Anda di halaman 1dari 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Voltametri

2.1.1 Analisis Voltametri

Voltametri adalah metode elektrokimia dimana arus diamati pada pemberian potensial

tertentu. Voltametri berasal dari kata volt ampero metry. Kata volt merujuk pada potensial,

amperro merujuk pada arus, dan metry merujuk pada pengukuran, sehingga dapat diartikan

bahwa voltametri adalah pemberian potensial pada elektroda kerja dan arus yang timbul dari

hasil reaksi diukur. Timbulnya arus disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi

pada permukaan elektroda. Arus yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi analit dalam

larutan.

Seiring kemajuan elektronika, teknik voltametri juga mengalami perkembangan yang

cukup pesat dengan semakin akuratnya pemberian potensial dan pengukuran arus. Beberapa

aplikasi voltametri diantaranya untuk analisis di bidang lingkungan, farmasi, sintesis senyawa

kompleks, dan sintesis senyawa organik (Skoog, et al, 1998). Modulasi pemberian potensial

juga lebih bervariasi dengan kontrol komputer, sehingga sensitivitas dan selektivitas semakin

meningkat.

Voltametri merupakan metode analisis menggunakan teknik potensial terkontrol yaitu

pengukuran respon arus dari analit dengan pemberian potensial pada elektroda. Respon arus

yang dihasilkan berasal dari transfer elektron selama proses oksidasi dan reduksi dari analit.

Secara termodinamika potensial elektroda dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan

kuantitatif. Reaksi yang terjadi berdasarkan persamaan Nernst, sebagai berikut :


,
= E + log

(1)

0
dengan E adalah potensial standar reaksi redoks yang

terjadi, R adalah tetapan gas mutlak, T adalah temperatur (K), F adalah bilangan Faraday, C O

adalah konsentrasi analit yang teroksidasi, dan C r adalah konsentrasi analit yang tereduksi.

Arus yang dihasilkan dari reaksi oksidasi reduksi tersebut dinamakan arus Faraday, karena

mengikuti hukum Faraday (1 mol bahan memberikan n x 96478 Couloumb listrik). Hasil plot

arus Faraday versus potensial dinamakan voltamogram.

Ion-ion analit dalam larutan akan bergerak menuju permukaan elektroda ketika

potensial diterapkan. Mekanisme gerakan transport massa/migrasi ion dari larutan menuju

permukaan elektroda melalui 3 cara yaitu :


1 Difusi, adalah migrasi yang dikarenakan adanya suatu gradient konsentrasi. Arus ini
disebabkan migrasi spontan analit dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.

2 Elektromigrasi, adalah migrasi yang disebabkan kation berpindah menuju katoda dan
anion menuju anoda. Arus ini disebabkan oleh muatan yang dibawa oleh ion-ion melalui
larutan berdasarkan bilangan transfernya.

3 Konveksi, adalah migrasi yang disebabkan oleh pengadukan, perbedaan densitas, atau
perbedaan temperatur. Konveksi terjadi ketika alat mekanik digunakan untuk membawa
reaktan menuju elektroda dan memindahkan
produk dari permukaan elektroda. Alat yang paling umum digunakan

untuk pengadukan adalah pengaduk magnetik.

Volume larutan di tempat terjadinya gradien konsentrasi disebut sebagai lapisan

difusi. Tanpa transformasi yang lain, ketebalan lapisan difusi meningkat seiring dengan waktu

karena terjadi penurunan konsentrasi reaktan pada permukaan elektroda.

Seluruh mekanisme migrasi ion akan menimbulkan arus yang sangat kompleks dan

menyebabkan hubungan antara arus dan konsentrasi tidak sebanding. Arus dari migrasi ion

secara difusi saja yang sebanding dengan konsentrasi. Untuk mendapatkan hubungan yang

sebanding maka migrasi ion secara konveksi dan elektromigrasi harus diminimalkan.

Konveksi dapat diminimalkan dengan tidak melakukan pengadukan dan penggunaan

konsentrasi rendah. Elektromigrasi diminimalkan dengan menambah elektrolit pendukung

dalam larutan dengan konsentrasi 50 sampai 100 kali dari konsentrasi analit. (Wang, 1994)

Flux materi menuju dan menjauhi permukaan elektroda adalah fungsi kompleks dari

ketiga jenis transport massa. Dengan membatasi hanya difusi saja sebagai transport massa

yang signifikan terhadap perpindahan reaktan dan produk, arus dalam sel voltametri dapat

dirumuskan :

n F A D (Cbulk C)
i=

(2)

dengan n = jumlah elektron yang ditransfer dalam reaksi redoks

F = tetapan Faraday (96.478 C/mol)

2 2
A = luas area elektroda (cm ) D = koefisien difusi reaktan atau produk (cm /s)
= ketebalan lapisan difusi (cm)

3
Cbulk = konsentrasi larutan analit (mol/dm )

3
Cx=0 = konsentrasi larutan di permukaan elektroda (mol/dm )

Persamaan ini valid jika konveksi dan migrasi tidak mengganggu terbentuknya lapisan

difusi antara elektroda dan badan larutan (bulk). Migrasi dihilangkan dengan menambahkan

larutan pendukung inert (elektrolit) konsentrasi tinggi ke dalam larutan analit. Ion dengan

muatan yang sama berinteraksi sama kuatnya dengan permukaan elektroda, sehingga memiliki

peluang yang sama besar untuk bermigrasi. Keberadaan ion inert dalam jumlah besar akan

memperkecil jumlah ion produk atau reaktan yang berpindah (transport massa) dengan cara

migrasi. Konveksi dapat dengan mudah dieliminasi dengan tidak mengaduk atau mendorong

larutan melewati suatu sel elektrokimia yang mengalir. Dinamika fluida yang melewati

elektroda menghasilkan lapisan difusi kecil (0,001-0,001 cm), dan kecepatan transport massa

oleh konveksi turun menjadi nol (Harvey, 2000).

2.1.2 Sel Voltametri (Harvey, 2000)

Sel voltametri terdiri dari elektroda kerja, elektroda pembantu, dan elektroda

pembanding. Ketiga elektroda tersebut tercelup dalam sel voltametri yang berisi larutan

sampel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1


Potensial luar diberikan antara elektroda kerja dan elektroda pembanding. Bila ada

reaksi oksidasi maupun reduksi pada elektroda kerja, arus yang dihasilkan dilewatkan ke

elektroda pembantu, sehingga reaksi yang terjadi pada elektroda pembantu akan berlawanan

dengan reaksi yang terjadi pada elektroda kerja. Untuk mengukur arus yang timbul digunakan

amperemeter (A). Antara elektroda kerja dan elektroda pembanding diberikan tahanan (R)

yang cukup tinggi agar arus tidak melewati elektroda kerja dan elektroda pembanding, karena

bila terjadi reaksi pada elektroda pembanding, potensial elektroda pembanding akan berubah

atau elektroda rusak.

2.1.2.1 Elektroda Kerja (Working Electrode/WE)

Elektroda kerja adalah tempat terjadinya reaksi oksidasi atau reduksi. Kualitas

elektroda kerja tergantung pada dua faktor yaitu reaksi redoks dari analit dan arus latar pada

rentang potensial yang dibutuhkan dalam pengukuran.


Elektroda kerja harus memiliki syarat-syarat seperti memiliki respon arus dengan

keberulangan yang baik, rentang potensial yang lebar, konduktivitas listrik yang baik, dan

permukaan elektroda yang reprodusibel. Elektroda yang sering digunakan adalah elektroda

merkuri, karbon, dan logam mulia.


(1) Elektroda Merkuri Merkuri dipilih sebagai bahan pembuat elektroda, sebab merkuri
memiliki overpotensial aktivasi yang tinggi untuk evolusi hidrogen, rentang potensial katoda
yang lebar, reprodusibilitas yang tinggi, dan permukaan yang dapat diperbaharui secara
kontinyu. Kekurangan elektroda ini yaitu rentang potensial anoda yang terbatas (merkuri
teroksidasi) dan bersifat toksik.
(2) Elektroda Padatan

Elektroda padat memiliki rentang potensial yang lebih besar dibanding elektroda

merkuri. Contoh elektroda padat yaitu karbon, platina, dan emas. Elektroda perak, nikel, dan

tembaga digunakan untuk aplikasi spesifik. Faktor penting dari elektroda padat yaitu respon

arus yang sangat tergantung pada permukaan elektroda sehingga permukaan elektroda perlu

mendapat perlakuan khusus sebelum digunakan untuk mendapatkan keberulangan yang baik.

Perlakuan yang dilakukan tergantung pada bahan elektroda yang digunakan. Elektroda padat

cenderung memiliki permukaan yang heterogen dan kasar yang berpengaruh pada aktivitas

elektrokimia.
2.1.2.2 Elektroda Pembanding (Reference Electrode/RE)

Elektroda pembanding merupakan elektroda dengan harga potensial setengah sel yang

diketahui, konstan dan tidak bereaksi terhadap komposisi larutan yang sedang dianalisis.

Elektroda pembanding memberikan potensial yang stabil terhadap elektroda kerja yang

dibandingkan. Elektroda pembanding yang biasa digunakan adalah elektroda kalomel jenuh

dan elektroda perak/perak klorida.

1. Elektroda Kalomel Jenuh (EKJ)

Setengah sel elektroda kalomel jenuh dapat ditunjukkan sebagai berikut : Hg 2Cl2

(jenuh), KCl (x M) Hg, dimana x menunjukkan konsentrasi KCl di dalam larutan. Reaksi

elektroda dapat dituliskan sebagai berikut :

Hg2Cl2 (s) + 2e

-
2Hg (l) + 2Cl (3) Potensial sel ini bergantung pada konsentrasi ion klorida (x), dan

harga konsentrasi ini harus dituliskan untuk menjelaskan elektroda. Harga potensial EKJ pada
o
konsentrasi ion klorida jenuh adalah 0,244 V pada 25 C dibandingkan terhadap elektroda

hidrogen standar.

2. Elektroda Perak/Perak Klorida Setengah sel dari elektroda perak dapat dituliskan : AgCl (jenuh),

KCl (x M) Ag

Reaksi setengah selnya adalah : AgCl (s)

-
+e

-
Ag (s) + Cl (4) Biasanya elektroda ini terbuat dari larutan jenuh KCl atau KCl 3,5 M

yang harga potensialnya adalah 0,199 V untuk larutan KCl jenuh, dan 0,205 V untuk larutan
o
KCl 3,5 M pada 25 C. Elektroda ini dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi sedangkan

elektroda kalomel tidak dapat digunakan.


2.1.2.3 Elektroda Pembantu (Counter Electrode)

Elektroda pembantu dikendalikan oleh potensiostat untuk kesetimbangan arus difusi

pada elektroda kerja dengan transfer elektron ke arah sebaliknya. Jika terjadi reduksi pada

elektroda kerja maka oksidasi terjadi pada elektroda pembantu. Elektroda pembantu yang

digunakan harus bersifat inert seperti kawat platina atau batang karbon yang berfungsi sebagai

pembawa arus.

2.2 Arus Dalam Voltametri (Harvey,2000)

Ketika analit dioksidasi pada elektroda kerja arus pergerakan elektron melalui sirkuit

listrik eksternal menuju elektroda bantu, dimana reduksi pelarut atau komponen matriks

larutan terjadi. Reduksi analit pada elektroda kerja memerlukan sumber elektron,

menghasilkan arus yang mengalir dari elektroda bantu ke katoda. Arus yang muncul dari

elektroda kerja dan elektroda bantu disebut arus Faraday.

Tanda pada arus ditetapkan berdasarkan reaksinya yang terjadi pada elektroda kerja.

Arus yang muncul dari reduksi analit disebut arus katoda dan diberi tanda positif. Arus anodik

muncul dari oksidasi dan diberi tanda negatif.

Pengaruh potensial yang diberikan terhadap arus Faraday terlihat ketika larutan
3- 4-
Fe(CN)6 direduksi menjadi Fe(CN)6 pada elektroda kerja. Hubungan antara konsentrasi
3- 4-
Fe(CN)6 , Fe(CN)6 dan potensial elektroda kerja, sesuai persamaan Nernst.
e

[F(CN)6 ]
E = +0,356-0,05916 log (5)
[Fe(CN)6]

Fe(CN)6

dimana + 0,356 adalah potensial reduksi standar x= 0 mengindikasikan

3-
Fe(CN)6konsentrasi Fe(CN)6 dan
4-
Fe(CN)6 di permukaan elektroda. Konsentrasi permukaan digunakan berupa konsentrasi ruah

dengan posisi kesetimbangan reduksi oksidasi.


3- 4-
Diasumsikan larutan Fe(CN)6 dengan konsentrasi 1,0 mM dan tidak ada Fe(CN) 6 ,

maka diagram Ladder untuk reaksi oksidasi tersebut adalah :

0
E = +0,356 V

Jika potensial
3- 4-
sebesar 0,530 V diberikan pada elektroda kerja, konsentrasi Fe(CN) 6 dan Fe(CN)6 pada
permukaan elektroda tidak terpengaruh, dan tidak ada arus Faraday yang terukur. Pada
4 3-
potensial 0,356 V menghasilkan Fe(CN)6 X=0 = Fe(CN)6 = 0,50 mM, yang hanya mungkin
3 4-
jika setengah dari Fe(CN)6 pada permukaan elektroda direduksi menjadi Fe(CN) 6 . Jika
semua ini terjadi setelah potensial diberikan, akan menghasilkan arus Faraday yang dengan
4-
cepat kembali ke posisi nol. Meskipun konsentrasi Fe(CN) 6 pada permukaan elektroda 0,5
mM, konsentrasi pada badan larutan adalah nol. Akibatnya terjadi gradien konsentrasi antara
larutan di permukaan elektroda dengan badan larutan. Gradien konsentrasi ini menimbulkan
4-
gaya gerak yang memindahkan Fe(CN)6 menjauhi permukaan elektroda (Gambar 2.3).
4- 3-
Berkurangnya Fe(CN)6 di permukaan elektroda memungkinkan reduksi Fe(CN) 6 berlanjut,
sehingga terjadi perpindahan dari badan larutan ke permukaan elektroda. Jadi arus Faraday
3 4-
mengalir terus sampai tidak ada lagi perbedaan konsentrasi antara Fe(CN) 6 dengan Fe(CN)6
di permukaan elektroda maupun pada badan larutan (larutan uji).
Meskipun potensial yang diberikan pada elektroda menentukan arus Faraday yang

mengalir, besarnya arus ditentukan oleh kecepatan reaksi oksidasi reduksi di permukaan

elektroda. Dua faktor yang berkontribusi terhadap laju reaksi elektrokimia yaitu, laju reaktan

dan produk ke dan dari permukaan elektroda, dan laju elektron bergerak di antara elektroda,

reaktan dan produk dalam larutan.


2.3 Arus Non Faraday (Harvey,2000)

Arus Faraday berasal dari reaksi redoks pada permukaan elektroda. Arus lain juga

muncul dari suatu sel elektrokimia yang tidak berhubungan dengan reaksi redoks. Arus ini

disebut arus non Faraday dan terhitung jika komponen arus Faraday telah ditentukan.

Contoh terbentuknya arus non Faraday yaitu ketika potensial elektroda diubah.

Migrasi mengakibatkan partikel bermuatan negatif dalam larutan akan menuju elektroda yang

bermuatan positif, dan partikel bermuatan positif akan menuju elektroda negatif. Ketika

elektrolit inert mampu merespons migrasi hasilnya adalah terbentuknya lapisan pada

permukaan elektroda yang terstruktur yang disebut lapisan rangkap listrik, Electrical Double

Layer (EDL). Pergerakan partikel bermuatan dalam larutan meningkatkan arus non Faraday

yang singkat. Mengubah potensial elektroda akan mengubah struktur EDL yang menghasilkan

arus muatan yang kecil.

2.4 Voltametri Siklik (Scholz, 2010)

Voltametri siklik merupakan teknik voltametri dimana arus diukur selama penyapuan

potensial dari potensial awal ke potensial akhir dan kembali lagi ke potensial awal atau disebut

juga penyapuan (scanning) dapat dibalik kembali setelah reaksi berlangsung. Dengan

demikian arus katodik maupun anodik dapat terukur. Arus katodik adalah arus yang digunakan

pada saat penyapuan dari potensial yang paling besar menuju potensial yang paling kecil dan

arus anodik adalah sebaliknya yaitu penyapuan dari potensial yang paling kecil menuju

potensial yang paling besar.


Voltametri siklik terdiri dari siklus potensial dari suatu elektroda yang dicelupkan ke

dalam larutan yang tidak diaduk yang mengandung spesies elektroaktif dan mengukur arus

yang dihasilkan. Potensial pada elektroda kerja dikontrol oleh elektroda pembanding seperti

elektroda kalomel jenuh (EKJ) atau perak/perak klorida. Pengontrol potensial yang diterapkan

pada dua elektroda dapat dianggap sebagai sinyal eksitasi. Sinyal eksitasi untuk voltametri

siklik adalah penyapuan potensial linear dengan gelombang segitiga seperti yang diberikan

pada Gambar 2.4.


penyapuan positif kembali ke potensial awal 0,80 V. Kecepatan penyapuan terlihat pada

kemiringan garis yaitu 50 mV per detik.

Voltamogram siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja selama scan

potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap potensial eksitasi. Voltamogram

yang dihasilkan merupakan kurva antara arus (pada sumbu vertikal) versus potensial (sumbu

horizontal). Saat variasi potensial linear terhadap waktu, sumbu horizontal dapat dianggap

sebagai sumbu waktu.

Gambar 2.5 merupakan voltamogram siklik dengan menggunakan elektroda kerja

platina pada larutan yang mengandung K3Fe(CN)6 6,0 mM sebagai spesies elektroaktif dalam

larutan KNO3 1,0 M sebagai elektrolit pendukung. Sinyal eksitasi potensial digunakan untuk

memperoleh voltamogram pada Gambar

2.4 tetapi dengan pemindahan potensial negatif sebesar -0,15 V. Dengan demikian sumbu

vertikal pada Gambar 2.4 menjadi sumbu horizontal pada Gambar 2.5
Potensial awal (Ei) sebesar 0,80 V diterapkan pada elektroda (a dalam Gambar 2.5)
3-
dipilih untuk menghindari terjadinya elektrolisis [Fe(CN) 6] saat elektroda diaktifkan.

Selanjutnya dilakukan penyapuan negatif (scan maju). Ketika potensial cukup negatif
3-
mereduksi [Fe(CN)6] arus katodik diindikasikan oleh (b) karena proses elektroda, sehingga
3- 4
elektroda cukup kuat untuk mereduksi [Fe(CN)6] menjadi [Fe(CN)6]

3-
[Fe(CN)6] + e

4-
[Fe(CN)6] (6) Arus katodik meningkat dengan cepat (bd) sampai konsentrasi
3-
[Fe(CN)6] pada permukaan elektroda berkurang sehingga arus ke puncak (d). Arus kemudian
3-
menurun ketika larutan (dg) [Fe(CN)6] di sekitar elektroda telah direduksi menjadi
4-
[Fe(CN)6] . Arah penyapuan kemudian berbalik ke positif pada -0,15 V untuk scan balik.
3
Potensial masih cukup negatif untuk mereduksi [Fe(CN) 6] sehingga arus katodik terus

berlanjut terus meskipun potensial melakukan penyapuan ke arah positif. Ketika elektroda
4-
menjadi oksidan yang cukup kuat, [Fe(CN) 6] yang terakumulasi pada elektroda kerja akan

teroksidasi dengan reaksi sebagai berikut :

4
[Fe(CN)6]

3-
[Fe(CN)6] + e (7) Oksidasi terjadi pada arus anodik (ik). Arus anodik meningkat
4-
cepat sampai konsentrasi [Fe(CN)6] berkurang sehingga dihasilkan puncak (j). Arus
4-
kemudian menurun (jk) karena larutan disekitar elektroda direduksi menjadi [Fe(CN) 6] .

Siklus pertama selesai ketika potensia kembali ke +0,80 V. Dalam hal ini jelas bahwa potensial
3-
positif 0,40 V akan cocok sebagai potensial awal pada reduksi [Fe(CN) 6] . Pada penyapuan
4- 3-
awal, [Fe(CN)6] secara elektrokimia berasal dari [Fe(CN)6] yang diindikasikan oleh arus
4- 3-
katodik ketika dilakukan penyapuan balik, [Fe(CN) 6] dioksidasi kembali menjadi [Fe(CN)6]
3
yang diketahui dari arus anodik. Potensial sinyal eksitasi tergantung pada rasio [Fe(CN) 6] /
4-
[Fe(CN)6] pada permukaan elektroda mengikuti persamaan Nerst untuk sistem reversible

berikut :
,[( ]
(8)

E = E([()],[)] + log
[(

0 0
] dengan E adalah potensial reduksi dari sampel. Nilai awal E yang cukup positif dari E
3-
mempertahankan rasio dimana [Fe(CN)6] sangat mendominasi. Dengan demikian
penggunaan potensial awal +0,08 V arus diabaikan namun penyapuan E yang negatif, konversi
3- 4-
[Fe(CN)6] menjadi [Fe(CN)6] memenuhi persamaan Nernst. Perbandingan keadaan reaksi
oksidasi yang ada pada permukaan elektroda pada beberapa potensial selama penyapuan
ditunjukkan pada sumbu x Gambar
3- 4-
2.5. Hubungan logaritmik antara E dan [Fe(CN)6] /[Fe(CN)6] ditunjukkan oleh kecepatan
0 3 4-
perubahan arus yang sangat besar pada daerah E = E yaitu [Fe(CN)6] /[Fe(CN)6] = 1. Hal ini

disebabkan karena meningkatnya arus katodik (bd) selama penyapuan awal.

2.4 Voltametri Pulsa Diferensial

Teknik voltametri pulsa menggunakan pulsa gelombang dalam merekam voltamogram

yang memberikan peningkatan sensitivitas dan resolusi. Keuntungan dari teknik pulsa adalah

bahwa gelombang ini dirancang sedemikian rupa untuk membedakan terhadap arus non-

Faraday sehingga dapat meningkatkan sensitivitas. Peningkatan resolusi sangat berguna ketika

beberapa spesies elektroaktif dianalisis secara simultan (Fifield dan Haines, 2000). Dalam

teknik ini, sampling arus terjadi dua kali yaitu pada awal sebelum pulsa naik dan pada akhir

sebelum pulsa turun dan menggunakan ketergantungan perbedaan waktu dari arus Faraday (i f)

dan arus muatan (ic), seperti yang ditunjukkan pada Gambar


Gambar 2.6 Diagram arus Faraday (i f) dan arus muatan (ic) versus waktu (Fifield dan

Haines, 2000) Teknik ini bertujuan untuk menurunkan batas deteksi pengukuran
-8
voltametri sampai dibawah konsentrasi 10 M dalam mode pulsa diferensial.

Peningkatan rasio antara arus Faraday dan non Faraday sesuai sampai pada konsentrasi
-8
10 M (Wang, 2000). Pulsa diferensial dan teknik gelombang persegi adalah teknik pulsa

yang paling umum digunakan. Polarogram pulsa diferensial atau voltamogram

puncaknya terbentuk karena adanya perbedaan arus yang diukur (Hadzri,2006). Diagram

tahap dalam DPV menghasilkan pulsa pada penyapuan linear dapat dilihat pada Gambar

2.7.
Pada DPV arus disampling dua kali yaitu sebelum pulsa diberikan dan sebelum pulsa

jatuh, kira-kira 40 ms ketika arus bermuatan diturunkan. Pengurangan arus yang disampling

pertama dan kedua membentuk voltamogram derivatif. Tinggi arus puncak berbanding lurus

dengan konsentrasi analit. Arus yang dihasilkan dari pulsa diferensial sangat efektif untuk

mengoreksi arus latar belakang.

2.5 Dopamin (Lucia,2006) Dopamin merupakan salah satu senyawa katekolamin yang

berfungsi sebagai neurotransmiter. Dopamin biasanya tersedia dalam bentuk dopamin

hidroklorida berupa serbuk putih, mudah larut dalam air, larut dalam alkohol, sedikit larut

dalam aseton dan metilena klorida. Dopamin memiliki rumus kimia C 8H11NO2 . HCl dan nama

kimia 3-hydoxytyramine hydrochloride (Gambar 2.8)


Dopamin di pasaran memiliki nama dagang Dopac, Dopamine, Dopamine giulini, Indop, dan

Cetadop. Metabolisme dopamin dalam tubuh terjadi pada organ ginjal, hati, plasma, 75%

menjadi bentuk metabolit inaktif oleh monoamin oksidase dan 25% menjadi norepinefrin.

Dopamin HCl sensitif dan harus dilindungi dari cahaya. Perubahan warna menjadi

kuning, coklat, merah muda, hingga ungu menunjukkan kerusakan obat dan warna larutan

yang menjadi lebih gelap dari warna sedikit kuning tidak boleh digunakan. Dopamin HCl

tidak bisa dikombinasikan dengan alteplase, amfoteresin B, garam besi, senyawa oksidator,

natrium bikarbonat dan senyawa alkali lainnya. Sediaan harus dilindungi dari panas yang

berlebihan dan tidak boleh disimpan pada suhu dingin. Dopamin HCl stabil sedikitnya 24 jam

jika dilarutkan dalam 250-500 ml sediaan injeksi NaCl 0,9%, dekstrose 5%, dan larutan ringer

laktat. Dopamin sering digunakan untuk pengobatan hipotensi karena bekerja sebagai agen

penyebab penyempitan darah pada perifer. Dalam hal ini dopamin seringkali digunakan

bersama dobutamin dan meminimalkan efek hipotensi sekunder akibat pelebaran pembuluh

darah yang diinduksi oleh dobutamin. Tekanan diatur oleh peningkatan kardiak output (dari

dobutamin) dan penyempitan pembuluh darah (dari dopamin). Dopamin diberikan ke dalam

vena sentral untuk mencegah kemungkinan terjadinya migrasi sel dari sirkulasi darah menuju

jaringan, monitor aliran cairan, menggunakan alat perlengkapan infus untuk mengontrol

kecepatan aliran. Penurunan dosis dopamin harus dilakukan bertahap, penghentian secara tiba-

tiba dapat mengakibatkan hipotensi.


2.5 Antarmuka Cair -Cair (Liquid-liquid Interface)

Antarmuka cair-cair terbentuk dari dua cairan pelarut yang mengandung elektrolit

dimana kedua pelarut tersebut tidak saling bercampur. Salah satu pelarutnya adalah air, dan

yang lainnya adalah pelarut organik yang memiliki permitivitas dielektrik sedang atau tinggi.

Contoh pelarut organik yang digunakan adalah nitrobenzena atau 1,2-dikloroetana yang

memungkinkan adanya disosiasi elektrolit terlarut menjadi ion-ionnya (Samec, 2004)

Pada antarmuka cair-cair memiliki 2 tipe proses transfer ion, yaitu :

zi
a) Transfer ion Xi dengan muatan zi antara fasa air (w) dengan fasa organik
zi
(o), Xi (w)

zi
Xi (o) (9) yang menggambarkan juga transfer spesies netral (z i = 0) b)

Transfer elektron antara reaksi oksidasi reduksi pada fasa air (w) dan

reaksi oksidasi reduksi pada fasa organik (o) Oks1 1 (w) + Red2 R2 (o)
Zo Z

Red1 R1 (w) + Oks2 02 (10) Disamping


Z Z

itu, masing-masing muatan transfer reaksi

heterogen 1 dan 2 dapat digabungkan menjadi

reaksi kimia homogen seperti transfer elektron

pada fasa air atau fasa organik. Seringkali asosiasi

ion atau pembentukan kompleks terjadi,


Zi Zj
Xi (s) + Xj (s)

Zij
XiXj (s) (11) dimana Zij = Zi + Zj dan s = fasa organik atau fasa air yang sesuai dengan

tetapan kesetimbangan Kij (s)

ai aij

Kij (s) = (12)


(s)aj(s)

dimana a adalah aktivitas spesies yang terlibat.

Pelarut organik menunjukkan kelarutan yang rendah dengan air dan telah banyak

digunakan dalam elektrokimia pada antarmuka cair-cair. Pelarut yang banyak digunakan yaitu

nitrobenzena, nitroetana, o-nitrofenil oktil eter, nitrotoluena, kloroform, 1,2-dikloroetana,

asetofenon, 2-heptanon, 2-oktanon, dan benzonitril (Samec, 2004).

Untuk mengamati transfer ion melewati antarmuka karena adanya pemberian

potensial, potensial yang diberikan harus sesuai sehingga dapat menyebabkan antarmuka

terpolarisasi. Antarmuka terpolarisasi untuk dapat menerapkan potensial dari elektroda

eksternal. Hal ini dapat dilakukan dengan melarutkan garam elektrolit yang cocok dalam

setiap fase baik dalam fasa air maupun fasa organik. Untuk membuat antarmuka terpolarisasi,

maka harus ada rentang potensial tertentu, dimana garam-garam terlarut dalam satu fasa harus

larut dalam satu fasa, tetapi tidak larut dalam fasa yang lain. Garam yang sering digunakan

adalah LiCl sebagai elektrolit pendukung untuk fase air dan tetrabutilamonium

tetraphenillborat (TBATPB) yang digunakan sebagai elektrolit pendukung untuk fase organik.

Gambar 2.9 menunjukkan jendela potensial di mana antarmuka tersebut terpolarisasi

(Vanysek, 2008).
Gambar 2.9 adalah
voltamogram siklik yang menunjukkan arus yang mengalir melalui antarmuka sebagai respon
terhadap potensial yang diberikan. Dalam rentang jendela potensial, hanya arus kecil yang
mengalir karena sebagian besar untuk pengisian muatan antarmuka (arus muatan). Di luar
jendela potensial, ion dari elektroda pendukung mulai tertransfer ke dalam fase berlawanan,
berkontribusi terhadap meningkatnya arus latar belakang. Untuk menandai arah transfer ion,
polaritas antarmuka ke fasa air, pada sebelah kanan kurva berhubungan dengan fasa air yang
potensialnya meningkat menjadi lebih positif. Proses polarisasi berlanjut (pada kurva 1), ion
- +
TPB mulai tertransfer dari nitrobenzena ke air dan ion Li mulai ditransfer dari air ke
nitrobenzena. Kontribusi relatif dari anion lipofilik dan kation hidrofilik tergantung pada
besarnya energi Gibbs pada transfer ion. Kedua ion berkontribusi menghasilkan arus latar
-
belakang. Setelah beralih arah penyapuan (pada kurva 2), ion tetraphenilborat (TPB ) yang
+
sebelumnya tertransfer ke fasa air kembali lagi ke nitrobenzena dan ion Li dari nitrobenzena
tertransfer kembali ke air. Siklus berlangsung melalui rentang potensial yang terpolarisasi,
arus terbentuk karena adanya muatan pada antarmuka dan arus pada fasa air berkurang, dan
+
transport ion tertabutilamonium (TBA ) dari nitrobenzena ke air diamati. Akhirnya, setelah
- +
beralih potensial (pada kurva 4) ion kembali ke fasa asal, Cl kembali ke air dan TBA kembali
ke nitrobenzena (Vanysek, 2008).

Anda mungkin juga menyukai