Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

ASMA BRONKIALE

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :

dr. Niwan Tristanto Martika, Sp. P

Diajukan Oleh :
Iin Nila Nuraini, S.Ked
J510170011

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
CASE REPORT

ASMA BRONKIALE

Disusun Oleh :
Iin Nila Nuraini, S. Ked
J510170011

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari, Agustus 2017

Pembimbing:
dr. Niwan Tristanto Martika, Sp. P ( )

dipresentasikan di hadapan
dr. Niwan Tristanto Martika, Sp. P ( )

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit asma adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas


yang reversibleyang ditandai dengan bronkospasme, inflamasi dan peningkatan
reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan.Penyakit ini memiliki tanda dan
gejala berupa sesak nafas, batuk batuk dari ringan sampai berat dan timbulnya
suara mengi (Wheezing) (Suriadi, 2001).
Penyakit asma awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari
orang tua yang karier pada anaknya. Namun, akhir akhir ini genetic bukan
merupakan penyebab utama penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya
kebersihan lingkungan di kota kota besar merupakan faktor dominan dalam
peningkatan serangan asma. Anak yang menderita penyakit asma 70 %
diantaranya adalah disebabkan karena perilaku individu dan gaya hidup yang
kurang bersih dan 30 % diantaranya adalah karena faktor genetik (
Susilowati,2008 ).
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sukoharjo
No. RM : 087516

II. Anamnesis
1. Keluhan Umum
Pasien meraskan sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak napas di rasakan sejak 1 bulan ini, makin memberat 3
hari. Pasien mengeluhkan saat sesak nafas pasien kesulitan untuk
bernafas, berbicara mengalami kesulitan, dan lebih suka posisi duduk
dibandingkan berdiri atau berbaring. Pasien mengatakan keluhan
sesak nafas yang dialami sering kali kambuh-kambuhan terutama saat
cuaca dingin, aktifitas yang berlebihan seperti berjalan lama, debu,
minum es. Saat keluhan sesak nafas nafas pasien terdengar seperti
ngik.
Selain mengeluhakan sesak nafas, pasien juga mengeluhkan
pusing (+), sulit tidur, dan batuk berdahak 7 hari yang lalu namun
dahaknya susah sekali keluar. Pasien mengakui bahwa keluhan sesak
ini muncul sejak dirinya masih remaja dan sering kambuh-kambuhan.
Pasien juga mengakui bahwa ibunya duhulu juga mengalami keluhan
yang sama.
Pasien alergi terhadap debu, bulu binatang dan cuaca dingin.
Dalam beberapa bulan belakangan, keluhan dirasakan memberat, dan
dalam seminggu keluhan dapat timbul 4x/minggu, dan dalam sebulan
serangan sesak pada malam hari >2x terutama cuaca dingin, sehingga
pasien harus meminum obat untuk pencegahan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat diabetes melitus : disangkal
c. Riwayat alergi : debu (+), dingin (-)
d. Riwayat alergi obat : disangkal
e. Riwayat OAT : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa :diakui (ibu menderita
asma).
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat diabetes melitus : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


1. Status General
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Gizi : Obesitas
d. Vital sign :
Tekanan darah : 125/79 mmHg
Nadi : 72 x/menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,7 C
2. Pemeriksaan status generalis dan lokalis
a. Kepala : Normocephal, Sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-
), rambut mudah rontok (-), luka (-)
b. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-/-), peningkatan JVP
(n), defiasi trakea (-).
c. Thorax :
Bentuk : normochest
Gerakan : simetris (+/+), gerakan tertinggal (-/-)
e. Thorax
Paru
a) Inspeksi :
kelainan bentuk (-), simetris (+), pelebaran vena superficial (-
), spider nevi (-), ketinggalan gerak (-), retraksi otot-otot
bantu pernapasan (-).
b) Palpasi :
Ketertinggalan gerak dan fremitus paru kanan sama dengan
paru kiri
c) Perkusi :
Sonor di kedua lapang paru, batas paru normal.
d). Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+)
rhonki (-/-) ekspirasi memanjang (+)
Jantung
a). Inspeksi : iktus kordis tampak
b). Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
c). Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Batas kiri jantung
Atas : SIC II linea parasternalis sinistra.
Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra.
Batas kanan jantung
Atas : SIC II linea parasternalis dextra.
Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra.
d). Auskultasi : bunyi jantung I II normal, irama reguler,
tidak terdapat bising jantung
Abdomen
a). Inspeksi : dinding abdomen sejajar dinding dada,
distended (-), venektasi (-).
b). Auskultasi : peristaltik normal
c). Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
d). Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar,
defans muskuler (-), nyeri tekan (-), refluks hepatojugular
(-)
Ekstremitas
a). Superior : clubbing finger (-), koilonikia (-), palmar
eritema (-), edema (-), akral dingin (+),
b). Inferior : clubbing finger (-), koilonikia (-), nyeri
tekan m. gastroknemius (-) edema pitting (-), akral dingin
(-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen Thorak

Gambar 1. Rotgen thorak


Keterangan :
Dari Gambaran Rontgen Pasien didapatkan hasil corakan
bronkovaskuler yang kasar.

b. Spirometri
V. Resume / Daftar Masalah
1. Anamnesis
Pasien mengeluh sesak napas disertai bunyi napas ngik-
ngik.
Keluhan sesak ini muncul sejak pasien masih remaja dan
sering kambuh-kambuhan.
Kambuh-kambuhan terutama saat cuaca dingin, aktifitas
yang berlebihan seperti berjalan lama, debu, batuk, minum
es.
Dalam seminggu keluhan dapat timbul 2x/minggu, dan
dalam sebulan serangan sesak pada malam hari >2x
terutama cuaca dingin.
Pasien mengatakan bahwa ibu pasien juga memiliki
riwayat yang sama yaitu sering sesak dan memiliki
riwayat alergi dingin.
2. Pemeriksaan fisik
Thorak paru Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing
(+/+) rhonki (-/-) ekspirasi memanjang (+)
3. Pemeriksaan Penunjang
a). Rotgen thorak
Dari Gambaran Rontgen Pasien didapatkan hasil corakan
bronkovaskuler yang kasar.

VI. Diagnosis
Diagnosis : Asma Bronkiale presisten sedang
Diagnosis Banding : Bronkhitis kronis

VII. Usul Pemeriksaan Penunjang


- Bronkodilator Test
- Spirometri
- Arus Puncak Ekspirasi
- Uji alergi
- Analisa gas darah
- Pemeriksaan sputum
- Foto Thorax PA
- Cek Darah Lengkap

VIII. Penatalaksanaan
- R/ Symbicort 160 puff No.1
S 1-0-1
- R/ Salbutamol 2 mg tab No. XX
S 1-0-1
- R/ Methylprednisolon 3 mg tab No. XX
S 1-0-1
- R/ CTM 2 mg tab No. XX
S 1-0-1 prn
- R/ Lapifet tab No.x
S 2 dd 1

IX. Prognosis
Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-
engah dan berarti serangan nafas pendek25). Nelson mendefinisikan
asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk
dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau
kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman,
adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain
sudah disingkirkan ( Nelson,1996).

B. Epidemiologi
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita
bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita
asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar
anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan
sampai sedang, yang relatif mudah ditangani (Naning,1991). Asma sudah
dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi
asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi
29,7% pada tahun 1997). Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang
bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung
Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%;
17% dan 4,8% ( Sundaru Dan Sukamto ,2006).

C. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor
autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai
tingkat pada berbagai individu.Aktivitas bronkokontriktor neural
diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom.Ujung sensoris
vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptorbatuk atau iritan, tergantung
pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada
ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus.Neurotransmisi
peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus.
Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan
yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas.Faktor imunologi penderita
asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor
lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe.Bentuk asma
inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada
orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik( Sundaru Dan
Sukamto ,2006).

D. Klasifikasi Asma
1. Klasifikasi Berdasarkan Berat Penyakit
Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo,1997):
a). Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan
tidak membawa pengaruh apa-apaterhadap orang yang sehat.
b). Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen.Asma ini disebabkan oleh stres,
infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu,
polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
2. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a). Asma Intermiten (asma jarang)
- gejala kurang dari seminggu
- serangan singkat
- gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan.
- FEV 1 atau PEV > 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%
b). Asma mild persistent (asma persisten ringan)
- gejala lebih dari sekali seminggu
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
- FEV 1 atau PEV > 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30%
c). Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
- gejala setiap hari
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
- FEV 1 tau PEV 60% 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d). Asma severe persistent (asma persisten berat)
- gejala setiap hari
- serangan terus menerus
- gejala pada malam hari setiap hari
- terjadi pembatasan aktivitas fisik
- FEV 1 atau PEF = 60%
- PEF atau FEV variabilitas > 30%

E. Faktor Risiko
a. Asap Rokok
b. Tungau Debu Rumah
c. Jenis Kelamin
d. Binatang Piaraan
e. Jenis Makanan
f. Perabot Rumah Tangga
g. Perubahan Cuaca ( Sundaru Dan Sukamto ,2006).
h. Riwayat Penyakit Keluarga
F. Patofisiologis
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme
otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding
bronkus.Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi, selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,kapasitas residu
fungsional (KRF), dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan
agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancer(.Price
1995).

G. Diagnosis
Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda
klinik dan pemeriksaan tambahan (Ramailah,2006) :
1. Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi,
sesak dada, kesulitan bernafas,
2. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan
saluran nafas, alergen dan emosi, sedangkan perangsang (inducer) berupa
kimia, infeksi dan alergen.
3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung
pada saat inspirasi (anak), bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi
toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain sianosis, ngantuk, susah
bicara, takikardia dan hiperinflasi torak,
4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin
atau bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu
menegakkan diagnosis asma.
H. Diagnosis Banding
a. Penyakit paru obstruktif kronik
b. Bronkhitis kronik
c. Bronkiektasis
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi.
b. Pemeriksaan tes kulit
c. Elektrokardiografi.
d. Scanning paru
e. Spirometri( Sundaru Dan Sukamto ,2006).

J. Tatalaksana
a. Edukasi
b. Menilai dan memonitor asma secara berkala
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
f. Kontrol secara teratur
g. Pola hidup sehat

Medikamentosa berdasarkan beratnya keluhan :


Mediikasi pengontrol
Berat Asma Alternatif / pilihan lain Alternatif lain
harian
Asma
tidak perlu - -
intermitten
Asma Teofilin lepas lambat
Glukokortikosteroid inhalasi
persisten Kromolin -
(200-400 mg BB/hari)
ringan Leukotriene modifiers
Gukokotokosteroid
Kombinasi inhalasi Ditambah agonis beta-2
Asma inhalasi (400-800 mg BB)
glukokotikosteroid (400+800 kerja lama oral, atau
persisten ditambah teofilin lepas
mg BB/hari) dan agonis beta- Ditambah teofilin lepas
sedang lambat
2 kerja lama lambat
Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 BB.hari
ditambah agonis beta2
kerja lama oral)
Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800)
Glukokotikosteroid
inhalasi (400-800 mg BB)
ditambah leukotrien
modifiers
Kombinasi inhalasi
glukokotikosteroid (> 800 mg Prednisolon/metil
BB dan agonis beta-2 kerja pednisolon oral selang
Asma
lama. Ditambah 1 dibawah sehari 10 mg ditambah
persisten
ini : agonis beta-2 kerja lama
berat
Teofilin lepas lambat oral, ditambah teofilin
Leukotriene modifiers lepas lambat
Glukokotikosteroid oral

Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3


bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terpi
seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol.
Algoritme Penatalaksanaan Asma di Rumah Sakit :
Penilaian awal :
Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas,
denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru
(APE atau VEP1, saturasi O2). AGDA dan pemeriksaan lain
atas indikasi.

Serangan asma ringan Serangan asma sedang / berat Serangan asma mengancam jiwa

Pengobatan awal
Oksigenasi dengan kanul nasal

Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi),


setiap 20 menit dalam 1 jam atau agonis beta-2
injeksi (terbutalin 0.5 ml subkutan atau adrenalin
1/1000 0.3 ml subkutan)

Kortikosteroid sistemik :

- Serangan asma berat

- Tidak ada respon segera dengan pengobatan


bronkodilator

- Kortikosteroid oral

Penilaian ulangan setelah 1 jam


Pemeriksaan fisik, saturasi O2 dan pemeriksaan lain
atas indikasi

`
Respon baik Respon tidak sempurna Respon buruk dalam 1 jam
Respon baik dan stabil Risiko tinggi distress Risiko tinggi distress
dalam 60 menit
Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik : gejala
Pemeriksaan fisik normal gejala ringan-sedang berat, gelisah dan
kesadaran menurun
APE > 70% prediksi / nilai APE > 50% prediksi
terbaik tetapi <70% APE <30%

Saturasi O2 > 90% (95% Saturasi O2 tidak ada PaCO2 > 45 mmHg
pada anak) perbaikan
PaO2 < 60 mmHg
Pulang Dirawat di RS Dirawat di ICU
Pengobatan dilanjutkan Inhalasi agonis beta-2 Inhalasi agonis beta-2 +-
dengan inhalasi agonis beta- +- anti-kolinergik anti-kolinergik
2
Kortikosteroid sistemik Kortikosteroid IV
Membutuhkan
kortikosteroid oral Aminofilin drip Pertimbangkan agonis beta
2 injeksi SC/IM/IV
Edukasi penderita : Terapi O2
pertimbangkan kanul Terapi oksigen
- Memakai obat yang nasal atau masker menggunakan masker
benar venturi venturi

- Ikuti rencana pengobatan Pantau APE, sat O2, Aminofilin drip


selanjutnya nadi, kadar teofilin
Mungkin perlu intubasi dan
ventilasi mekanik

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Pulang
Bila APE > 60% prediksi / Dirawat ICU
terbaik. Tetap berikan Bila tidak ada perbaikan
pengobatan oral atau dalam 6-12 jam
inhalasi

K. Komplikasi

a. Pneumotoraks
b. Pneumomediastinum
c. Gagal napas
d. Asma resisteen terhadap steroid

L. Prognosis
Dubia ad Bonam
DAFTAR PUSTAKA

Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I: Jakarta.


Penerbit EGC. 1996:775.

Sidhartani M. Peran Edukasi Pada Penatalaksanaan Asma Pada Anak. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.2007; 2-4.

Price AS, Alih Bahasa anugrah PatofisiologiProses-proses Penyakit, EGC,


1995 ; 689.
Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.
Naning R. Prevalensi Asma pada murid Sekolah Dasar di Kotamadya
Yogyakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM, RSUP Dr. sarjito,
Yogyakarta 1991.
Hartantyo I. Pedoman Pelayanan Medik Anak, RSUP. Dr. Karyadi Semarang
1997:57.
Sundaru H. Apa yang Diketahui Tentang Asma, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM, 2006 ; 4.
Ramailah S. Asma Mengetahui Penyebab, Gejala dan Cara
Penanggulangannya, Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta. 2006.

Anda mungkin juga menyukai