Anda di halaman 1dari 19

MINI PROJECT

GIZI BURUK DI WILAYAH PUSKESMAS KAUMAN

Oleh :

dr. Raafika Studiviani Dwi Binuko

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS KAUMAN

KABUPATEN PONOROGO

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Millenium Development Goals (MDGs) atau TujuanPembangunan Milenium merupakan
tujuan pembangunan global. Salah satu tujuan dalamMDGs yaitu menurunkan angka gizi
buruk dari 17,9 persen pada tahun 2010 menjadi 15,1 persen pada tahun 2015. Target
Millenium Development Goals (MDG's) 2015 sebesar 15% tak tercapai.
Gizi buruk dikenal dengan gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat
berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari
dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada
Balita, terdapat 3,4% Balita dengan gizi buruk dan 14,4% gizi kurang. Masalah gizi
buruk-kurang pada Balita di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
masuk dalam kategori sedang (Indikator WHO diketahui masalah gizi buruk-kurang
sebesar 17,8%).
Berikut adalah Hasil PSG 2015, antara lain:
Status Gizi Balita menurut Indeks Berat Badan per Usia (BB/U), didapatkan
hasil: 79,7% gizi baik; 14,9% gizi kurang; 3,8% gizi buruk, dan 1,5% gizi lebih.
Status Gizi Balita Menurut Indeks Tinggi Badan per Usia (TB/U), didapatkan
hasil: 71% normal dan 29,9% Balita pendek dan sangat pendek.
Status Gizi Balita Menurut Indext Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB),
didapatkan hasil,: 82,7% Normal, 8,2% kurus, 5,3% gemuk, dan 3,7% sangat
kurus.
Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO
lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena
itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk
secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (RI
dan WHO). Kejadian gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan dampak yang buruk
bagi balita. Dampak yang terjadi antara lain terganggu pertumbuhannya, biasanya mereka
tidak tumbuh seperti seharusnya (kerdil) dengan berat badan di bawah normal, kematian dan
infeksi kronis.Deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dapat
dilakukan dengan pemeriksaan BB/U untuk memantau berat badan anak. Selain itu
pamantauan tumbuh kembang anak dapat juga menggunakan KMS(KartuMenuju Sehat).
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah dengan
menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang ditemukan.
Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi buruk
menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk dengan
komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan
penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan
Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi
dapat dilakukan secara rawat jalan. Penanganan gizi buruk secara rawat jalan dan rawat inap
merupakan jawaban terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Perbaikan Gizi, yaitu setiap anak gizi buruk yang ditemukan harus mendapatkan perawatan
sesuai dengan standar.
B. Pernyataan Penelitian
Berdasarkan data bagian gizi Puskesmas Kauman 2016, dari semua balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kauman, sebanyak 60% yang ditimbang. Dari jumlah tersebut
tercatat balita dengan status gizi kurang sebanyak 1 anak dan balita dengan berat badan
kurus 1 anak. Target pemantauan pertumbuhan balita untuk indikator balita yang datang
dan ditimbang berdasarkan standar pelayanan minimal adalah sebesar 85%. Dari data ini
diperkirakan masih banyak balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk yang tidak
terdeteksi dan tidak mendapatkan penanganan.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Kauman.
2. Tujuan khusus
a. Penemuan kasus balita gizi kurang dan gizi buruk secara tepat oleh tenaga
kesehatan.
b. Memantau perkembangan salah satu kasus balita gizi kurang yang terdapat di
wilayah kerja Puskesmas Kauman.
D. Manfaat
1. Mengetahui langkah-langkah penanganan balita gizi kurang dan gizi buruk sesuai
pedoman pelayanan anak gizi buruk.
2. Mengetahui penanganan balita gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas Kauman.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Status Gizi Balita di Indonesia


Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, sebanyak 13,9% berstatus gizi kurang
dan 5,7% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 6,8% anak kurus,
diantaranya 5,3% anak sangat kurus dan 18% anak memiliki kategori sangat pendek.
Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO
lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk.
Kejadian gizi buruk ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dan prevalensinya lebih
tinggi di Indonesia bagian timur.
B. Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi,
kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah
rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) <
-3 SD. Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung
lapar (Pudjiadi, 2005).
C. Faktor Risiko
Permasalahan gizi merupakan masalah yang kompleks dan meliputi banyak faktor.
Beberapa faktor risiko penting terjadinya gizi buruk antara lain (Novitasari, 2012) :
1. Asupan Makanan
Asupan makanan sebagai salah satu faktor risiko gizi buruk bisa disebabkan karena
tidak tersedianya makanan secara adekuat, makanan tidak mengandung kadar zat gizi
mikro yang cukup, pola makan yang salah, pemberian MP-ASI sebelum usia 6 bulan,
pemberian makanan padat terlalu lambat, serta makanan tidak higienis (Atmawkarta,
2007).
Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam
sehingga komposisi makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi gizi seimbang.
Makanan gizi seimbang adalah makanan yang sesuai dengan kebutuhan zat gizi yang
mencakup karbohidrat, protein hewani, kacang-kacangan, buah dan sayur (Soekirman,
2000).
2. ASI ekslusif
(UNICEF) dan World Health Oraginization (WHO) telah merekomendasikan
sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit 6 bulan. Makan
padat seharusnya diberikan setelah anak berumur 6 bulan, dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun (WHO, 2005). Adanya faktor protektif dan
nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan
kematian anak menurun.
3. Pendidikan Ibu
Peran ibu terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah penting.
Rendahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menjadi salah
satu faktor terjadinya gizi buruk. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap
derajat kesehatan dan kualias pengasuhan anak. Pendidikan yang tinggi membuat
seseorang mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-
hari. Pendidikan yang tinggi juga akan meningkatkan pendapatan dan dapat
meningkatkan daya beli makanan.
4. Penyakit Infeksi
Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan gizi buruk. Anak
yang menderita giziburuk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak
rentan terhadappenyakit infeksi.
5. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Penyebab terjadinya BBLR antara lain bayi lahir
prematur karena berbagai sebab (<37 minggu), bayi lahir kecil untuk masa kehamilan
akibat hambatan pertumbuhan dalam kandungan maupun akibat keadaan gizi ibu yang
kurang baik. Bayi BBLR pada umumnya lebih rentan terkena penyakit karena sistem
kekebalan tubuh yang belum sempurna dan fungsi organ tubuh yang berfungsi
optimal. Penyakit ini akan mempengaruhi asupan gizi yang masuk sehingga dapat
menyebabkan gizi buruk.
6. Kelengkapan Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu
antigen. Imunisasi juga dapat mencegah dan mengurangi penderitaan yang disebabkan
oleh penyakit. Apabila kekebalan tubuh meningkat, balita tidak rentan terkena
penyakit. Hal ini berhubungan tidak langsung dengan kejadian gizi buruk.
7. Status Ekonomi
Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada
keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan,
merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial
ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena
ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.Balita
dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi.
Permasalahan gizi merupakan masalah yang kompleks dan meliputi banyak sektor. Hal
tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

(Atmawkarta, 2007)
D. Penegakan Diagnosis
Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
1. Pengukuran klinis
Metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk atau
tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan
dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit,rambut,atau mata.
Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita
kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement
dermatosis).
2. Pengukuran antropometri
Metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi
badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering
dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui
dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga
dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya.
Berdasarkan Berat Badan menurut umur diperoleh kategori (Kementrian Kesehatan
RI, 2011) :
a. Gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
b. Gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
c. Gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
d. Gizi lebih jika hasil ukur 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0
bulan-24 bulan) menurut umur diperoleh kategori :
a. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
b. Pendek jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD.
c. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
d. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan:3
1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. 12
2. Kurus jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.
Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan balita
dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.
Penemuan anak gizi buruk dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak di
posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Rumah
Sakit, dan doker/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat, maupun dari skrining aktif.
Kemudian dilakukan pemeriksaan sesuai dengan alur berikut :

(Bagan Tata Laksana Gizi Buruk, 2011)

E. Pencegahan
Menurut Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk (RAN-
PPGB) dari Departemen Kesehatan RI 2005-2009 :
1. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruhkabupaten/kota di
Indonesia, sesuai dengan kewenangan wajib danStandar Pelayanan Minimal (SPM)
dengan memperhatikan besarandan luasnya masalah.
2. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembalipartisipasi masyarakat
dan keluarga dalam memantau tumbuhkembang balita, mengenali dan menanggulangi
secara dini balita yangmengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi
Posyandu.
3. Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen danmelakukan tatalaksana gizi
buruk untuk mendukung fungsi Posyanduyang dikelola oleh masyarakat melalui
revitalisasi Puskesmas.
4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi padakelompok rawan
melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi),seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI
dan makanan tambahan.
5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dansosialisasi tentang
makanan sehat dan bergizi seimbang dan polahidup bersih dan sehat.
6. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan denganswasta/dunia usaha dan
masyarakat untuk mobilisasi sumberdayadalam rangka meningkatkan daya beli
keluarga untuk menyediakanmakanan sehat dan bergizi seimbang.
7. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui
revitalisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) GiziBuruk, yang dievaluasi
dengan kajian data SKDN yaitu (S)emuabalita mendapat (K)artu menuju sehat,
(D)itimbang setiap bulan danberat badan (N)aik, data penyakit dan data pendukung
lainnya.
BAB III
METODE
A. Identifikasi masalah kesehatan masyarakat
Berdasarkan data bagian gizi Puskesmas Kauman 2016, dari semua balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kauman, sebanyak 60% yang ditimbang. Dari jumlah tersebut
tercatat balita dengan status gizi kurang sebanyak 1 anak dan balita dengan berat badan
kurus 1 anak. Target pemantauan pertumbuhan balita untuk indikator balita yang datang
dan ditimbang berdasarkan standar pelayanan minimal adalah sebesar 85%. Dari data ini
diperkirakan masih banyak balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk yang tidak
terdeteksi dan tidak mendapatkan penanganan. Dari data ini diperkirakan masih banyak
balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk yang tidak terdeteksi dan tidak
mendapatkan penanganan.
B. Analisis faktor-faktor penyebab masalah
Dari sekian banyak faktor risiko gizi buruk yang telah disebutkan di bab sebelumnya,
menurut IDAI terdapat 3 penyebab langsung yang mempengaruhi yaitu :
1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang karena faktor ketidaktahuan
orang tua. Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini
makanan terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak
mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan
kualitasnya.
2. Faktor keluarga miskin. Hal ini berdampak pada rendahnya daya beli pada keluarga
tersebut yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas pangan.
3. Anak menderita penyakit infeksi. Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian
infeksi penyakit dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami
penurunan daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain
anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.
C. Penentuan faktor penyebab yang paling mungkin
Dari beberapa kasus balita gizi kurang maupun gizi buruk yang ditemui baik saat
kegiatan Posyandu maupun di Poli KIA Puskesmas Kauman, faktor penyebab gizi buruk
yang paling sering terjadi adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan keluarga
khususnya ibu mengenai pertumbuhan dan perkembangan balita serta pola hidup gizi
seimbang.
D. Perencanaan intervensi masalah
Intervensi terhadap masalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran keluarga terhadap
masalah gizi buruk pada balita dapat dilakukan dengan penyuluhan secara berkelompok
maupun secara individu. Pada kegiatan mini project ini dilakukan penyuluhan secara
individu dalam bentuk home visite berkelanjutan kepada salah satu keluarga balita gizi
buruk.
E. Pelaksanaan intervensi
Home visite dilakukan oleh dokter internsip didampingi petugas kesehatan bidang gizi
kepada balita gizi buruk an. D pada tanggal 19 April 2017.
F. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi dari home visite ini dilakukan saat posyandu. Diharapkan
setelah mendapat cukup informasi dan motivasi dari petugas kesehatan, keluarga balita
gizi buruk dapat mendukung upaya perbaikan gizi anak sehingga anak dapat tumbuh
normal kembali.
BAB IV
HASIL
A. Profil Komunitas Umum
Dalam upaya mewujudkan wilayah kerja Puskesmas Kauman 2016, pembangunan
kesehatan tidak dapat dilakukan sendiri oleh aparat pemerintah di sektor kesehatan, tetapi
harus dilakukan secara bersama-sama melibatkan peran serta swasta dan masyarakat.
Segala upaya kesehatan yang dilakukan baik oleh sektor kesehatan dan non kesehatan
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan upaya mengatasi masalah kesehatan
perlu dicatat dan dikelola dengan baik dalam suatu informasi kesehatan. Hal ini
menjadikan peran data dan informasi kesehatan menjadi sangat penting dan terasa makin
diperlukan dalam manajemen kesehatan yaitu sebagai dasar pengambilan keputusan
disemua program, tahapan dan jenjang administrasi. Selain itu juga diperlukan guna
mengevaluasi keberhasilan program-program pembangunan kesehatan yang telah
dilaksanakan di Puskesmas Kauman.
B. Data Geografis
Puskesmas Kauman terletak di Jalan Diponegoro Nomor 4,Desa Kauman,Kecamatan
Kauman, Kabupaten Ponorogo. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Kauman meliputi :
- Sebelah barat berbatasan dengan wilayah kerja kecamatan jambon,
- Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Ponorogo,
- Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah balong,
- Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Kecamatan Sukorejo
Wilayah kerja Puskesmas Kauman meliputi 11 desa, dan secara umum semua desa dapat
diakses ke Puskesmas Kauman. Dari ke 11 desa terbagi dalam 1 Puskesmas Kauman
(Ds. Kauman), 1 Puskesmas Pembantu (Pustu Tegalombo), 1 Polindes (Polindes
Kauman) dan 9 Ponkesdes (Ds. Maron, Ds. Somoroto, Ds. Plosojenar, Ds. Carat, Ds.
Gabel, Ds. Ciluk, Ds. Semanding, Ds. Tosanan, Ds. Nongkodono).
C. Data Demografik
1. Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan, dan juga merupakan
beban dalam pembangunan, karenanya pembangunan diarahkan kepada peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Jumlah penduduk di Puskesmas Kauman Tahun 2016
adalah sebasar 30.688 jiwa.
Sumber : Data Dasar Puskesmas Kauman 2016
Diagram di atas memperlihatkan jumlah penduduk terbanyak adalah di desa Kauman
(6.408 jiwa), paling sedikit Desa Ciluk (1.002 jiwa)
2. Rasio Jenis Kelamin Penduduk
Rasio Jenis Kelamin (Sex ratio) adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan
jenis kelamin. Ratio ini merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk laki-
laki dan perempuan di suatu daerah tertentu.

Sumber : Data Dasar Puskesmas Kauman 2016


Dari diagram di bawah ini menunjukkan bahwa di 11 desa, perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Untuk desa yang perbandingan laki-laki-perempuan tertinggi
adalah desa Kauman (99,4%) dan desa Somoroto (97,4%).
3. Komposisi Penduduk Menurut Usia Produktif dan Non Produktif

Usia Produktif & Non Produktif

11,297

Produktif
22,691
Non Produktif

Sumber : Data Dinas Kesehatan Kab. Ponorogo Tahun 2016


D. Sarana Pelayanan Kesehatan
Pusat Kesahatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan sarana pelayanan kesehatan di
tingkat dasar yang menyelenggarakan kegiatan Promosi Kesehatan, Kesehatan
Lingkungan, Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk Keluarga Berencana,
Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular dan Pengobatan.
Puskesmas Kauman merupakan puskesmas rawat inap, dan untuk meningkatkan
pelayanannya, Puskesmas Kauman dilengkapi dengan adanya satu Puskesmas Pembantu,
yaitu Pustu Tegalombo, 1 Polindes (Polindes Kauman) dan 9 Ponkesdes (Ds. Maron, Ds.
Somoroto, Ds. Plosojenar, Ds. Carat, Ds. Gabel, Ds. Ciluk, Ds. Semanding, Ds. Tosanan,
Ds. Nongkodono).
E. Data Kesehatan Primer
Berdasarkan data bagian gizi Puskesmas Kauman 2016, dari semua balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kauman, sebanyak 60% yang ditimbang. Dari jumlah tersebut
tercatat balita dengan status gizi kurang sebanyak 1 anak dan balita dengan berat badan
kurus 1 anak. Target pemantauan pertumbuhan balita untuk indikator balita yang datang
dan ditimbang berdasarkan standar pelayanan minimal adalah sebesar 85%. Dari data ini
diperkirakan masih banyak balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk yang tidak
terdeteksi dan tidak mendapatkan penanganan. Dari data ini diperkirakan masih banyak
balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk yang tidak terdeteksi dan tidak
mendapatkan penanganan.
F. Hasil Kunjungan Rumah
Dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 19 April 2017
Identitas
Nama : An. D.
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 50 bulan
Tanggal lahir : 12 Desember 2012
Alamat : Dkk.Ngrowo RT/RW 01/02 Ds. Plosojenar
Orang tua : Ayah Tn. Misno 48 tahun, Ib Ny. Siti Boenah 43 tahun
Anamnesis
Keluhan utama : gizi buruk
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien berumur 4 th 5 bulan dengan gizi buruk. Berdasarkan allo-anamnesis, ibu pasien
merasa pasien mulai mengalami gizi buruk semenjak berumur 15 bulan. pasien mulai
sering mengalami sakit batuk bahkan setiap batuk bisa sampai 2 minggu. Petugas
posyandu melaporkan hal ini kepada pihak Puskesmas bahwa pasien diduga balita
dengan gizi buruk.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat kejang demam : disangkal
- Riwayat batuk lama : lebih kurang 2 minggu
- Riwayat mondok : disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal
- Riwayat kejang demam : disangkal
- Riwayat penyakit paru : disangkal
- Riwayat penyakit lain : disangkal
Riwayat pemeriksaan kehamilan dan prenatal :
Ibu pasien berusia 39 tahun saat mengandung an. D, mengaku sering sakit(mual dan
muntah), nafsu makan berkurang, dan sering lemas. Pemeliharaan kehamilan dilakukan
secara teratur ke bidan.
Riwayat kelahiran :
BBL 1900 gram, BB 50cm, lahir spontan ditolong oleh dokter spesialis kandungan,
langsung menangis kuat, usia kehamilan 34 minggu disertai dengan ketuban pecah dini.
Bayi mendapatkan perawatan 1bulan di rumah sakit dikarenakan lahir prematur.
Riwayat pemeriksaan post natal :
Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di rumah sakit selama 3 bulan setelah itu
dilakukan pemeriksaan teratur di posyandu setiap 1 bulan sekali dan saat imunisasi.
Riwayat imunisasi : lengkap
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
Berat badan : 9,8 kg
Tinggi badan : 101 cm
Perkembangan an. D normal sama dengan teman sebayanya hanya saja tubu an. D sangat
kurus dan kecil dibanding dengan teman sebayanya.
Riwayat nutrisi dan kebiasaan :
ASI diberikan sejak lahir disertai dengan susu formula untuk menaikan berat badan
pasien. MPASI sejak usia 6 bulan. Nasi tim diberikan sejak umur 9 bulan sampai umur
11 bulan. Saat ini pasien sudah makan makanan keluarga. Makan 3x sehari, setiap makan
1 entong nasi.
Kesan : kualitas dan kuantitas kurang.
Pemeriksaan Fisik
KU : sedang, CM
Tanda vital : BB 9,8 kg, TB 101 cm, nadi 100x/menit, pernafasan 25x/menit, suhu
36,2oC (per axiler)
Kulit : warna sawo matang, kulit agak kering, UKK (-)
Kepala : bentuk mesosefal, rambut jagung (-), ubun-ubun cekung (-)
Mata : mata cekung (-/-), sklera ikterik (-/-), conj anemis (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+/+)
Telinga : dalam batas normal
Tenggorok : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada , spasme (-)
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali cepat.
Ekstremitas : dalam batas normal
Status gizi
Secara klinis
Nafsu makan : menurun
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+)
Mata : edema palpebra(-/-), CA(-/-), cekung (-/-)
Mulut : Mukosa basah (+) & pecah-pecah (-)

Ekstremitas : akral dingin - - oedem - -

Status gizi secara klinis : gizi kesan kurang


Secara Antropometris
BB : 9,8 kg
Umur : 4 tahun 5 bulan
TB : 101 cm
BB : z score < -3SD
U
TB : -1SD < z score < median
U
BB : z score < -3SD
TB
Status gizi secara antropometri : gizi buruk
Diagnosis : gizi buruk
Manajemen :
- Pemberian PMT berupa biskuit yang harus dikonsumsi setiap hari selama 90 hari.
- Edukasi :
Orang tua pasien diberikan informasi bahwa PMT hanya bersifat sebagai tambahan.
Makanan utama tetap harus diberikan. Disarankan untuk memberikan makanan dalam
porsi kecil tetapi sering. Keluarga pasien juga diberikan informasi mengenai prinsip
gizi seimbang. Ada 4 pilar gizi seimbang yaitu, makan makanan beraneka ragam sesuai
kebutuhan mencakup karbohidrat, protein hewani, kacang-kacangan, buah dan sayur.
DAFTAR PUSTAKA

Atmawkarta, Arum. 2007. Prevalensi Gizi Kurang Pada Balita sampai Tahun 2025. Pertemuan
Pembahasan Dampak Pembangunan Kesehatan. Jakarta.

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Diseminasi Status Gizi. Website:
www.litbang.depkes.go.id

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta:
Direktorat Bina Gizi.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta: Direktorat Bina
Gizi.

Novitasari, Dewi. 2012. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Yang Dirawat Di
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: FK UNDIP.

Pudjiadi S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai