Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Ada 14 jenis cacat bawaan celah muka, sumbing bibir dan langitan adalah
yang paling sering dijumpai, angka keterjadiannya kira-kira satu di antara 800
kelahiran. Insidens celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada
palatum, kira-kira terdapat 1:600 kelahiran, insidens celah palatum saja sekitar
1:1.000 kelahiran. Deformitas ini dapat unilateral atau bilateral, inkomplet atau
komplet. Ada kemungkinan yang terkena hanyalah bibir saja, atau dapat meluas
sampai ke lubang hidung, atau mengenai tulang maksila dan gigi. Sumbing bibir
dan palatum bisa terjadi secara terpisah atau bersama-sama

Cleft lip and palate (CLP) adalah kelainan craniofasial yang paling sering
terjadi. dengan etiologi multifaktorial dan sering yang menjadi masalah tersendiri
di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang
lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai
dewasa. Cleft secara harfiah adalah suatu retakan, fisura, atau celah.
Penderita harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan
team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek
multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada
masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-
geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi
anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang
dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan
multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya
kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang
kesehatan anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog,
ahli nutrisi, dan audiolog.
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki. Penatalaksanaannya
adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang
paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon,
Hb > 10g%.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Pembentukan Palatum


Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara
rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga
mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses mengunyah
dan bernafas pada saat yang sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua
bagian yaitu palatum durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak).
Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum
durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara
rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila
dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap
rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat
berbentuk lengkungan yang membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring.
Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang sama halnya dengan paltum
durum, juga dilapisi oleh membran mukosa.1
Mula-mula pembentukan palatum bagian terdalam jaringan pit hidung
mengalami degenerasi, sehingga terbuka dan kemudian terbentuk celah/hubungan
antara hidung (kavitas nasalis primitif) dengan rongga mulut. Di depan celah
tersebut berjalan serabut jaringan dengan arah horizontal, disebut palatum primitif
yang merupakan kombinasi dari prosesus nasalis medial dan sebagian kecil dari
prosesus maksilaris. Selanjutnya kedua prosesus palatal tumbuh ke bawah,
sepanjang sesi pembentukan lidah. Pada pertengahan atau akhir minggu ke-8 otot
lidah dapat berkontraksi, dan lidah bergerak ke arah luar. Setelah palatum bebas,
dan posisinya horizontal, tepi-tepinya berkontak, dari bagian depan ke arah
belakang. Persatuan terjadi antara tepi prosesus palatal dan struktur pada midline,
dibentuk oleh kombinasi prosesus nasalis medial. Fusi ini melibatkan perlekatan 3
struktur yaitu perlekatan seluler: dibentuk oleh sel-sel epitel yg menutupi tepi-
tepinya, kemudian 'rusak', seperti menghilang, kemudian kontak kembali oleh
mesenkhimnya. Penyatuan palatum terjadi seprti pada "zipper", dari depan ke
belakang. Pada minggu ke 8-12, ketika bagian terakhir palatum lunak sudah

2
menyatu, apabila penyatuan (fusi) tidak terjadi maka epitel tidak mengalami
`kerusakan'. Kalau fusi tidak terjadi secara sempuma maka akan menimbulkan
celah palatum. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, penyakit, dan
faktor genetik. 1
Pada waktu lahir, panjang dan lebar palatum hampir sama. Setelah post
natal: panjang bertambah, karena adanya pertumbuhan aposisi tuberositas
maksila. Pada umur 1-2 tahun petumbuhan sutura palatina bagian tengah
melambatiberhenti, kemudian terjadi aposisi bagian lateral sampai umur 7 tahun,
dan merupakan puncak pertumbuhan daerah anterior. Kemudian dilanjutkan
pertumbuhan ke arah posterior , merupakan pertumbuhan panjang.
Pada masa bayi dan anak-anak teri aposisi permukaan inferior dan resorpsi
permukaan superior, disebut remodeling. Adanya pertumbuhan pada prosesus
alveolaris menyebabkan palatum bertambah dalam dan lebar. Pertumbuhan
prosesus alveolaris ke lateral menghasilkan terbentuknya `kerucutan' arah
anteroposterior. Gerakan lidah dari sisi ke sisi menyebabkan terbentuknya alur
`rugae' yang cocok untuk retensi pada waktu bayi menyusu. Rugae akan mendatar
pada anak umur 3-4 tahun atau setelah tidak menyusu, kecuali pada kebiasaan
menghisap jari.1
Kelainan pada pembentukan palatum :
- Fusi ke 3 struktur harus sinkron dengan pembentukan lidah, mandibula dan
pertumbuhan kepala. Kesalahan di setiap proses pertumbuhan balk karena
pengaruh lingkungan ataupun faktor genetik dapat mengakibatkan kegagalan
fusi yang sempurna, sehingga menyebabkan timbulnya celah palatum dengan
berbagai derajat keparahan.
- Sisa-sisa epitel pada garis fusi pada midline palatum keras menyebabkan
timbulnya kista.
- Kelambatan perubahan arah dari vertikal ke horizontal, sementara tulang kepala
terus tumbuh.
- Celah palatum : bivid uvula1

3
Celah pada palatum lunak akan mengakibatkan:
- Menyebabkan gangguan fungsi bicara
- Menimbulkan problem penelanan
- Menyebabkan ketidaksempurnaan penutupan orofarings dan nasofarings1

Ceiah pada palatum keras akan:


- Hampir selalu melibatkan palatum lunak
- Menimbulkan problem fungsi makan, terutama pada bayi
- Makanan dapat masuk ke fossa nasalis (proses menelan memerlukan rongga
mulut yang vakum seperti pada palatum yang utuh).1

2.2 Definisi
Sumbing adalah pemisahan dalam struktur tubuh, sering dihasilkan dari
kegagalan jaringan untuk tumbuh bersama-sama dengan benar. Sumbing dapat
melibatkan bibir, langit-langit mulut (palatum durum) atau jaringan lunak di
bagian belakang mulut (palatum molle). Kelainan bibir sumbing bervariasi dari
bibir hingga ke bagian hidung. Sedangkan cleft palatum adalah sebuah lubang di
langit-langit mulut. Kedua sisi langit-langit gagal untuk bergabung.2

Gambar 2.1 Labiopalatoschisis

2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya cleft palatum belum diketahui dengan pasti.
Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa cleft palatum muncul sebagai akibat

4
dari kombinasi faktor genetik dan faktor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat
dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang
mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis.
Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila
keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat
labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alkohol dan narkotika, kekurangan vitamin
(terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita
diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/anak dengan labioschisis.3
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:
- Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal
kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam
folat, vitamin C, dan Zn).
- Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
- Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
- Faktor genetik; kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya
karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang
telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.2

2.4 Epidemiologi
Bibir sumbing dan celah palatum merupakan kelainan kongenital yang
paling sering ditemukan di daerah kepala dan leher. Insidens bibir sumbing
dengan atau tanpa celah palatum adalah 1 dari 2.000 kelahiran di Amerika Serikat.
Insidens bibir sumbing dengan atau tanpa celah palatum bervariasi berdasarkan
etnis, dari 1.000 kelahiran didapatkan pada etnis Indian 3,6, etnis Asia 2,1, etnis
kulit putih 1,0, dan etnis kulit hitam 0,41. Sebaliknya, insidens celah palatum
konstan pada semua etnis, yaitu 0,5 dari 1.000 kelahiran. Insidens berdasarkan
jenis kelamin pria dan wanita adalah 2:1 untuk bibir sumbing dengan atau tanpa
celah palatum dan 1:2 untuk celah palatum saja. Secara keseluruhan, proporsi
kelainan ini di Amerika Serikat: 45% celah lengkap pada bibir, alveolus, dan
palatum; 25% celah bibir, alveolus, atau keduanya; dan 30% celah palatum.
Penelitian di Hawaii (1986-2003) membandingkan angka kejadian bibir sumbing
dan celah palatum dengan bibir sumbing saja yaitu sebesar 3,2% dan 1,0%.2,3

5
Insidens terbanyak pada orang Asia dan Amerika dibandingkan orang kulit
hitam.4
Di Indonesia, kelainan ini cukup sering dijumpai, walaupun tidak banyak
data yang mendukung. Jumlah penderita bibir sumbing dan celah palatum yang
tidak tertangani di Indonesia mencapai 5.000-6.000 kasus per tahun, diperkirakan
akan bertambah 6.000-7.000 kasus per tahun. Namun karena berbagai kendala,
jumlah penderita yang bisa dioperasi jauh dari ideal, hanya sekitar 1.000-1.500
pasien per tahun yang mendapat kesempatan menjalani operasi. Beberapa
kendalanya adalah minimnya tenaga dokter, kurangnya informasi masyarakat
tentang pengobatannya, dan mahalnya biaya operasi.4

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi Veau untuk bibir sumbing dan celahpalatum, dikembangkan
pada tahun 1931, merupakan klasifikasi sederhana namun kurang terperinci.
Kelompok 1 hanya terdiri dari celah palatum mole saja, kelompok 2 terdiri dari
celah palatum mole dan palatum durum yang mencapai ke foramen insisivus,
kelompok 3 terdiri dari celah alveolar yang lengkap pada satu sisi saja yang juga
secara umum mengikutsertakan bibir, dan kelompok 4 terdiri dari celah alveolar
pada dua sisi, yang sering dikaitkan dengan bibir sumbing kedua sisi.

Gambar 2.2 Klasifikasi Veau


Klasifikasi kedua merupakan klasifi kasi yang lebih detail namun masih
berdasar pada perkembangan embriologi. Celah bibir/bibir sumbing diklasifi

6
kasikan menjadi unilateral dan bilateral, dan lebih lanjut sebagai lengkap atau
tidak lengkap. Bibir sumbing lengkap merupakan celah yang mencapai seluruh
ketebalan vertikal dari bibir atas dan terkadangberkaitan dengan celah alveolar.
Bibir sumbing tidak lengkap terdiri dari hanya sebagian saja ketebalan vertikal
dari bibir, dengan bermacam-macam jenis ketebalan jaringan yang masih tersisa,
dapat berupa peregangan otot sederhana dengan bagian kulit yang meliputinya
atau sebagai pita tipis kulit yang menyeberangi bagian celah tersebut. Simonarts
Band merupakan istilah untuk menyebut suatu jaringan dari bibir dalam berbagai
ukuran yang menghubungkan celah tersebut. Walaupun Simonarts Band biasanya
hanya terdiri dari kulit, gambaran histologis menunjukkan terkadangjuga terdiri
dari serat-serat otot.4
Celah palatum diklasifikasikan sebagai unilateral atau bilateral, dan
perluasannya lebih lanjut sebagai lengkap atau tidak lengkap. Celah palatum ini
diklasifi kasikan tergantung dari lokasinya terhadap foramen insisivus. Celah
palatum primer terjadi pada bagian anterior foramen insisivus, dan celah palatum
sekunder terjadi pada bagian posterior dari foramen insisivus. Celah unilateral
palatum sekunder didefinisikan sebagai celah yang prosesus palatum maksila pada
satu sisi bergabung dengan septum nasi. Celah bilateral lengkap palatum sekunder
tidak memiliki titik penyatuan maksila dan septum nasi. Celah lengkap seluruh
palatum melibatkan baik palatum primer dan juga sekunder, dan melibatkan salah
satu sisi atau kedua sisi arkus alveolar, biasanya melibatkan juga bibir sumbing.
Celah tidak lengkap palatum biasanya hanya melibatkan palatum sekunder saja
dan memiliki tingkat keparahan yang beragam.4
Tidak terdapat sistem terminologi dan klasifikasi yang secara universal
dapat diterima bersama, tetapi ada skema klasifi kasi yang diterapkan oleh
departemen bedah otolaringologi-kepala dan leher Universitas Iowa (Gambar 3).
Bibir sumbing dibagi menjadi unilateral kiri atau kanan, atau bilateral (kelompok
I), dapat juga lengkap (dengan ekstensi mencapai dasar hidung) atau tidak
lengkap. Bibir sumbing saja dapat terjadi, namun celah yang terjadi pada daerah
alveolus selalu dikaitkan dengan bibir sumbing. Celah pada palatum dapat dibagi
menjadi primer (terlibatnya anterior foramen insisivum, kelompok IV) atau

7
sekunder (terlibatnya posterior dari foramen insisivum, kelompok II), dan
kelompok III yaitu pasien dengan bibir sumbing dan celah palatum.4

Gambar 2.3 Klasifikasi Universitas Iowa

2.6 Patofisiologi
Gejala patologis pada celah bibir mencakup kesulitan pemberian makanan
dan nutrisi, infeksi telinga yang rekuren, hilangnya pendengaran, perkembangan
pengucapan yang abnormal dan kelainan pada perkembangan wajah. Adanya
hubungan antara saluran mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya
kemampuan untukmengisap pada bayi.5
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tak
terbentuk mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu

8
(prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali, Semua yang mengganggu
pembelahan sel dapat rnenyebabkan ini: defisiensi, bahan-bahan obat sitostatik,
radiasi. Problem yang ditimbulkan akibat cacat ini adalah psikis, fungsi dan
estetik Ketiganya saling berhubungan, Problem psikis yang mengenai orang tua
dapat diatasi dengan penerangan yang baik. Bila cacat terbentuk lengkap sampai
langit-langit, bayi tak dapat mengisap. Karena sfingter muara tuba Eustachii
kurang normal lebih mudah terjadi infeksi ruang telinga tengah. Sering ditemukan
hipolplasia pertumbuhan maksilla sehingga gigi geligi depan atas/rahang atas
kurang maju pertumbuhannya. Insersi yang abnormal dari tensor veli palatini
menyebabkan tidak sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Infeksi
telinga rekuren menyebabkan hilangnya pendengaran yang dapat rnernperburuk
pengucapan yang abnormal. Mekanisme veloparingeal yang utuh penting dalam
menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator aliran udara dalarn produksi
fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling, Maniputasi anatomi yang
kompleks dan sulit dari mekanisme veloparingeal, jika tidak sukses dilakukan
pada awal perkernbangan pengucapan, dapat menyebabkan berkurangnya
pengucapan normal yang dapat dicapai.5

2.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari kelainan cleft palate antara lain :
- Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis.
Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan
pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis
mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan
yang ditemukan adalah refleks hisap dan reflek menelan pada bayi dengan
labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak
udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin
dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara
berkala juga daapt membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau
dengan celah kecil pada palatum/cleft palate biasanya dapat menyusui, namun
pada bayi dengan labiopalatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot

9
khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan
kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah
pemberian makan/ asupan makanan tertentu.6
- Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi
pada arean dari celah bibir yang terbentuk.6
- Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol
pembukaan dan penutupan tuba eustachius.6
- Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak
dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, makadidapatkan suara
dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun
telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut di atas untuk
menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi
suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", dan terapi bicara (speech therapy)
biasanya sangat membantu.6

2.8 Penatalaksanaan
Idealnya, anak denga labioschisis ditatalaksana oleh team
labiopalatoschisis yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis
bicara, dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikoloog, dan perawat spesialis.
Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut
lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan
dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan. Ada tiga tahap penatalaksanaan
labioschisis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi

10
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan
berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai
adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg,
Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar
kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya
memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat
memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu
besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat
asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak
tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan
dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu
melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus
direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga
agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang
yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla)
akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan
koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir
yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan
sampai waktu operasi tiba.6
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan
adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya
bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah. Usia optimal untuk operasi bibir
sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat
pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi
pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur
salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi
kurang sempurna.6

11
Gambar 2.4. Reparasi labioschisis (labioplasti). (A dan B) pemotongan sudut
celah pada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura.
(D) bagian atas bibir disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai ke bawah
untuk menutup celah secara keseluruhan

Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan


mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah.
Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan
speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara
tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada
mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi
juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi
untuk gusi dilakukan pada saat usia 89 tahun bekerja sama dengan dokter gigi
ahli ortodonsi.6
- Rekonstruksi celah palatum unilateral
Operasi ini dimulai dengan menentukan daerah operasi di tepi celah palatum
pada teknik Bardach two-fl ap. Melakukan insisi celah di palatum durum 1-2
mm di lateral tepi celah, insisi 1 cm di posterior tuberositas maksila dan

12
mengarah ke anterior, kemudian bersatu dengan insisi di medial. Setelah insisi
dilakukan, lapisan submukoperiosteum bilateral dibuka untuk mengidentifikasi
foramen palatina tempat keluar arteri palatine mayor. Kemudian tepi posterior
palatum durum diidentifi kasi dan memotong serat otot dan mukosa, dan
mukoperiosteum nasal dipisahkan dan tepinya dijahit satu sama lain.
Selanjutnya otot velar dijahit dengan horizontal mattress dan akhirnya
melekatkan mukoperiosteal oral.4

Gambar 2.5 Rekonstruksi celah palatum unilateral

- Rekonstruksi celah palatum bilateral


Prosedur ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik, seperti teknik Bardach two-
flap dengan prosedur sama dengan unilateral. Kemudian pada teknik Wardill-

13
Kilner/ V-Y advancement (Gambar 11), membuat flap mukoperiosteal berbentuk
Y oral di ujung palatum sekunder, dan melakukan prosedur seperti teknik
Bardach two-fl ap. Teknik Furlow (Gambar 12) menggunakan prosedur berbeda,
yaitu Z-plasti, dengan membuat flap mukosa oral dan flap otot, kemudian dijahit
tumpang tindih dengan membentuk huruf Z.4

Gambar 2.6 Rekonstruksi palatum bilateral Bardach twoflap

14
Gambar 2.7 Rekonstruksi palatum bilateral Wardill-Kilner

Gambar 2.8 Rekonstruksi palatum bilateral Furlow

15
3. Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari
tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani
akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir
sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok
atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir
sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi
membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara
fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi
beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak
bermanfaat.6

2.8 Prognosa
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini
melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki
penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang
makin berkembang, 80% anak yang telah ditatalaksana mempunyai
perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang
berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-
masalah berbicara pada anak labiopalatoschisis.6

16
BAB III
KESIMPULAN

Bibir sumbing dengan atau tanpa sumbing palatum adalah cacat bawaan

kraniofasial yang paling banyak ditemukan. Penyebab sumbing cukup kompleks

dan melibatkan banyak faktor genetik dan lingkungan. Derajat dan kompleksitas

sumbing sangat bervariasi yang nantinya akan menentukan tata laksana dan hasil

akhir rekonstruksi untuk tiap individu. Sumbing dibentuk saat bagian kanan dan

kiri bibir atau palatum tidak berfusi secara sempurna saat pertumbuhan

intrauterin. Sehingga menghasilkan gap atau celah diantaranya. Sumbing bibir

dengan atau tanpa sumbing palatummenitik beratkan pada fungsi, struktur dan

estetika organ tersebut.

Penanganan Labiopalatoskizis memerlukan kerja sama tim dari berbagai

keahlian. Saat ini berbagai teknik operasi dapat dilakukan mulai dari perlekatan

bibir unilateral dan bilateral, rekonstruksi bibir sumbing unilateral dan bilateral,

dan rekonstruksi celah palatum unilateral dan bilateral.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Pertumbuhan dan perkembangan, anatomi, fungsi fisiologik dan biologik


mukosa mulut, bibir, lidah, palatum. 2011. Yogyakarta. Didapat dari:
elisa.ugm.ac.id
2. Sianita PP, Alawiyah T. Kelainan Celah Bibir serta Langit-Langit dan
Permasalahannya dalam Kaitan dengan Interaksi Sosial dan Perilaku. Bagian
Gigi dan Mulut FKG UDPM. 2011. Jakarta. Didapat dari: pub-dosen-
fkg.moestopo.ac.id
3. Mary-Alice Abbott. Birth Defect Article: Cleft Lip and Palate. American
Academy of Pediatric. 2014. Didapat dari: pedsinreview.aappublications.org
4. Hendry Irawan, Kartika. Teknik Operasi Labiopalatoskizis RSUD Datu
Sanggul. 2014. Palangkaraya. Didapat dari: www. kalbemed.com
5. Yoga T. Labiopalatoschizis. Fakultas Kedokteran Universitas Jambi. 2012.
Jambi.
6. Kurniawan L, Israr YA. Labioschisis. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
2009. Pekanbaru.

18

Anda mungkin juga menyukai