Anda di halaman 1dari 43

PENGARUH SODIUM SIKLAMAT DAN JENIS KELAMIN TERHADAP FREKUENSI

FENOMENA GAGAL BERPISAH (NONDISJUNCTION) PADA DROSOPHILA


MELANOGASTER PERSILANGAN N >< e BESERTA RESIPROKNYA

LAPORAN PROYEK
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Genetika 2
yang dibina oleh Prof. Dr. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, M.Si

Oleh:
Kelompok 13 / Offering G
Eka Pratama Putri (140342600579)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-Nya
saya mampu menyelesaikan laporan proyek yang berjudul Pengaruh Sodium Siklamat dan Jenis
Kelamin Terhadap Frekwensi Fenomena Gagal Berpisah (Nondisjunction) pada Drosophila
melanogaster Persilangan N >< e Beserta Resiproknya. Dan saya juga berterimakasih kepada
Prof. Dr. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, M.Si selaku dosen pembimbing dan Ahmad
Fauzi selaku asisten dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami sehingga
saya termotivasi dan dapat menyelesaikan tugas ini.
Tentunya ada hal yang ingin kami berikan kepada para mahasiswa lain dan pihak yang
terkait dari hasil makalah mengenai hakikat ilmu dan pengetahuan ini. Oleh karena itu, kami
berharap laporan proyek ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi semuanya.
Semoga laporan proyek yang saya susun dapat membantu para mahasiswa untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik lagi demi terwujudnya masa depan yang cerah. Adapun
penulisan laporan proyek ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan.

Malang, 28 Oktober 2016

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang.1
Rumusan Masalah ...........3
Tujuan Penelitian.4
Kegunaan Penelitian....4
Ruang lingkup dan Batasan Penelitian5
Asumsi Penelitian5
Definisi Operasional....6
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
Zat Pemanis Buatan.8
Zat Pemanis Buatan Sodium Siklamat........8
Peristiwa Gagal Berpisah...11
Factor yang Mempengaruhi Peristiwa Gagal Berpisah..13
Kerangka Konseptual.15
Hipotesis Penelitian....17
BAB 3 METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian.....18
Variable Penelitian.18
Waktu dan Tempat Pelaksanaan....18
Populasi dan Sampel..18
Alat dan Bahan...18
Prosedur..19
Teknik pengumpulan data...,,,20
Teknik Analisis data...21
BAB 4 DATA DAN ANALISA DATA
Data Hasil Pengamatan..23
Rekontruksi Kromosom.....24
Analisis Anava Berganda.......25
BAB 5 PEMBAHASAN
Perbedaan Frekwensi Fenomena Gagal Berpisah (Nondisjunction) Persilangan Droshopila
melanogaster N e Beserta Resiprok Pada Masing-masing Konsentrasi28
Perbedaan Frekuensi Fenomena Gagal Berpisah (Nondisjunction) Droshopila melanogaster
Strain N
..30
Perbedaan Frekwensi Fenomena Gagal Berpisah (Nondisjunction) Persilangan Droshopila
melanogaster N e Beserta Resiproknya Terhadap Perlakuan yang Berbeda dan Sex yang
Berbeda.31
BAB 6 KESIMPULAN
Kesimpulan...33
Saran..33
DAFTAR RUJUKAN. .34
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Siklamat merupakan salah satu pemanis buatan yang sering
digunakan pada makanan dan biasa disebut biang gula. Siklamat
mempunyai intensitas kemanisan 30-80 kali dari gula murni. Siklamat
sangat disukai karena rasanya yang murni tanpa cita rasa tambahan (tanpa
rasa pahit) (Cahyadi W., 2006). Siklamat umumnya digunakan oleh
industri makanan dan minuman karena harganya relatif murah.
Siklamat sebagai pemanis buatan masih diragukan keamanannya
bagi kesehatan. Beberapa Negara mengeluarkan peraturan secara ketat
atau bahkan melarang (Cahyadi W., 2006). Penggunaan siklamat di
Indonesia sebagai bahan pemanis buatan, baik jenis maupun jumlahnya
diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722/DepKes/Per/IX/88 dan Permenkes RI No 329/Menkes/PER/XII/76
tentang pemanis buatan. Batas penggunaan pemanis buatan ini berbeda-
beda untuk setiap jenis produk makanan (PP RI, 1988 dan Cahyadi, 2006).
Pemakaian siklamat yang berlebihan dapat membahayakan
kesehatan. Hal ini dikarnakan siklamat dapat dikonversi menjadi
cyclohexylamine dalam saluran pencernaan Cyclohexylamine bersifat
toksik dan merupakan promotor tumor. Oleh karena itu, ADI (Acceptable
Daily Intake) siklamat ditentukan oleh efek cyclohexylamine Pernyataan
ini didukung oleh Wati (2004) yang menyatakan hasil metabolisme
siklamat yaitu sikloheksilamin yang bersifat karsinogenik. Oleh karena itu,
ekskresi siklamat dalam urine dapat merangsang tumor dan mampu
mneyebabkan atropi yaitu pengecilan testikular dan kerusakan kromosom.
Pengkonsumsian siklamat dalam dosis yang lebih akan mengakibatkan
kanker kandung kemih. Selain itu akan menyebabkan tumor paru, hati,
dan limfa.
Suatu zat karsinogen yang umumnya merupakan mutagen yang
akan mempengaruhi sifat genetik dan menurunkan kemampuan sel untuk
membentuk sistem organ secara sinkron serta proliferasi sel juga menjadi
tidak terkontrol. Dengan demikian, siklamat merupakan mutagen yang
menyebabkan perubahan susunan genetik pada suatu mikroorganisme
Judarwanto (2008) menyatakan bahwa. Salah satu jenis mutasi yang
terjadi pada organisme eukariot yaitu mutasi kromosom. Salah satu bentuk
terjadinya perubahan adalah jumlah kromosom seperti peristiwa gagal
berpisah atau nondisjunction. Peristiwa gagal berpisah dapat terjadi pada
gamet betina dimana kromosom X diploid gagal memisah selama meiosis
sehingga keduanya menuju ke kutub yang sama dan terbentuklah telur
yang memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki
kromosom kelamin X (Corebima, 2003).
Salah satu organisme coba dalam mengkaji efek sodium siklamat
adalah Drosophila melanogaster. D. melanogaster memiliki berbagai
macam strain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sidauruk (1995)
tentang pengaruh sodium siklamat terhadap pemunculan facet mata pada
D. melanogaster strain eym menunjukkan hasil yang siginfikan bahwa
sodium siklamat sangat berpengaruh terhadap pemunculan facet mata pada
D. melanogaster strain eym. Sedangkan Abidin (1997) menyatakan bahwa
sodium siklamat pada konsentrasi 0,1% sampai 0,7% yang dicampurkan
pada makanan/medium D. melanogaster tidak berpengaruh terhadap
frekuensi nondisjunction kromosom kelamin X dari hasil persilangan
antara D. melanogaster strain Normal (jantan) dengan strain white (betina).
Dari kedua penelitian hasilnya ada yang berpengaruh dan ada yang
tidak berpengaruh, Berdasarkan pernyataan Khoirul Abidin (1997) yang
meneliti pengaruh sodium siklamat terhadap frekuensi nondisjunction D.
melanogaster strain N><w, hasil penelitiannya menunjukkan tidak ada
pengaruh sodium siklamat terhadap frekuensi nondisjunction, namun
menurut pendapatnya bukan berarti sodium siklamat tidak berpengaruh, hal
ini mungkin dikarenakan konsentrasi sodium siklamat yang digunakan
terlalu kecil.
Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan, peneliti tertarik
untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengaruh sodium siklamat terhadap
frekuensi nondisjunction pada D. melanogaster dengan cara meningkatkan
komsentrasi sodium siklamat menjadi 0%, 5%, 10% dan 15%. Selain itu
penelitian mengenai persilangan D. melanogaster strain Normal (betina)
dengan strain e (jantan) beserta resiproknya belum dilaporkan. Oleh
karenanya, maka dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh Sodium
Siklamat dan Jenis Kelamin Terhadap Frekwensi Fenomena Gagal
Berpisah (Nondisjunction) pada Drosophila melanogaster Persilangan N
>< e Beserta Resiproknya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1) Adakah perbedaan frekuensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiprok pada
masing-masing konsentrasi?
2) Adakah perbedaan frekuensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Droshopila melanogaster strain N pada jenis kelamin yang
berbeda?
3) Adakah perbedaan frekuensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiproknya
terhadap perlakuan yang berbeda dan sex yang berbeda?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam percobaan ini berdasarkan
rumusan masalah adalah sebagai berikut;
1) Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan frekwensi fenomena
gagal berpisah (nondisjunction) persilangan Droshopila melanogaster
N e beserta resiproknya pada masing-masing konsentrasi.
2) Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan frekwensi fenomena
gagal berpisah (nondisjunction) persilangan Droshopila melanogaster
strain N pada jenis kelamin yang berbeda.
3) Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan frekwensi fenomena
gagal berpisah (nondisjunction) persilangan Droshopila melanogaster
N e beserta resiproknya terhadap perlakuan yang berbeda dan sex
yang berbeda.

1.4 Kegunaan Penelitian


Hasil penelitian ini memiliki beberapa kegunaan sebagai berikut;
1) Bagi peneliti
a. Memberikan informasi, bukti dan pemahaman konsep tentang pengaruh
pemberian pemanis buatan sintetik (sodium siklamat ) terhadap frekuensi
gagal berpisah (Nondisjunction) pada persilangan N e beserta
resiproknya.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis serta ilmiah untuk
dapat menganalisis fenomena-fenomena pewarisan sifat pada penelotian
yang dilakukan.
c. Melatih kemampuan menulis ilmiah dalam melakukan suatu penelitian
sehingga dapat menjadi bekal sebagai ilmuan.

2) Bagi Pembaca
a. Memberikan informasi dan meningkatkan pemahaman kepada pembaca
tentang pengaruh konsentrasi pemanis buatan (sodium siklamat)
terhadap frekuensi gagal berpisah (Nondisjunction) pada persilangan
N><e beserta resiproknya.
b. Menambah referensi bagi pembaca yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut.
3) Bagi masyarakat
a. dapat menambah wawasan umum tentang sodium siklamat yang sering
dikonsumsi sehari-hari dari segi kerugiannya ditinjau dari sifat
karsinogennya yang dapat menyebabkan mutagenik.

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Penelitian yang dilakukan memiliki ruang lingkup dan batasan masalah,
antara lain.
1) Penelitian ini dibatasi pada Drosophila melanogaster yang memiliki gen
terpaut pada kromosom kelamin.
2) Strain D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain
N, strain e yang diperoleh dari Laboratorium Genetika Jurusan Biologi
FMIPA UM.
3) Drosophila melanogaster yang disilangkan memiliki usia maksimal 3
hari terhitung setelah menetas dari pupa hitam.
4) Pengamatan fenotip yang dilakukan meliputi warna mata, faset mata,
warna tubuh, dan bentuk sayap.
5) Pengambilan data diperoleh dari pengamatan pada hasil fenotip
persilangan F1. D. melanogaster pada strain N e. Konsentrasi
sodium siklamat yang digunakan dalam penelitian adalah 0%, 5%, 10%,
15%.
6) Penelitian dilakukan hingga generasi kedua (F1).
7) Data yang diperoleh berupa data hasil pengamatan fenotip serta jumlah F1.

1.5 Asumsi Penelitian


1) Semua medium dalam tiap-tiap botol pada stok maupun ulangan
persilangan dari awal sampai akhir penelitian dianggap sama yaitu 100 gr.
2) Seluruh aspek biologis D. melanogaster yang disilangkan termasuk umur
dan kemampuan untuk kawin, selain gen-gen mutan dan jenis kelamin
dianggap sama
3) Semua kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, kelembapan, dan tempat
perkembangbiakan selama penelitian berlangsung dianggap sama.
4) Perlakuan yang diberikan pada setiap persilangan dianggap tidak sama
karena konsentrasinya berbeda yaitu 0%, 5%, 10%,15%.

1.6 Definisi Operasional


Istilah yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut.
1) Siklamat merupakan salah satu pemanis buatan yang sering digunakan,
yang biasa disebut biang gula. Siklamat mempunyai intensitas kemanisan
30-80 kali dari gula murni. Siklamat sangat disukai karena rasanya yang
murni tanpa cita rasa tambahan (tanpa rasa pahit) (Cahyadi W, 2006).
2) Strain merupakan suatu kelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu
atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya secara genetik homozigot
untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni (Klug dan Cummings, 2000).
Strain yang digunakan dalam penelitian ini adalah N dan e.
3) Fenotip: adalah karakter-kerakter yang dapat diamati pada suatu individu
yang merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat
hidup dan berkembang (Ayala dalam Corebima ,1997). Fenotip yang
diamati dalam penelitian adalah warna mata ,warna tubuh,panjang sayap
pada masing-masing strain N dan e.
4) Gagal berpisah (Nondisjuction) adalah suatu peristiwa dimana bagian-
bagian dari sepasang kromosom yang homolog tidak bergerak
memisahkan diri sebagaimana mestinya pada meiosis I, atau dimana
kromatid saudara gagal berpisah selama meosis II. Pada kasus ini, satu
gamet menerima dua jenis kromosom yang sama dan satu gamet lainnya
tidak mendapat salinan sama sekali (Campbell dkk. 2002). Pada penelitian
ini frekuensi nondisjucntion. Pada masing-masing perlakuan dihitung
dengan membagi jumlah keturunan yang merupakan produk
nondisjunction dengan jumlah total anakan dikali 100%.
5) Pada penelitian ini difokuskan untuk melihat frekuensi peristiwa gagal
berpisah (non-disjuction) pada strain N dengan bantuan persilangan
N><e beserta resiproknya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Zat Pemanis Buatan


Pemanis buatan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
menyebabkan rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi.
Bahan pemanis ini adalah hasil buatan manusia, oleh karena itu bahan
tersebut tidak diproses secara alamiah. Pemanis buatan yang telah dikenal
dan banyak digunakan adalah sakarin dan siklamat Pedagang kecil dan
industri rumahan seringkali menggunakan pemanis buatan karena dapat
menghemat biaya produksi (Cahyadi, 2008). Menurut pemanis sintetis
adalah bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam
makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Gula sintetis adalah gula yang
dibuat dengan bahan-bahan kimia di laboratorium atau dalam suatu
industri dengan tujuan memenuhi produksi gula yang belum cukup
dipenuhi oleh gula alami khususnya gula tebu. Contohnya: sakarin,
siklamat, aspartam, dulsim, sorbitol sintetis dan nitropropoksi-anilin.
Menurut peraturan menteri kesehatan RI Nomor
208/Menkes/Per/IV/1985 di antara semua pemanis buatan hanya beberapa
yang diizinkan penggunaannya. Pemanis buatan yang dimaksud adalah
sakarin, siklamat dan aspartam dengan jumlah yang dibatasi dengan dosis
tertentu. 22 Meskipun sakarin dan siklamat tergolong dalam bahan
tambahan pangan yang diizinkan oleh pemerintah, namun kewaspadaan
terhadap penggunaan jenis pemanis buatan tersebut perlu dilakukan.
Mengingat tidak semua paham betul tentang bahan tambahan pangan,
penggunaannya, dan pengolahan. Berbagai efek negatif akan muncul jika
penggunaan sakarin dan siklamat yang tidak sesuai aturan yang telah
ditetapkan.

2.2 Pemanis Buatan Sodium Siklamat


Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke dalam pangan dan
minuman (Cahyadi, 2005). Siklamat (C6H11NHSO3Na) umumnya
dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Garam
siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah
larut dalam air dan etanol, intensitas kemanisannya 30 kali kemanisan
sukrosa. Kombinasi penggunaan siklamat dengan sakarin bersifat
sinergis, dan kompatibel dengan pencitarasa dan sebagai bahan pengawet
( Indrie A,2009)

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No:


HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004, siklamat merupakan pemanis sintetis non-
kalori yang diperbolehkan untuk dikonsumsi di Indonesia. Dalam
perdagangan dikenal sebagai assugrin atau sucaryl. Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya hanya diperbolehkan
untuk pasien diabetes ataupun orang yang membutuhkan makanan
berkalori rendah (BPOM,2004; Winarno, 1984). Tetapi pada
kenyataannya penggunaan siklamat semakin meluas pada berbagai
kalangan dan beragam produk. Hal ini dikarenakan harganya yang jauh
lebih murah, menimbulkan rasa manis tanpa rasa ikutan (tidak ada after
taste-nya) dan memiliki tingkat kemanisan 30 kali gula (Sudarmaji, 1982;
Winarno dan Birowo, 1988).

World Health Organization (WHO) menyatakan adanya batas


maksimum yang boleh dikomsumsikan per hari atau Acceptable Daily
Intake (ADI) yakni banyaknya milligram suatu bahan atau zat yang boleh
dikomsumsi per kilogram bobot badan per hari. Batas maksimun yang
ditetapkan oleh WHO adalah 11 mg/kg BB. Di Indonesia penggunaan
bahan pemanis sintetis ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.208/MenKes/Per/IV/85 tentang Bahan
Tambahan Makanan, yaitu 1 g/kg bahan. (BPOM RI,2004;
Windholz,1976). Di Indonesia batas maksimum penggunaan siklamat
adalah 0,5 g - 3g/kg bahan, sedangkan batas maksimum penggunaan
sakarin adalah 50-300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh digunakan
untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi tingkat komsumsinya sebesar
0,5 mg/kg berat badan/hari. Jadi, bila berat badan kita 50 mg/kg maka
jumlah maksimum siklamat atau sakarin yang boleh dikomsumsi per hari
adalah 50 0,5 mg atau 25 mg. Jika kita mengkomsumsi kue dengan
kandungan siklamat 0,5 g/kg bahan, maka dalam satu hari kita hanya
boleh mengkomsumsi 25/0,5 1 kg atau 50 g kue (Supli, 2009)
Table 2.1 Hasil penelitian yang berkaitan dengan sodium siklamat

Pemanis buatan sodium siklamat dapat meningkatkan kerusakan


kromosom leukosit manusia secara in vitro saat ditambahkan dalam
konsentrasi relatif tinggi (Stone et a1, 1968 dalam Felix et al 1971),
Senyawa ini gagal untuk menyebabkan kerusakan kromosom pada
Haworthia variegata Haw (Majumdar dan Lane, 1970, dalam Felix et al.
1971). Ketidakmampuan ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa
agen bahan kimia yang memecah kromosom hewan tidak dapat
menyebabkan penyimpangan kromosom pada tanaman, dan generasi
tanaman yang berbeda mungkin bereaksi dalam berbagai cara untuk agen
yang sama seperti yang ditemukan pada mamalia (Brodie, 1965, dalam Felix
et al.)
2.2 Peristiwa Gagal Berpisah (Nondisjuction)
Peristiwa nondisjunction adalah Kegagalan dua kromosom homolog
untuk memisahkan sel-sel yang membelah selama divisi meiosis I atau 2
kromatid sebuah kromosom untuk memisahkan sel-sel yang membelah
selama mitosis atau divisi meiosis II sebagai akibatnya, satu sel anak
mempunyai satu kromosom tambahan dan yang lain mempunyai satu
kromosom (Dorland, 2006). Nondisjunction dapat terjadi pada meiosis I dan
II atau selama mitosis (Mujosemedi, 2008). Sedangkan menurut (Gardner,
dkk., 1991). Nondisjunction (gagal berpisah) adalah kegagalan untuk
memisah pada kromosom pada peristiwa mitosis dan meiosis. Sebagai
contoh pada meiosis, tiap-tiap anggota suatu pasangan kromosom menuju
hanya satu kutub, sehingga kutub yang lain tidak menerima pasangan
kromosom Pai, (1987: 406) menyatakan nondisjunction adalah
penyimpangan pembelahan sel, di mana kromosom-kromosom atau
kromatid-kromatid yang secara normal berpisah pada waktu anafase tetap
tinggal bersama, menghasilkan sel anak dengan kebanyakan atau
kekurangan kromosom.Peristiwa nondisjunction dibedakan menjadi
nondisjunction primer dan sekunder.Nondisjunction primer dapat terjadi
pada induk lalat yang belum mengalami nondisjunction atau lalat Normal,
sedangkan nondisjunction sekunder terjadi pada keturunan yang merupakan
hasil nondisjunction primer.
Goodenough, (1988: 138) menyatakan bahwa kejadian
nondisjunction primer pada saat meiosis akan menghasilkan organisme yang
aneuploidi. Aneuploidi diklasifikasikan berdasar jumlah kromosom yang
diperoleh dan jumlah kromosom yang hilang. Organisme aneuploidi
mungkin 2n 1 (monosomik), 2n + 1 (trisomik), 2n + 2 (tetrasomik atau
trisomik ganda), dan seterusnya.
Berkenaan dengan kejadian gagal berpisah (nondisjunction) pada
Drosophila melanogaster seperti yang dikemukakan pertama kali oleh
Bridges tahun 1916, dalam Novitasari (1992) menjelaskan bahwa kejadian
nondisjunction tersebut dijelaskan melalui kejadian nondisjunctionpada
betina bermata putih dalam hal ini betina bermata putih yang mengalami
nondisjunction saat meiosis akan menghasilkan telur Xw Xw dan 0 (tanpa
kromosom sex). Jika telur Xw Xw dibuahi oleh Y yang dibawa sperma akan
dihasilkan keturunan betina bermata putiih (Xw XwY). Jika telur tanpa
kromosom sex dibuahi oleh X yang dibawa sperma, akan menghasilkan
keturunan jantan normal (X+0). Tipe lain dari kejadian nondisjunction
adalah telur XX yang akan dibuahi oleh X yang dibawa sperma dan telur 0
yang akan dibuahi oleh Y yang akan dibawa sperma. Zigot XXX yang
bergenotip Xw XwX+ (betina) biasanya mati dan lalat YO selalu mati. Contoh
persilangan antara D. melanogaster strain N >< w yang menghasilkan
keturunan nondisjunction dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Contoh persilangan antara D. melanogaster strain N >< w yang


menghasilkan keturunan nondisjunction .
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Peristiwa Nondisjunction
Menurut Herkowith (1965) dalam Ellinda (1999) menyatakan bahwa
peristiwa gagal berpisah kromosom X pada D. melanogasterdipengaruhi
oleh faktor luar meliputi suhu, energi matahari, dan zat kimia. Sedangkan
faktor luar yang mempengaruhi yaitu umur dan gen mutan. Peristiwa
nondisjunction pada D. melanogaster dapat ditingkatkan dengan adanya
energy tinggi, dan zat kimia lain. Gen mutan menyebabkan sentromer tidak
berada dalam keadaan normal dimana sentromer sesaudara terletak saling
menutup pada saat metaphase. Dua sentromer sesaudara terletak berdekatan
pada metaphase dalam keadaan normal, sampai ketika satu sentromer
menuju kutub dan sentromer lain menuju kutub yang berlawanan .
Adanya gen mutan (gen mei-s322) yang merupakan gen semi
dominan pada kromosom II D. melanogaster, maka pada metaphase II
sentromer sesaudara terletak menjauh, dan masing-masing akan berorientasi
bebas, konsekuensinya kedua sentromer kadang-kadang menuju kutub yang
sama sehingga pada anaphase II terjadi peristiwa nondisjunction (gagal
berpisah).Pai (1985) dalam Balqis (1995), menyatakan bahwa peristiwa gagal
berpisah cenderung meningkat dengan semakin bertambahnya umur
khususnya pada bentuk kehidupan yang rendah
2.5 Deskripsi Drosophila melanogaster
Menurut Strorer dan Usinger (1957), sistematika dari D. melanogaster
adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Anak kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Anak bangsa : Clycoriapa
Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Jenis : D. melanogaster
Lalat buah (Drosophila melanogaster) adalah organisme yang
memiliki ciri yang sudah dikenal dan sesuai untuk penyelidikan genetika
karena mudah berkembang biak dan memiliki siklus hidup singkat. Menurut
Strorer dan Usinger (1957) Drosphila melanogaster merupakan jenis lalat
buah yang memiliki warna tubuh kuning kecoklatan dengan lingkaran
berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Lalat betina memiliki ukuan tubuh
yang lebih besar dari pada lalat jantan. Di samping itu, lalat jantan juga
memiliki tanda hitam yang berada di ujung tubuh bagian belakang (Posterior).
Pernyataan tersebut didukung oleh Ashburner, (1989) Adapun ciri umum dari
Drosophila melanogaster diantaranya, warna tubuh kuning kecoklatan dengan cincin
berwarna hitam di tubuh bagian belakang, berukuran kecil, antara 3-5 mm, urat tepi sayap
(costal vein) mempunyai dua bagian yang terinteruptus dekat dengan tubuhnya, sungut
(arista) umumnya berbentuk bulu, memiliki 7-12 percabangan, mata majemuk
berbentuk bulat agak ellips dan berwana merah, terdapat mata oceli pada
bagian atas kepala dengan ukuran lebih kecil dibanding mata majemuk.
Kepala berbentuk elips, thorax berbulu-bulu dengan warna dasar putih,
sedangkan abdomen bersegmen lima dan bergaris hitam, sayap panjang,
berwarna transparan, dan posisi bermula dari thorax.
D. melanogaster merupakan salah satu hewan yang sering digunakan
sebagai model percobaan genetika sejak tahun 1910-an. D.
melanogaster berasal dari filum Arthropoda, kelas Insekta, dan Ordo Diptera.
Spesies ini di Indonesia dikenal sebagai lalat buah yaitu jenis lalat yang dapat ditemui di
sekitar buah-buahan yang sudah mulai membusuk. Selain itu, lalat buah ini termasuk pada
sub-ordo Cyclophorpha, pengelompokkan lalat yang pada pupanya terdapat kulit instar 3,
dan termasuk dalam seri Acaliptra (imago menetas dan keluar dari bagian interior pupanya).
Lalat buah yang sering ditemukan di Indonesia dan Asia adalah lalat ananasae, kikawai,
malerkotliana, repleta, hypocausta, dan imigran (Yatim, 1996).
2.6 Kerangka Konseptual

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui kemunculan perisiwa nondisjunction


pada persilangan D. Melanogaster strain Ne beserta resiproknya dengan
menambahkan pemanis sintetis sodium siklamat pada medium 100 g dengan
konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%.

Sifat makhluk hidup dikendalikan oleh gen yang terdapat dikromosom kelamin
maupun kromosom tubuh. Suatu kromosom dapat mengalami mutasi, salah satu
contoh mutasi pada kromosom aalah peristiwa nondisjunction. Mutasi kromosom
dapat dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor internal dan juga factor eksternal. Factor
internal dapat berupa zat kimia,paparan radiasi dan lain sebagainya, namun
dalampenelitian ini digunakanzat kimia berupa sodium siklamat (pemanis buatan)
dengan beebrapakonsentrasi yang berbeda. Kemudian factor internaldapat berupa jenis
kelamin yang dikendalikan oleh gen pada kromosom X dan kromosom Y.

Dari kedua faktor tersebut dapat dilihat pengaruh interaksinya terhadap


frekwensi nondisjunction pada D. melanogaster persilangan Ne beserta
resiproknya. Kemudian dilakukan analisis,
Sifat makhluk hidup dikendalikan oleh gen yang terdapat dikromosom
kelamin maupun kromosom tubuh

Suatu kromosom dapat mengalami mutasi, salah satu contoh mutasi


kromosom adalah peristiwa non-disjunction

Mutasi kromosom dapat dipengaruhi oleh dua faktor

Eksternal Internal
Dikendalikan oleh gen pada krosomom
Radiasi, senyawa kimia kelamin X dan Y

sex

Senyawa yang digunakan yaitu sodium siklamat


dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%

Ada pengaruh konsentrasi pemanis buatan pada Ada pengaruh jenis kelamin terhadap
frekwensi non-disjunction frekwensi non-disjunctiom

Ada pengaruh interaksi antara konsentrasi pemanis buatan dan jenis kelamin
terhadap frekwensi nondisjunction pada persilangan D. melanogaster N ><
e beserta resiproknya.

Analisis frekwensi nondisjunction persilangan Drosophila melanogaster persilangan


N >< e beserta resiproknya.

////////////////////////
/
2.7 Hipotesis Penelitian
Penelitian ini mempunyai hipotesis sebagai berikut.

1) Ada perbedaan frekuensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)


persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiprok pada
masing-masing konsentrasi.
2) Ada perbedaan frekuensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiprok pada
sex yang berbeda.
3) Adakah perbedaan frekuensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiproknya terhadap
perlakuan yang berbeda dan sex yang berbeda.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena dalam
penelitian ini dilakukan pengulangan dan ada perlakuan, yaitu pemberian
sodium siklamat pada medium. Pada penelitian ini dilakukan persilangan
D. melanogasterstrain N ><e beserta resiproknya. Data dianalisis
dengan deskriptif kuantitatif.

3.2 Variable Penelitian

1) Variabel bebas: jenis kelamin dan konsentrasi sodium siklamat

2) Variabel terikat: frekuensi pindah silang

3) Variabel kontrol: usia induk, suhu, cahaya

3.3 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan

1) Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2016 hingga dengan


bulan November 2015.

2) Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika, gedung O5 lantai 3
ruang 310, FMIPA UM.
3.4 Populasi dan Sampel
1) Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah D. melanogasteryang dibiakkan di
laboratorium genetika jurusan Biologi FMIPA UM.
2) Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah D. melanogasterstrain N, dan e
yang ada di Laboratorium Genetika Jurusan Biologi FMIPA UM.
3.5 Alat dan Bahan
1) Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: blender, pisau,
panci, kompor gas, timbangan, selang ampul, botol selai, spons,
kertas pupasi, kain kasa, pengaduk kayu, sendok, kuas, gunting,
plastik, karet, spidol, lemari es, mikroskop stereo, alat tulis,baskom,
tisu, dan kardus.
2) Bahan
Bahan yang digunakan antara lain: pisang raja mala, gula merah, tape
singkong, yeast, pemanis buatan (sodium siklamat) dan air.
3.6 Prosedur Kerja
1) Pembuatan medium (satu resep)

a. Menimbang pisang yang telah dikupas, gula merah yang sudah diiris,
dan tape singkong yang sudah dibuang seratnya dengan perbandingan
7: 2 : 1 atau (700 : 200 : 100) gram.

b. Menghaluskan pisang dan tape dengan cara dibelnder sampai halus


dengan menambahkan air sebagai pelarutnya.

c. Memasak bahan yang telah dihaluskan dengan menambahkan gula


merah dan sedikit air kemudian memasaknya selama 45 menit sambil
terus diaduk.

d. Memasukkan medium ke dalam botol biakan (botol selai) secukupnya


dan menutupnya dengan spons.

e. Untuk medium yang digunakan untuk perlakuan, ditambah dengan


sodium siklamat beberapa gram sesuai dengan konsentrasi yang
dibutuhkan, misalnya 0%, 1%, 2%, 3%, 4% atau 5%. Massa total
medium yang kami gunakan adalah 100 gram. Massa sodium siklamat
yang diperlukan bisa dihitung dengan rumus:
YMassa Sodiuym siklamat = konsentrasi x 100 graym

f. Menambahkan yeast sebanyak 3-4 butir kemudian memasukkan kertas


pupasi dan menutupnya kembali dengan spons.

g. Mendinginkan medium

h. Membersihkan sisa-sisa uap air yang ada di botol selai dengan tisu.

2) Persiapan stok induk

a. Menyiapkan botol selai yang telah diisi medium untuk membiakkan


stok induk strain N, dan e.

b. Memasukkan beberapa pasang lalat D. melanogaster

c. Memberi label pada botol sesuai strain dan tanggal memasukannya.

d. Mengamati perkembangan D. melanogastersampai muncul pupa.

e. Mengisolasi pupa yang telah menghitam dengan menggunakan kuas


yang sudah di basahi dengan air.

f. Meletakkan pupa pada selang ampul yang telah diberi pisang dan
menutup sisi selang dengan spons.

g. Menunggu hingga pupa menjadi imago dan lalat yang sudah


dewasa untuk disilangkan (siap untuk disilangkan).

3) Tahap persiapan Persilangan dan perlakuan (F1)

a. Menyiapkan botol yang sudah berisi medium dan ditutup dengan spons.

b. Menyilangkan D. melanogaster rstrain N dengan strain e dari


ampulan yang sudah menetas (Usia lalat maksimal tiga hari setelah
menetas dari selang ampul), kemudian memasukkan ke dalam botol selai
baru yang berisi medium yang mengandung sodium siklamat dengan
konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%. Perlakuan tersebut masing-masing
konsentrasi dilakukan minimal 4 kali ulangan.

c. Memberi label sesuai dengan jenis strain persilangan disertai dengan


catatan ulangan, konsentrasi sodium siklamat pada medium dan tanggal
persilangan.

d. Melepas jantan setelah 2 hari persilangan, kemudian menunggu


sampai ada pupa dan memindahkan si betina ke medium berikutnya
sampai si betina itu sendiri mati atau berhenti bertelur.

e. Membiarkan sampai muncul anak, kemudian mengamati fenotipe yang


muncul pada F1, menghitung jantan dan betina anak pada setiap strain,
setiap ulangan, setiap generasi selama 7 hari (harike 0-6).

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara


melakukan pengamatan dan penghitungan pada jumlah fenotip F1 maupun
F2yang muncul selama 7 hari, mulai hari ke-0 sampai hari ke-6. Kemudian
data yang diperoleh tersebut disajikan dalam bentuk tabel pengamatan.

3.8 Teknik Analisis Data


Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rekontruksi persilangan dan menghitung frekuensi nondisjunction yang
muncul pada F1 dari persilangan Dhrosophila melanogasterstrain N
e beserta resiproknya . Persentase nondisjunction dihitung dengan
rumus:

Frekuensi NDJ (%) = , yang selanjutnya

akan dianalisi dengan ANAVA 2 jalur

Tabel 3.1 Frekuensi NDJ

Persilangan Konsentrasi Frekuensi NDJ pada ulangan ke-


1 2 4
sodium
3
siklamat
N e 0%
5%
10%
15%
Nxe 0%
5%
10%
15%

Selanjutnya dianalisis secara statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Faktor korelasi =

JK macam strain =

JK konsentrasi S.siklamat =

JK interaksi = JKperlakuan kombinasi JK macam strain JK konsentrasi s.siklamat

Tabel 3.2 Ringkasan Analisis Varian


SK Db JK KT Fhitung Ftabel 5%
Perlakuan

Macam strain

Kons. S. siklamat

Interaksi
Galat
Total

1) Jika F hitung konsentrasi sodium siklamat > Ftabel(0,05) maka H0 ditolak,


jadi ada pengaruh antara konsentrasi sodium siklamat terhadap frekuensi
NDJ pada Drosophila melanogasterpersilangan N ><e.
2) Jika Fhitung interaksi > Ftabel(0,05) maka H 0 ditolak, jadi terdapat
pengaruh interaksi antara konsentrasi sodium siklamat dan macam strain
terhadap frekuensi NDJ pada Drosophila melanogasterpersilangan N
><e.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA

4.1 Data Hasil Pengamatan


1) Morfologi dari masing-masing strain Drosophila melanogaster

a. Drosophila melanogaster strain N

Gambar Keterangan
N Jantan Sayap menutupi tubuh
dengan sempurna
Warna tubuh kuning
kecoklatan
Faset mata merah
Terdapat black spot
pada abdomen
posterior.
N betina Sayap menutupi tubuh
dengan sempurna
Warna tubuh kuning
kecoklatan
Faset mata merah

b. Drosophila melanogaster strain e

Gambar keterangan
e Jantan Sayap menutupi tubuh
dengan sempurna
Warna tubuh coklat
kehitaman
Faset mata merah
Terdapat black spot
pada abdomen
posterior.
e betina Sayap menutupi tubuh
dengan sempurna
Warna tubuh coklat
kehitaman
Faset mata merah

4.2 Rekontruksi Kromosom


Di bawah ini merupakan rekontruksi kromosom Drosophila
melanogaster strain N >< e beserta resiproknya.
1. Persilangan N >< e
Rekontruksi persilangan yang tidak mengalami nondisjungtion (NDJ)
P1 : N >< e
Genotip : e+ >< e
// e+ e
Gamet : e+ ; e

F1

/
e+ e+ Fenotip yang muncul adalah N , N

/ e+ / e+ Rekontruksi persilangan yang
e mengalami nondisjungtion (NDJ)
e (N) e (N)
P1 : N >< e
+ +
/e / e
e Genotip : e+ >< e
e (N) e (N)
// e+ e

Gamet : e+ , e+ e+ , 0 ; e
F1

/
e+ e+ e+ 0

/ e+ e+
/e + / e
e e (N
e (N) 0 (e)
super)
/ e+ e+
/e + e
e e (N
e (N) / 0 (e)
super)
Fenotip yang muncul adalah N, N (super), dan e

2. Persilangan N >< e
Rekontruksi persilangan yang tidak mengalami nondisjungtion (NDJ)
P1 : N >< e

//Genotip : e+ >< e

e+ e

Gamet : e+ ; e

F1

/
e+ e+

/ e+ / e+
e
e (N) e (N)
/ e+ / e+
e
e (N) e (N)
Rekontruksi persilangan yang mengalami nondisjunction (NDJ)
P1: N >< e

// Genotip : e+ >< e

e+ e

Gamet : e+ , e+ e+ , 0 ; e

F1

/
e+ e+ e+ 0

/e + / e+ e+ / e
e
e (N) e (N super) 0 (e)
/e + / e+ e+ e
e
e (N) e (N super) / 0 (e)
Fenotip yang muncul adalah N, N (super), dan e

4.3 Analisis ANAVA berganda


Tabel 4.1 Data Pengamatan dan Perhitungan Anakan F1
Persilangan N e beserta resiproknya.
Perlakuan Ulangan
Konsentrasi
Jenis Total
Pemanis 1 2 3 4
Kelamin
(%)
0,80 2,56 0 0 3,36
0
0 0 18,18 0 18,18
0 0 0 0 0
5
3,70 1,56 1,56 9,23 12,68
0 0 0 0 0
10
3,65 0 2 0 5,65
15 0 0 0 0 0
14,28 17,39 17,50 0 49,17
Total 89,04

490,299

Konsentrasi (%) Total


0 3,36 18,18 21,54
5 0 12,68 12,68
10 0 5,65 5,65
15 0 49,17 49,17
Total 3,36 85,68 89,04

SK db JK KT Fhitung F5%
Perlakuan 7 490,299 70,0427 2,323
Konsentrasi 3 136,545 45,515 1,4508 2,911
Jenis
1 211,772 211,772 6,7505 4,1596
Kelamin
KJ 3 141,982 47,327 1,5086 2,911
Galat 17 533,31 31,371
Total 31
Rujukan,
1. F hitung konsentrasi 1,4508 < F tabel 0,05 2,911 maka, H0 diterima, dan Hp ditolak.
Jadi tidak ada perbedaan frekwensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiprok pada masing-
masing konsentrasi.
2. F hitung jenis kelamin 6,7505 > F tabel0,05 4,1596 maka, Ho ditolak dan Hp
diterima. Jadi, ada perbedaan frekwensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiprok pada sex yang
berbeda.
3. F hitung kombinasi 1,5086 < F tabel0,05 maka, Ho diterima dan Hp ditolak. Jadi
tidak ada perbedaan frekwensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiproknya terhadap
perlakuan yang berbeda dan sex yang berbeda.
BAB V
PEMBAHASAN

Pada saat oogenesis dan spermatogenesis telah terjadi pembelahan


meiosis dimana pembelahan tersebut terjadi pembagian kromosom
sehingga 2n menjadi n. Siklamat merupakan salah satu pemanis buatan
yang dapat mengganggu proses pembelahan tersebut karena sifatnya yang
mutagenik, sehingga dapat mengganggu proses pembagian kromosom ke
masingmasing kutub. Oleh karna itu sodium siklamat diasumsikan
sebagai senyawa kimia yang dapat meningkatkan frekwensi fenomena
non-disjuction. Sodium siklamat dapat mempengaruhi nondisjunction
karena cyclohexyamin pada sodium siklamat sangat reaktif sehingga
mudah berikatan dengan atom fosfat (pada DNA), akibatnya DNA tidak
mengalami replikasi sempurna, oleh karena itu dua kromosom sesaudara
masih dalam kondisi melekat dan sulit untuk berpisah. Efek samping
dikaitkan dengan cyclamates dicatat dalam beberapa study dapat
mengurangi pertumbuhan postnatal dan mengubah kapasitas reproduksi
yang ditemukan pada anak tikus yang diberikan diet yang mengandung 5
atau 10% kalsium siklamat (Nees & Derse 1965, 1967). Pernyataan
tersebut didukung oleh wati (2004) yang menyatakan hasil metabolisme
siklamat yaitu sikloheksilamin yang bersifat karsinogen yang dapat
menyebabkan mutasi.
5.1 Perbedaan Frekwensi Fenomena Gagal Berpisah (Nondisjunction)
Persilangan Droshopila melanogaster N e Beserta Resiprok Pada
Masing-masing Konsentrasi
Hasil analisi pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan frekwensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
persilangan Drosophila melanogaster N e beserta resiproknya pada
masing-masing konsentrasi. Pada penelitian ini dengan menggunakan
konsentrasi sodium siklamat 0%, 5%, 10% dan 15%, dari data yang
diperoleh ternyata besarnya frekuensi nondisjunction tidak berbeda jauh
antara perlakuan kontrol dengan konsentrasi yang lainya. Didukung
dengan kajian teori penelitian sebelumnya, sodium siklamat tidak
berpengaruh terhadap peningkatan frekuensi nondisjunction. Abidin
(1997) menyatakan bahwa sodium siklamat pada konsentrasi 0,1% sampai
0,7% yang dicampurkan pada makanan/medium D. melanogaster tidak
berpengaruh terhadap frekuensi nondisjunction kromosom kelamin X dari
hasil persilangan antara D. melanogaster strain Normal (jantan) dengan
strain white (betina). Adapun penelitian yang dilakukan oleh Felix et al
(1971) menyatakan bahwa Sodium siklamat menginduksi mutasi lethal
resesif pada sex-linkage dan aneuploidi D. Melanogaster, karena
dipengaruhi faktor-faktor seperti penyerapan dalam mengikat protein dan
ekskresi yang harus dipertimbangkan dalam membuat perbandingan
terkait dengan asupan siklamat mamalia atau transformasi
cyc1oh.exylamine. Kesimpulan percobaan Felix (1971) menunjukkan
bahwa Drosophila memiliki kepekaan rendah (low sensitivity) untuk
konsumsi cyclohexyamine.
Kemudian Hal lain yang dapat menyebabkan tidak berpengaruhnya
sodium siklamat terhadap frekuensi nondisjunction yaitu mekanisme
perbaikan DNA yang telah mengalami kerusakan dapat segera diperbaiki
oleh enzim polimerase. Struktur DNA yang mengalami perubahan akibat
penggantian gugus fosfat oleh gugus sufida pada cyclohexylamine akan
dipotong oleh aktivitas eksonuklease dalam arah 3-5 yang kemudian
akan dilakukan penggantian nukleotida oleh DNA polimerase dalam arah
5-3 (Hardin dkk., 2012). Adanya aktivitas perbaikan struktur DNA yang
mengalami perubahan struktur ataupun kerusakan DNA akibat gugus
sulfida pada cyclohexylamine mengakibatkan tidak terjadi gangguan
dalam dogma sentral untuk sintesis protein maupun enzim yang berperan
dalam segregasi kromosom, akibatnya proses segregasi kromosom dapat
berjalan sebagaimana mestinya dan pemberian sodium siklamat tidak
mempengaruhi frekuensi nondisjuction pada D. Melanogaster.
Ketiga dimungkinkan D. melanogaster tidak memiliki spesifisitas
terhadap sodium siklamat sebagaimana pernyataan dari Goodenough
(1984) bahwa suatu percobaan senyawa mutagen atau karsinogenik, ada
kemungkinan akan mempengaruhi suatu organisme namun tidak
mempengaruhi organisme yang lain (misalnya nondisjunction) dari
makhluk hidup tersebut. Suatu zat kimia yang bersifat mutagenik bagi
makhluk hidup tertentu belum tentu bersifat mutagenik terhadap makhluk
hidup lain (Abidin, 1997).

5.2 Perbedaan Frekuensi Fenomena Gagal Berpisah (Nondisjunction)


Droshopila melanogaster Strain N

Hasil analisis data pada penelitian ini menunjukkan adanya


perbedaan frekuensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction) antara
Droshopila melanogaster strain N jantan dengan betina. Menurut data
yang dihasilkan mengenai jumlah produk non-disjuction secara significant
lebih banyak terjadi pada individu betina dari pada individu jantan, hal ini
dapat dilihat pada tabel yang disajikan pada bab iv. Temuan pada
penelitian ini sejalan dengan Fenech, dkk. (1994) yang menyampaikan
beberapa studi yang mengkaji hubungan antara tingkat kerusakan
kromosom dan jenis kelamin . Fenech, dkk.(1994) menjelaskan dalam
beberapa kasus terdapat kerentanan yang berbeda untuk paparan
genotoksik dapat dimediasi oleh jenis kelamin. Selain itu, hasil penelitian
ini juga mengindikasikan bahwa tingkat kerusakan kromosom antara
organisme jantan dan betina berbeda. Hal tersebut sejalan dengan temuan
Bonassi ,et al (1995) yang melaporkan bahwa perbedaan yang significant
ditunjukkan antara jenis kelamin secara konsisten ditemukan dalam hal
frekuensi pertukaran kromatit (SCEs), dengan frekuensi yang lebih tinggi
pada wanita terhitung sebesar 2-5% dari total variasi yang diamati.
Perbedaan panjang genom dari X dan kromosom Y dianggap penyebab
paling mungkin terjadinya kerusakan kromosom antara jenis kelamin.
Namun, heterogenitas dalam terjadinya pertukaran kromatid tidak
mencerminkan kerentanan yang berbeda untuk eksposur genotoksik.

Penelitian-penelitian yang mengkaji pengaruh gender terhadap


tingkat mutasi perlu dilakukan untuk lebih dapat menjelaskan mekanisme
pengaruh gender tersebut terhadap perubahan materi genetik pada suatu
organisme,

5.3 Perbedaan Frekwensi Fenomena Gagal Berpisah (Nondisjunction)


Persilangan Droshopila melanogaster N e Beserta
Resiproknya Terhadap Perlakuan yang Berbeda dan Sex yang
Berbeda.

Hasil analisis data pada penelitian ini adalah tidak ada perbedaan
frekwensi nondisjunction persilangan Droshopila melanogaster N e
beserta resiproknya pada perlakuan kombinasi, dan perlakuan tersebut
memiliki perbedaan jika bekerja sendiri.
Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh Fauzi (2016)
menggunakan model hewan Drosophila melanogaster tentang
perbandingan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster yang telah
terpajan oleh radiasi handphone didapatkan hasil yang tidak berpengaruh,
karena pada penelitian ini difokuskan pada jumlah anakan. hasil dari
studi ini menunjukkan tidak ada kelangsungan hidup yang bervariasi
antara lalat jantan dan lalat betina yang terpapar oleh EMF. Dari hasil ini,
dapat dikatakan radiosensitivity dari lalat jantan terhadap EMF memiliki
tingkat yang sama dengan lalat betina. Kemungkinan EMF tampaknya
tidak menunjukkan bahwa EMF mungkin memberikan pengaruh yang
berhubungan dengan jenis kelamin pada lalat. Tapi, hasil ini tidak
konsisten dengan beberapa penelitian sebelumnya menggunakan
organisme lain.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian lainya yang
menjelaskan tentang regulasi hormonal yang terdapat pada masing-
masing jenis kelamin. Berpengaruhnya jenis kelamin tehadap respon
pada suatu mutagen kemungkinan berhubungan dengan regulasi
hormonal pada masing-masing jenis kelamin. Dimungkinkan bahwa
sistem hormonal mempunyai peranan penting dalam hal proses fisiologi.
Wanita relatif lebih besar terkena resiko suatu kerusakan dari pada laki-
laki. Jenis kelamin berhubungan dengan perbedaan dalam hal imunitas
dan juga system endokrin. Jenis kelamin juga berhubungan dengan
perbedaan dalam hal radiosensitivitas pada manusia seperti protein yang
di ekspresikan saat pasien penyakit kanker diterapi dengan radio terap,
hematopotik stemsel (HSCs),dan kemampuanya dalam memperbaiki
DNA yang rusak (Alsbeih et al, 2015)
BAB V1

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

1. Tidak ada perbedaan frekwensi fenomena gagal berpisah


(nondisjunction) persilangan Droshopila melanogaster N e beserta
resiprok pada masing-masing konsentrasi. Hal ini menunjukkan bahwa
besarnya frekuensi nondisjunction tidak berbeda jauh antara perlakuan
kontrol dengan konsentrasi yang lainya.

2. Ada perbedaan frekwensi fenomena gagal berpisah (nondisjunction)


persilangan Droshopila melanogaster N e beserta resiprok pada sex
yang berbeda. Hal ini menunnjukkan bahwa respon jenis kelamin terhadap
suatu mutagen itu berbeda dan juga perbedaan dari system hormonal dari
jenis kelamin. Dalam hal ini jenis kelamin betina lebih sensitif terhadap
mutagen

3. Tidak ada perbedaan frekwensi fenomena gagal berpisah


(nondisjunction) persilangan Droshopila melanogaster N e beserta
resiproknya terhadap perlakuan yang berbeda dan sex yang berbeda. Hal
ini menunjukkan bahwa kedua perlakuan tidak mempunyai perbedaan
yang signifikan terhadap peritiwa gagal berpisah, dan akan berbeda jika
bekerja sendiri-sendiri.

6.2 Saran
1) Pada pengamatan ini, diharapkan pada peneliti untuk bersabar dalam
melakukan pengamatan
2) Peneliti hendaknya mengamati fenotipe dari masing-masing strain
terlebih dahulu sebelum melakukan pengamatan
3) Peneliti harus memanfaatkan waktu seefektif mungkin untuk
melakukan pengamatan
4) Dalam pengamatan ini dibutuhkan ketelitian dan keuletan dalam
mengamati morfologi dari drosophila yang telah ditangkap
Daftar Rujukan
Abidin, K.1997. Pengaruh Sodium Siklamat Terhadap Frekuensi Nondisjunction
D.melanogaster strain N><w. (Skripsi tidak diterbitkan).Malang: IKIP Malang

Ashburner, M. 1985. Drosophila, A Laboratory Handbook. USA : Coldspring Harbor


Laboratory Press.

Bonassi, S., Bolognesi, C., Abbondandolo, A. et al. (1995) Influence of sex on cytogenetic end
points: evidence from a large human sample and review of the literature. Cancer
Epidemiol. Biomarkers Prev., 4, 671679.

Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Alih bahasa lestari, R. et al. safitri,
A., Simarmata, L., Hardani, H.W. (eds). Erlangga, Jakarta.

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Pertama.
Jakarta: Bumi Aksara.

Corebima, A.D. 2004. GenetikaKelamin. Surabaya: Airlangga University Press.

Depkes R.I, dan Dirjen POM, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988. Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta

Fauzi, A. (2016). The Comparison of Males and Females Number of Drosophila melanogaster
that Exposed by Mobile Phone in Multiple Generations. Makalah disajikan pada seminar
Intrernational diselenggarakan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), 15 October
2016

Gardner, E. J. 1984. Principles of Genetics. New York: John Willey and Soons, Inc.

G. Aslbeih, R. S. Al-Meer, N. Al-Harbi, S. B. Judia, M. Al-Buhairi, N. Q. Venturina, and B.


Moftah, "Gender bias in individual radiosensitivity and the association with
genetic polymorphic variations, "Radiotherapy and Oncology, Vol. 119: pp. 236-243,
2016.

Judarwanto, Widodo 2008. Perilaku Makan Anak Sekolah.


http://kesulitanmakan.bravehost.com. Diakses tanggal 28 Oktober 2016

Klug, William dan Cummings, M. R. 2000. Concept of Genetics. New Jersey: Prentice Hall Inc

Menkes RI.(1976).Peraturan Menteri Kesehatan RI No 329/Menkes/PER/XII/76 tentang


Produksi dan Peredaran Makanan, Jakarta: Depkes
Mollerup, S., Ryberg, D., Hewer, A., Phillips, D. H. and Haugen, A. (1999) Sex differences in
lung CYP1A1 expression and DNA adduct levels among lung cancer patients. Cancer
Res., 59, 33173320.

PP RI. 1988. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 722/MenKes/Per/IX/88, tentang


Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

Storer, I. Tracy; Usinger, Robert L. 1957. General of Zoology. New York: Mc Graw Hill Book
Company Inc

Takayama S, dkk. Long Term Toxicity and Carcinogenity. Study of Cyclamate in Non Human.
http://toxsci.oxfordjournals.org/cgi/content /full53/1/33. Diakses 28 Oktober 2016

Wati HH. Kadar Pemanis Buatan Pada Minuman Yang Dijual Di Sekolah Dasar Di Kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjokadar. Jakarta; 2004.

Yatim, Wildan. 1996. Genetika. Bandung: TARSITO

Anda mungkin juga menyukai