Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma Mata, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan

penglihatan bahkan kehilangan penglihatan. Trauma mata adalah tindakan sengaja

maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus

gawat darurat mata. Trauma adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan,

terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang.

Meskipun termasuk kasus yang masih dapat dicegah, trauma mata i menjadi salah

satu penyebab mortilitas, morbiditas dan disability. Dalam kenyataannya, trauma

mata menjadi kasus tertinggi penyebab kebutaan unilateral di seluruh dunia

terutama pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda terutama laki-laki

merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami trauma mata. Tetapi,

lebih banyak usaha dan rujukan dilakukan secara klinis atau penanganan bedah

suatu trauma mata dibandingkan dengan usaha pencegahannya sehingga penyebab

trauma okuli dianggap sebagai suatu kecelakaan diluar kawalan pasien dan bukan

suatu masalah masyarakat. Berdasarkan Nation of the prevention of Blindness

(WHO) memperkirakan bahwa 55 juta trauma mata terjadi di seluruh dunia tiap

tahunnya, 750.000 dirawat dirumah sakit, dan kurang lebih 200.000 adalah trauma

terbuka bola mata. Prevalensi buta ( < 3/60 atau 2/400 ) yang dihasilkan trauma

adalah 1,6juta, 19juta dengan gangguan penglihatan.

Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti

rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks

memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari sunia luar.

Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata

1
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberi

penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah

terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata.

II. Klasifikasi

Macam-macam bentuk trauma:


Fisik atau Mekanik
1. Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis,
atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan
alat, ketapel.
2. Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting,
garpu, dan peralatan pertukangan.

3
3. Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma
tumpul dan trauma tajam, terkadang peluru masih
tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru
senapan angin, dan peluru karet.
Kimia
1. Trauma Kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo,
bahan pembersih lantai, kapur, lem.
2. Trauma asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di
laboratorium.
Fisik
1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las,
sinar matahari.
2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.

II.1 Mekanis
II.1.1Tajam

Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai


tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat
bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi,
tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak
beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan
infeksi jika tercemar oleh kuman.

II.1.2Tumpul

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan


penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang
berat, tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi
cedera yang fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah
gaya, sehingga memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah
trauma.

4
Trauma Mekanik

1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan


menyebabkan kromatolisis sel.

2. Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa


vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak,
cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema.

3. Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada


kornea, sklera dan sebagainya.

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan per jaringan di dalam organ
mata, seperti kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf
optik dan orbita, secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan
mata. Trauma tembus merupakan trauma mata yang menyebabkan
kerusakan pada keseluruhan ketebalan dinding bola mata (full-thickness
wound of the eyewall). Trauma tembus termasuk dalam golongan trauma
mata terbuka (open globe injury), yang merupakan trauma laserasi tunggal
akibat benda tajam.

5
a. Trauma mata tertutup (Closed globe injury)
Trauma mata tertutup adalah trauma mata tanpa kerusakan seluruh dinding
mata (kornea dan sklera) /No full-thickness wound of eyewall. Trauma ini
dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1.Kontusio: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat terjadi
kerusakan intraokular seperti ruptur koroid atau perubahan bentuk
bola mata.
2.Laserasi lamellar: Trauma yang menyebabkan kerusakan parsial dinding
mata.

b. Trauma mata terbuka (Open globe injury)


Trauma mata terbuka adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada
seluruh ketebalan dinding mata (kornea dan/atau sklera) /Full-thickness
wound of the eyewall. Trauma ini dapat dibedakan menjadi :
1. Ruptur: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat benda
tumpul.
2. Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat
benda tajam.
Lebih jauh, trauma laserasi dapat diklasifikan lagi menjadi:
Penetrasi/luka tembus: trauma laserasi tunggal yang disebabkan benda
tajam.
Perforasi: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka keluar yang
disebabkan oleh benda yang sama.
Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal dalam bola
mata.

2.2 Kimia

Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa
pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat
keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan,
dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam
dan basa sedikit berbeda.

6
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam
laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan
pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia
dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan
tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan
yang harus segera dilakukan
2.2.1 Asam

Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion
dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi
yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground
glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga
trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih
ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan
denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena
adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya
presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi
koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.
Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit,
asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam
hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar
asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia
pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan
penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.

2.2.2 Basa

7
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena
bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana
dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata
depan, bahkan sampai retina.Trauma basa akan memberikan iritasi ringan
pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian
dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa
akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat,
sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.
Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan
dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini
mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke
12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah
trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi
lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. penting
dalam pembentukan jaringan kornea.
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan
pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem,
cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.

8
III. Gambaran klinis

Trauma Tumpul
1) Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7
ruas tulang yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid,
sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus. Jika pada
trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur
orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam
rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
2) Palpebra : Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka
akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat
menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan
sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata
(lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
3) Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang
menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. edema,
robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan
subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika
konjungtiva terkena trauma.
4) Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah
selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh
banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh,
erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea
dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah
tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.

9
5) Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Hifema
(perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari
insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai
iris.
6) Lensa : Lensa merupakan badan yang bening karena diperlukan
sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya. Secara
patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi
lensa mata (perpindahan tempat).
7) Korpus vitreus : perdarahan korpus vitreus.
8) Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening,
terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik.
Letaknya antara badan kaca dan koroid.Letaknya antara badan
kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata.
Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira ber
diameter 1 2 mm yang berperan penting untuk tajam
penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat
yang merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina
terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio
retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan
tekanan bola mata.
9) Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga
menimbulkan kebutaan

Trauma Tajam :
1) Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apaneurosis
dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen
2) Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis
sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air
mata.
3) Konjungtiva

10
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub
konjungtiva
4) Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan
bola mata dan bilik mata menjadi dangkal (obliteni), luka sklera yang
lebar dapat disertai prolaps jaringan bola mata.
5) Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena
fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea
menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus siliaris prolaps, hal
ini dapat menurunkan visus
6) Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga
menurunkan daya refraksi sehingga penglihatan menurun karena daya
akomodasi tidak adekuat. Subluksasio lentis- luksasio lentis , Luksasio
lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan
menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia.
Bila terjadi glaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika
terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.
7) Iris
Bila ada trauma akan terjadi robekan pada akar iris (iridodialisis),
sehingga pupil agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan terdapat warna
gelap selain pada pupil, juga pada dasar iris tempat iridodialisis. Atau
terjadi irideremia yitu iri terlepas secara keseluruhan.
8) Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfingter pupil
sehingga pupil menjadi midriasis.
9) Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, karena banyak
terdapat eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10) Glaukoma

11
Disebabkan oleh karena robekan trabekulum pada sudut bilik mata depan,
yang di sebut traumatic angle yang menyebabkan gangguan aliran
aquous humour.
11) Ruptur sklera
Menimbulkan penurunan tekanan intraokuler. Perlu adanya tindakan
operatif segera.
12) Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan,
harus di lakukan operasi.

Trauma Kimia
Asam
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel
kornea
Basa/Alkali
a. Kebutaan
b. Penggumpalan sel kornea atau keratosis
c. Edema kornea
d. Ulkus kornea
e. Tekanan intra ocular akan meninggi
f. Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar
g. Membentuk jaringan parut pada kelopak
h. Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut
pada kelenjar asesoris air mata
i. Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada
konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata
j. Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa

IV. Cara pemeriksaan


1. Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan.
2. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
3. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan jelas.
4. Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata. nilai normal tekanan
bola mata (normal 12-25 mmHg).

12
5. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek :
untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler.
6. Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini
dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa,
kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit
lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna
strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
7. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui
posisi benda asing.
8. Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi
pada retina.
9. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin
mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau
kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
10. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan
tonografi, maupun funduskopi
11. Pemeriksaan dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur
internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
12. Pemeriksaan Radiologi : Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing
.Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan,
lensa, retina.pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
13. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa trauma asam atau basa.
14. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit, kultur, kemungkinan
adanya infeksi sekunder.

Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai


prosedur diagnostik, antara lain:

1. Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu


akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan retina.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi
vaskuler okuler, glukoma.

13
3. Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-
25 mmHg.
4. Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO
normal atau meningkat ringan.
5. Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan,
x-ray): mengkaji struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil dan
kornea.
6. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia
sistemik/infeksi.
7. Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes

V. Penatalaksaan

1. Trauma tumpul
a. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan
gravitasi guna membantu keluarnya hifema dari mata.
b. Berikan kompres es.
c. Pemnatauan tajam penglihatan.
d. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan
kemungkinan perdarahan ulang.
e. Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
f. Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
g. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin
indikasi perdarahan ulang.
h. Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).
Indikasi Parasentesis
a. Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
b. Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan
konvensional selama 5 hari.
c. Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang
tidak dapat diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaucoma

2. Trauma tajam
Penatalaksanaan sebelum tiba di RS
a. Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.

14
d. Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
Penatalaksanaan setelah tiba di RS
a. Pemberian antibiotik spektrum luas.
b. Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
c. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata
intak).
e. Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.

3. Trauma kimia
a. Irigasi 30 menit jika asam dan 60 menit jika basa, periksa pH
dengan kertas lakmus.
b. Diberi pembilas : idealnya dengan larutan steril dengn osmolaritas
tinggi seperti larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer
(BSS atau Ringer Laktat). Larutan garam isotonis.
c. Irigasi sampai pH normal.
d. Pemeriksaan oftalmologi menyeluruh.
e. Cedera ringan : Pasien dapat dipulangkan dengan diberikan
antibiotik tetes mata, analgesic oral dan perban mata.
f. Luka sedang diberi siklopegi.
g. Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.
h. Vitamin C oral : untuk membentuk jaringan kolagen.
Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka
panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosisnya ditentukan oleh bahan alkali
penyebab trauma tersebut. Terdapat 2 klasifikasi trauma basa pada mata untuk
menganalisis kerusakan dan beratnya kerusakan.

Klasifikasi Huges

15
Ringan Sedang Berat

Prognosis baik Prognosis baik Prognosis buruk


Terdapat erosi epitel
kornea.
Terdapat kekeruhan kornea Akibat kekeruhan kornea
sehingga sulit melihat iris dan upil tidak dapat dilihat
Pada kornea terdapat pupil secara terperinci
kekeruhan yang ringan.
Konjungtiva dan sklera pucat
Terdapat iskemia dan nekrosis
Tidak terdapat iskemia enteng pada kornea dan
dan nekrosis kornea konjungtiva
ataupun konjungtiva.

BAB III

RESPONSI KASUS

16
3.1 IDENTITAS PENDERITA

NAMA : An. A

UMUR : 5 th

JENIS KELAMIN : Laki-laki

AGAMA : Islam

ALAMAT : Gresik

TANGGAL PEMERIKSAAN : 20 Desember 2014

3.2 ANAMNESE

a. Keluhan Utama :
Kontrol pasca operasi
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien kontrol post operasi, mengatakan saat ini tidak ada
keluhan. Mula mula pada saat bermain dengan pistol-pistolan
dari kayu dengan temannya (Minggu 07/12/14) mata pasien
terkena peluru yang terbuat dari kayu. Ibu pasien mengatakan
terdapat luka robek, pasien mengeluh nyeri, perih, bengkak,
dan pandangan kabur. Lalu pasien langsung dibawa ke bidan
dan diberi tetes tetapi ibu pasien lupa namanya. Keluhan pasien
tidak mereda. Satu minggu kemudian pasien dibawa ke poli
mata RSUD Ibnu Sina (Rabu 17/12/2014) dan dilakukan
operasi.
c. Riwayat Penyakit dahulu :
Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah menderita sakit
seperti ini
Riwayat penggunaan kacamata (-)
Riwayat trauma terutama di daerah orbital disangkal
Riwayat penyakit sistemik (-)
Riwayat alergi (-)
d. Riwayat Penyakit keluarga :
Penderita mengaku tidak ada yang menderita penyakit seperti
ini.
e. Riwayat kebiasaan :

17
Pasien sering bermain dengan teman-temannya tanpa
perlindungan pada mata dan tidak di bawah pengawasan orang
tua

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

A. Status generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign : Dalam batas normal

B. Status opthalmologis
1. Oculi dextra
Visus : 6/6
Kedudukan bola mata : Normal
Palpebra : Hiperemi (-)
Oedem (-)
Konjungtiva : Hiperemi (-)
Sekret (-)
Sklera : Hiperemi (-)
Kornea : Jernih
Pupil : Reflek cahaya (+)/ Normal
Iris : Reguler, warna coklat
Lensa : Keruh (-)
Fundus reflex : (+)

2. Oculi sinistra
Visus : 6/40
Kedudukan bola mata : Normal
Palpebra : Hiperemi (+)
Oedem (+)
Konjungtiva : Hiperemi (+)
Sekret (-) Bleeding (-)
Sklera : Hiperemi (+)
Kornea : laserasi post hecting (+)
Pupil : reflek cahaya (+)/ Normal
Iris : Iridodialisis (-)
Lensa : Keruh (-)
Fundus reflex : (+)

18
3.4 RESUME

Penderita laki-laki datang kepoli mata kontrol post hecting kornea ec OS


laserasi kornea dan prolaps iris

Pada pemeriksaan didapatkan :

Visus

OD : 6/6

OS : 6/40

OS:
Palpebra : Hiperemi (+) Oedema (+)
Konjungtiva : Hiperemi (+)
Sklera : Hiperemi (+)
Kornea : post hecting (+)
Pupil : reflek cahaya (+)/ Normal

3.5 DIAGNOSA

OS Post Hecting Kornea Trauma Tajam

3.6 PENATALAKSANAAN

Levofloxacin ed 6 dd gtt I OS
Amoxicillin syrup 3 dd cth I
Bebat mata kiri

19
DAFTAR PUSTAKA

Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI:1998

Ilyas S, dkk. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa

Kedokteran, Edisi Kedua. Jakarta: CV. Sagung Seto. 2002.

American Academy of Ophthalmology in Prevalence and Common Cause of

Vision Impairment in Adults, International Ophthalmology, Section 13, 2005

2006, page 139 151. KUI ; 1998

Asbury T, Sanitato JJ. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit
BU. Jakarta: Widyamedika, 2000.

Anatomi Mata [online] [cited 2014 Dec 20th] Available from URL
http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Anatomi_mata

Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009

Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.

Jakarta. 2000.

20

Anda mungkin juga menyukai