Anda di halaman 1dari 27

TINJAUAN PUSTAKA

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Oleh:
Mona Mentari Pagi Surbakti (1202006022)
I Putu Dhidhi Pradnya Suryadiarsa (1202006026)
Mayahati Nazaya (1202006085)

Pembimbing :
dr. I.A. Sri Indrayani, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA /
RSUP SANGLAH DENPASAR
2017
TINJAUAN PUSTAKA

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Oleh:
Mona Mentari Pagi Surbakti (1202006022)
I Putu Dhidhi Pradnya Suryadiarsa (1202006026)
Mayahati Nazaya (1202006085)

Pembimbing :
dr. I.A. Sri Indrayani, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA /
RSUP SANGLAH DENPASAR
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Tinjauan Pustaka ini telah disetujui dan dipresentasikan tanggal 30 Mei 2017

Pembimbing

dr. I.A. Sri Indrayani, Sp.S

Mengetahui,
Kepala Bagian / SMF Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah

dr. Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha, Sp.S(K)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka tinjauan pustaka dengan topik Benign Paroxysmal
Positional Vertigo ini dapat selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tinjauan pustaka ini. Laporan ini
disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah. Maka dari itu, kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha, Sp.S(K) selaku kepala Bagian/SMF
beserta dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S selaku Koordinator Pendidikan di
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP Sanglah yang telah mengizinkan
kami untuk belajar di bagian ini;
2. dr. I.A. Sri Indrayani, Sp.S selaku pembimbing yang telah membimbing kami
dalam penyusunan tinjauan pustaka dan selama menjadi KKM di bagian ini;
3. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan
kritik pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Mei 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, diartikan
sebagai sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan. Berbagai macam
defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan
sampai sekarang banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada
tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-
obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan. 1
Penyebab terjadinya vertigo adalah dikarenakan adanya gangguan pada sistem
keseimbangan tubuh. Gangguan ini dapat berupa trauma, infeksi, keganasan,
metabolik, toksik, vaskuler, atau autoimun.2
Vertigo didefinisikan sebagai sensasi berputar tanpa adanya perputaran
yang sebenarnya, bisa dirasakan sebagai lingkungan atau tubuh yang berputar.
Vertigo secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo sentral dan
perifer. Penyakit tersering sebagai penyebab vertigo adalah Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV), penyakit Mnire, dan labyrinthitis. Faktor risiko lain
yang dapat menyebabkan vertigo, yaitu stroke, tumor otak, cedera otak, multiple
sclerosis, dan migrain.1,2
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo
yang paling sering terjadi dengan hampir sebagian dari vertigo yang ditemui
dilaporkan sebagai BPPV. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah
gangguan vestibuler dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan
keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi
tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. Sekitar 50% penyebab
BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab terbanyak adalah trauma kepala
(17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%), migrain, implantasi gigi, dan
operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien
post-operasi atau bed rest total dalam waktu yang lama. Diagnosis BPPV ditinjau
dari anamnesis, gejala klinis yang terjadi, serta dikonfirmasi oleh berbagai
manuver diagnosis.3,4

1
Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup
serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. Penatalaksanaan
BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan non-
farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya dan penatalaksanaan
farmakologi.4 Dengan demikian, pembahasan mengenai Benign Paroxysmal
Positional Vertigo akan dikaji lebih lanjut dalam tinjauan pustaka ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar. Vertigo dapat dibedakan dengan dizziness, dizziness merupakan istilah
non-spesifik yang dapat dikategorikan ke dalam empat subtipe tergantung gejala
yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop
(perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-
headness, disekuilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika
berdiri).1
BPPV merupakan bentuk dari vertigo posisional, dimana vertigo
posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala.
BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala
vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus
paroksimal.4,5 Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari
vertigo posisional.
Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo
posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat
yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan
paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan
benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional,
benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal positional
nystagmus.4

2.2 Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu
gangguan neurotologi dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing. Pada
populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000
(prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di
United State dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien
didiagnosis BPPV. Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada usia 50-70 tahun.
Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2 :
1,5.4,5,6

2.3 Anatomi Sistem Vestibularis


Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh
yaitu: sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular
meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis, dan vestibular sentral.
Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat
pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Labirin yang
merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi endolimfe dan
labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi
kimia berbeda dan tidak saling berhubungan.6
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ Otolit dan tiga
pasang kanalis semisirkularis. Otolit terbagi atas sepasang kantong yang
disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing
mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai mekanoreseptor khusus.
Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis
adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus
semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus
semisirkularis terletak saling tegak lurus.6
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus
kranialis VIII, dan nuklei vestibularis di bagian otak, dengan koneksi
sentralnya. Labirin terletak di dalam bagian petrosus os temporalis dan
terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tiga kanalis semisirkularis. Labirin
membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi dengan
perilimfe; organ membranosa itu sendiri berisi endolimfe. Urtikulus, sakulus, dan
bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor
yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.3
Gambar 1. Organ Vestibular6

Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis


semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis
semisirkularis lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis
semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis
semisirkularis anterior tegak lurus dengannya. Oleh karena aksis os petrosus
terletak pada sudut 450 terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior
satu telinga pararel dengan kanalis semisirkularis posterior telinga sisi lainnya,
dan kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis terletak di bidang yang
sama (bidang horizontal).6
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan
utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya
untuk membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista
ampularis. Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa
gelatinosa yang memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit.
Pergerakan endolimfe di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut
sensorik krista, yang dengan demikian, merupakan reseptor kinetik.
Gambar 2. Anatomi Krista Ampularis6

Utrikulus dan sakulus mengandung organ reseptor lainnya, makula


utrikularis dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus
paralel dengan dasar tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal
di dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membrana
gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal
tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang.6,7
Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi
kepala terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh
pada tonus otot. Impuls yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian
aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot
ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap terjaga pada setiap
posisi dan setiap jenis pergerakan kepal.7,8
Selanjutnya, transmisi implus di sistem vestibular berjalan kepada nervus
vestibulokokhlearis. Ganglion vestibular terletak di kanalis auditorius internus dan
mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel
reseptor di organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk nervus
vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian
melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang subarakhnoid di
cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.
Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak
di dasar ventrikel keempat.8

2.4 Etiologi
Sistem keseimbangan dikendalikan oleh serebellum yang mendapat
informasi tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan
mata. Sehingga, vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan serebellum, didalam serebellum,
maupun gangguan pada pons atau batang otak. Banyak faktor yang berperan
dalam terjadinya vertigo, diantaranya lingkungan, otolit, peradangan saraf akibat
virus herpes, infeksi telinga tengah, maupun adanya tumor yang menyebabkan
penekanan pada saraf vestibularis, serta adanya infark yang menyebabkan
menurunnya suplai darah ke cerebellum.8
Pada vertigo jenis BPPV, diduga disebabkan oleh pergerakan otolit dalam
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Otolit mengandung kristal-kristal kecil
kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit
distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan
nistagmus.6 Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di saluran setengah
lingkaran posterior, menciptakan ilusi gerak. Selain itu, faktor lainnya yang
diduga berperan dalam terjadinya BPPV adalah hipertensi yang tidak terkontrol,
trauma kepala, neuritis vestibularis, migrain, implantasi gigi dan operasi telinga,
dapat juga diakibatkan dari posisi tidur yang lama pada pasien post operasi atau
bed rest total yang lama.9

2.5 Patofisiologi
Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan yang
dipersepsikan oleh susunan saraf pusat. Proses adaptasi yang normal tidak terjadi
jika ada kelainan pada lintasan informasi dari indera keseimbangan yang dikirim
ke sistem saraf pusat atau kelainan pada pusat keseimbangan. Keadaan ini
berhubungan dengan serat-serat di formatio retikularis batang otak yang
berhubungan dengan aktivitas sistem kolinergik dan adrenergik.10
Telinga tengah terdiri dari struktur yang menyerupai rumah siput yang
disebut sebagai koklea, dan kanalis semisirkularis. Koklea berhubungan dengan
pendengaran dan kanalis semisirkularis membantu mengontrol keseimbangan dan
postur tubuh. Terdapat tiga kanalis semisirkularis (anterior, posterior, dan lateral)
yang berhubungan dengan sudut yang sesuai. Di dalam kanal ini, terdapat sebuah
sistem kanal kecil berisi cairan yang disebut sebagai endolimf. Pergerakan
endolimf di dalam kanalis semisirkularis membantu keseimbangan saat gerakan
rotasi seperti pergerakan kepala dari satu sisi ke sisi lainnya, ke depan, ke
belakang, ke atas, dan ke bawah. Kanalis semisirkularis berhubungan dengan
koklea melalui kompartemen besar berisi cairan yang disebut sebagai vestibulum.
Vestibulum terdiri dari utrikulus dan sakulus. Nervus vestibulokoklear
menghantarkan informasi mengenai keseimbangan dan pendengaran dari telinga
tengah ke otak.11
Dipercaya bahwa BPPV disebabkan oleh kristal kalsium karbonat
(otokonia) yang berada di kanalis semisirkularis posterior dan bermigrasi ke
utrikulus. Kristal yang berada di kanal ini menyebabkan defleksi abnormal dari
reseptor kanal, yaitu kupula, yang menyebabkan ilusi gerakan. Manuver reposisi
kanal membantu mengeluarkan kristal dari kanalis semisirkularis kembali ke
utrikulus, sehingga gejala vertigo berkurang.11
Terdapat beberapa teori yang berusaha menerangkan terjadinya vertigo,
yaitu:
1. Teori overstimulasi

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan


menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu;
akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.11

2. Teori Neural Mismatch

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal


dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum
dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan atau asimetri masukan sensorik
dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan
kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab. Apabila dirasakan gerakan yang aneh atau tidak sesuai dengan
pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf
otonom.11

3. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai


usaha adaptasi gerakan atau perubahan posisi, gejala klinis timbul jika
sistem syaraf simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem syaraf
parasimpatis mulai berperan.11

4. Teori neurohumoral

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan


teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.11

5. Teori sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan


neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (Corticotropin Releasing Factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,
berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.11
Selain teori tersebut diatas, pada vertigo perifer jenis BPPV, keadaan
berputar ini dapat dicetuskan melalui kalsium karbonat yang berasal dari makula
pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular.
Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat dibandingkan
endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan
akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal
semisirkular, akan terjadi pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada
kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo.10,11

Teori Cupulolithiasis
Partikel otolit yang terlepas dari makula utrikulus menempel pada
permukaan kupula. Kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan
gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula.10,11

Teori Canalithiasis

Partikel otolith bergerak bebas di dalam kanalis semisirkularis. Ketika


kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang
partikel ini berotasi ke atas sarnpai 90 o di sepanjang lengkung kanalis. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan
kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing.
Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan
pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Lesi pada kanalis semisirkularis dapat menginduksi sensasi berputar
(rotatoar) sementara gangguan pada sistem otolit dapat menyebabkan sensasi
linear/ terayun.10,11

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis dari vertigo bervariasi meliputi pusing, rasa berputar, kepala
terasa ringan, mual, keringat dingin, mual muntah, instabilitas, nistagmus,
tinnitus, sakit kepala dan defisit neurologis. BPPV muncul mendadak pada
perubahan posisi misalnya miring ke satu sisi pada saat berbaring, bangkit dari
tidur, membungkuk atau pada saat menegakkan kembali badan, menunduk, atau
menengadah.12
Serangan berlangsung dalam waktu singkat, sekitar 10-30 detik. Setelah
rasa berputar menghilang, pasien bisa merasa melayang dan diikuti dengan
disekuilibrum selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Keluhan BPPV
dapat terulang kembali. Selain itu, pasien dengan BPPV sering memperlihatkan
sikap menghindar dan cemas karena takut gejala akan kembali muncul.12
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah dan
gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo.
Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari
perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius
interna atau arteri anterior inferior serebelar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat
terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasif pada
tulang temporal, atau iritasi meningeal.12
Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada semua jenis
vertigo. Namun, pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain
pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo
sentral misalnya penyakit serebrovaskular, neoplasma, atau multiple sklerosis.10
Tabel 1. Perbandingan Vertigo Perifer Dengan Vertigo Sentral12

Klinis vertigo perifer dan sentral

Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala +
Gejala otonom ++
Gangguan pendengaran +
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral
Sistem vertebrobasiler dan
Sistem vestibuler (telinga
Lesi gangguan vaskular (otak, batang
dalam, saraf perifer)
otak, serebelum)
Vertigo posisional paroksismal
jinak (BPPV), penyakit Iskemik batang otak,
Penyebab maniere, neuronitis vestibuler, vertebrobasiler insufisiensi,
labirintis, neuroma akustik, neoplasma, migren basiler
trauma
Diantaranya :diplopia, parestesi,
gangguan sensibilitas dan fungsi
Gejala gangguan SSP Tidak ada
motorik, disartria, gangguan
serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak

2.7 Diagnosis
Tahapan diagnosis vertigo meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum
dan pemeriksaan fisik neurologis. Pemeriksaan penunjang tambahan seperti
pemeriksaan laboratorium, radiologis, serta fungsi pendengaran juga dapat
dilakukan sebagai prediktor dari prognosis. Anamnesis yang tepat dalam
mengarahkan diagnosis vertigo, yaitu:

1. Karakteristik dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah
sensasi berputar, atau sensasi non-spesifik seperti giddiness atau light-
headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan). 13,14
2. Keparahan
Vertigo dengan tingkat keparahan ringan-sedang biasanya mengarah
kepada vertigo sedangkan vertigo yang dirasakan sangat berat biasanya adalah
vertigo perifer. 13,14
3. Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostik yang signifikan,
semakin lama durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral
menjadi lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut
dibandingkan vertigo sentral kecuali pada serangan serebrovaskular. Onset
vertigo perifer biasanya berlangsung 10-20 detik. 13,14
4. Faktor yang mempengaruhi
Vertigo perifer, terutama vertigo posisional, sangat dipengaruhi pergerakan
kepala ataupun perubahan posisi tubuh secara mendadak. Apabila vertigo
dirasakan tidak membaik dengan metode apapun dan menetap maka
kecenderungan mengarah pada jenis sentral. 13,14
5. Gejala penyerta
Gejala penyerta yang dapat muncul adalah mual muntah, ganguan
pendengaran, tinnitus, nistagmus, migren dan sakit kepala, gangguan
pengelihatan, kelemahan, gangguan proprioseptif, perubahan sensoris, ataksia.
Gejala penyerta seperti tinnitus terjadi pada vertigo perifer, sedangkan gejala
neurologis lebih sering muncul pada vertigo sentral. 13,14

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan keluhan pusing


berputar adalah pada awalnya pemeriksaan fisik umum, yaitu tekanan darah
sebagai prediktor hipertensi karena hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
dari terjadinya vertigo perifer. Pemeriksaan fisik neurologis dilakukan untuk
mencari apakah terdapat lesi pada nervus kranialis, paresis, tuli sensorineural,
nistagmus. Pemeriksaan neurologis juga difokuskan untuk menilai fungsi
vestibular dan serebelar yaitu dengan memeriksa fungsi koordinasi seperti
telunjuk-telunjuk, telunjuk hidung telunjuk, diadokinesis, serta fungsi
keseimbangan dengan tes Romberg, Stepping test, dan tandem gait. 13,14

a. Tes Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan
posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan
bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan, pada kelainan serebelar,
badan penderita akan bergoyang, baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup. Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral
memiliki instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. 13,14
b. Stepping test
Pasien diinstruksikan berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke
depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin
selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar
cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan
ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.13,14

c. Tandem gait
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri atau kanan diletakkan pada ujung
jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya
akan menyimpang dan pada kelainan serebelar penderita akan cenderung
jatuh. 13,14

d. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi lengan
gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah
lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi. 13,14
e. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata
terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan
lengan penderita ke arah lesi. 13,14
f. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan
dan lima langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada gangguan
vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang. 13,14
Selain pemeriksaan tersebut diatas, dalam mendiagnosis vertigo,
pemeriksaan fisik lainnya yang dapat dilakukan adalah manuver Dix-Hallpike dan
tes kalori.

1. Manuver Dix-Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45 di bawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. 13,14
Pada vertigo perifer, gejala vertigo dan nistagmus timbul setelah periode
laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali. Sementara pada vertigo
sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1
menit, bila diulang ulang reaksi tetap seperti semula. Apabila reaksi menetap
maka dikatakan Dix-Hallpike positif. 13,14

2. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut
(normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya paresis kanalis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Paresis kanalis adalah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Paresis kanalis
menunjukkan lesi perifer di labirin atau nervus VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral. 13,14

3. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif. 13,14
Gambar 3. Manuver Dix-Hallpike14

Pada penderita vertigo, dapat juga dilakukan pemeriksaan pendengaran


untuk menentukan gangguan Nervus VIII lainnya yang dapat terjadi. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan garpu tala dan pemeriksaan audiometri.

a. Tes Garpu Tala


Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif,
dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne
negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek.13
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Ludness Balance Test,
SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi:
acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran
dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi
sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara berjalan).13

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan vertigo terdiri dari pengobatan kausal, pengobatan
simptomatik, dan rehabilitatif. Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan
jenis kanal yang terlibat. Tujuan terapi adalah melepaskan otokonia dari dalam
kanalis atau kupula, mengarahkan agar keluar dari kanalis semisirkularis menuju
utrikulus melalui ujung non-ampulatori kanal.14
Pengobatan kausal merupakan pilihan utama namun kebanyakan kasus
vertigo tidak diketahui penyebabnya. Pengobatan simtomatik bertujuan untuk
menghilangkan dua gejala utama, yaitu rasa vertigo (berputar melayang) dan
gejala otonom (mual, muntah).12 Terapi medika mentosa dapat dilakukan dengan
menggunakan konsumsi obat-obatan anti vertigo seperti antagonis kalsium,
antihistamin, betahistin, antikolinergik serta obat antianxietas seperti golongan
benzodiazepine. Dosis pengobatan sebaiknya diberikan secara bertahap supaya
tidak mendepresi berlebihan proses adaptasi yang dilakukan oleh organ
keseimbangan.14
Antagonis kalsium

Antagonis kalsium dapat mengobati vertigo dengan memodulasi dan mencegah


pembentukan kristal kalsium pada organ vestibular. Selain itu, obat jenis ini
merupakan supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak
terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai manfaat lain,
seperti anti kholinergik dan antihistamin. Cinnarizine dan Flunarizine merupakan
pilihan obat yang sering digunakan.14

Antihistamin dan betahistin

Dalam mengatasi vertigo, antihistamin mempunyai efek anti-vertigo bersamaan


dengan efek antikolinergiknya yaitu dengan memediasi asetilkolin yang terlibat
dalam reaksi vestibular. Sedangkan betahistin, yaitu analog histamine bekerja
dengan meningkatkan sirkulasi dalam kanal vestibularis. Antihistamin yang dapat
digunakan adalah dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin.13,14

Benzodiazepine

Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang


diderita yang sering menyertai gejala vertigo. Selain itu, benzodiazepine juga
membantu meningkatkan kualitas tidur pasien di malam hari.13,14
Pengobatan rehabilitatif diberikan jika pasien sudah tidak dalam keadaan
serangan yang disertai mual dan muntah, seperti metode Epley Manuver, Semont
Manuver, dan Lempert Roll Manuver. 14
1. Brandt-Daroff Exercise
Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung,
lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh,
tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik
baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik,
kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima kali
berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.
14

2. Epley Maneuver
Pasien duduk tegak dengan kaki lurus di tempat tidur dengan
kepala diarahkan 45o ke arah telinga yang sakit (positif tes Dix-Hallpike),
selanjutnya dengan cepat kepala pasien di tidurkan dan menggantung 20 0
di tempat tidur, dan posisi ini dipertahankan selama 20-30 detik.
Selanjutnya, kepala pasien diarahkan 900 ke arah telinga yang tidak sakit
dan dipertahankan 20 detik. Dari posisi supinasi tersebut, kepala dan
badan pasien diarahkan ke posisi lateral decubitus dengan kepala pasien
menghadap ke bawah dan posisi ini dipertahankan 20-30 detik.
Selanjutnya, posisi pasien dikembalikan seperti posisi awal. 14
Gambar 4. Epley Maneuver14
3. Semont Maneuver
Pasien duduk di permukaan yang datar dengan menghadap ke arah
pemeriksa dengan kepala pasien yang menjauhi sisi yang sakit.
Selanjutnya, pasien di posisikan tidur ke arah sisi yang sakit dengan kepala
menghadap ke atas. Pada posisi ini, nistagmus dapat muncul segera setelah
pasien di tidurkan. Posisi tersebut dipertahankan minimal selama 20 detik
sampai nistagmus berhenti atau dapat dipertahankan selama 1-2 menit.
Dengan cepat, posisi pasien dipindahkan ke sisi kontralateral dengan
kepala pasien menghadap ke bawah (selama perpindahan posisi tersebut,
kepala pasien tidak mengalami perubahan posisi) dan posisi ini
dipertahankan minimal 30 detik sampai dengan 10 menit. Secara perlahan,
pasien dikembalikan ke posisi awal. 14
Gambar 5. Semont Maneuver14

4. Lempert 3600 Roll Maneuver


Pasien diposisikan supinasi atau berbaring di tempat tidur,
selanjutnya kepala atau badan pasien diminta berputar ke arah yang sakit,
selanjutnya ke arah yang tidak sakit, posisi ini dilakukan terus-menerus
sampai kepala pasien dengan hidung dapat menghadap ke bawah,
selanjutnya kepala dan badan pasien di posisikan ke posisi awal, dan
manuver selesai. Setiap posisi dipertahankan selama 15-30 detik atau
sampai nistagmus berhenti. 14
Gambar 6. Lempert 360o Roll Maneuver14

2.9 Prognosis
Pasien perlu untuk diedukasi tentang BPPV. Satu dari tiga pasien sembuh
dalam jangka waktu 3 minggu, tetapi kebanyakan sembuh setelah 6 bulan dari
serangan. Pasien harus diberitahu bahwa BPPV dapat ditangani, tetapi harus
diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi bahkan jika terapi manuvernya
berhasil, jadi terapi lainnya mungkin dibutuhkan. Beberapa studi menunjukkan
bahwa 15% terjadi kekambuhan pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan
terjadi pada 40 bulan setelah terapi.13,14
BAB III
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibuler


dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin yang
dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya
keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. Tahapan diagnosis vertigo meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik neurologis.
Pemeriksaan penunjang tambahan seperti pemeriksaan laboratorium, radiologis,
serta fungsi pendengaran juga dapat dilakukan sebagai prediktor dari prognosis.
Adapun pengobatan vertigo terdiri dari: pengobatan kausal, pengobatan
simptomatik dan pengobatan rehabilitatif. Penatalaksanaan dengan menuver
secara baik dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka
morbiditas dari Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
DAFTAR PUSTAKA

1. Dickerson, LM. 2010. Dizziness: a diagnostic approach. American Family


Physician. 82 (4): 361369.
2. Hogue, JD. 2015. Office Evaluation of Dizziness. Primary care. 42 (2): 249
258.
3. Gananca FF, Gananca CF, Caovilla HH, et al. 2009. Active Head Rotation In
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Braz J Otorhinolaryngol;75(4): 586-
92.
4. Bittar et al. 2011. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and
Treatment. International Tinnitus Journal;16(2): 135-45.
5. Lumbantobing M, S. 2003. Vertigo. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
6. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. 2009. Clinical Practice Guideline:
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck
Surgery;139: S47-S81.
7. Indonesia KSVPDSS. 2012. Pedoman Tata Laksana Vertigo. 25-6 p.
8. Bashiruddin J. 2008. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam: Arsyad E,
Iskandar N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 104-9
9. Akbar, Muhammad. 2013. "Diagnosis Vertigo": Symposium Epilepsy And
Vertigo. Makassar: Universitas Hasanuddin.
10. Bashir, Khalid, Furqan Irfan, and Peter A Cameron. 2014. "Management Of
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) In The Emergency
Department".
11. Kembuan, Mieke A.H.N. 2009. "Patofisiologi Vertigo". Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan FK UNSRAT Manado 1.1: 31-36.
12. Edward, Yan, and Yelvita Roza. 2014. "Diagnosis Dan Tatalaksana Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll
Test". Jurnal Kesehatan Andalas 3.1:77-78.
13. Kaski, Diego, and Adolfo M Bronstein. 2014. "Epley And Beyond: An Update
On Treating Positional Vertigo". Pract Neurol: 1-12.
14. Neil Bhatacharyya, MD., Samuel P. Gubbels, MD., Seth R. Schwartz, MD,
MPH. et al. 2017. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (Update). Otolaringology-Head and Neck Surgery 156
(3S).

Anda mungkin juga menyukai