Kelainan Proses Sintesis Dan Katabolisme Heme
Kelainan Proses Sintesis Dan Katabolisme Heme
KELAS :1A1
JURUSAN GIZI
FAKULYAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2015
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber : https://www.scribd.com/doc/211436938/Katabolisme-Heme-Metabolisme-
Porfirin-dan-Porfiria-dr-Hairuddin-M-Kes
Sintsis heme
Hemoglobin disintesa semasa proses maturasi eritrositik. Proses sintesa heme berlaku
dalam semua sel tubuh manusia kecuali eritrosit yang matang. Pusat penghasilan utama bagi
heme (porfirin) adalah sumsum tulang merah dan hepar. Heme yang terhasil dari prekursor
3
eritroid adalah identik dengan sitokrom dan mioglobin. Aktiviti preliminer yang memulai
pembentukan heme yaitu sintesa porfirin berlaku apabila suksinil-koenzim A (CoA)
berkondensasi dengan glisin.
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21400/4/Chapter%20II.pdf
Sejumlah kelainan dapat terjadi selama proses sintesa porfirin dan hasil penguraian
senyawa porfirin akan membentuk pigmen empedu yaitu bilirubin. Gangguan dalam
metabolisme bilirubin selanjutnya akan memunculkan keadaanklinis yang sering dijumpai
yaitu ikterus. Ikterus disebabkan adanya kenaikan kadar bilirubin karena sintesanya yang
berlebih atau gangguan ekskresinya, biasanya muncul pada sejumlah penyakit yang berkisar
dari anemia hemolitik hingga hepatitis serta penyakit kanker pankreas.
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41185/4/Chapter%20II.pdf
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1.1 Ikterus
Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus
pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL (Cloherty, 2004).
Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2mg/dL. Ikterus lebih
mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan
hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
Klasifikasi
Terdapat dua jenis ikterus yaitu ikterus fisiologi dan patalogis (mansjoer,2002)
1. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Timbul pada hari kedua.
- Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg/dL pada kurang bulan.
- Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
- Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1 mg/dL.
- Gejala ikterus akan hilang pada 10 hari pertama kehidupan.
- Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
2. Ikterus patologis
Ikterus patalogis memiliki karakteristik seperti berikut :
- Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
- Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 10 mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.
- Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dL per hari.
- Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
- Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patalogis lain yang diketahui.
- Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg/dL.
Etiologi
Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
a. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
- Kelainan sel darah merah
- Infeksi seperti malaria, sepsis.
- Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat obatan, maupun yang berasal
dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan eritroblastosis
fetalis.
b. Ikterus Pascahepatik
5
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi
yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi
kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan
di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya
karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang
sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
c. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin
direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga
bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian
menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan
kimia, dll.
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau
neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada
derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel
otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan
berat badan lahir rendah , hipoksia, dan hipoglikemia.
Gejala Klinis
Gejala Hiperbilirubinemia dikelompokan menjadi 2 fase yaitu akut dan kronik:
(Surasmi, 2003)
6
1) Gejala akut
- Lethargi (lemas)
- Tidak ingin mengisap
- Feses berwarna seperti dempul
- Urin berwarna gelap
2) Gejala kronik
- Tangisan yang melengking (high pitch cry)
- Kejang
- Perut membuncit dan pembesaran hati
- Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
- Tampak matanya seperti berputar-putar
Diagnosis
a. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan
pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus
untuk dapat memperkirakan penyebabnya.
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :
- Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain.
- Infeksi intrauterin (oleh virus, toxoplasma, dan kadang-kadang bakteri).
- Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD.
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
- Biasanya ikterus fisiologis.
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan
lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya
melebihi 5 mg% per 24 jam.
- Defisiensi enzim G6PD juga mungkin.
- Polisitemia
- Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan
hepar subkapsuler dan lain-lain).
- Hipoksia
- Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain.
- Dehidrasi asidosis
- Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
7
- Biasanya karena infeksi (sepsis)
- Dehidrasi asidosis
- Defisiensi enzim G6PD
- Pengaruh obat
- Sindrom Crigler-Najjar
- Sindrom Gilbert
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
- Biasanya karena obstruksi
- Hipotiroidisme
- Breast milk jaundice
- Infeksi
- Neonatal hepatitis
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala
- Pemeriksaan darah tepi
- Pemeriksaan penyaring G6PD
- Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab
b. Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan
Selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi
berkembang menjadi kern icterus. WHO dalam panduannya menerangkan cara
menentukan ikterus dari inspeksi, sebagai berikut:
- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan
cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan
pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah
kulit dan jaringan subkutan.
- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning.
c. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah
tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa
senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20
mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
Sumber: : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41185/4/Chapter%20II.pdf
8
1 Kepala dan leher 4-8 4-8
2 Dada sampai pusat 5-12 5-12
3 Pusat bagian bawah sampai lutut 7-15 8-16
Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu
4 9-18 11-18
sampai pergelangan tangan
Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan
5 >10 >15
telapak tangan
(Sumber: Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Edisi III Media Aesculapius FK
UI.2007:504)
2.2 Kelainan klinis pada bekaitan dengan proses sintesis heme
2.2.1 Anemia sideroblastik
Definisi
Anemia sideroblastik adalah anemia hipokromik-mikrositik yang ditandai dengan
adanya sel-sel darah imatur (sideroblas) dalam sirkulas dan sumsum tulang . anemia
sideroblastik primer dapat terjadi akibat cacat genetik pada kromosom X yang jarang
ditemukan (terutama dijumpai pada pria), atau dapat timbul secara spontan terutama
pada orang tua. Penyebab sekunder anemia sideroblastik merupakan anemia dengan
cincin sideroblas dalam sumsum tulang. Anemia ini relatif jarang dijumpai, tetapi perlu
mendapat perhatian karena merupakan salah satu diagnosa banding anemia hipokromik
mikrositik.
Sumber : https://www.scribd.com/doc/137899487/Anemia-Sideroblastik
Karakteristik
Terdapat tiga jenis anemia sideoblastik yaitu anemia sideoblastik primer, anemia
sideroblastik sekunder dan pyridixin responsive anemia
1. Anemia sederoblastik
- Herediter sex linked sideroblatic anemia
- Primary acuquared sideroblstic anemia(PASA) atau idiopatic acuired
sideroblastic anemia (IASA). Dapat dimasukkan disini adalah refractor anemia
with ring siderobalst (RARS0 yang tergolong dalam sindrom mielodisplastic.
2. Anemia sideroblastik sekunder
- Akibat obat : INH, pirasinamid dan sikloserin
- Akibat alkohol
- Akibat keracunan timah hitam
3. Pyridixin responsive anemia
sumber : https://www.scribd.com/doc/137899487/Anemia-Sideroblastik
Patofisiologis
Perubahan pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi kegagalan inkorporasi besi
ke dalam senyawa heme pada mitokondria yang mengakibatkan besi mengendap pada
mitokondria sehingga jika ada tang divat besi akan terlihat binti-bintik yang
9
mengelilingi inti yang disebut sebagai sideroblas cicin. Hal ini yang menyebabkan
kegagalan pembentukan hemoglobin yang disertai eritripoesis infektif dan menimbulkan
anemia hipokromik mikrositik.
Sumber : Sumber : https://www.scribd.com/doc/137899487/Anemia-Sideroblastik
Gejala klinis
Ketika seseorang mengalami penyakit anemia sideroblastik, maka keadaan tubuhnya
tampak kurang sehat. Gejala yang muncul biasanya di tandai oleh keadaan seperti
berikut:
- Kuli memucat
- Penderita cepat mengalami lelah
- Sering mengalami pusing
- Rasa letih, dan nyeri sendi
- Terjadi pembengkakan limfa dan hati
Sumber: http://www.referensisehat.com/2014/12/gejala-anemia-
sideroblastikpenyebab.html
10
Sumber : http://www.referensisehat.com/2014/12/gejala-anemia-sideroblastik-
penyebab.html
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpualn
Kelainan klinis yang berkaitan dengan katabolisme heme yaitu Ikterus. Ikterus adalah
gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi
produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Sedangkan kelainan klinis yang berkaitan
dengan proses sintesis heme adalah anemia sideroblastik. Anemia sideroblastik sendiri
adalah anemia hipokromik-mikrositik yang ditandai dengan adanya sel-sel darah imatur
(sideroblas) dalam sirkulas dan sumsum tulang. Anemia sideroblastik primer dapat terjadi
akibat cacat genetik pada kromosom X.
3.2 Saran
Di harapakan agar mahasiswa dapat mempelajari makalah ini agar dapat mengetahui
tentang kelaianan pada proses sintesis dan katabolisme heme.
11
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/211436938/Katabolisme-Heme-Metabolisme-Porfirin-dan-
Porfiria-dr-Hairuddin-M-Kes
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21400/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41185/4/Chapter%20II.pdf
https://www.scribd.com/doc/137899487/Anemia-Sideroblastik
http://www.referensisehat.com/2014/12/gejala-anemia-sideroblastik-penyebab.html
12