PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada bulan mei sampai juni 2015, jumlah penderita TB paru di RSUP
persahabatan terbanyak pada kelompok umur dibawah 45 tahun yaitu
sebanyak 79,8%. Penderita TB paru ditemukan dengan BTA positif sebanyak
227 (86%), dengan kasus terbanyak kasus baru (kategori 1) sebanyak 225
(85,2%) orang. (Rekam Medik Soka Atas, 2015)
1
lainnya, untuk itu diperlukan terapi pemberian oksigen dengan kanula nasal
pada penderita TB paru.
B. Rumusan Masalah
a. Tujuan umum:
Memberikan gambaran tentang Penerapan Pemberian Oksigenasi Melalui
Nasal Kanul akibat tuberculosis di Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan.
b. Tujuan khusus:
1. Mampu memberikan gambaran mengenai konsep dasar dari penyakit
tuberculosis
2. Mampu memberikan gambaran mengenai asuhan keperawatan pada
gangguan oksigenasi
3. Mampu memberikan gambaran mengenai prosedur pemberian
oksigenasi melalui nasal kanul akibat tuberculosis
2
Studi kasus ini di harapkan memberikan manfaaat bagi:
a. Masyarakat
c. Penulis
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Penyebab tuberkolosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu Tipe
Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil Tipe Human bias berada di
bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan
orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Nurarif, 2015)
3. Patofisiologi
Invasi bakteri tuberkulosis
Sembuh
4
Infeksi pasca primer Sembuh dengan focus ghon
Sembuh dengan
fobrotik
Bakteri dorman
4. Manifestasi
Menurut (Nurarif, 2015) Manifestasi meliputi :
1. Demam 40-410C, serta ada batuk/batuk darah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat dingin
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
5. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan Penunjang
5
e) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas
paru
f) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto
ulang beberapa minggu kemudian
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah, pada TB paru aktif biasanya ditemukan peningkatan
leukosit dan laju endap darah(LED).
b) Sputum BTA, diagnosa pasti ditegakkan bila pada biakan
ditemukan kuman tuberculosis. Dilakukan tiga kali berturut-turut
dan biakan /kultur BTA selama 4-8 minggu.
3) Test tuberculin (Mauntoux Test)
Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk menegakan diagnose terutama
pda anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (Protein Perified
Derivation) secara intrakutan sebanyak 0,1 cc. lokasi penyuntikan
umumnya pada bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan.
Penilaian test tuberculosis dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan
dengan mengukur diameter dari pembengkakan yang terjadi pada lokasi
suntikan (indurasi). Indurasi berupa kemerahan jika lebar 0-5 mm
hasilnya adalah negative, jika 6-9 m hasilnya adalah meragukan dan jika
lebih dari 10 mm hasilnya adalah positif.
b. Pemeriksaan Medis
6
Menurut (Susilowati, 2014) yang mengatakan bahwa, faktor yang
mempengaruhi putus OAT paling tinggi dari diri pasien sendiri yaitu
kurang mengarti infomasi tentang penyakit TB dan pengobatannya,
pasien merasa lebih baik, kurangnya motivasi, tidak ada PMO, kurang
nyaman dengan fasilitasi kesehatan, tidak dapat dukungan sosial,
masalah transportasi, jumlah obat yang banyak, dan lupa.
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
7
2) Riwayat penyakit pernafasan
3) Riwayat kardiovaskular
4) Gaya hidup
b. Pemeriksaan fisik
1) Mata
2) Kulit
8
d) Edema
e) Edema periorbital
a) Sianosis
b) Clubbing finger
5) Hidung
6) Vena leher
Adanya distensi/bendungan
7) Dada
8) Pola pernapasan
9
b) Pernapasan cepat (takipnea)
c. Pemeriksaan penunjang
a) EKG
a) Echocardiography
b) Kateterisasi jantung
c) Angiografi
b) Tes astrup
c) Oksimetri
b) Bronkoskopi
c) CT Scan paru
b) Sitologi
10
2) Diagnosa
3) Perencanaan Keperawatan
Kriteria hasil:
11
Intervensi:
4) Pelaksanaan
5) Evalusi
12
a) Frekuensi nafas normal
1) Definisi
Nasal kanul adalah alat sederhana yang mudah dan sering digunakan
untuk menghatarkan oksigen. Nasal kanul terdapat dua kanula yang
panjangnya masing-masing 1,5 cm (1/2 inci) menonjol pada bagian tengah
selang dan dapat di masukan ke dalam lubang hidung untuk memberikan
oksigen dan yang memungkinkan klien bernafas melalui mulut dan
hidungnya. (Suparmi, 2008)
2) Manfaat
Manfaat penggunaan nasal kanul dengan volume tidal dan laju
pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien
bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah di tolerin klien dan terasa
nyaman.
13
3) Tujuan
4) Indikasi
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal
kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak
sesak). (Suparmi, 2008)
5) Kontraindikasi
Menurut (Suparmi, 2008) kontraindikasi meliputi:
a) Pada pasien dengan obstuksi nasal
b) Pasien yang apneu
14
2. Mengkaji kebutuhan klien terhadap terapi oksigenasi
5. Menyiapkan alat-alat
6. Mencuci tangan
Nasal Kanul
15
15. Mengobservasi respon klien terhadap terapi oksgen
18. Cek jumlah keceppatan aliran oksigen dan program terapi setiap 8 jam
19. Kaji membran mukosa hidung dari adanya iritasi (pada nasal kanul)
Dalam prosedur pemasangan nasal kanul harus sesuai dengan SOP dengan
pemasangan sesuai dengan SOP saturasi O2 kembali normal (96-100). Hal
ini sesuai dengan (Purnamajaya, 2014) yang mengatakan bahwa
pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai dengan SOP akan membantu
meningkatkan saturasi oksigen pasien dengan gangguan oksigenasi.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
16
data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang orang
atau perilaku yang diamati.
Pada studi kasus karya tulis ilmiah ini penulis melakukan kegiatan sistematis
yang berupa kegiatan yang sistematis untuk dilakukan penerapan prosedur
pemberian nasal kanul pada pasien Tuberkulosis.
a. Kriteria inkusi
b. Kriteria Eksklusi
17
1. Mampu memberikan gambaran mengenai konsep dasar dari penyakit
tuberculosis
2. Mampu memberikan gambaran mengenai asuhan keperawatan pada
gangguan oksigenasi
3. Mampu memberikan gambaran mengenai prosedur pemberian oksigenasi
melalui nasal kanul akibat tuberculosis
D. Definisi operasional
Menurut (Sugiyono, 2012), definisi operasional adalah penentuan
konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat
diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk
meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti
yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau
mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik.
a. Tuberculosis
Tuberkulosis paru menurut (Black, 2014) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang
berbentuk batang dan tidak membentuk spora. Bakteri ini sering disebut
sebagai tahan asam yaitu tahan terhadap peluntur warna atau alcohol jika
diwarnai. Sebagian besar TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya.
b. Kebutuhan Oksigenasi
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu
dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%, dengan
cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan
mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam
lubang dihidung hanya berkisar 0,6 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula
merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif nyaman,
mudah digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka
pendek dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen.
Pemakaian nasal kanul juga tidak mengganggu klien untuk melakukan
aktivitas, seperti berbicara atau makan. (Aryani, 2009:54)
c. Prosedur Pemberian Nasal Kanul
18
Nasal kanul merupakan selang bantu pernafasan yang di letakan pada
lubang hidung. adapun keuntungannya adalah pemberian oksigen stabil
dengan volume tidal dan laju, pernafasan teratur, Pemasangannya mudah,
pasien bebas makan, Pasien bebas berbicara dengan nyaman. Selain itu nasal
kanul juga memiliki kerugian di antaranya adalah tidak dapat memberi
konsentrasi oksigen lebih dari 44% , suplai oksigen berkurang bila pasien
bernafas melalui mulut, dapat mengiritasi selaput lendir.
19
G. Tempat dan waktu studi kasus
Studi kasus dilakukan pada tanggal 13 sampai 21 April 2017 di Rumah
Sakit Umum Persahabatan Ruang Soka Atas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
A. Hasil Studi Kasus
Dalam bab ini penulis ingin menguraikan pembahasan mengenai penerapan prosedur
oksigenasi melalui nasal kanul pada pasien akibat tuberculosis di rumah sakit umum
persahabatan ruang soka atas. Ruangan ini di rancang khusus untuk pasien
Tuberculosis dengan ventilasi udara yang cukup untuk penderita tubercosis.
Kapasitas yang tersedia di ruang soka atas terdiri dari 30 tempat tidur. Dalam hasil
studi ini subjek yang di butuhkan 2 pasien dengan gangguan dan perencanaan yang
sama.
1. Pengkajian
a. Identitas
Kasus I Tn.R
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 April 2017 jam 10.00 WIB. Pengkajian
ini dilakukan dengan metode kualitatif, pengkajian ini dilakukan pada pasien
dengan inisial Tn.Rberumur 33 tahun, beragama islam, pendidikan terahir S1,
berkerja sebagai guru fisika, status belum menikah, memiliki dx medis TB
paru kambuh, dengan keluhan utama sesak, batuk disertai darah dan nyeri
dada, riwayat penyakit sekarang Tb paru, dan riwayat keluarga Tb paru,
hipertensi.
Kasus II Tn.S
Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 April 2017 jam 13.00 WIB. Pengkajian
ini dilakukan dengan metode kualitatif, pengkajian ini dilakukan pada pasien
dengan inisial Tn.Sberumur 59 tahun, beragama islam, pendidikan terahir
SMP, berkerja sebagai penjual motor, status menikah, memiliki dx medis TB
paru putus obat, dengan keluhan utama sesak, batuk berdahak, nyeri dada,
keringat dingin pada malam hari, riwayat penyakit sekarang Tb paru, dan
riwayat keluarga hipertensi.
b. Riwayat Keperawatan
Kasus I Tn.R
Tn.R datang ke RS.Persahabatan pada tanggal 06-05-2017 dengan sesak,
batuk disertai darah dan nyeri dada. Sesak bertambah jika batuk terus
menerus dan jika beraktifitas. Tn.R sebelumnya berobat di balai dewa dekat
21
rumahnya, akan tetapi Tn.R mengatakan kambuh lagi. Tn.R mengkonsumsi
obat-obatan yang diberikan saat berobat di balai dewa.Tn.R mengatakan saat
ini nafsu makannya berkurang dan berat badan menurun BB saat ini 60 Kg
dan TB 182 cm. Tn.R mengatakan sebelumnya pernah mengalami penyakit
Tb Paru pada saat SMA. Tn.R mengatakan sejak SMP ia merokok dan dapat
menghabiskan 1 bungkus rokok dalam sehari dan pernah beberapa kali
minum-minuman yang beralkohol. Riwayat kesehatan keluarga, Tn.R
mengatakan anggota ibu, bapak seta adiknya pernah menderita TB. Pola
kebiasaan sehari-hari Tn.R sebelum sakit. Pola nutrisi Tn.S frekuensi makan
3 kali sehari, nafsu makan baik, jenis makanan sehari-harinya yaitu nasi, lauk
pauk dan sayur mayur serta buah. Berat badan 70 kg dan tinggi badan 182
cm. Pola eliminasi, frekuensi 5-6 x/hari berwarna kuning, frekuensi BAB
1x/hari pada pagi hari, warna kecoklatan, bau khas dan konsistensi padat.
Personal hygiene Tn.R mandi 2 kali sehari memakai sabun, menyikat gigi 2
kali sehari pada waktu pagi dan sore hari. Pola istirahat dan tidur, Tn.R tidur 8
jam pada malam hari. Kegiatan dalam pekerjaan Tn.R sebagai guru fisika.
Kasus II Tn.S
Tn.S datang ke RS.Persahabatan pada tanggal 07-05-2017 dengan keluhan
sesak, batuk berdahak, nyeri dada, keringat dingin pada malam hari. Sesak
bertambah jika batuk terus menerus dan jika beraktifitas. Tn.S sebelumnya
berobat di pukesmas dekat rumahnya. Tn.S mengkonsumsi obat-obatan yang
diberikan saat berobat di balai dewa.Tn.S mengatakan berat badan saat ini 55
Kg dan TB 170 cm. Tn.S mengatakan sebelumnya tidakpernah mengalami
penyakit Tb. Tn.Smengatakan sejak SDia mulai mencoba coba merokok dan
dapat menghabiskan 16 batang/hari. TnS seringminum-minuman beralkohol.
Riwayat kesehatan keluarga, Tn.S mengatakan keluarganya tidak ada yang
menderita Tb. Riwayat penyakit keturunan hanya hipertensi.Pola nutrisi Tn.S
frekuensi makan 3 kali sehari, nafsu makan baik, jenis makanan sehari-
harinya yaitu nasi, lauk pauk dan sayur mayur serta buah. Berat badan 55 kg
dan tinggi badan 170 cm. Pola eliminasi, frekuensi 5-6 x/hari berwarna
kuning, frekuensi BAB 1x/hari pada pagi hari, warna kecoklatan, bau khas
dan konsistensi padat. Personal hygiene Tn.S mandi 2 kali sehari memakai
sabun, menyikat gigi 2 kali sehari pada waktu pagi dan sore hari. Pola
22
istirahat dan tidur, Tn.Sa tidur 6 jam pada malam hari. Kegiatan dalam
pekerjaan Tn.Spenjual motor.
c. Pemeriksaan fisik
Kasus I Tn.R
Hasil pengkajian TTV: TD: 110/80 mmHg, S : 36,4 0C, N: 80x/mnt, RR:
24x/mnt, GCS: 15. Sistem pernafasan Saat di inspeksi jalan nafas terdapatnya
sputum, pernafasan pasien terlihat sesak dan adanya retraksi dada.
Mengunakan alat bantu nasal kanul, Frekuensi pernafasan 24x/menit, irama
tidak teratur dan nafas dangkal, batuk terdapat sputum, konsistensi kental,
berwarna kehujauan, saat ini pasien mengatakan batuk sudah tidak berdarah.
Auskultrasi suara nafas ronchi.
Foto thoraks Cor tidak membesar, hilus kanan balik. Konsolidasi homogen
lapangan atas kiri, menarik trakea, jantung dan mediastinum ke kiri.
Fibroinfitrat kedua paru kiri atas. Sinus kiri tumpul. Tampak scolisosis
thoracalis, convexitas ke kanan
Kesan : TB paru, atelectasis paru kiri atas, bulous emfisem paru kiri atas efusi
pleura kiri.
Kasus II Tn.S
Hasil pengkajian TTV: TD: 150/100 mmHg, S : 36,20C, N: 78x/mnt, RR:
26x/mnt, GCS: 15. Saat di inspeksi jalan nafas terdapatnya sputum,
pernafasan pasien terlihat sesak dan adanya retraksi dada. Mengunakan alat
23
bantu nasal kanul, Frekuensi pernafasan 26x/menit, irama tidak teratur dan
nafas dangkal, batuk terdapat sputum, konsistensi kental, berwarna kehijauan
saat ini pasien mengatakan batuk sudah tidak berdarah. Auskultrasi suara
nafas ronchi.
2. Analisa Data
Kasus I Tn.R
Dari data pengkajian dan observasi diatas, penulis melakukan analisa data
pada tanggal 14 April 2017 ditandai dengan Data Subjektif Pasien
mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan sesak semakin bertambah jika
beraktifitas dan saat batuk terus-menerus. Data Objektif pesien terpasang
oksigen nasal kanul 3L/menit, pasien tampak sesak, adanya retraksi dada
dangkal, adanya ronkhi TTV : TD : 110/80 mmHg, N : 89 x/mnt, S : 36,2 0C,
RR : 24 x/mnt, keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, hasil lab
PO2 meningkat 133.90 mmHg (75-100)
Kasus II Tn.S
Dari data pengkajian dan observasi diatas, penulis melakukan analisa data
pada tanggal 15 April 2017 ditandai dengan Data Pasien mengatakan sesak,
24
pasien mengatakan lemah dan lemas karna sesaknya. Data Objektif pasien
terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit, pasien tampak sesak, tampak adanya
retraksi dada dangkal, adanya ronkhi, TTV: TD : 150/100 mmHg, N : 94
/mnt, S : 36.5 0C, RR : 26 x/mnt, Keadaan umum lemah, kesadaran
composmentis, hari hasil lab adanya peningkatan PO2 107.90 mmHg
(75~100).
3. Diagnosa Keperawatan
Dari data diatas penulis merumuskan pada Kasus I Tn.R terdapat beberapa
diagnosa keperawatan :
Dari data diatas penulis merumuskan pada Kasus II Tn.S terdapat beberapa
diagnosa keperawatan :
4. Perencanaan/ Intervensi
Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperventilasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, pola nafas
tidakefektif dapat teratasi
Kriteria hasil: sesak berkurang, menunjukan jalan nafas yang paten, tanda-
tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a. Monitor vital sign
Rasional: untuk mengetahui intervensi selanjutnya
b. Posisikan pasien semi fowler
Rasional: untukmemaksimalkan ventilasi
c. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
Rasional: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
d. Monitor aliran oksigen
Rasional: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
25
5. Pelaksanaa/ Implementasi
Kasus I Tn.R
Tindakan hari pertama dilakukan pada tanggal 14 April 2017 jam (13.00)
memonitor vital sign dengan respon subjektif tidak ada respon, respon
objektif TTV: 100/80 mmHg. S: 36,3 oC, N: 86x/mnt, RR: 24x/mnt. (13.10)
memposisikan pasien semi fowler respon subjektif pasien mengatakan nafas
lebih enak dengan posisi setangah duduk, respon objektif pasien tampak lebih
nyaman dan pernafasan menjadi teratur.(13.15) mengkolaborasi dalam
pemberian oksigen terapi respon subjektif pasien mengatakan setelah di
berikan oksigen sesak berkurang, respon objektif sesak tampak berkurang
RR: 23x/mnt. (13.20) memonitor aliran oksigen, respon subjektif tidak ada,
respon objektif aliran tampak lancar, tidak ada sumbatan.
Tindakan hari kedua dilakukan pada tanggal 15 April 2017 jam (15.00)
meonitor vital sign dengan respon sujektif tidak ada, respon objektif TTV:
110/80 mmHg, S: 36,3 0C, N: 80x/mnt, RR: 22x/mnt. (15.10) memposisikan
semi fowler respon subjektif pasien mengatakan nafas lebih enak dengan
posisi setengah duduk, repson objektif pasien tampak lebih nyaman dan
pernafasan menjadi lebih teratur.
Tindakan hari ketiga dilakukan pada tanggal 17 April 2017 jam (09.00)
mengkolaborasi dalam pemberian oksigenasi terapi dengan respon subjektif
pasien mengatakan sudak tidak sesak seperti kemarin, respon objektif sesak
tanpak berkurang dengan aliran oksigen 2L/mnt. (09.40) memonitor aliran
oksigenasi respon subjektif tidak ada, respon objektif tidak ada sumbatan,
alirsn tampak lancar
Tindakan hari keempat pada tanggal 18 April 2017 (08.00) memonitor vital
sign dengan respon sunjektif tidak ada, respon objektif TTV: 120/80 mmHg,
S:36,2 0C, N: 81x/mnt, RR: 20x/mnt. (08.10) memposisikan pasien semi
fowler respon subjetif pasien mengatakan lebih suka dengan posisi setengah
duduk karna bernafas menjadi lebih enak, respon objektif pasien tampak lebih
nyaman dengan posisi setengah duduk, dan pernafasan tampak lebih teratur.
(09.00) mengkolaborasi dalam pemberian oksigen terapi respon subjektif
pasien mengatakan mulai dari semalem sudah belajar tidak menggunakan
26
oksigen, respon objektif pasien tampak sudah tidak menggunakan oksigen,
tampak sudah tidak sesak.
Kasus II Tn.S
Tindakan hari pertama di lakukan pada tanggal 15 April 2017 (15.00)
memonitor vital sign dengan respon subjektif todak ada, respon objektif TTV:
150/100 mmHg, S: 36,2 0C, N: 86x/mnt, RR: 26/mnt. (15.30) memposisikan
pasien semi fowler dengan respon subjektif pasien mengatakan jika setengah
duduk nafas menjadi lebih enak, respon objektif pasien tampak lebih nyaman
dan pernafasan menjadi lebih teratur. (15.40) mengkolaborasi dalam
pemberian oksigen terapi respon subjektif pasien mengatakan setelah di
berikan oksigen sesak berkurang, respon objektif sesak tampak berkurang
RR: 24x/mnt. (09.10) memonitor aliran oksigen respon subjektif tidak ada,
respon objektif aliran tampak lancar, tidak ada sumbatan.
Tindakan hari ketiga pada tanggal 18 April 2017 (09.00) memonitor aliran
oksigen respon subjektif tidak ada, respon objektif aliran tampak lancar, tidak
ada sumbatan. (09.30) memposisikan pasien semi fowler dengan respon
subjektif pasien mengatakan sesak berkurang jika posisi setengah duduk,
respon objektif pasien tampak lebih nyaman dan pasien dapat mengatur nafas
RR: 22x/mnt.
27
duduk nafas menjadi lebih enak, respon objektif pasien tampak lebih nyaman
dan pernafasan menjadi lebih teratur.
6. Evaluasi Keperawatan
Kasus I Tn.R
Kasus II Tn.S
28
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada
tanggal 15 April 2017 jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP
yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan masih sesak. Obyektif
pasien tampak masih sesak, tampak memakai oksigen 5L/menit TTV:
TD:150/100 mmHg, S: 36,2 0C, N: 86x/mnt, RR: 26/mnt. Assesment masalah
tidak teratasi. Planning intervensi dilanjutkan .
B. Pembahasan
29
Dalam pembahasan ini penulis akan membahas mengenai penerapan prosedur
pemberian oksigenasi melalui nasal kanul pada pasien akibat tuberculosis di rumah
sakit umum persahabatan ruang soka atas. Pembahasan ini di buat untuk melihat
kesenjangan antara teori dan kasus pada kedua kasus ini. Pembahasan di mulai dari
pengkajian, diagnose, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data di
kumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini.
Pada kasus I Tn.R dengan TB kambuh dalam kasus ini mengalami resiko tinggi
menderita Tuberculosis paru dikarenakan mempunyai kebiasaan merokok 1 bungkus
perhari, pernah beberapa kali minum-minuman alcohol dan kontak langsung dengan
pamannya yang menderita Tuberculosis paru. Kebiasaan Tn.R mengkonsumsi rokok
dan alkohol ini menjadi data pendukung terjadinya TB. Keluhan utama yang di
derita pasien meliputi sesak nafas, keluarnya keringat pada malam hari, batuk disertai
darah, nyeri dada. Saat pemeriksaan fisik di dapati hasil TTV: TD; 110/80 mmHg, N;
80x/menit, RR; 24x/menit, S; 36,4 0C dan hasil leukosit menunjukan 10.17, hasil
BTA (+), hasil inspeksi jalan nafas terdapatnya sputum berwarna kekuningan dengan
konsistensi kental dan frekuensi yang di keluarkan >10 kali. Hasil foto thorax dada
pasien menunjukan kesan : TB paru, atelectasis paru kiri atas, bulous emfisem paru
kiri atas efusi pleura kiri. Berdasarkan fakta dari hasil foto rontgen dada pasien tidak
semua sama persis dengan teori, namun terdapat kesamaan antara hasil foto rontgen
dada dengan teori yaitu adanya bayangan lesi terletak di lapangan atas kiri, menarik
trakea, jantung dan mediastinum ke kiri, tampak terlihat bentuk abnormal pada foto
thoraks.
Pada kasus II Tn.S dengan putus obat memiliki kebiasa merokok 16 batang perhari,
sering memimum-minuman alcohol dan sering lupa untuk minum obat dikarenakan
ia merasa badannya sudah tidak sakit, dan malas minum obat karna jumlah obat yang
banyak. Kebiasaan Tn.S mengkonsumsi rokok dan alkohol ini menjadi data
pendukung terjadinya TB. Keluhan utama yang di derita pasien meliputi sesak
nafas, keluarnya keringat pada malam hari, batuk disertai darah, nyeri dada Saat
30
pemeriksaan fisik di dapati hasil TTV: TD; 150/100 mmHg, N; 78x/menit, RR;
26x/menit, S; 36,2 0C dan hasil leukosit menunjukan 11.41, hasil BTA (+), hasil
inspeksi jalan nafas terdapat sputum berwarna kekukingan dengan konsistensi kental
dan frekuensi yang dikeluarkan >10 kali. Hasil foto thorax dada pasien menunjukan
kesan : sugestif TB paru aktif lesi luas dengan bronkiektasis. Berdasarkan fakta dari
hasil foto rontgen dada pasien tidak semua sama persis dengan teori, namum terdapat
kesamaan antara foto rontgen dada dengan teori yaitu adannya lesi bilateral terutama
bila terdapat pada lapangan atas paru.
Keluhan pada Tn.R dan Tn.S Berdasarkan fakta yang ada saat pengkajian, sudah
sesuai dengan teori yaitu sesak nafas, batuk di sertai darah, nyeri dada, bunyi khas
pada dada, meningkatnya sel darah putih. Hal ini sesuai dengan (Nurarif, 2015)
yang menyatakan bahwa adanya demam 40-410C, serta ada batuk/batuk darah, sesak
nafas dan nyeri dada, malaise, keringat dingin, suara khas pada perkusi dada, bunyi
dada, peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
31
Pada hasil foto thorax Tn.R dan Tn.S. Sesuai dengan (Manurung, 2008). Yang
mengatakan bahwa adanya lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru, banyangan
berwarna atau bercak, terdapat kavitas tunggal atau multiple, terdapat klasifikasi,
apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru, bayangan
abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang beberapa minggu
kemudian.
Pada kasus I dan kasus II termaksud kedalam katergori II Penderita TB paru BTA
(+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya kambuh, kegagalan pengobatan atau
pengobatan tidak selesai sesuai dengan (Manurung dkk, 2008).
Dari data-data diatas penulis menemukan kesenjangan Pada kasus 1 dan kasus 2,
yaitu dari segi usia yang berbeda, Tn.H (33 tahun) dan Tn.F (59 tahun). Kemudian
dari pola kebiasaan sehari-harinya yaitu Tn.R yang biasa merokok 1 bungkus sehari,
beberapa kali meminum alcokhol dan bekerja sebagai guru, sedangkan Tn.S yang
biasa menghabisakan rokok 16 batang sehari, seringnya meminum alcohol dan
berkerja sebagai penjual motor. Dari segi sistem pernafasan tanda dan gejala yang
dirasakan oleh Tn.R dan Tn.S adanya kesamaan yaitu sesak nafas, keluarnya keringat
pada malam hari, batuk disertai darah, nyeri dada. Tetapi dari frekuensi pernafasan
berbeda, frekuensi pernafasan Tn.R 24x/menit dan Tn.S 26x/menit. Kemudian pada
pemeriksaan penunjang penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus yaitu
hanya beberapa pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan foto thoraks dan
pemeriksaan laboratoriu.
2. Diagnosa
Diagnose keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat professional yang
memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien, baik actual maupun
potensial, yang ditetepkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian.
Pada kasus I dan kasus II penulis mengangkat diagnosa yang dapatkan secara teori
mengenai Pola Nafas Tidakefektif Berhubungan Dengan Hiperventilasi. Pada
pasien TB biasanya mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen karena
adanya sputum yang berlebihan sehingga tidak adekuatnya pertukaran udara inspirasi
ataupun ekspirasi sehinga menyebabkan pola nafas tidakefektif yang dikemukakan
(Nurarif, 2015).
32
3. Perencanaan/ Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga, dan orang
terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi
masalah yang dialami klien.
Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperventilasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, pola nafas
tidakefektif dapat teratasi. Kriteria hasil: sesak berkurang, menunjukan jalan nafas
yang paten, tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi: Monitor vital sign
Rasional: untuk mengetahui intervensi selanjutnya. Posisikan pasien semi fowler
Rasional: untukmemaksimalkan ventilasi. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
terapi Rasional: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien. Monitor
aliran oksigen Rasional: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien.
Dalam perencanaan yang dibuat penulis sesudah sesuai dengan buku panduan
NANDA NIC-NOC (Nurarif, 2015) yang mengatakan bahwa perencanaan dapat di
lakukan seperti: Monitor vital sign Rasional: untuk mengetahui intervensi
selanjutnya. Posisikan pasien semi fowler Rasional: untukmemaksimalkan ventilasi.
Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi Rasional: menjaga aliran oksigen
mencukupi kebutuhan pasien. Monitor aliran oksigen Rasional: menjaga aliran
oksigen mencukupi kebutuhan pasien.
4. Pelaksanaa/ Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Implementasi yang di lakukan penulis sesuai
dengan intervensi keperawatan yaitu: Memonitor vital sign, memposisikan pasien
semi fowler, mengkolaborasi dalam pemberian oksigen terapi, dan memonitor aliran
oksigen.
Memonitor vital sign saat dilakukan pemeriksaan hari pertama, kedua, ketiga dan
keempat hanya pernafasan saja yang tidak normal. Memposisikan pasien semi fowler
di lakukan untuk memaksimalkan dan mempertahankan pengembangan paru, psaien
merasa nyaman saat di berikan posisi semi fowler. Mengkolaborasi dalam pemberian
oksigen terapi bertujuan untuk memaksimalkan sediaan oksigen, pasien diberikan
33
oksigen 3L/menit dengan nasal kanul. Saat di berikan oksigen dengan nasal kanul
pasien merasa sesak berkurang. Pada saat implementasi ini penulis mengobservasi
saat di lakukannya pemasangan oksigen dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang sesuai (Supartini, Y dkk.2008) yang menjelaskan prosedur pemberian nasal
kanul meliputi: Membangun hubungan saling percaya dengan klien, mengkaji
kebutuhan klien terhadap terapi oksigenasi, mengecek program terapi oksigen,
menjelaskan langkah-langkah tindakan, menyiapkan alat-alat, mencuci tangan,
menyiapkan klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, jelaskan pada klien
bahwa pemberian oksigenasi tidak bebahaya dan akan diobsevasi secara adekuat,
menyambungkan selang oksigenasi dengan nasal kanul atau ke sumber oksigenasi
yang sudah dihumidikasi, memberikan oksigenasi sesuai dengan kecepatan aliran
menurut program medis dan pastikan berfungsi dengan baik, selang tidak telekuk,
sambung paten, ada gelembung udara pada humudifiler, terasa oksigenasi keluar dari
nasal kanul, nasal Kanul dilekatkan ujung kanul pada lubang hidung klie, mengatur
pitan elastis atau selang plastik ke kepala atau kebawah dagu sampai kanula pas dan
nyaman, memberikan plaster pada kanul dikedua sisi wajah, menanyakan pada klien
apakah sesaknya berkurang, menyiapkan alat-alat yang telah di gunakan, merapihkan
klien, mencuci tangan, mengobservasi respon klien terhadap terapi oksgen, cek kanul
setiap 8 jam, dipertahankan, level air pada botol humidifiter setiap waktu, cek jumlah
keceppatan aliran oksigen dan program terapi setiap 8 jam, kaji membran mukosa
hidung dari adanya iritasi (pada nasal kanul), mendokumentasikan tindakan dan
hasil, menilai dan mencatat respon klien terhadap pemberian oksigen, mengobservasi
pola pernafsan, mendokumentsikan metoda pemberian oksigen, kecepatan aliran,
waktu pemberian karakteristik pernafasan. Dalam melakukan observasi dalam
prosedur pemasangan nasal kanul yang sesuai dengan SOP kedua pasien mengatakan
lebih nyaman dan sesak berkurang. Sehingga saturasi O2 kembali normal (96-100).
Hal ini sesuai dengan (Purnamajaya, 2014) yang mengatakan bahwa pemberian
oksigen melalui nasal kanul sesuai dengan SOP akan membantu meningkatkan
saturasi oksigen pasien dengan gangguan oksigenasi.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
34
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Dalam tahap evaluasi pada pasien dengan diagnose TB, penulis melakukan penilaian
tindakan terhadap prosedur pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul pada pasien
Tn.R penulis mengetahui perkembangan yang terjadi setiap harinya, akan tetapi
penulis akan membahas evaluasi pada hari akhir yaitu tanggal 18 April 2017 jam
15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah subyektif
pasien mengatakan sudah tidak sesak. Obyektif pasien tampak tidak memakai
oksigen, tampak menunjukan jalan nafas yang paten TTV: 120/80 mmHg, S:36,2 0C,
N: 81x/mnt, RR: 20x/mnt. Assesment masalah teratasi. Planning intervensi
dihentikan. Pada pasien Tn.S hasil evaluasi dilakukan pada tanggal 19 April 2017
jam 15.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah
subyektif pasien mengatakan sesak berkurang. Obyektif sesak tampak berkurang,
tampak tidak memakai oksigen, tampak menunjukan jalan nafas yang paten TTV:
130/90 mmHg, S: 36,3 0C, N: 88x/mnt, RR: 20/mnt. Assesment masalah teratasi.
Planning intervensi dihentikan.
Dari hasil evaluasi dalam prosedur pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul
dapat membantu mengurangi sesak. Prosedur yang di lakukan menggunakan SOP
yang benar juga membantu dalam proses penyembuhan pasien sehingga kadar
oksigen terpenuhi dan pasien terbebas dari rasa sesak yang dirasakan. Evaluasi
tersebut sesuai dengan (Purnamajaya, 2014) yang mengatakan bahwa pemberian
oksigen melalui nasal kanul sesuai dengan SOP akan membantu meningkatkan
saturasi oksigen pasien dengan gangguan oksigenasi.
35
BAB V
Pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran dari studi kasus
yang sudah di buat. Kesimpulan ini di lihat dari rumusan tujuan yang
meliputi: konsep dasar tuberculosis, asuhan keperawatan pada gangguan
oksigenasi, dan prosedur pemberian oksigenasi melalui nasal kanul. Dan
saran yang bersumber dari hasil dan pembahasan studi kasus.
A. Kesimpulan
36
kanul terbukti bahwa pemberian sesuai SOP dapat meningkatkan O2
saturation dan mempengaruhi kesembuhan pada kedua pasien.
B. Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Black, J M., & Hawks, H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. (edisi 8. Buku 3).
Jakarta : Salemba Medika.
Departemen Kesehatan RI. (2008). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI 2006, Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, buku-pedoman-nasional-
penanggulangan-tbc.pdf
Dhewi, Gendhis I 2011, Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien Dan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru Di BKPM
Pati. STIKES Telogorejo Semarang.
Fidiawati, Fitriana D 2011, Hubungan Kebiasaan Merokok Dan Kelembaban Rumah
Dengan Kejadian Tb (Tubercolusis) Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Iring
Mulyo Kecamatan Metro Timur Kota Metro. Politeknik Kesehatan Tanjung
Karang.
38
Manurung, Santa, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem
Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta: CV. Trans Indo Media.
Nurarif, amin huda. (2015). NANDA NIC-NOC, Jilid 3. Jogjakarta: Penerbit
Mediaction Jogja.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Edisi 2. Jakarta: Graha Ilmu
Supardi, S & rusttini. (2013). Metodelogi Riset Keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media.
Supartini, Y dkk. (2008). Buku Kerja Praltika Mata Kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia II. Jakarta: Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Burhanuddin Afid. (2013). Pengumpulan data dan intrsumen penelitian. Diakses dari
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/pengumpulan-data-dan-
instrumen-penelitian/, tanggal 09 April 2017
Ningsih Nurwati. (2015). Pemasangan Oksigenasi. Diakses dari
http://nurwatiningsihikd1.blogspot.co.id/2015/01/pemasangan-
oksigenasi,tanggal 29 Maret 2017
http://nikenadipuspita.blogspot.co.id/2011/12/pemberian-oksigen-dengan-
berbagai-cara.html, tanggal 29 Maret 2017
Silear Riyando. (2016). Pengertian Analisis Data Menurut Ahli. Diakses dari
https://metlitblog.wordpress.com/2016/11/25/pengertian-analisis-data-
menurut-ahli/, tanggal 29 April 2017
39
Dwi siwi. (2014). Pemberian terapi oksigen dengan nasal kanul terhadap penurunan
sesakpada asuhan keperawatan Tn.C dengan efusi pleura. Diakses dari
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/4/01-gdl-trisetyani-199-1-
trisety-1.pdf, tanggal 29 April 2017
40