Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru


yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderit kepada orang lain. (Manurung, 2009)

Jumlah penderita TB paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat,.


Menurut laporan WHO, penderita TB di Indonesia pada tahun 2009
sebanyak 294.731 orang. Pada tahun 2010, jumlah penderita TB paru naik
menjadi 330.000 orang dan pada tahun 2012, jumlah penderita TB paru
meningkat cukup tajam yaitu 583.000orang. Prevalen situ berkulosis paru
BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu
Sumatera,Jawa,dan Bali. Prevalen situ berkulosis diwilayah Sumatera
sebesar 160per 100.000 penduduk. Prevalensi tuberkulosis di wilayah Jawa
dan Bali sebesar 110 per100.000 penduduk. Prevalen situ berkulosis di
wilayah Indonesia bagian timur sebesar 210per 100.000 penduduk
(Departemen Kesehatan, 2008).

Pada bulan mei sampai juni 2015, jumlah penderita TB paru di RSUP
persahabatan terbanyak pada kelompok umur dibawah 45 tahun yaitu
sebanyak 79,8%. Penderita TB paru ditemukan dengan BTA positif sebanyak
227 (86%), dengan kasus terbanyak kasus baru (kategori 1) sebanyak 225
(85,2%) orang. (Rekam Medik Soka Atas, 2015)

Masalah utama yang dialami klien dengan TB paru yaitu gangguan


oksigenasi, yang disebabkan karena adanya bakteri mycobaterium didalam
paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya proses peradangan pada saluran
pernapasan. Pada penderita TB paru bila penangananya kurang baik akan
mengalami komplikasi, salah satunya kerusakan pada paru yang akan
menimbulkan gejala sesak nafas, batuk dan dapat menyebar ke organ tubuh

1
lainnya, untuk itu diperlukan terapi pemberian oksigen dengan kanula nasal
pada penderita TB paru.

Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu


dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%, dengan
cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan
mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam
lubang dihidung hanya berkisar 0,6 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula
merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif nyaman,
mudah digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka
pendek dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen.
Pemakaian nasal kanul juga tidak mengganggu klien untuk melakukan
aktivitas, seperti berbicara atau makan. (Aryani, 2009)

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan dengan prosedur nasal kanul pada pasien


gangguan kebutuhan oksigen akibat tuberculosis?

C. Tujuan Studi Kasus

a. Tujuan umum:
Memberikan gambaran tentang Penerapan Pemberian Oksigenasi Melalui
Nasal Kanul akibat tuberculosis di Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan.
b. Tujuan khusus:
1. Mampu memberikan gambaran mengenai konsep dasar dari penyakit
tuberculosis
2. Mampu memberikan gambaran mengenai asuhan keperawatan pada
gangguan oksigenasi
3. Mampu memberikan gambaran mengenai prosedur pemberian
oksigenasi melalui nasal kanul akibat tuberculosis

D. Manfaat Studi Kasus

2
Studi kasus ini di harapkan memberikan manfaaat bagi:

a. Masyarakat

Membudidayakan pengelolaan pasien tuberculosis dalam pemenuhan


kebutuhan oksigenasi.

b. Bagi pengembang ilmu dan teknologi keeperawatan

Menambah keluaasaan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan


dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

c. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,


khususnya studi kasus tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien tuberculosis.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Tuberculosis


1. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir
seluruh organ lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernafasan
dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling
banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi
bakteri tersebut.(Nurarif, 2015)

2. Etiologi
Penyebab tuberkolosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu Tipe
Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil Tipe Human bias berada di
bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan
orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Nurarif, 2015)

Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapar bertahan


hidup dan menyebar konodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran
darah ini dapat menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten
dapet bertahan sampai betahun-tahun. (Nurarif, 2015)

3. Patofisiologi
Invasi bakteri tuberkulosis
Sembuh

4
Infeksi pasca primer Sembuh dengan focus ghon
Sembuh dengan
fobrotik

Bakteri dorman

Reaksi infeksi/inflamasi, kavitas,


Dan merusak parenkim paru

Perubahan cairan Intra pleura

Sesak, sianosis, penggunaan


otot bantu nafas

Pola nafas tidak efektif

4. Manifestasi
Menurut (Nurarif, 2015) Manifestasi meliputi :
1. Demam 40-410C, serta ada batuk/batuk darah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat dingin
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

5. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk tuberculosis paru adalah


sebagai berikut: (Manurung, 2008)

1) Pemeriksaan radiologi: foto rontgen thoraks


Terdapat gambaran yang karakteristik untuk tuberculosis paru yaitu:
a) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru
b) Banyangan berwarna atau bercak
c) Terdapat kavitas tunggal atau multiple
d) Terdapat klasifikasi

5
e) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas
paru
f) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto
ulang beberapa minggu kemudian
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah, pada TB paru aktif biasanya ditemukan peningkatan
leukosit dan laju endap darah(LED).
b) Sputum BTA, diagnosa pasti ditegakkan bila pada biakan
ditemukan kuman tuberculosis. Dilakukan tiga kali berturut-turut
dan biakan /kultur BTA selama 4-8 minggu.
3) Test tuberculin (Mauntoux Test)
Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk menegakan diagnose terutama
pda anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (Protein Perified
Derivation) secara intrakutan sebanyak 0,1 cc. lokasi penyuntikan
umumnya pada bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan.
Penilaian test tuberculosis dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan
dengan mengukur diameter dari pembengkakan yang terjadi pada lokasi
suntikan (indurasi). Indurasi berupa kemerahan jika lebar 0-5 mm
hasilnya adalah negative, jika 6-9 m hasilnya adalah meragukan dan jika
lebih dari 10 mm hasilnya adalah positif.

b. Pemeriksaan Medis

Pengobatan TB paru di Indonesia sesuai program nasional menggunakan


panduan OAT yang diberikan adalah sebagai berikut: (Santa, dkk, 2008)
1) Kategori I: 2 RHZE/4H3R3 diberikan untuk:
a) Penderita baru TB paru dengan BTA (+).
b) Penderita baru TB paru, BTA (-), RO (+), dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
c) Penderita batu TB dengan kerusakan yang berat pada TB ekstra
pulmons.
2) Kategori II: 2 RHZES/HRZE/ 5R3R3E3 diberikan untuk:
Penderita TB paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya
kambuh, kegagalan pengobatan atau pengobatan tidak selesai.

6
Menurut (Susilowati, 2014) yang mengatakan bahwa, faktor yang
mempengaruhi putus OAT paling tinggi dari diri pasien sendiri yaitu
kurang mengarti infomasi tentang penyakit TB dan pengobatannya,
pasien merasa lebih baik, kurangnya motivasi, tidak ada PMO, kurang
nyaman dengan fasilitasi kesehatan, tidak dapat dukungan sosial,
masalah transportasi, jumlah obat yang banyak, dan lupa.

3) Kategori III: 2 RHZ/4 R3H4 diberikan untuk


a) Penderita baru BTA (-) dan hasil rontgen (+) sakit ringan
b) Penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang.

B. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Oksigenasi

Penulis akan menjelaskan asuhan keperawatan dengan gangguan


oksigenasi pada pasien tuberculosis yang meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua


data di kumpulkann secara sistematis guna menentukan status kesehatan
klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait
dengan aspek biologis, psikologis, social, maupun spiritual.

1. Pengkajian

a. Riwayat Keperawatan

1) Masalah pernafasan yang pernah di alami

a) Pernah mengalami perubahan pola pernafasan

b) Pernah mengalami batuk dengan sputum

c) Pernah mengalami nyeri dada

d) Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-


gejala di atas

7
2) Riwayat penyakit pernafasan

a) Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TB,


dan lain-lain?

b) Bagaimana frekuensi setiap kejadian?

3) Riwayat kardiovaskular

Pernah mengalami penyakit jantung atau peredaran darah

4) Gaya hidup

Merokok, keluarga perokok, atau lingkungan kerja dengan


perokok.
Menurut (Dhewi, 2011) mengatakan, laki-laki memiliki
mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga
memungkinkan untuk terpapar bakteri penyebab TB paru lebih
besar, selain itu kebiasaan laki-laki mengkonsumsi rokok,
minum alkohol dan keluar malam hari dapat menurunkan
sistem kekebalan tubuh.

b. Pemeriksaan fisik

1) Mata

a) Konjungtiva pucat (karena anemia)

b) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)

c) Konjungva terdapat pathechial (karena emboli lemak atau


endokarditis)

2) Kulit

a) Sianosis perifer (vasokonstriksi dan menurunnya aliran


darah perifer)

b) Sianosis secara umum (hipoksemia)

c) Penurunan tugor (dehidrasi)

8
d) Edema

e) Edema periorbital

3) Jari dan kuku

a) Sianosis

b) Clubbing finger

4) Mulut dan bibir

a) Membran mukosa sianosis

b) Bernafas dengan mengerutkan mulut

5) Hidung

Pernafasan dengan cuping hidung

6) Vena leher

Adanya distensi/bendungan

7) Dada

a) Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan


aktivitas pernafas, dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan).

b) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.

c) Taktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena


udara/suara melewatkan saluran/rongga pernafasan).

d) Suara napas normal (vesikular, bronkovesikular, bronkial).

e) Suara naffas tidak normal (crackles/ronkhi, ronki,


wheezing, friction rub/pleura friction).

f) Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness).

8) Pola pernapasan

a) Pernapasan normal (eupnea)

9
b) Pernapasan cepat (takipnea)

c) Pernapasan lambat (bradikdi)

c. Pemeriksaan penunjang

1) Tes untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung

a) EKG

b) Exercise stress test

2) Tes untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah

a) Echocardiography

b) Kateterisasi jantung

c) Angiografi

3) Tes untuk mengukur ventilasi dan oksigenasi

a) Tes fungsi paru-paru dengan spirometri

b) Tes astrup

c) Oksimetri

d) Pemeriksaan darah lengkap

4) Melihat striktur sistem pernapasan

a) Foto toraks (X-ray)

b) Bronkoskopi

c) CT Scan paru

5) Menentukan sel abnormal/infeksi sistem pernapasan

a) Kultur apus tenggorok

b) Sitologi

c) Spesimen sputum (BTA)

10
2) Diagnosa

Diagnose keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat


professional yang memberi gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien, baik actual maupun potensial, yang ditetepkan
berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian.

Pola pernapasan tidak efektif berhungan dengan hiperventilasi

3) Perencanaan Keperawatan

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien,


keluarga, dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana
tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien.
Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang
memberi arah bagi tujuan yang ingin di capai, hal yang akan
dilakukan, termaksuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan
melakukan tindakan keperawatan.

Penulis akan merencanakan satu diagnosa menurut (Manurung, 2008).


Dalam menyusun perencanaan keperwatan berpatokan pada diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada klien gangguan sistem pernafasan
yang ditemukan pada klien gangguan sistem perapasan, yaitu:

Pola pernapasan tidak efektif berhungan dengan hiperventilasi

Tujuan: klien menunjukan pola napas efektif

Kriteria hasil:

a) Frekuensi napas normal 16-20 kali/ menit

b) Suara paru jelas dan bersih

c) Klien berpartisipasi dalam aktifitas/ perilaku meningkatkan fungsi


paru

11
Intervensi:

a) Kaji frekuensi, kedalaman dan ekspansi dada

b) Auskultasi dan catat bunyi napas krekels, wheezing, gesekan pleura

c) Atur posisi semi fowler dan bantu mengubah posisi

d) Observasi pola batuk dan karakter sekret

e) Anjurkan klien napas dalam dan latihan batuk efektif

f) Kolaborasi dalam pemberian oksigen

g) Kolaborasi dalam pemberian inhalasi

h) Kolaborasi dalam fisioterapi dada

4) Pelaksanaan

Implementasi/pelaksanaan adalah tahap ketika perawat


mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah di tetapkan.

Pelakanaan keperawatan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang


telah disusun.

5) Evalusi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi pelaksanaan dilakukan berdasarkan
pelaksanaan keperawatan, yang mengacu pada tujuan dan kriteria
hasil

Pola nafas efektif

12
a) Frekuensi nafas normal

b) Suara pernafasan bersih

c) Partisipasi dalam menigkatkan fungsi paru

C. Prosedur Keperawatan Pemberian Oksigenasi dengan Nasal Kanul

1) Definisi

Nasal kanul adalah alat sederhana yang mudah dan sering digunakan
untuk menghatarkan oksigen. Nasal kanul terdapat dua kanula yang
panjangnya masing-masing 1,5 cm (1/2 inci) menonjol pada bagian tengah
selang dan dapat di masukan ke dalam lubang hidung untuk memberikan
oksigen dan yang memungkinkan klien bernafas melalui mulut dan
hidungnya. (Suparmi, 2008)

Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara


kontinyu dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%,
dengan cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung
dan mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke
dalam lubang dihidung hanya berkisar 0,6 1,3 cm. Pemasangan nasal
kanula merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif
nyaman, mudah digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk
pemasangan jangka pendek dan jangka panjang, dan efektif dalam
mengirimkan oksigen. Pemakaian nasal kanul juga tidak mengganggu
klien untuk melakukan aktivitas, seperti berbicara atau makan. (Aryani,
2009)

2) Manfaat
Manfaat penggunaan nasal kanul dengan volume tidal dan laju
pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien
bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah di tolerin klien dan terasa
nyaman.

13
3) Tujuan

a) Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat


kebutuhan oksigen minimal.

b) Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan atau


minum. (Aryani, 2009)

4) Indikasi
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal
kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak
sesak). (Suparmi, 2008)

5) Kontraindikasi
Menurut (Suparmi, 2008) kontraindikasi meliputi:
a) Pada pasien dengan obstuksi nasal
b) Pasien yang apneu

6) Alat dan Bahan


a) Kanula Nasal
b) Slang Oksigen
c) Humidifier
d) Mangkok
e) Air Biasa
f) Sumber Oksigen/tabung oksigen
g) Flowmeter
h) Tanda dilarang merokok
i) Bengkok
j) Tisu

7) Memberikan oksigen melalui nasal kanul


Menurut (Supartini, Y dkk.2008) prosedur pemberian nasal kanul
meliputi:

1. Membangun hubungan saling percaya dengan klien

14
2. Mengkaji kebutuhan klien terhadap terapi oksigenasi

3. Mengecek program terapi oksigen

4. Menjelaskan langkah-langkah tindakan

5. Menyiapkan alat-alat

6. Mencuci tangan

7. Menyiapkan klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan

8. Jelaskan pada klien bahwa pemberian oksigenasi tidak bebahaya dan


akan diobsevasi secara adekuat

9. Menyambungkan selang oksigenasi dengan nasal kanul atau face


mask ke sumber oksigenasi yang sudah dihumidikasi

10. Memberikan oksigenasi sesuai dengan kecepatan aliran menurut


program medis dan pastikan berfungsi dengan baik

a) Selang tidak telekuk, sambung paten

b) Ada gelembung udara pada humudifiler

c) Terasa oksigenasi keluar dari nasal kanul atau masker

Nasal Kanul

a) Melekatkan ujung kanul pada lubang hidung klien

b) Mengatur pitan elastis atau selang plastik ke kepala atau kebawah


dagu sampai kanula pas dan nyaman

c) Memberikan plaster pada kanul dikedua sisi wajah

11. Menanyakan pada klien apakah sesaknya berkurang

12. Menyiapkan alat-alat yang telah di gunakan

13. Merapihkan klien

14. Mencuci tangan

15
15. Mengobservasi respon klien terhadap terapi oksgen

16. Cek kanul setiap 8 jam

17. Dipertahankan, level air pada botol humidifiter setiap waktu

18. Cek jumlah keceppatan aliran oksigen dan program terapi setiap 8 jam

19. Kaji membran mukosa hidung dari adanya iritasi (pada nasal kanul)

20. Mendokumentasikan tindakan dan hasil

a) Menilai dan mencatat respon klien terhadap pemberian oksigen

b) Mengobservasi pola pernafsan

c) Mendokumentsikan metoda pemberian oksigen, kecepatan aliran,


waktu pemberian karakteristik pernafasan

Dalam prosedur pemasangan nasal kanul harus sesuai dengan SOP dengan
pemasangan sesuai dengan SOP saturasi O2 kembali normal (96-100). Hal
ini sesuai dengan (Purnamajaya, 2014) yang mengatakan bahwa
pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai dengan SOP akan membantu
meningkatkan saturasi oksigen pasien dengan gangguan oksigenasi.

BAB III
METODOLOGI PENULISAN

A. Rancarangan studi kasus


Menurut (Andi, 2011) Karya tulis ini ilmiah menggunakan desain kualitatif
dengan pendekatan studi kasus yang menjelaskan kasus secara deskriptif.
Menyatakan metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

16
data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang orang
atau perilaku yang diamati.
Pada studi kasus karya tulis ilmiah ini penulis melakukan kegiatan sistematis
yang berupa kegiatan yang sistematis untuk dilakukan penerapan prosedur
pemberian nasal kanul pada pasien Tuberkulosis.

B. Subjek studi kasus


Subjek studi kasus menurut (Maryam dkk, 2017) tidak kenal populasi
dan sampe, namun lebih mengarah kepada istilah subyek studi kasus oleh
karena yang menjadi subyek studi kasus sekurang-kurangnya dua klien
(individu, keluarga, atau masyarakat kelompok khusus) yang diamati secara
mendalam. Subyek studi kasus perlu dirumuskan kriteria inkusi dan eksklusi.

a. Kriteria inkusi

1. Pasien dengan jenis kelamin laki-laki

2. Pasien laki-laki yang termasuk kategori II

3. Pasien laki-laki yang memiliki gangguan Oksigenasi dengan


terpasangnya nasal kanul

4. Pasien laki-laki berusia 30-60 tahun

b. Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan jenis kelamin perempuan

2. Pasien laki-laki yang bukan termasuk kategori II

3. Pasien laki-laki yang tidak memiliki gangguan Oksigenasi

4. Pasien laki-laki berusia 20 tahun

C. Fokus studi kasus


Fokus studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan
studi kasus meliputi:

17
1. Mampu memberikan gambaran mengenai konsep dasar dari penyakit
tuberculosis
2. Mampu memberikan gambaran mengenai asuhan keperawatan pada
gangguan oksigenasi
3. Mampu memberikan gambaran mengenai prosedur pemberian oksigenasi
melalui nasal kanul akibat tuberculosis

D. Definisi operasional
Menurut (Sugiyono, 2012), definisi operasional adalah penentuan
konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat
diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk
meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti
yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau
mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik.
a. Tuberculosis
Tuberkulosis paru menurut (Black, 2014) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang
berbentuk batang dan tidak membentuk spora. Bakteri ini sering disebut
sebagai tahan asam yaitu tahan terhadap peluntur warna atau alcohol jika
diwarnai. Sebagian besar TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya.
b. Kebutuhan Oksigenasi
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu
dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%, dengan
cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan
mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam
lubang dihidung hanya berkisar 0,6 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula
merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif nyaman,
mudah digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka
pendek dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen.
Pemakaian nasal kanul juga tidak mengganggu klien untuk melakukan
aktivitas, seperti berbicara atau makan. (Aryani, 2009:54)
c. Prosedur Pemberian Nasal Kanul

18
Nasal kanul merupakan selang bantu pernafasan yang di letakan pada
lubang hidung. adapun keuntungannya adalah pemberian oksigen stabil
dengan volume tidal dan laju, pernafasan teratur, Pemasangannya mudah,
pasien bebas makan, Pasien bebas berbicara dengan nyaman. Selain itu nasal
kanul juga memiliki kerugian di antaranya adalah tidak dapat memberi
konsentrasi oksigen lebih dari 44% , suplai oksigen berkurang bila pasien
bernafas melalui mulut, dapat mengiritasi selaput lendir.

E. Instrumen studi kasus


Jenis instrument yang sering digunakan pada ilmu keperawatan diklasifikasi
menjadi 5 bagian yaitu : Biologis (pengukuran yang berorientasi pada
dimensi fisiologis manusia.Observasi (terstruktur dan tidak terstruktur) :
Observasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa model
intrumen, antara lain: catatan anecdotal : mencatat gejala-gejala khusus atau
luar biasa menurut urutan kejadian, catatan berkala: mencatat gejala secara
berurutan menurut waktu namun tidak terus-menerus. Daftar cek list :
menggunakan daftar yang memuat nama observer disertai jenis gejala yang
diamati. Wawancara (terstruktur dan tidak terstruktur), kuesioner. (Nursalam,
2008)
Instrumen yang di pakai pada studi kasus ini penulis memakai berupa
pedoman wawancara dan daftar tilik (lembar observasi).

F. Prosedur pengumpulan data


Prosedur yang digunakan dalam studi kasus adalah pengumpulan data melalui
wawancara, pemeriksaan fisik, rekam medik klien, pemeriksaan penunjang
dan observasi, wawancara ini dilakukan dengan pertanyaan terbuka dapa
membuat klien lebih bebas memberikan jawaban sesuai isi hati dan apa yang
dirasakan. Peneliti juga melakukan pemeriksaan fisik, melihat rekam medik
klien dan pemeriksaan penunjang. Peneliti juga melakukan pengamatan
terhadap respon non verbal klien dan situasi selama wawanacara yang
didokumentasikan dalam field notes (catatan lapangan).Dalam penulisan
proposal karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode wawancara
terstruktur, studi dokumen dari catatan medis klien.

19
G. Tempat dan waktu studi kasus
Studi kasus dilakukan pada tanggal 13 sampai 21 April 2017 di Rumah
Sakit Umum Persahabatan Ruang Soka Atas.

H. Analisis data dan penyajian data


Dalam studi kasus ini penulis memakai data kualitatif dengan
menggunakan pola berfikir secara induktif. Penyajian data di sesuaikan
dengan studi kasus deskripsi, data di sajikan secara tekstural/narasi dan dapat
disertakan dengan ungkapan verbal dari studi kasus yang akan menjadi data
pendukung data studi kasus yang di susun.

I. Etika studi kasus


Menurut (Supardi, 2013) Prinsip dasar etik penelitian meliputi:
1. Prinsip menghormati martabat manusia (respect for persons), dengan
tujuan menghormati otonomi untuk mengambil keputusan dan melindungi
manusia yang otonominya terganggu dari perlakuan dan penyalahgunaan.
2. Prinsip etik berbuat baik (beneficence), yang menyangkut manfaat
maksimal dan kerugian minimal. Yaitu:
a. Resiko penelitian wajar dibandingkan manfaat yang diharapkan
b. Desain penelitian memenuhi persyaratan ilmiah
c. Peneliti dapat melaksanakan penelitian dengan menjaga kesejahteraan
subjek
d. Tidak merugikan subjek penelitian
3. Prinsip etik keadilan (justice), yaitu keadilan antara beban dan manfaat
yang diperoleh subjek dari ke ikut sertaannya dalam penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

20
A. Hasil Studi Kasus
Dalam bab ini penulis ingin menguraikan pembahasan mengenai penerapan prosedur
oksigenasi melalui nasal kanul pada pasien akibat tuberculosis di rumah sakit umum
persahabatan ruang soka atas. Ruangan ini di rancang khusus untuk pasien
Tuberculosis dengan ventilasi udara yang cukup untuk penderita tubercosis.
Kapasitas yang tersedia di ruang soka atas terdiri dari 30 tempat tidur. Dalam hasil
studi ini subjek yang di butuhkan 2 pasien dengan gangguan dan perencanaan yang
sama.

1. Pengkajian
a. Identitas
Kasus I Tn.R
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 April 2017 jam 10.00 WIB. Pengkajian
ini dilakukan dengan metode kualitatif, pengkajian ini dilakukan pada pasien
dengan inisial Tn.Rberumur 33 tahun, beragama islam, pendidikan terahir S1,
berkerja sebagai guru fisika, status belum menikah, memiliki dx medis TB
paru kambuh, dengan keluhan utama sesak, batuk disertai darah dan nyeri
dada, riwayat penyakit sekarang Tb paru, dan riwayat keluarga Tb paru,
hipertensi.
Kasus II Tn.S
Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 April 2017 jam 13.00 WIB. Pengkajian
ini dilakukan dengan metode kualitatif, pengkajian ini dilakukan pada pasien
dengan inisial Tn.Sberumur 59 tahun, beragama islam, pendidikan terahir
SMP, berkerja sebagai penjual motor, status menikah, memiliki dx medis TB
paru putus obat, dengan keluhan utama sesak, batuk berdahak, nyeri dada,
keringat dingin pada malam hari, riwayat penyakit sekarang Tb paru, dan
riwayat keluarga hipertensi.

b. Riwayat Keperawatan
Kasus I Tn.R
Tn.R datang ke RS.Persahabatan pada tanggal 06-05-2017 dengan sesak,
batuk disertai darah dan nyeri dada. Sesak bertambah jika batuk terus
menerus dan jika beraktifitas. Tn.R sebelumnya berobat di balai dewa dekat

21
rumahnya, akan tetapi Tn.R mengatakan kambuh lagi. Tn.R mengkonsumsi
obat-obatan yang diberikan saat berobat di balai dewa.Tn.R mengatakan saat
ini nafsu makannya berkurang dan berat badan menurun BB saat ini 60 Kg
dan TB 182 cm. Tn.R mengatakan sebelumnya pernah mengalami penyakit
Tb Paru pada saat SMA. Tn.R mengatakan sejak SMP ia merokok dan dapat
menghabiskan 1 bungkus rokok dalam sehari dan pernah beberapa kali
minum-minuman yang beralkohol. Riwayat kesehatan keluarga, Tn.R
mengatakan anggota ibu, bapak seta adiknya pernah menderita TB. Pola
kebiasaan sehari-hari Tn.R sebelum sakit. Pola nutrisi Tn.S frekuensi makan
3 kali sehari, nafsu makan baik, jenis makanan sehari-harinya yaitu nasi, lauk
pauk dan sayur mayur serta buah. Berat badan 70 kg dan tinggi badan 182
cm. Pola eliminasi, frekuensi 5-6 x/hari berwarna kuning, frekuensi BAB
1x/hari pada pagi hari, warna kecoklatan, bau khas dan konsistensi padat.
Personal hygiene Tn.R mandi 2 kali sehari memakai sabun, menyikat gigi 2
kali sehari pada waktu pagi dan sore hari. Pola istirahat dan tidur, Tn.R tidur 8
jam pada malam hari. Kegiatan dalam pekerjaan Tn.R sebagai guru fisika.
Kasus II Tn.S
Tn.S datang ke RS.Persahabatan pada tanggal 07-05-2017 dengan keluhan
sesak, batuk berdahak, nyeri dada, keringat dingin pada malam hari. Sesak
bertambah jika batuk terus menerus dan jika beraktifitas. Tn.S sebelumnya
berobat di pukesmas dekat rumahnya. Tn.S mengkonsumsi obat-obatan yang
diberikan saat berobat di balai dewa.Tn.S mengatakan berat badan saat ini 55
Kg dan TB 170 cm. Tn.S mengatakan sebelumnya tidakpernah mengalami
penyakit Tb. Tn.Smengatakan sejak SDia mulai mencoba coba merokok dan
dapat menghabiskan 16 batang/hari. TnS seringminum-minuman beralkohol.
Riwayat kesehatan keluarga, Tn.S mengatakan keluarganya tidak ada yang
menderita Tb. Riwayat penyakit keturunan hanya hipertensi.Pola nutrisi Tn.S
frekuensi makan 3 kali sehari, nafsu makan baik, jenis makanan sehari-
harinya yaitu nasi, lauk pauk dan sayur mayur serta buah. Berat badan 55 kg
dan tinggi badan 170 cm. Pola eliminasi, frekuensi 5-6 x/hari berwarna
kuning, frekuensi BAB 1x/hari pada pagi hari, warna kecoklatan, bau khas
dan konsistensi padat. Personal hygiene Tn.S mandi 2 kali sehari memakai
sabun, menyikat gigi 2 kali sehari pada waktu pagi dan sore hari. Pola

22
istirahat dan tidur, Tn.Sa tidur 6 jam pada malam hari. Kegiatan dalam
pekerjaan Tn.Spenjual motor.

c. Pemeriksaan fisik
Kasus I Tn.R
Hasil pengkajian TTV: TD: 110/80 mmHg, S : 36,4 0C, N: 80x/mnt, RR:
24x/mnt, GCS: 15. Sistem pernafasan Saat di inspeksi jalan nafas terdapatnya
sputum, pernafasan pasien terlihat sesak dan adanya retraksi dada.
Mengunakan alat bantu nasal kanul, Frekuensi pernafasan 24x/menit, irama
tidak teratur dan nafas dangkal, batuk terdapat sputum, konsistensi kental,
berwarna kehujauan, saat ini pasien mengatakan batuk sudah tidak berdarah.
Auskultrasi suara nafas ronchi.

Pemeriksaan data penunjang laboratorium: a) Hematologi Darah perifer


lengkap : Hemoglobin 15.6 g/dL (13.0-16.0) Hematokrit 46.0 % (40.0-48.0)
Eritrosit 5.37 (4.50-5.50) MCV/VER 85.7 (82.0-92.0) MCH/HER 29.1 pg
(27.0-31.0) MCHC/KHER 33.9 g/dL (32.0-36.0) Jumlah trombisit 284 (150-
400) Jumlah leukosit 10.17 (5.00-10.00) . b) Hitung jenis Basofil 0.5% (0-1)
Eosinofil H 4.3% (1-3) Neutrofil 61.1% (52.0-76.0) Limosit 26.2% (20-40)
Monosit 7.9% (2-8) RDW-CV 13.0% (11.5-14.5). c) Kimia klinikAnalisa
gas darah: PH 7.366 (7.350-7.450), PCO2 40.0 mmHg (35.00-45.00), PO2
133.90 mmHg (75~100), HCO3 23.40 mmol/L (21~55), tolat CO2 24.60
mmol/L (21.00-27.00) base excess -2,10 (-2,5~25), O2 saturation H 99.50%
(95.00-98.00) std HCO3 23.4 mmol/L (22~24)

Foto thoraks Cor tidak membesar, hilus kanan balik. Konsolidasi homogen
lapangan atas kiri, menarik trakea, jantung dan mediastinum ke kiri.
Fibroinfitrat kedua paru kiri atas. Sinus kiri tumpul. Tampak scolisosis
thoracalis, convexitas ke kanan

Kesan : TB paru, atelectasis paru kiri atas, bulous emfisem paru kiri atas efusi
pleura kiri.
Kasus II Tn.S
Hasil pengkajian TTV: TD: 150/100 mmHg, S : 36,20C, N: 78x/mnt, RR:
26x/mnt, GCS: 15. Saat di inspeksi jalan nafas terdapatnya sputum,
pernafasan pasien terlihat sesak dan adanya retraksi dada. Mengunakan alat

23
bantu nasal kanul, Frekuensi pernafasan 26x/menit, irama tidak teratur dan
nafas dangkal, batuk terdapat sputum, konsistensi kental, berwarna kehijauan
saat ini pasien mengatakan batuk sudah tidak berdarah. Auskultrasi suara
nafas ronchi.

Pemeriksaan data penunjang laboratorium: a) Hematologi Darah perifer


lengkap : Hemoglobin 11.1 g/dL (13.0-16.0) Hematokrit 28.5 % (40.0-48.0)
Eritrosit 3.50 (4.50-5.50) MCV/VER 81.4 (82.0-92.0) MCH/HER 26.9 pg
(27.0-31.0) MCHC/KHER 33.0 g/dL (32.0-36.0) Jumlah trombisit 593 (150-
400) Jumlah leukosit 11.41 (5.00-10.00). b) Hitung jenis Basofil 0.1% (0-1)
Eosinofil L 0.0% (1-3) Neutrofil H 88.5% (52.0-76.0) Limosit L 5.3% (20-
40) Monosit 6.1% (2-8) RDW-CV H 15.5% (11.5-14.5). c) Kimia klinik
Analisa gas darah: PH 7.481 (7.350-7.450), PCO2 35.20 mmHg (35.00-
45.00), PO2 107.90 mmHg (75~100), HCO3 26.60 mmol/L (21~55), tolat
CO2 27.60 mmol/L (21.00-27.00) base excess H 2.90 (-2,5~25), O2
saturation H 98.90% (95.00-98.00) std HCO3 27.8 mmol/L (22~24)

Foto thoraks: Diafgrama tenting, sinus kostofrenikus kiri tumpul.


Fibroinfitrat disertai kanvitas multiple dan bronkiektasis di lapangan atas paru
bilateral, hiperventilasi basal paru, konsolidasi in homogen apeks paru kiri.
Hilus elevasi. Jantung ukuran normal trachea tertarik ke kiri normal

Kesan : sugestif TB paru aktif lesi luas dengan bronkiektasis

2. Analisa Data
Kasus I Tn.R
Dari data pengkajian dan observasi diatas, penulis melakukan analisa data
pada tanggal 14 April 2017 ditandai dengan Data Subjektif Pasien
mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan sesak semakin bertambah jika
beraktifitas dan saat batuk terus-menerus. Data Objektif pesien terpasang
oksigen nasal kanul 3L/menit, pasien tampak sesak, adanya retraksi dada
dangkal, adanya ronkhi TTV : TD : 110/80 mmHg, N : 89 x/mnt, S : 36,2 0C,
RR : 24 x/mnt, keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, hasil lab
PO2 meningkat 133.90 mmHg (75-100)
Kasus II Tn.S

Dari data pengkajian dan observasi diatas, penulis melakukan analisa data
pada tanggal 15 April 2017 ditandai dengan Data Pasien mengatakan sesak,
24
pasien mengatakan lemah dan lemas karna sesaknya. Data Objektif pasien
terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit, pasien tampak sesak, tampak adanya
retraksi dada dangkal, adanya ronkhi, TTV: TD : 150/100 mmHg, N : 94
/mnt, S : 36.5 0C, RR : 26 x/mnt, Keadaan umum lemah, kesadaran
composmentis, hari hasil lab adanya peningkatan PO2 107.90 mmHg
(75~100).

3. Diagnosa Keperawatan

Dari data diatas penulis merumuskan pada Kasus I Tn.R terdapat beberapa
diagnosa keperawatan :

Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperventilasi

Dari data diatas penulis merumuskan pada Kasus II Tn.S terdapat beberapa
diagnosa keperawatan :

Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperventilasi

4. Perencanaan/ Intervensi
Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperventilasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, pola nafas
tidakefektif dapat teratasi
Kriteria hasil: sesak berkurang, menunjukan jalan nafas yang paten, tanda-
tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a. Monitor vital sign
Rasional: untuk mengetahui intervensi selanjutnya
b. Posisikan pasien semi fowler
Rasional: untukmemaksimalkan ventilasi
c. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
Rasional: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
d. Monitor aliran oksigen
Rasional: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien

25
5. Pelaksanaa/ Implementasi
Kasus I Tn.R
Tindakan hari pertama dilakukan pada tanggal 14 April 2017 jam (13.00)
memonitor vital sign dengan respon subjektif tidak ada respon, respon
objektif TTV: 100/80 mmHg. S: 36,3 oC, N: 86x/mnt, RR: 24x/mnt. (13.10)
memposisikan pasien semi fowler respon subjektif pasien mengatakan nafas
lebih enak dengan posisi setangah duduk, respon objektif pasien tampak lebih
nyaman dan pernafasan menjadi teratur.(13.15) mengkolaborasi dalam
pemberian oksigen terapi respon subjektif pasien mengatakan setelah di
berikan oksigen sesak berkurang, respon objektif sesak tampak berkurang
RR: 23x/mnt. (13.20) memonitor aliran oksigen, respon subjektif tidak ada,
respon objektif aliran tampak lancar, tidak ada sumbatan.

Tindakan hari kedua dilakukan pada tanggal 15 April 2017 jam (15.00)
meonitor vital sign dengan respon sujektif tidak ada, respon objektif TTV:
110/80 mmHg, S: 36,3 0C, N: 80x/mnt, RR: 22x/mnt. (15.10) memposisikan
semi fowler respon subjektif pasien mengatakan nafas lebih enak dengan
posisi setengah duduk, repson objektif pasien tampak lebih nyaman dan
pernafasan menjadi lebih teratur.

Tindakan hari ketiga dilakukan pada tanggal 17 April 2017 jam (09.00)
mengkolaborasi dalam pemberian oksigenasi terapi dengan respon subjektif
pasien mengatakan sudak tidak sesak seperti kemarin, respon objektif sesak
tanpak berkurang dengan aliran oksigen 2L/mnt. (09.40) memonitor aliran
oksigenasi respon subjektif tidak ada, respon objektif tidak ada sumbatan,
alirsn tampak lancar

Tindakan hari keempat pada tanggal 18 April 2017 (08.00) memonitor vital
sign dengan respon sunjektif tidak ada, respon objektif TTV: 120/80 mmHg,
S:36,2 0C, N: 81x/mnt, RR: 20x/mnt. (08.10) memposisikan pasien semi
fowler respon subjetif pasien mengatakan lebih suka dengan posisi setengah
duduk karna bernafas menjadi lebih enak, respon objektif pasien tampak lebih
nyaman dengan posisi setengah duduk, dan pernafasan tampak lebih teratur.
(09.00) mengkolaborasi dalam pemberian oksigen terapi respon subjektif
pasien mengatakan mulai dari semalem sudah belajar tidak menggunakan

26
oksigen, respon objektif pasien tampak sudah tidak menggunakan oksigen,
tampak sudah tidak sesak.
Kasus II Tn.S
Tindakan hari pertama di lakukan pada tanggal 15 April 2017 (15.00)
memonitor vital sign dengan respon subjektif todak ada, respon objektif TTV:
150/100 mmHg, S: 36,2 0C, N: 86x/mnt, RR: 26/mnt. (15.30) memposisikan
pasien semi fowler dengan respon subjektif pasien mengatakan jika setengah
duduk nafas menjadi lebih enak, respon objektif pasien tampak lebih nyaman
dan pernafasan menjadi lebih teratur. (15.40) mengkolaborasi dalam
pemberian oksigen terapi respon subjektif pasien mengatakan setelah di
berikan oksigen sesak berkurang, respon objektif sesak tampak berkurang
RR: 24x/mnt. (09.10) memonitor aliran oksigen respon subjektif tidak ada,
respon objektif aliran tampak lancar, tidak ada sumbatan.

Tindakan hari kedua di lakukan pada tanggal 17 April 2017 (08.00)


memonitor vital sign dengan respon subjektif todak ada, respon objektif TTV:
1140/80 mmHg, S: 36,6 0C, N: 86x/mnt, RR: 24/mnt. (08.30) mengkolaborasi
dalam pemberian oksigen terapi respon subjektif pasien mengatakan tidak
terlalu sesak setelah di berikan oksigen, respon objektif sesak tampak
berkurang RR: 24x/mnt. (09.10) memonitor aliran oksigen respon subjektif
tidak ada, respon objektif aliran tampak lancar, tidak ada sumbatan.

Tindakan hari ketiga pada tanggal 18 April 2017 (09.00) memonitor aliran
oksigen respon subjektif tidak ada, respon objektif aliran tampak lancar, tidak
ada sumbatan. (09.30) memposisikan pasien semi fowler dengan respon
subjektif pasien mengatakan sesak berkurang jika posisi setengah duduk,
respon objektif pasien tampak lebih nyaman dan pasien dapat mengatur nafas
RR: 22x/mnt.

Tindakan hari keempat di lakukan pada tanggal 19 April 2017 (08.00)


memonitor vital sign dengan respon subjektif todak ada, respon objektif TTV:
130/90 mmHg, S: 36,3 0C, N: 88x/mnt, RR: 20/mnt. (08.30) memposisikan
pasien semi fowler dengan respon subjektif pasien mengatakan jika setengah

27
duduk nafas menjadi lebih enak, respon objektif pasien tampak lebih nyaman
dan pernafasan menjadi lebih teratur.

6. Evaluasi Keperawatan
Kasus I Tn.R

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada


tanggal 14 April 2017 jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan masih sesak. Obyektif
pasien tampak masih sesak. TTV: TD: 100/80mmHg, N: 86x/menit, RR
24x/menit S: 36,2oC. Assesment masalah tidak teratasi. Planning intervensi
dilanjutkan .

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada


tanggal 15 April 2017 jam 18.30 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan sesak berkurang.
Obyektif pernafasan pasien tampak mulai stabil. TTV: TD:110/80 mmHg, S:
36,3 0C, N: 80x/mnt, RR: 22x/mnt. Assesment masalah tidak teratasi.
Planning intervensi dilanjutkan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada


tanggal 17 April 2017 jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah Subjektif pasien megatakan sudah tidak sesak.
Obyektif pemberin terapi oksigen tampak dikurangi menjadi 2L/menit.
Assesment masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada


tanggal 18 April 2017 jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan sudah tidak sesak.
Obyektif pasien tampak tidak memakai oksigen, tampak menunjukan jalan
nafas yang paten TTV: 120/80 mmHg, S:36,2 0C, N: 81x/mnt, RR: 20x/mnt.
Assesment masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan.

Kasus II Tn.S

28
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada
tanggal 15 April 2017 jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan masih sesak. Obyektif
pasien tampak masih sesak, tampak memakai oksigen 5L/menit TTV:
TD:150/100 mmHg, S: 36,2 0C, N: 86x/mnt, RR: 26/mnt. Assesment masalah
tidak teratasi. Planning intervensi dilanjutkan .

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada


tanggal 17 April 2017 jam 18.30 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan masihsesak. Obyektif
pasientampak masih sesak, memakai aliran oksigen 4L/menit TTV:
TD:130/90 mmHg, S: 36,3 0C, N: 80x/mnt, RR: 22x/mnt.Assesment masalah
tidak teratasi. Planning intervensi dilanjutkan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada


tanggal 18 April 2017 jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah Subjektif pasien megatakan dengan posisi setengah
duduk nafas menjadi lebih enak. Obyektif pasien tampak lebih nyaman
dengan posisi semi fowler, tampak mulai menunjukan jalan nafas yang
paten.pemberin terapi oksigen tampak dikurangi menjadi 2L/menit.
Assesment masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada


tanggal 19 April 2017 jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan sesak berkurang.
Obyektif sesak tampak berkurang, tampak tidak memakai oksigen, tampak
menunjukan jalan nafas yang paten TTV: 130/90 mmHg, S: 36,3 0C, N:
88x/mnt, RR: 20/mnt. Assesment masalah teratasi. Planning intervensi
dihentikan.

B. Pembahasan
29
Dalam pembahasan ini penulis akan membahas mengenai penerapan prosedur
pemberian oksigenasi melalui nasal kanul pada pasien akibat tuberculosis di rumah
sakit umum persahabatan ruang soka atas. Pembahasan ini di buat untuk melihat
kesenjangan antara teori dan kasus pada kedua kasus ini. Pembahasan di mulai dari
pengkajian, diagnose, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data di
kumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini.

Pada kasus I Tn.R dengan TB kambuh dalam kasus ini mengalami resiko tinggi
menderita Tuberculosis paru dikarenakan mempunyai kebiasaan merokok 1 bungkus
perhari, pernah beberapa kali minum-minuman alcohol dan kontak langsung dengan
pamannya yang menderita Tuberculosis paru. Kebiasaan Tn.R mengkonsumsi rokok
dan alkohol ini menjadi data pendukung terjadinya TB. Keluhan utama yang di
derita pasien meliputi sesak nafas, keluarnya keringat pada malam hari, batuk disertai
darah, nyeri dada. Saat pemeriksaan fisik di dapati hasil TTV: TD; 110/80 mmHg, N;
80x/menit, RR; 24x/menit, S; 36,4 0C dan hasil leukosit menunjukan 10.17, hasil
BTA (+), hasil inspeksi jalan nafas terdapatnya sputum berwarna kekuningan dengan
konsistensi kental dan frekuensi yang di keluarkan >10 kali. Hasil foto thorax dada
pasien menunjukan kesan : TB paru, atelectasis paru kiri atas, bulous emfisem paru
kiri atas efusi pleura kiri. Berdasarkan fakta dari hasil foto rontgen dada pasien tidak
semua sama persis dengan teori, namun terdapat kesamaan antara hasil foto rontgen
dada dengan teori yaitu adanya bayangan lesi terletak di lapangan atas kiri, menarik
trakea, jantung dan mediastinum ke kiri, tampak terlihat bentuk abnormal pada foto
thoraks.

Pada kasus II Tn.S dengan putus obat memiliki kebiasa merokok 16 batang perhari,
sering memimum-minuman alcohol dan sering lupa untuk minum obat dikarenakan
ia merasa badannya sudah tidak sakit, dan malas minum obat karna jumlah obat yang
banyak. Kebiasaan Tn.S mengkonsumsi rokok dan alkohol ini menjadi data
pendukung terjadinya TB. Keluhan utama yang di derita pasien meliputi sesak
nafas, keluarnya keringat pada malam hari, batuk disertai darah, nyeri dada Saat

30
pemeriksaan fisik di dapati hasil TTV: TD; 150/100 mmHg, N; 78x/menit, RR;
26x/menit, S; 36,2 0C dan hasil leukosit menunjukan 11.41, hasil BTA (+), hasil
inspeksi jalan nafas terdapat sputum berwarna kekukingan dengan konsistensi kental
dan frekuensi yang dikeluarkan >10 kali. Hasil foto thorax dada pasien menunjukan
kesan : sugestif TB paru aktif lesi luas dengan bronkiektasis. Berdasarkan fakta dari
hasil foto rontgen dada pasien tidak semua sama persis dengan teori, namum terdapat
kesamaan antara foto rontgen dada dengan teori yaitu adannya lesi bilateral terutama
bila terdapat pada lapangan atas paru.

Pembahasan kasus I dan II

pada kasus I dan II Menurut (Dhewi, 2011) mengatakan, laki-laki memiliki


mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga memungkinkan untuk
terpapar bakteri penyebab TB paru lebih besar, selain itu kebiasaan laki-laki
mengkonsumsi rokok, minum alkohol dan keluar malam hari dapat menurunkan
sistem kekebalan tubuh. Pada Tn.R penyakit TB paru kambuh karna salah satu
keluarga ada yang menderita TB. Hal ini sesuai dengan (Nurarif, 2015) yang
mengatakan bahwa Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ
lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan
(GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang
berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. Pada Tn.S beberapa penyebab
penderita mengalami putus obat sesuai dengan (Susilowati, 2014) yang mengatakan
bahwa, faktor yang mempengaruhi putus OAT paling tinggi dari diri pasien sendiri
yaitu kurang mengarti infomasi tentang penyakit TB dan pengobatannya, pasien
merasa lebih baik, kurangnya motivasi, tidak ada PMO, kurang nyaman dengan
fasilitasi kesehatan, tidak dapat dukungan sosial, masalah transportasi, jumlah obat
yang banyak, dan lupa.

Keluhan pada Tn.R dan Tn.S Berdasarkan fakta yang ada saat pengkajian, sudah
sesuai dengan teori yaitu sesak nafas, batuk di sertai darah, nyeri dada, bunyi khas
pada dada, meningkatnya sel darah putih. Hal ini sesuai dengan (Nurarif, 2015)
yang menyatakan bahwa adanya demam 40-410C, serta ada batuk/batuk darah, sesak
nafas dan nyeri dada, malaise, keringat dingin, suara khas pada perkusi dada, bunyi
dada, peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

31
Pada hasil foto thorax Tn.R dan Tn.S. Sesuai dengan (Manurung, 2008). Yang
mengatakan bahwa adanya lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru, banyangan
berwarna atau bercak, terdapat kavitas tunggal atau multiple, terdapat klasifikasi,
apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru, bayangan
abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang beberapa minggu
kemudian.

Pada kasus I dan kasus II termaksud kedalam katergori II Penderita TB paru BTA
(+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya kambuh, kegagalan pengobatan atau
pengobatan tidak selesai sesuai dengan (Manurung dkk, 2008).

Dari data-data diatas penulis menemukan kesenjangan Pada kasus 1 dan kasus 2,
yaitu dari segi usia yang berbeda, Tn.H (33 tahun) dan Tn.F (59 tahun). Kemudian
dari pola kebiasaan sehari-harinya yaitu Tn.R yang biasa merokok 1 bungkus sehari,
beberapa kali meminum alcokhol dan bekerja sebagai guru, sedangkan Tn.S yang
biasa menghabisakan rokok 16 batang sehari, seringnya meminum alcohol dan
berkerja sebagai penjual motor. Dari segi sistem pernafasan tanda dan gejala yang
dirasakan oleh Tn.R dan Tn.S adanya kesamaan yaitu sesak nafas, keluarnya keringat
pada malam hari, batuk disertai darah, nyeri dada. Tetapi dari frekuensi pernafasan
berbeda, frekuensi pernafasan Tn.R 24x/menit dan Tn.S 26x/menit. Kemudian pada
pemeriksaan penunjang penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus yaitu
hanya beberapa pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan foto thoraks dan
pemeriksaan laboratoriu.

2. Diagnosa
Diagnose keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat professional yang
memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien, baik actual maupun
potensial, yang ditetepkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian.
Pada kasus I dan kasus II penulis mengangkat diagnosa yang dapatkan secara teori
mengenai Pola Nafas Tidakefektif Berhubungan Dengan Hiperventilasi. Pada
pasien TB biasanya mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen karena
adanya sputum yang berlebihan sehingga tidak adekuatnya pertukaran udara inspirasi
ataupun ekspirasi sehinga menyebabkan pola nafas tidakefektif yang dikemukakan
(Nurarif, 2015).

32
3. Perencanaan/ Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga, dan orang
terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi
masalah yang dialami klien.
Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperventilasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, pola nafas
tidakefektif dapat teratasi. Kriteria hasil: sesak berkurang, menunjukan jalan nafas
yang paten, tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi: Monitor vital sign
Rasional: untuk mengetahui intervensi selanjutnya. Posisikan pasien semi fowler
Rasional: untukmemaksimalkan ventilasi. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
terapi Rasional: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien. Monitor
aliran oksigen Rasional: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien.
Dalam perencanaan yang dibuat penulis sesudah sesuai dengan buku panduan
NANDA NIC-NOC (Nurarif, 2015) yang mengatakan bahwa perencanaan dapat di
lakukan seperti: Monitor vital sign Rasional: untuk mengetahui intervensi
selanjutnya. Posisikan pasien semi fowler Rasional: untukmemaksimalkan ventilasi.
Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi Rasional: menjaga aliran oksigen
mencukupi kebutuhan pasien. Monitor aliran oksigen Rasional: menjaga aliran
oksigen mencukupi kebutuhan pasien.

4. Pelaksanaa/ Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Implementasi yang di lakukan penulis sesuai
dengan intervensi keperawatan yaitu: Memonitor vital sign, memposisikan pasien
semi fowler, mengkolaborasi dalam pemberian oksigen terapi, dan memonitor aliran
oksigen.

Memonitor vital sign saat dilakukan pemeriksaan hari pertama, kedua, ketiga dan
keempat hanya pernafasan saja yang tidak normal. Memposisikan pasien semi fowler
di lakukan untuk memaksimalkan dan mempertahankan pengembangan paru, psaien
merasa nyaman saat di berikan posisi semi fowler. Mengkolaborasi dalam pemberian
oksigen terapi bertujuan untuk memaksimalkan sediaan oksigen, pasien diberikan

33
oksigen 3L/menit dengan nasal kanul. Saat di berikan oksigen dengan nasal kanul
pasien merasa sesak berkurang. Pada saat implementasi ini penulis mengobservasi
saat di lakukannya pemasangan oksigen dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang sesuai (Supartini, Y dkk.2008) yang menjelaskan prosedur pemberian nasal
kanul meliputi: Membangun hubungan saling percaya dengan klien, mengkaji
kebutuhan klien terhadap terapi oksigenasi, mengecek program terapi oksigen,
menjelaskan langkah-langkah tindakan, menyiapkan alat-alat, mencuci tangan,
menyiapkan klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, jelaskan pada klien
bahwa pemberian oksigenasi tidak bebahaya dan akan diobsevasi secara adekuat,
menyambungkan selang oksigenasi dengan nasal kanul atau ke sumber oksigenasi
yang sudah dihumidikasi, memberikan oksigenasi sesuai dengan kecepatan aliran
menurut program medis dan pastikan berfungsi dengan baik, selang tidak telekuk,
sambung paten, ada gelembung udara pada humudifiler, terasa oksigenasi keluar dari
nasal kanul, nasal Kanul dilekatkan ujung kanul pada lubang hidung klie, mengatur
pitan elastis atau selang plastik ke kepala atau kebawah dagu sampai kanula pas dan
nyaman, memberikan plaster pada kanul dikedua sisi wajah, menanyakan pada klien
apakah sesaknya berkurang, menyiapkan alat-alat yang telah di gunakan, merapihkan
klien, mencuci tangan, mengobservasi respon klien terhadap terapi oksgen, cek kanul
setiap 8 jam, dipertahankan, level air pada botol humidifiter setiap waktu, cek jumlah
keceppatan aliran oksigen dan program terapi setiap 8 jam, kaji membran mukosa
hidung dari adanya iritasi (pada nasal kanul), mendokumentasikan tindakan dan
hasil, menilai dan mencatat respon klien terhadap pemberian oksigen, mengobservasi
pola pernafsan, mendokumentsikan metoda pemberian oksigen, kecepatan aliran,
waktu pemberian karakteristik pernafasan. Dalam melakukan observasi dalam
prosedur pemasangan nasal kanul yang sesuai dengan SOP kedua pasien mengatakan
lebih nyaman dan sesak berkurang. Sehingga saturasi O2 kembali normal (96-100).
Hal ini sesuai dengan (Purnamajaya, 2014) yang mengatakan bahwa pemberian
oksigen melalui nasal kanul sesuai dengan SOP akan membantu meningkatkan
saturasi oksigen pasien dengan gangguan oksigenasi.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau

34
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Dalam tahap evaluasi pada pasien dengan diagnose TB, penulis melakukan penilaian
tindakan terhadap prosedur pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul pada pasien
Tn.R penulis mengetahui perkembangan yang terjadi setiap harinya, akan tetapi
penulis akan membahas evaluasi pada hari akhir yaitu tanggal 18 April 2017 jam
15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah subyektif
pasien mengatakan sudah tidak sesak. Obyektif pasien tampak tidak memakai
oksigen, tampak menunjukan jalan nafas yang paten TTV: 120/80 mmHg, S:36,2 0C,
N: 81x/mnt, RR: 20x/mnt. Assesment masalah teratasi. Planning intervensi
dihentikan. Pada pasien Tn.S hasil evaluasi dilakukan pada tanggal 19 April 2017
jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah
subyektif pasien mengatakan sesak berkurang. Obyektif sesak tampak berkurang,
tampak tidak memakai oksigen, tampak menunjukan jalan nafas yang paten TTV:
130/90 mmHg, S: 36,3 0C, N: 88x/mnt, RR: 20/mnt. Assesment masalah teratasi.
Planning intervensi dihentikan.

Dari hasil evaluasi dalam prosedur pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul
dapat membantu mengurangi sesak. Prosedur yang di lakukan menggunakan SOP
yang benar juga membantu dalam proses penyembuhan pasien sehingga kadar
oksigen terpenuhi dan pasien terbebas dari rasa sesak yang dirasakan. Evaluasi
tersebut sesuai dengan (Purnamajaya, 2014) yang mengatakan bahwa pemberian
oksigen melalui nasal kanul sesuai dengan SOP akan membantu meningkatkan
saturasi oksigen pasien dengan gangguan oksigenasi.

C. Keterbatasan Studi Kasus

Keterbatasan studi kasus yang penulis rasanya meliputi:


Reverensi buku yang tersedia terbatas, buku yang tersedia tidak sesuai dengan
kriteria, jaduadanya, bentroknya jadwal konsul dengan tugas lainnya.

35
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran dari studi kasus
yang sudah di buat. Kesimpulan ini di lihat dari rumusan tujuan yang
meliputi: konsep dasar tuberculosis, asuhan keperawatan pada gangguan
oksigenasi, dan prosedur pemberian oksigenasi melalui nasal kanul. Dan
saran yang bersumber dari hasil dan pembahasan studi kasus.

A. Kesimpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman


Mycrobacterium tuberculosis lalu menyebabkan kerusakan terutama pada
paru, menimbulkan ganggun berupa batuk, sesak napas, bahkan dapat
menyebar ke tulang, otak, dan organ lainnya. Berdasarkan asuhan
keperawatan yang sudah dilakukan selama delapan hari, di dapati kedua
pasien mengalami gangguan pernafasan. Berdasarkan data yang di dapat
selama pelaksanaan studi kasus diketahui bahwa pemberian terapi oksigen
melalui nasal kanul merupakan salah satu prioritas yang menjadi masalah
pada pasien tuberculosis. Hal ini berkaitan dengan manifestasi dari pasien tb
yang mengalami sesak nafas. Dari hasil observasi prosedur pemasangan nasal

36
kanul terbukti bahwa pemberian sesuai SOP dapat meningkatkan O2
saturation dan mempengaruhi kesembuhan pada kedua pasien.

B. Saran

Dengan adanya uraian diatas maka penulis memberikan saran sebagai


berikut :
a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan sesuia Standart Operasional Prosedur (SOP) di
berbagai rumah sakit.

b. Bagi Tenaga Kesehatan


Diharapkan tenaga kesehatan menyadari pentingnya penerapan asuhan
keperawatan yang konsisten dan sesuai dengan teori dalam memberikan
asuhan kepada pasien, sehingga pasien akan mendapatkan perawatan
yang holistik dan komprehensif.
c. Bagi Institusi pendidikan
Diharapkan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
berkualitas dan profesional, guna terciptanya perawat-perawat yang
profesional, terampil, cekatan, dan handal dalam memberikan asuhan
keperawatan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Andi, Prasetowo.2011. Metode Penelitian dalam Perspektif Rancangan Penelitian.


Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.

Black, J M., & Hawks, H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. (edisi 8. Buku 3).
Jakarta : Salemba Medika.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI 2006, Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, buku-pedoman-nasional-
penanggulangan-tbc.pdf
Dhewi, Gendhis I 2011, Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien Dan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru Di BKPM
Pati. STIKES Telogorejo Semarang.
Fidiawati, Fitriana D 2011, Hubungan Kebiasaan Merokok Dan Kelembaban Rumah
Dengan Kejadian Tb (Tubercolusis) Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Iring
Mulyo Kecamatan Metro Timur Kota Metro. Politeknik Kesehatan Tanjung
Karang.

38
Manurung, Santa, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem
Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta: CV. Trans Indo Media.
Nurarif, amin huda. (2015). NANDA NIC-NOC, Jilid 3. Jogjakarta: Penerbit
Mediaction Jogja.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Edisi 2. Jakarta: Graha Ilmu

Supardi, S & rusttini. (2013). Metodelogi Riset Keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media.

Supartini, Y dkk. (2008). Buku Kerja Praltika Mata Kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia II. Jakarta: Poltekkes Kemenkes Jakarta III

Tarwoto&wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

Febri Putri. (2013). BAB III METODE PENELITIAN. Diakses dari

https : eprints.undip.ac.id/40789/3/BAB_III_METODE.pdf, tanggal 29 Maret


2017

Burhanuddin Afid. (2013). Pengumpulan data dan intrsumen penelitian. Diakses dari
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/pengumpulan-data-dan-
instrumen-penelitian/, tanggal 09 April 2017
Ningsih Nurwati. (2015). Pemasangan Oksigenasi. Diakses dari

http://nurwatiningsihikd1.blogspot.co.id/2015/01/pemasangan-
oksigenasi,tanggal 29 Maret 2017

Niken. (2011). Pemberian Oksigen dengan Berbagai Cara. Diakses dari

http://nikenadipuspita.blogspot.co.id/2011/12/pemberian-oksigen-dengan-
berbagai-cara.html, tanggal 29 Maret 2017

Silear Riyando. (2016). Pengertian Analisis Data Menurut Ahli. Diakses dari
https://metlitblog.wordpress.com/2016/11/25/pengertian-analisis-data-
menurut-ahli/, tanggal 29 April 2017

39
Dwi siwi. (2014). Pemberian terapi oksigen dengan nasal kanul terhadap penurunan
sesakpada asuhan keperawatan Tn.C dengan efusi pleura. Diakses dari

http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/4/01-gdl-trisetyani-199-1-
trisety-1.pdf, tanggal 29 April 2017

Setyawan. (2014). Terapi Oksigen Aliran Rendah. Diakses dari


nersdody.blogspot.co.id/2014/09/terapi-oksigen-aliran-rendah.html, tanggal
12 Juni 2017

(2013). Metode Penelitian.digilib.unila.ac.id/924/10/BAB%20III.pdf, tanggal 17


April 2017

40

Anda mungkin juga menyukai