Anda di halaman 1dari 5

Journal :

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Nasional dan


Pelayanan kedokteran dan Tatalaksana Tuberkulosis. Indonesia
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2015. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru Indonesia.

Penyakit paru : Tuberculosis Paru

Anatomi Paru :

Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai
alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk
terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini
terjadi pada alveolus alveolus di paru melalui sistem kapiler

Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru
sebelah kiri. Pada paru kanan lobus lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus
medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan
lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri
yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis.
Di antara lobus lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan
fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru kiri
terdapat fissura obliqua .

Definisi TB paru :

Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC, adalah penyakit
menular paru-paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini ditularkan dari penderita TB aktif yang batuk dan mengeluarkan titik-titik kecil air
liur dan terinhalasi oleh orang sehat yang tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap
penyakit ini.
TB termasuk dalam 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di dunia. Data
WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2015, Indonesia termasuk dalam 6 besar
negara dengan kasus baru TB terbanyak.
TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di
paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstraparu harus diklasifikasikan sebagai
kasus TB paru.

Gejala :
Gejala yang biasa ditemui pada pasien TB paru adalah batuk-batuk selama 2-3
minggu atau lebih. Selain batuk pasien juga mengeluhkan dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari
satu bulan.
Gejala-gejala diatas tidak hanya ditemukan pada pasien TB paru saja namun
dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis, bronkiolitis, bronkitis kronik, asma, kanker
paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala
tersebut diatas dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) (Depkes RI, 2015).

Faktor resiko pasien TB:


Terdapat sejumlah orang yang memiliki risiko penularan TB yang lebih tinggi.
Kelompok-kelompok tersebut meliputi:
Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pengidap
HIV/AIDS, diabetes, atau orang yang sedang menjalani kemoterapi.
Orang yang mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi.
Perokok.
Pecandu narkoba.
Orang yang sering berhubungan dengan pengidap TB aktif, misalnya petugas
medis atau keluarga pengidap.
Diagnosis Penyakit TB paru:
Proses Diagnosis Tuberkulosis
Tuberkulosis termasuk penyakit yang sulit untuk terdeteksi. Dokter biasanya
menggunakan beberapa cara untuk mendiagnosis penyakit ini, antara lain:
Rontgen dada.
Tes Mantoux.
Tes darah.
Tes dahak/ Sputum.

Terapi Farmakologis:
Pengobatan untuk pasien TB paru dibagi kedalam 2 tahapan yaitu tahap awal
dan tahap lanjutan. Pengobatan tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Selain itu, apabila
pengobatan tahap ini dilakukan dengan tepat biasanya pasien yang menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Lebih jauh lagi, sebagian besar pasien
TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan
pasien akan memperoleh jenis obat yang lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama. Tahapan ini berguna untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan. Obat-obatan yang biasa digunakan untuk
pengobatan TB paru di Indonesia dibagi menjadi 3 kategori. Untuk kategori 1 adalah
2(HRZE)/4(HR)3, sedangkan kategori 2 yaitu 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, juga disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
Untukpaduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan.

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Terapi Nonfarmakologis :

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila


keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan.
Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis,
kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawat

Anda mungkin juga menyukai