pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.

Kistadenoma Ovarii Musinosum


Bentuk kista multilokular dan biasanya unilateral, dapat tumbuh menjadi sangat
besar.Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif
sehingga timbul perleketan kista denganomentum, usus-usus, dan peritoneum

24
parietale.Selain itu, bisa terjadi ileus karena perleketan dan produksi musin yang
terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan dengan
pengangkatan kista in tito tanpa pungsi terlebih dulu dengan atau tanpa salpingo-
ooforektomi tergantung besarnya kista.
Kistadenoma Ovarii Serosum
Kista ini berasal dari epitel germinativum.Bentuk kista umumnya unilokular, tapi
jika multilokular perlu dicurigai adanya keganasan.Kista ini dapat membesar,
tetapi tidak sebesar kista musinosum. Selain teraba massaintraabdominal juga
dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama dengan kistadenoma ovarii
musinosum.
Kista Dermoid
Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan
entoderm.Bentuk cairan kista ini seperti mentega. Kandungannya tidak hanya
berupa cairan tapi juga ada partikel lain seperti rambut, gigi, tulang, atau sisa-sisa
kulit. Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik
kenyaldan sebagian lagi padat.Dapat menjadi ganas, seperti karsinoma
epidermoid. Kista ini diduga berasal dari sel telur melalui proses parthenogenesis.
Gambaran klinis adalah nyeri mendadak di perut bagian bawah karena torsi
tangkai kista dermoid.Dinding kista dapat ruptur sehingga isi kista keluar di
rongga peritoneum.Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista dermoid bersama
seluruh ovarium.

Kista nonneoplastik terdiri dari:


Kista Folikel
Kista ini berasal dari Folikel de Graaf yang tidak sampai berovulasi, namun
tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang setelah

25
tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim,
melainkan membesar menjadi kista. Bisa didapati satu kista atau lebih, dan
besarnya biasanya dengan diameter 1 1,5 cm. Kista folikel ini bisa menjadi
sebesar jeruk nipis. Bagian dalam dinding kista yang tipis yang terdiri atas
beberapa lapisan sel granulosa, akan tetapi karena tekanan di dalam kista, maka
terjadilah atrofi pada lapisan ini. Cairan dalam kista berwarna jernih dan sering
kali mengandung estrogen.Oleh sebab itu, kista kadang-kadang dapat
menyebabkan gangguan haid.Kista folikel lambat laun dapat mengecil dan
menghilang spontan, atau bisa terjadi ruptur dan kista pun menghilang. Umumnya,
jika diameter kista tidak lebih dari 5 cm, maka dapat ditunggu dahulu karena kista
folikel biasanya dalam waktu 2 bulan akan menghilang sendiri.

Kista Korpus Luteum


Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus
albikans.Kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus luteum
persistens), perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya
kista, berisi cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua.Frekuensi kista
korpus luteum lebih jarang dari pada kista folikel.Dinding kista terdiri atas lapisan
berwarna kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel teka.Kista
korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa amenorea diikuti oleh
perdarahan tidak teratur.Adanya kista dapat pula menyebabkan rasa berat di perut
bagian bawah dan perdarahan yang berulang dalam kista dapat menyebabkan
ruptur.Rasa nyeri di dalam perut yang mendadak dengan adanya amenorea sering
menimbulkan kesulitan dalam diagnosis diferensial dengan kehamilan ektopik
yang terganggu.Jika dilakukan operasi, gambaran yang khas kista korpus luteum
memudahkan pembuatan diagnosis. Penanganan kista korpus luteum ialah
menunggu sampai kista hilang sendiri. Dalam hal dilakukan operasi atas dugaan

26
kehamilan ektopik terganggu, kista korpus luteum diangkat tanpa mengorbankan
ovarium.
Kista Lutein
Pada mola hidatidosa, koriokarsinoma, dan kadang-kadang tanpa adanya kelainan
tersebut, ovarium dapat membesar dan menjadi kistik.Kista biasanya bilateral dan
bisa menjadi sebesar ukuran tinju.Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat
luteinisasi sel-sel teka. Sel-sel granulosa dapat pula menunjukkan luteinisasi, akan
tetapi seringkali sel-sel menghilang karena atresia. Tumbuhnya kista ini ialah
akibat pengaruh hormon koriogonadotropin yang berlebihan, dan dengan
hilangnya mola atau koriokarsinoma, ovarium mengecil spontan.
Kista Inklusi Germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari epitel
germinativum pada permukaan ovarium.Kista ini lebih banyak terdapat pada
wanita yang lanjut umurnya, dan besarnya jarang melebihi diameter 1 cm. Kista
ini biasanya secara kebetulan ditemukan pada pemeriksaan histologik ovarium
yang diangkat waktu operasi.Kista terletak di bawah permukaan ovarium,
dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel kubik atau torak rendah, dan isinya
cairan jernih dan serus.
Kista Endometriosis
Kista yang terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip dengan selaput
dinding rahim yang tumbuh di luar rahim) menempel di ovarium dan berkembang
menjadi kista.Kista ini sering disebut juga sebagai kista coklat endometriosis
karena berisi darah coklat-kemerahan.Kista ini berhubungan dengan penyakit
endometriosis yang menimbulkan nyeri haid dan nyeri senggama.Kista ini berasal
dari sel-sel selaput perut yang disebut peritoneum.Penyebabnya bisa karena infeksi
kandungan menahun, misalnya keputihan yang tidak ditangani sehingga kuman-
kumannya masuk kedalam selaput perut melalui saluran indung telur.Infeksi
tersebut melemahkan daya tahan selaput perut, sehingga mudah terserang

27
penyakit.Gejala kista ini sangat khas karena berkaitan dengan haid. Seperti
diketahui, saat haid tidak semua darah akan tumpah dari rongga rahim ke liang
vagina, tapi ada yang memercik ke rongga perut. Kondisi ini merangsang sel-sel
rusak yang ada di selaput perut mengidap penyakit baru yang dikenal dengan
endometriosis.Karena sifat penyusupannya yang perlahan, endometriosis sering
disebut kanker jinak.
Kista Stein-Leventhal
Ovarium tampak pucat, membesar 2 sampai 3 kali, polikistik, dan permukaannya
licin.Kapsul ovarium menebal. Kelainan ini terkenal dengan nama sindrom Stein-
Leventhal dan kiranya disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal.
Umumnya pada penderita terhadap gangguan ovulasi, oleh karena endometrium
hanya dipengaruhi oleh estrogen, hiperplasia endometrii sering ditemukan.

2.5.3 Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit kista Ovarium belum diketahui secara
pasti.Akan tetapi salah satu pemicunya adalah faktor hormonal.Penyebab terjadinya
kista ovarium ini dipengaruhi oleh banyak factor yang saling berhubungan. Beberapa
faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kista ovarium adalah:
Gangguan pembentukan hormone
Kista ovarium disebabkan oleh 2 gangguan (pembentukan) hormon yaitu pada
mekanisme umpanbalik ovarium dan hipotalamus. Estrogen merupakan sekresi
yang berperan sebagai respon hipersekresi folikel stimulasi hormon. Dalam
menggunakan obat- obatan yang merangsang pada ovulasi atau misalkan pola
hidup yang tidak sehat itu bisa menyebabkan suatu hormone yang pada akhirnya
dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormone. Gangguan keseimbangan
hormon dapat berupa peningkatan hormon Luteinizing Hormon (LH) yang
menetap sehingga dapat menyebabkan ganguan ovulasi.
Memiliki Riwayat kista ovarium atau keluarga memiliki riwayat kista ovarium.

28
Penderita kanker payudara yang pernah menjalani kemoterapi (tamoxifen)
Tamoxifen dapat menyebabkan kista ovarium fungsional jinak yang biasanya
menyelesaikan penghentian pengobatan tersebut.
Pada pengobatan infertilitas
Pasien dirawat karena infertilitas dengan induksi ovulasi dengan gonadotropin atau
agen lainnya , seperti clomiphene citrate atau letrozole , dapat mengembangkan
kista sebagai bagian dari sindrom hiperstimulasi ovarium.
Gaya hidup yang tidak sehat
Gaya hidup yang tidak sehat dapat memicu terjadinya penyakit kista
ovarium.Risiko kista ovarium fungsional meningkat dengan merokok ,risiko dari
merokok mungkin meningkat lebih lanjut dengan indeks massa tubuh
menurun.Selain dikarenakan merokok pola makan yang tidak sehat seperti
konsumsi tinggi lemak, rendah serat, konsumsi zat tambahan pada makanan,
konsumsi alcohol dapat juga meningkatka risiko penderita kista ovarium.Pada
wanita yang sudah menopause kista fungsional tidak terbentuk karena menurunnya
aktivitas indung telur.
Gangguan siklus Haid
Gangguan siklus haid yang sangat pendek atau lebih panjang harus diwaspadai.
Menstuasi di usia dini yaitu 11 tahun atau lebih muda merupakan faktor resiko
berkembangnya kista ovarium, wanita dengan siklus haid tidak teratur juga
merupakan faktor resiko kista ovarium.
Pemakaian alat kontrasepsi hormonal
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal juga merupakan faktor resiko
kista ovarium, yaitu pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal
berupa implant, akan tetapi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi
hormonal berupa pil cenderung mengurangi resiko untuk terkena kista ovarium.

2.5.4 Gejala Kista Ovarium

29
Gejala yang sering timbul pada kista ovarium adalah perut terasa penuh, berat
dan kembung, tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil), siklus
menstruasi tidak teratur dan sering nyeri, nyeri panggul yang menetap atau kambuhan
yang dapat menyebar ke punggung bawah dan paha, nyeri senggama, mual, ingin
muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil, luas permukaan
dinding endometrium menebal,dan pembengkakan tungkai bawah yang tidak disertai
rasa sakit. Kadang-kadang kista dapat memutar pada pangkalnya, mengalami infark
dan robek, sehingga menyebabkan nyeri tekan perut bagian bawah yang akut
sehingga memerlukan penanganan kesehatan segera.

2.5.5 Diagnosa
Penegakan diagnose dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan dibantu dengan
pemeriksaan lanjutan yang berguna untuk mengetahui apakah sebuah kista berasal
dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat kista. Pemeriksaannya
berupa pemeriksaan gnekologis, ultrasonografi yaitu dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan letak dan batas kista, apakah kista berasal dari uterus, ovarium, atau
kandung kencing, apakah kista kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara
cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak. Foto Rontgen yaitu
pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada
kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi dalam kista. Parasentesis yaitu
pungsi asites berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu diperhatikan bahwa
tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding
kista tertusuk.

2.5.6 Penatalaksanaan Medis


Apabila kista sudah terlanjur tumbuh dan didiagnosa sebagai kista ovarium
yang berbahaya, biasanya tindakan medis perlu dilakukan. Operasi pengangkatan
biasanya akan dilakukan untuk mencegah kista ovarium tumbuh lebih besar.

30
Penyembuhan dari kista juga tergantung pada jenisnya masing-masing.Kista ovarium
neoplastik memerlukan operasi dan kista nonneoplastik tidak. Jika menghadapi kista
yang tidak memberi gejala atau keluhan pada penderita dan yang besar kistanya tidak
melebihi jeruk nipis dengan diameter kurang dari 5 cm, kemungkinan besar kista
tersebut adalah kista folikel atau kista korpus luteum, jadi merupakan kista
nonneoplastik. Tidak jarang kista-kista tersebut mengalami pengecilan secara spontan
dan menghilang, sehingga pada pemeriksaan ulangan setelah beberapa minggu dapat
ditemukan ovarium yang kira-kira besarnya normal.
Oleh sebab itu, dalam hal ini perlu menunggu selama 2 sampai 3 bulan,
sementara mengadakan pemeriksaan ginekologik berulang. Jika selama waktu
observasi dilihat peningkatan dalam pertumbuhan kista tersebut, maka dapat
mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar kista itu bersifat neoplastik, dan
dapat dipertimbangkan satu pengobatan operatif. Tindakan operasi pada kista
ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan kista dengan mengadakan
reseksi pada bagian ovarium yang mengandung kista.Akan tetapi, jika kistanya besar
atau ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan
pengangkatan tuba (salpingo-ooforektomi).
Pada saat operasi kedua ovarium harus diperiksa untuk mengetahui apakah
ditemukan pada satu atau pada dua ovarium.Pada operasi kista ovarium yang
diangkat harus segera dibuka, untuk mengetahui apakah ada keganasan atau
tidak.Jika keadaan meragukan, perlu pada waktu operasi dilakukan pemeriksaan
sediaan yang dibekukan (frozen section) oleh seorang ahli patologi anatomik untuk
mendapatkan kepastian apakah kista ganas atau tidak.
Jika terdapat keganasan, operasi yang tepat ialah histerektomi dan salpingo-
ooforektomi bilateral.Akan tetapi, wanita muda yang masih ingin mendapat
keturunan dan tingkat keganasan kista yang rendah (misalnya kista sel granulosa),
dapat dipertanggung-jawabkan untuk mengambil resiko dengan melakukan operasi
yang tidak seberapa radikal. Terapi bergantung pada ukuran dan konsistensi kista dan
penampakannya pada pemeriksaan ultrasonografi.Mungkin dapat diamati kista

31
ovarium berdiameter kurang dari 80 mm, dan skening diulang untuk melihat apakah
kista membesar.Jika diputuskan untuk dilakukan terapi, dapat dilakukan aspirasi kista
atau kistektomi ovarium.
Kista yang terdapat pada wanita hamil, yang berukuran >80 mm dengan
dinding tebal atau semisolid memerlukan pembedahan, setelah kehamilan minggu ke
12.Kista yang dideteksi setelah kehamilan minggu ke 30 mungkin sulit dikeluarkan
lewatpembedahan dan dapat terjadi persalinan prematur.Keputusan untuk melakukan
operasi hanya dapat dibuat setelah mendapatkan pertimbangan yang cermat dengan
melibatkan pasien dan pasangannya. Jika kista menimbulkan obstruksi jalan lahir dan
tidak dapat digerakkan secara digital, harus dilakukan seksio sesaria dan kistektomi
ovarium.

2.5.7 Komplikasi
1. Perdarahan ke dalam kista
2. `Infeksi pada kista
3. Torsio ( Putaran tangkai )
4. Perubahan keganasan
5. Robek dinding kista

BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS ORANG SAKIT

32
ANAMNESA PRIBADI
Nama :
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa
Tanggal masuk: 01
No. RM : 01.

ANAMNESA PENYAKIT
KU : Benjolan di perut
Telaah :
Hal ini dialami oleh os sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya sebesar kepalan tangan
dan semakin lama semakin membesar sebesar kepala orang dewasa. Nyeri dijumpai.
Nyeri bersifat hilang timbul. Riwayat perut dikusuk tidak dijumpai. Riwayat keluar
darah di luar siklus haid dijumpai. Riwayat haid memanjang tidak dijumpai. Riwayat
nyeri haid tidak dijumpai. Riwayat keputihan tidak dijumpai. Riwayat penurunan
berat badan dijumpai. Riwayat penurunan nafsu makan dijumpai. Riwayat BAK dan
BAB (+) normal.

STATUS PRESENTS
Sensorium : Compos Mentis
Tek. Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernapasan : 20 x/i
Suhu : 36,90 C

33
PEMERIKSAAN FISIK
B1: Airway: Clear
Frekuensi Pernafasan: 20x/i
Suara Pernafasan: Vesikular
Suara Tambahan: -
B2: Akral: Hangat
Tekanan darah: 110/80 mmHg
Frekuensi nadi: 80x/i
T/V: cukup
B3: Sensorium: Composmentis
GCS: 15
Pupil: RC +/+, bentuk bulat, isokor +/+
B4: Abdomen: perut tampak membesar, teraba massa
Peristaltik: (+) normal
Mual: tidak dijumpai
Muntah: tidak dijumpai
B5: Urine: (+)
Volume: cukup
Warna: kuning jernih
B6: Fraktur: tidak dijumpai
Luka: tidak dijumpai
Edema: tidak dijumpai

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb/Ht/L/Tr: 10/30,2/17.480/324.000
SGOT/SGPT: 9,90/5,29
Bil. Total/ Bil. Direct: 0,40/0,09
PT/INR/APTT: 13,9 (c:15)/1,14/30,3 (c:33)
Ureum: 12,14

34
Creatinin: 0,62
KGD ad random: 89,81
Na/K/Cl: 143/4,10/112
Albumin: 3,4

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorax: Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo
EKG: Sinus rhytm (low risk)
CT-Scan Upper Lower Abdomen: Ovarial tumor permagna
USG ginekologi: Kista ovarium dextra permagna tampak ganas

PS ASA: 1

DIAGNOSA
Kista ovarium dextra suspect malignancy

RENCANA
TAH-BSO/GA-ETT

Persiapan Pasien
- Pasien puasa sejak pukul 00.00
- Pemasangan infus cairan RL pada dorsum manus dextra

35
Persiapan Alat
- Meja operasi dan perangkat operasi
- Stetoskop - Laringoskop
- Tensimeter - ETT no. 7
- Suction set - Infus set
- Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc - Abocath no. 18

Obat yang dipakai


- Premedikasi midazolam 3 mg dan fentanyl 30 mcg
- Medikasi
o Propofol 100 mg
o Rocuronium 50 mg
o Rocuronium 40 mg
o Asam traneksamat 1000 mg
o Dexametasone 5 mg
o Ondansetron 4 mg
o Ketorolac 30 mg

Pelaksanaan Anestesi
Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine. Infus RL terpasang di
dorsum manus dextra dan sinistra. Pemasangan tensimeter di lengan kiri.
Pemasangan oksimetri di ibu jari kiri pasien, pemasangan elektroda untuk
pengukuran frekuensi jantung.
Preoksigenasi 6-8 l/I Inj. Midazolam 1 mg Inj. Fentanyl 30 mcg Inj.
Propofol 100 mg Sleep non apnoe ventilasi Inj. Rocuronium 50 mg sleep
non apnoe Insersi ETT no. 7 cuff (+) SP kanan = kiri fiksasi
Monitoring perdarahan
Kassa basah : 10 x 5 = 50

36
Kassa basah : 15 x 10 = 150
Suction : 1700
Handuk :-
Total : 1900 cc
Infus RL o/t regio dorsum manus dextra et sinistra
Pre operasi : RL 500 cc
Durante op : RL 500 cc, NaCl 500 cc, PRC 350 cc
UOP durante operasi: 250 cc

Keterangan Tambahan
Dignosa pasca bedah: Post TAH-BSO a/i kista ovarium dextra
Lama anestesi : 2 jam 15 menit
Lama operasi : 2 jam 5 menit
EBV : 51 x 65 = 3315
EBL : 10 % : 331,5
20 % : 663
30 % : 994,5
40 % : 1326
Terapi post operasi:
- IVFD RL 30 gtt/i
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj. Ondansetron 4 mg/8 jam
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

37
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesia umum endotrakeal merupakan teknik anestesia dengan
mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesia intravena maupun obat
anestesia inhalasi dan memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam
trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara
inhalasi.
Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit reproduksi yang banyak
menyerang wanita yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi tumor ganas.
Perjalanan penyakit ini sering disebut silent killer atau secara diam diam
menyebabkan banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah terserang
kista ovarium dan hanya mengetahui pada saat kista sudah dapat teraba dari luar atau
membesar.

Daftar Pustaka

Latief, Said A dkk. 2001. Petunjuk praktis anestesiologi. Jakarta : Bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

38
Siahaan, Oloan SM. 2012. Anastesi umum dan anastesi lokal. Medan : Dosen
Anestesiologi Fakultas Kedokteran UMI / UNPRI.Fadhilah E. 2015. Karakteristik
penderita kista ovarium. Medan : Universitas Sumatra Utara.
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta : P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawiroardjo
Safitri Y. 2011. Pengalaman wanita usia subur dengan kista ovarium. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Sitepu, JF. 2011. Perbandingan efektivits dexamethason 0,2mg/kgBB IV dengan
lidokain2% 1,5mg/kgBB IV untuk mencegah nyeri tenggorokan setelah anestesi GA-
ETT. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Pane, JA. 2015. Perbandingan respon hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan
intubasi pada pemberian intravena fentanyl 2g/kgBB + Magnesium sulfat. Medan:
Universitas Sumatra Utara.

Fadhilah E. 2015. Karakteristik wanita penderita kista ovarium RS Vita Insani


Pematang Siantar. Medan: Universitas Sumatera Utara.

39

Anda mungkin juga menyukai