Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laparoskopi merupakan suatu pemeriksaan rongga peritoneum dengan cara

melakukan sayatan kecil.1 Sebuah teknik melihat kedalam perut tanpa melakukan

sayatan besar, mulanya laparoskopi adalah suatu prosedur ginekologi, namun

sekarang, cabang kedokteran lain turut serta dalam menggunakan prosedur ini..2

Teknik laparaskopi adalah prosedur bedah invasif yang minimal dengan

menggunakan suatu instrumen berupa tabung berdiameter sempit dengan

pencahayaan di rongga tubuh.2

Laparoskopi berkembang pesat di dunia, dengan rata-rata 7,5 juta prosedur

operasi laparoskopi telah dilakukan di dunia. Di Amerika Serikat, dilakukan

kurang lebih 3 juta prosedur operasi laparoskopi per tahun-nya. Di negara-negara

Uni-Eropa, operasi laparokopi kolesistektomi rata-rata 200 operasi sepanjang

tahun 2010. Di Indonesia sendiri, dari data satu sampel Perhimpunan Bedah

Endoskopi-Laparoskopi Indonesia (PBEI) tahun 2012 2014, dilaporkan operasi

laparoskopi sebanyak 302 telah dilakukan sepanjang tahun tersebut. Hal ini

memperlihatkan betapa berkembangnya prosedur operasi laparoskopi di dunia. 3

Laparoskopi diindikasikan untuk diagnostik dan operatif. Prosedur

laparoskopi digunakan guna diagnostik tergantung pada tujuan prosedurnya

seperti untuk memvisualisasikan permukaan usus halus, omentum, lambung, hati,

limpa, rahim, berberapa bagian diafragma dan permukaan peritoneal. Penyakit

1
Universitas Lambung Mangkurat
2

seperti adesi intra-abdominal, keganasan, asites, usus iskemik, hernia, sirosis dan

perdarahan dapat didiagnosis dengan menggunakan laparoskopi. Selain dari guna

dalam prosedur operatif, laparoskopi dapat digunakan untuk operasi pada

pembedahan kolesistektomi, roux-en-y bypass pada lambung, gastrektomi, nissen

fundoplication, dan heller myotomi. Kotraindikasi laparoskopi antara lain

koagulopati tidak terkoreksi, atau penyakit kardiopulmonari parah yang tidak

terkompensasi.4

Insuflasi adalah salah satu prosedur dalam laparoskopi dengan cara

memasukan gas karbon dioksida kedalam intraabdomen untuk menyediakan

lapang kerja dan lapang pandang dalam pembedahan.5 Banyak gas lain yang

diperkenalkan sebagai alternative dari karbon dioksida seperti nitro oksida dan

helium namun saat ini karbon dioksida lebih dipilih digunakan dalam laparoskopi

pada manusia dikarenakan sifat gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mudah terbakar, kelarutan yang tinggi sehingga berisiko rendah mengalami

emboli gas saat laparoskopi berlangsung.6,7.

Pada manusia, diberikan tekanan insuflasi CO2 diberikan antara 10 - 15mmHg

untuk menghindari menurunnya curah jantung yang berdampak pada menigkatnya

tekanan darah dan terjadinya takikardia.8 Sedangkan pada tikus, diberikan tekanan

insuflasi CO2 antara 5 8 mmHg untuk menyesuaikan batas pengembangan

intraabdomen fisiologis antara manusia dan tikus.9

Pemberian insuflasi dengan CO2 dapat mengakibatkan inflamasi dikarenakan

terjadi kerusakan mesothelial yang mengakibatkan sitokin akan berespon.10

Insuflasi CO2 Insuflasi intraperitoneum pada laparoskopi menyebabkan reaksi

Universitas Lambung Mangkurat


3

inflamasi dibuktikan dengan ditemukannya infiltrasi sel sel inflamasi (neutrofil,

eosinofil, dan makrofag).10 Pada awal reaksi inflamasi normal akan terjadi aktifasi

proses koagulasi yang membentuk formasi bekuan darah di daerah luka yang

dibentuk oleh sel sel darah, fibrin, fibronektin dan berbagai faktor komplemen

lainnya. Tidak hanya menghentikan luka, tapi juga sebagai media pembantu untuk

sel sel inflamasi seperti sel sel polimorfonuklear, makrofag dan sel mast. Dari

berbagai macam sel inflamasi, sel mast meiliki peran penting sebagai pelepas

substansi vasoaktif, komplement dan opsin.11

Sel mast adalah salah satu bagian dari system imun yang berasal dari

haemopoetic stem cells melalui multipotent progenitors yang menjadi common

myeloid progenitors\ dan menjadi sel mast .12 Sel mast yang normal memiliki

betuk bulat atau lonjong dengan nucleus bulat berada ditengah dan sitoplasma

yang kaya aka granulasi.13 Sel mast berfungsi sebagai sitem pertahanan melawan

pathogen pada saat cedera baik melalui proses petahanan langsung dengan

fagositosis dan memproduksi peptide antimikroba seperti katelisidin, sel mast juga

mampu melakukan pertahanan tidak langsung dengan cara melepaskan histamine

dan leukotrien c4 untuk meningkatkan permeabilitas vaskular, meningkatkan

ekspulsi, dan memproduksi mukus. Pelepasan kemokin seperti eotaxin, IL-8, dan

TNF- oleh sel mast menjadi sebuah kemotaktik untuk eosinofil, neutrofil, dan sel

natural killer. Tanpa sel mast tidak akan terjadi ekstravasasi makrofag dan

neutrofil untuk melakukan fagositosis sehingga akan terganggunya proses

inflamasi. 14

Universitas Lambung Mangkurat


4

Insuflasi CO2 pada peritoneum akan menyebabkan inflamasi tidak terkecuali

bagian mesenterium yang kaya akan vaskularisasi. Mesenterium mengandung

serabut saraf, limfatik dan pembuluh pembuluh darah yang mengalirkan darah

ke saluran cerna. Di dalam mesenterium terdapat sekumpulan sel mast yang

terdistribusi dalam jaringan ikat , seperti pada perivaskular dan jaringan lemak.15

Banyaknya pembuluh darah di dalam mesenterium dan adanya sel mast yang

berada di perivaskular serta pentingnya sel mast dalam reaksi inflamasi, didukung

oleh belum ada penelitian di Indonesia tentang pendistribusian sel mast pasca

insuflasi laparoskopi ini memberikan rasa ketertarikan calon peneliti untuk

meneliti bagaimana distribusi sel mast pasca bedah laparoskopi.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di, atas didapatkan rumusan masalah yaitu

bagaimana distribusi sel mast pada mesenterium tikus putih pasca insuflasi

laparoskopi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi sel mast

pada mesenterium tikus putih (Rattus norvegicus) pasca insuflasi intraperitoneum.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jumlah sel mast pada mesenterium pada tikus putih normal

(Rattus norvegicus).

Universitas Lambung Mangkurat


5

2. Mengetahui jumlah sel mast pada mesenterium pasca 1 jam insuflasi CO2

pada tikus putih (Rattus norvegicus).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

lansung maupun tidak langsung, yaitu :

1. Manfaat teoritis, dapat memperkaya konsep dan teori pengetahuan dan

informasi, khususnya mengenai pengaruh insuflasi terhadap distribusi sel mast

pada mesenterium tikus putih (Rattus norvegicus)

2. Manfaat praktis, dapat menjadi pengetahuan dan informasi bagi calon peneliti

dan masyarakat mengenai distribusi sel mast pasca laparoskopi dan dapat

menjadi dasar untuk penelitian berikutnya. Selain itu juga dapat menjadi

sarana informasi mengenai distribusi sel mast pada mesenterium pasca

laparoskopi sehingga akan didapat hitung jumlah pendistribusian sel mast

pasca laparoskopi pada tikus putih (Rattus norvegicus)

E. Keasliaan Penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, terdapat berberapa penelitian yang berhubungan

dengan peneliti, yaitu :

Nama
No Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
Penelitian
(Tahun)
1. Moh.N. Distribution of Melihat Melihat
Ibrahim, et al mast cell in the gambaran disribusi sel
rat mesentery distribusi sel mast pasca
mast insuflasi
Menggunakan pada tikus

Universitas Lambung Mangkurat


6

jaringan putih (Rattus


mesenterium norvegicus)
sebagai
preparat
Menggunakan
pewarnaan
tolouidine
blue

2. Davey AK, The Effects of Durasi 2 jam Identifikasi


Hayward J, Insufflation Menggunakan sel
Marshall JK, Conditions on Rat Hewan coba tikus neutrofil,
et al (2013) Mesothelium Menggunakan gas basofil dan
CO2 eosinofil

Sel Mast
3. Papparella A, Peritoneal dilakukan Tekanan 6
Nino F, Morphological pemeriksaan mmHg dan
Coppola S, et Changes Due to Tikus sebagai 10 mmHg
al (2013) Pneumoperitoneum hewan coba Durasi
: The Effect of Insuflasi Insuflasi
Intra-abdominal menggunakan CO2 selama 30
Pressure menit

Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai