Anda di halaman 1dari 6

EKUILIBRIU M ISSN : 1412-9124

Vol. 11. No. 2. Halaman : 67 72 Juli 2012

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI KOTORAN SAPI MENGGUNAKAN


KOLOM FIXED BED SECARA KONTINYU

Paryanto*, Fawaidzdurahman, Utus Mustaqim


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No. 36 A, Surakarta 57126 Telp/fax: 0271-632112

*Email: paryanto_ftuns@yahoo.com

Abstract: Nowadays, organic fertilizer is more interesting than anorganic fertilizer, because it
doesnt cause soil degradation and the crops are healthier to be consumed. Manure is the most
familiar as an organic fertilizer. This study dealt with producing of liquid organic fertilizer from
o
cow manure in fixed bed column reactor. The reactor operated at 30 C, 40 cmHg and 19.2
mL/s of solvent flowrate. The aim of this study was to find correlation between bed height of
manure in column, particle size of manure, concentration of fertilizer and volumetric mass
transfer coefficient (kca). The highest of kca value was obtained at 25 cm of bed height, it was
-1
0.0014 s . The result shows that bed height of manure is linier to kca. On the other hand,
particle size of manure doesnt give much influence of kca.

Keywords: extraction, fixed bed, cow manure, liquid organic fertilizer, volumetric mass transfer
coefficient

PENDAHULUAN kolom fixed bed. Tujuan penelitian ini ialah


Pertanian masa sekarang ini sudah mendapatkan koefisien transfer massa untuk
banyak yang beralih ke pupuk organik, karena perancangan alat kolom fixed bed dan mengkaji
pupuk organik tidak memiliki dampak pembuatan pupuk organik cair dari kotoran sapi
pencemaran lingkungan serta hasil pertanian dengan variabel tinggi tumpukan kotoran sapi
lebih sehat dikonsumsi. Akan tetapi dalam dan ukuran partikel kotoran sapi.
produksinya terdapat kendala. Salah satu
kendala produksi pupuk organik adalah LANDASAN TEORI
tingginya harga pokok produksi jika di produksi Limbah ternak merupakan sisa buangan
dalam jumlah besar. Pos biaya ini terutama dari suatu kegiatan usaha peternakan termasuk
pada biaya transportasi bahan baku ke tempat usaha pemeliharaan ternak, dalam hal ini
pengolahan. Selain itu, untuk produksi pupuk kotoran sapi. Semakin besar usaha peternakan
organik, umumnya memerlukan waktu tinggal sapi, maka semakin banyak pula kotoran yang
(proses pembuatan) yang lama setidaknya satu dihasilkan. Hal ini tentu dapat menjadi penyebab
sampai tiga bulan. Hal ini menyebabkan biaya gangguan pada lingkungan sekitar serta dapat
produksi menjadi besar terutama jika proses menimbulkan masalah bagi peternak. Untunglah
produksi dilakukan secara terpusat. Dengan kotoran sapi merupakan limbah organik yang
demikian, harga jualnya menjadi tinggi dan mudah diuraikan oleh mikroorganisme.
pupuk organik yang notabene memiliki dampak Menurut Balai Pengkajian Teknologi
tidak langsung (perlu jangka waktu lama) kalah Pertanian Bali (2008), kotoran sapi masih
berkompetisi dengan pupuk anorganik yang mengandung senyawa yang dibutuhkan oleh
mendapatkan subsidi dari pemerintah. Apalagi tanaman, yaitu nitrogen 5 7 %, fosfor 3 6 %,
dosis pemakaian pupuk organik juga jauh lebih dan kalium 1 6 %. Seekor sapi dapat
besar dibandingkan dengan pupuk anorganik. menghasilkan kotoran sapi yang merupakan
Pemanfaatan kotoran ternak untuk limbah peternakan tersebut menjadi produk
menyuburkan lahan pertanian telah lama yang berguna dan bernilai ekonomi tinggi, yaitu
dilakukan oleh petani/peternak, tetapi diperlukan sebagai pupuk organik.
proses yang cukup lama sehingga diperlukan Wirlilik Gundoyo (2010), telah melakukan
cara yang lebih cepat dibandingkan dengan cara pembuatan pupuk organik cair dari bahan
konvensional. Penelitian ini mempelajari organik basah seperti sisa buah-buahan dan
ekstraksi pada pembuatan pupuk organik cair sisa sayuran dengan bantuan bakteri EM-4 yang
dari kotoran sapi menggunakan menggunakan dibiakkan selama 1 minggu. Proses pembuatan

67
pupuk organik cair berlangsung secara anaerob Kecepatan ekstraksi padat-cair tergantung
atau secara fermentasi tanpa bantuan sinar pada dua tahapan pokok yaitu difusi dari dalam
matahari dan secara batch dalam ember selama padatan ke permukaan padatan (tahap 1) dan
7 10 hari. perpindahan massa dari permukaan padatan ke
Dewi dan Paradita (2010) melakukan cairan (tahap 2). Hal ini karena difusi solute di
percobaan pembuatan pupuk organik cair dalam cairan (tahap 3) umumnya berlangsung
menggunakan labu leher tiga dengan variasi sangat cepat. Jika perbedaan kecepatan kedua
perbandingan kotoran sapi dengan air. tahap hampir sama, maka kecepatan ekstraksi
Perbandingan kotoran sapi dengan air sebesar ditentukan oleh kecepatan proses yang paling
1:2 mempunyai pengaruh yang paling baik pada lambat. Jika padatan sangat kecil (seperti
tanaman. serbuk) maka difusi dari dalam padatan ke
Secara umum kolom fixed bed terdiri dari permukaan padatan (tahap 1) berlangsung
pipa berisi tumpukan padatan atau bahan isian relatif sangat cepat sehingga tidak mengontrol.
yang stasioner. Kolom fixed bed dioperasikan Akibatnya yang mengontrol adalah perpindahan
secara vertikal. Padatan dalam kolom dapat massa dari permukaan padatan ke cairan (tahap
berbentuk butiran, pellet, silinder, maupun bola. 2). Sebaliknya, jika butir-butir berukuran besar,
Kolom fixed bed dapat digunakan untuk difusi relatif sangat lambat, sehingga yang
berbagai operasi transfer massa secara mengontrol adalah proses difusinya (Sediawan,
kontinyu, seperti absorbsi, adsorbsi, dan 1997).
ekstraksi padat-cair. Selain itu, fixed bed juga Pada pembuatan pupuk organik cair ini,
dapat digunakan sebagai reaktor. Reaktor fixed solute yang akan diekstrak adalah senyawa
bed umumnya digunakan untuk reaksi fase gas kalium, yaitu K2O. Pada ekstraksi K2O dari
dengan katalisnya berupa padatan. butiran kotoran sapi ke air, ukuran padatan
Kolom fixed bed pernah digunakan pada dibuat sangat kecil, sehingga proses difusi K2O
penelitian Angger dan M. Irfan (2010) untuk dari dalam ke permukaan padatan sangat cepat
ekstraksi kandungan zat warna alami dalam dan proses transfer massa dari permukaan
kunyit. Pada penelitian tersebut kunyit diletakkan padatan ke cairan menjadi proses yang
dalam kolom fixed bed kemudian dialirkan menentukan.
pelarut air pada suhu tertentu ke dalam kolom Kecepatan transfer massa K2O dari permukaan
tersebut. Irianty (2011) pun telah meneliti padatan ke cairan mengikuti persamaan :
perpindahan massa pada proses ekstrasi .............................(1)
oleoresin cengkeh menggunakan kolom fixed Karena luas permukaan sulit dievaluasi
bed. Pelarut yang digunakan adalah etanol. maka digunakan faktor a yang menunjukkan
Ekstraksi padat-cair banyak dipergunakan luas muka transfer massa antar permukaan per
dalam industri dengan menggunakan kolom satuan volum total. Persamaan (1) menjadi :
fixed bed, yaitu kolom yang diisi dengan butir-
butir padatan dan dialiri pelarut tertentu yang .....................(2)
dapat melarutkan komponen yang diinginkan
dari dalam padatan tersebut (Brown, 1978). CA* adalah konsentrasi K2O dalam larutan yang
Proses ekstraksi dapat dianggap sebagai setimbang dengan kadar K2O pada permukaan
peristiwa transfer massa yang meliputi difusi zat padatan. Hubungan kesetim-bangan antara
terlarut (solute) dari dalam padatan ke konsentrasi K2O dalam padatan dan pada
permukaan padatan, perpindahan massa solute larutan mengikuti hukum Henry, maka didekati
dari permukaan padatan ke badan cairan dan dengan persamaan yang mirip hukum Henry.
difusi solute di dalam cairan ................................................(3)
Proses ekstraksi dilakukan pada kolom
fixed bed. Transfer massa arah aksial
berlangsung dengan dua mekanisme, yaitu
difusi dan dibawa oleh aliran. Jika disusun
neraca massa solute dalam sistem, didapat
bahwa:
K2O dalam butiran padatan mula-mula = K2O
dalam padatan setelah waktu t + K2O dalam
cairan.
.............................(4)
......................................(5)
Gambar 1. Profil konsentrasi transfer massa
antar fase padat-cair

68 E K U I L I B R I U M Vol. 11. No. 2. Juli 2012 : 67 72


*
Setelah jenuh CA = CA , sehingga persamaan (5) ................................(17)
berubah menjadi:
......................................(6) ...........................(18)

METODE PENELITIAN
Kotoran Sapi sebagai bahan dasar
diperoleh dari peternakan sapi di eks-
Karesidenan Surakarta dan sekitarnya dengan
sifat fisis: kandungan nitrogen (N) 5-7%,
kandungan fosfor (P) 3-6%, kandungan kalium
(K) 1-6%, kandungan air 60% dan rasio C/N
sebesar 18. Air sebagai pelarut diperoleh dari
Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Rangkaian alat untuk penelitian
merupakan suatu alat ekstraksi yang terdiri dari
sebuah kolom fixed bed yang berisi bahan
dilengkapi dengan flowmeter untuk mengukur
laju alir pelarut dalam proses ekstraksi (Gambar
Gambar 2. Transfer massa A pada elemen volume
3). Spesifikasi kolom fixed bed yang digunakan
adalah sebagai berikut: diameter 2,54 cm, tinggi
Neraca massa A pada fasa cair dalam elemen 150 cm, material bahan PVC. Kolom beroperasi
volum setebal z:
pada suhu 30 oC dan tekanan 40 cmHg.
Rate of input rate of output = rate of
accumulation

........(7)
Jika perpindahan massa difusi aksial diabaikan,
maka persamaan menjadi:

..........................(8) Keterangan :
1. Tangki pelarut 4. Flowmeter
2. Pompa 5. Kolom fixed bed
3. Valve 6. Tangki produk
...........................................(9)
.......(10) Gambar 3. Rangkaian alat pembuatan pupuk
organik cair secara kontinyu
Dimana
................................................(11) Pada penelitian ini variabel yang
digunakan yakni variasi tinggi bed dan ukuran
Substitusi persamaan (3) dan (11) ke
partikel kotoran sapi. Untuk mengetahui
persamaan (10) menjadi
konsentrasi kotoran sapi, maka dilakukan
.................(12) ekstraksi menggunakan soxhlet, kemudian
dianalisis kandungannya dengan
................(13)
flamephotometer. Alat penelitian dirangkai
........................(14) seperti Gambar 3. Pelarut air dari tangki pelarut
dialirkan menuju kolom fixed bed dengan
Batas: t = 0 , CA = 0 kecepatan 19,2 ml/detik. Hasil keluaran kolom
t = t , CA = CA fixed bed diambil setiap 10 menit, kemudian
...............(15) dilakukan analisis kandungan K2O
menggunakan flamephotometer dengan metode
......................(16) ekstraksi HNO3 dan HClO4.

Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Kotoran Sapi Menggunakan Kolom 69


Fixed Bed Secara Kontinyu (Paryanto, Fawaidzdurahman, Utus Mustaqim)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil proses ekstraksi adalah pupuk
organik cair dengan berbagai konsentrasi dan
waktu. Sampel dianalisis kandungan K2O
menggunakan flamephotometer. Untuk sampel
kontrol diperoleh kandungan K2O mula-mula
(CAo) adalah 81,42 ppm. Hasil analisis sampel
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis K2 O pada variabel tinggi tumpukan

z (cm) t (menit) CA (ppm)


10 menit pertama 21,60
15 10 menit kedua 20,35
10 menit ketiga 19,09
10 menit pertama 29,25
20 10 menit kedua 28,00
10 menit ketiga 27,75
Gambar 5. Grafik hubungan CA dengan waktu
10 menit pertama 32,89 ekstraksi pada variabel ukuran
25 10 menit kedua 32,77 partikel
10 menit ketiga 31,64

Dari pengolahan data dengan program


Matlab diperoleh berbagai harga kca sebagai
berikut:

Tabel 3. Harga kca rata-rata pada setiap variabel


tinggi tumpukan

-1
Tinggi Tumpukan (cm) kc a (s )
15 0,0009
20 0,0011
25 0,0014

Tabel 4. Harga kca rata-rata pada setiap variabel


distribusi ukuran partikel

-1
Ukuran partikel (mesh) kc a (s )
-10 +16 0,0014
-20 +30 0,0014
-30 +50 0,0014
Gambar 4. Grafik hubungan CA dengan waktu
ekstraksi pada variabel tinggi bed Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
konsentrasi pupuk cair pada berbagai sampel
jauh lebih rendah dibandingkan sampel kontrol
Tabel 2. Analisis pada variabel distribusi ukuran
partikel yang dapat mencapai 81,42 ppm. Hal ini karena
suhu pelarut yang digunakan pada kolom fixed
Ukuran (mesh) t (menit) CA (ppm) bed adalah suhu lingkungan, yaitu sekitar 30 oC.
10 menit pertama 22,70 Sedangkan sampel kontrol diperoleh dengan
-10 +16 10 menit kedua 22,58 cara ekstraksi dengan soxhlet sehingga suhu
o
10 menit ketiga 21,32 pelarut jauh lebih tinggi, yaitu sekitar 100 C.
10 menit pertama 24,63 Semakin tinggi suhu pelarut yang digunakan,
-20 +30 10 menit kedua 22,52 maka semakin banyak jumlah solute yang
10 menit ketiga 22,22 berpindah dari padatan ke dalam cairan pelarut.
10 menit pertama 26,13 Selain itu, aliran pelarut yang digunakan hanya
-30 +50 10 menit kedua 25,53 once trough, artinya hasil ekstraksi langsung
10 menit ketiga 24,03 diambil dan tidak ada recycle. Jadi, pelarut tidak
sampai jenuh, berbeda dengan ekstraksi
menggunakan soxhlet dan proses ekstraksi
batch.

70 E K U I L I B R I U M Vol. 11. No. 2. Juli 2012 : 67 72


Pada variasi tinggi tumpukan, diperoleh Pengaruh variabel tinggi tumpukan
bahwa konsentrasi pupuk cair yang dihasilkan berbanding lurus terhadap koefisien transfer
paling besar pada tinggi tumpukan 25 cm. Selain massa volumetris (kca). Sedangkan variabel
itu juga terdapat kecenderungan bahwa semakin ukuran partikel tidak mempengaruhi kca.
tinggi tumpukan padatan dalam fixed bed, maka
konsentrasi pupuk cair yang dihasilkan semakin DAFTAR LAMBANG
2
besar. Hal ini karena semakin tinggi tumpukan, NA = Kecepatan transfer massa (g/s.cm )
waktu tinggal pun semakin lama sehingga NAV = Kecepatan transfer massa
kontak tansfer massa lebih efisien. Nilai kca pun volumetris(g/s.cm3)
semakin besar dengan meningkatnya tinggi kC = Koefisien transfer massa (cm/s)
tumpukan. Walaupun peningkatan nilai kca kca = Koefisien transfer massa volumetric
tersebut sangat kecil. (1/s)
Pada variasi ukuran partikel padatan, CA = Konsentrasi K2O dalam larutan
diperoleh konsentrasi pupuk cair tertinggi pada (ppm) (g/ml)
ukuran padatan yang lolos 30 mesh dan CA* = Konsentrasi K2O dalam larutan yang
tertahan 50 mesh. Ini menunjukkan bahwa setimbang (ppm) (g/ml)
ukuran butiran kotoran sapi yang semakin kecil H = Konstanta Difusifitas Henry (g/ml)
akan meningkatkan luas permukaan transfer xA = Konsentrasi K2O dalam padatan (g
massa Kalium serta unsur hara lain dari butiran K2O/g padatan)
kotoran sapi ke dalam pelarut. Akan tetapi, W = Berat kotoran sapi (g)
3
perbedaan konsentrasi yang diperoleh pada V = Volume bed (cm )
masing-masing ukuran mesh tidak terlalu = Porositas
2
signifikan. Sehingga nilai kca relatif sama. De = Difusivitas (cm /s)
Dari grafik hubungan antara konsentrasi F = Laju alir pelarut (ml/s)
dengan waktu baik pada variasi tinggi tumpukan z = Tinggi bed (cm)
bed maupun variasi ukuran partikel, dapat t = Waktu ekstraksi (s)
terlihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi, A = Luas penampang kolom fixed bed
2
maka konsentrasi pupuk cair semakin (cm )
berkurang. Ini berarti jumlah kalium yang
berpindah dari padatan ke cairan semakin DAFTAR PUSTAKA
berkurang. Hal ini terjadi karena driving force Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali,
pada proses transfer massa termasuk ekstraksi 2008a, Membuat Pupuk Cair Bermutu
adalah perbedaan konsentrasi. Transfer massa dari Limbah Kambing, www.pustaka-
semakin besar jika perbedaan konsentrasi deptan.go.id
antara pelarut dengan padatan yang akan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa
diekstrak semakin besar. Saat pelarut dan Barat, 2005b, Membuat Kompos Kotoran
padatan kontak untuk pertama kalinya, diperoleh Sapi Lebih Berkualitas, www.pustaka-
beda konsentrasi tertinggi. Namun, setelah deptan.go.id
padatan terekstrak, maka konsentrasinya turun Badan Pusat Statistik, 2011, Penduduk
sehingga beda konsentrasi antara padatan Indonesia Menurut Provinsi.
dengan pelarut semakin rendah. Hal ini www.bps.go.id
mengakibatkan kecepatan transfer massa Bilad, M. R., 2009, Ramai-ramai Bangun Pabrik
semakin berkurang sehingga jumlah solute yang Pupuk Organik: Siapa Yang
berpindah pun semakin berkurang menurut
Diuntungkan?, www.sasak.org
fungsi waktu.
Brown, G.G., 1978, Unit Operations, John
Wiley & Sons Inc., New York
KESIMPULAN
Dewi, P.R. dan Paradita K.O., 2010, Laporan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
Tugas Akhir Pembuatan Pupuk Organik
beberapa kesimpulan nilai kca pada tinggi
Cair dari Kotoran Hewan (Sapi),
tumpukan 15; 20 dan 25 cm berturut-turut
-1 Universitas Sebelas Maret, Surakarta
adalah 0,0009; 0,0011 dan 0,0014 s .
Gundoyo, W, 2010, Pembuatan Pupuk Organik
Sedangkan nilai kca pada semua ukuran mesh
-1 Cair, www.warsitotti.files. wordpress.com
adalah 0,0014 s
Irianty,R.S., 2011, Estimasi Parameter
Hasil konsentrasi kalium pupuk organik
Perpindahan Massa Pada Ekstraksi
cair paling baik dalam penelitian ini adalah saat
Oleoresin Cengkeh Dalam Kolom Fixed
menggunakan tinggi tumpukan 25 cm dan
Bed, Jurnal Sains dan Teknologi 10 (I),
ukuran partikel kotoran sapi lolos 30 mesh
Universitas Riau, Pekanbaru
tertahan 50 mesh.

Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Kotoran Sapi Menggunakan Kolom 71


Fixed Bed Secara Kontinyu (Paryanto, Fawaidzdurahman, Utus Mustaqim)
Lingga, Pinus., Marsono, 2002, Petunjuk
Penggunaan Pupuk, PT Penebar
Swadaya, Jakarta
Sediawan, W.B. dan Prasetya, A., 1997,
Pemodelan Matematis dan Penyelesaian
Numeris dalam Teknik Kimia dengan
Pemrograman Bahasa Basic dan Fortran,
edisi I, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta

72 E K U I L I B R I U M Vol. 11. No. 2. Juli 2012 : 67 72

Anda mungkin juga menyukai